Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Mas


Ikan Mas (Cyprinus carpio) berasal dari daerah iklim sedang di Asia dan
Eropa (Cahyono 2000) Ikan Mas banyak dijumpai di sungai-sungai, danau-danau,
dan perairan dangkal dengan arus yang tidak deras, baik di sungai, danau maupun
genangan air lainnya dengan pH berkisar antara 7-8. Ikan mas dikenal sebagai
pemakan segala, antara lain pemakan memakan serangga kecil, siput, cacing,
sampah dapur, potongan ikan dan lain-lain. Ikan mas dubudidayakan denagan
sistem karamba jaring apung, biasanya hidup pada kedalaman yang lebih dangkal
daripada ikan nila. Untuk memperjelas, berikut ini merupakan gambar ikan mas.

Gambar 1. Ikan Mas

Ikan mas termasuk jenis ikan thermofil yang mampu beradaptasi atau
toleran terhadap perubahan temperature air (lingkungan) antara 24 - 30𝑜 C. Ikan ini
termasuk ikan yang mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan
oksigen terlarut dalam perairan dan tidak sensitif terhadap perlakuan fisik seperti
seleksi, penampungan, penimbangan, pengangkutan, dan lain-lain.

3
2.1.1 Taksonomi
Klasifikasi Ikan Mas menurut (Amri & Khairuman 2008) adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio L.

2.1.2 Morfologi
Menurut Amri & Khairuman (2008) Tubuh ikan mas memiliki ciri-ciri antara lain:
bentuk badan memanjang dan sedikit pipih ke samping, mulut terletak di ujung tengah
(terminal) dandapat disembulkan (protektil) serta dihiasi dua pasang sungut. Selain itu di
dalam mulut terdapat gigi kerongkongan, dua pasang sungut ikan mas terletak di bibir bagian
atas. Gigi kerongkongan (pharyngeal teeth) terdiri atas tiga baris yang berbentukgeraham,
memiliki sirip punggung (dorsal) berbentuk memanjang dan terletak di bagian permukaan
tubuh, berseberangan dengan permukaan sirip perut (ventral) bagian belakang sirip
punggung memiliki jari-jari keras sedangkan bagian akhir berbentuk gerigi, sirip dubur
(anal) bagian belakang juga memiliki jari-jari keras dengan bagian akhir berbentuk gerigi
seperti halnya sirip punggung, sirip ekor berbentuk cagak dan berukuran cukup besar
dengan tipe sisik berbentuk lingkaran (cycloid) yang terletak beraturan, gurat sisik atau
garis rusuk (linealateralis) ikan mas berada dipertengahan badan dengan posisi melintang dari
tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor.

Gambar 2. Morfologi Ikan Mas


2.1.3 Habitat

Ikan Mas menyukai tempat hidup (habitat) di perairan deras. Ikan mas dapat hidup baik
di daerah dengan ketinggian 150 – 600 meter diatas permukaan air laut (dpl) dan suhu berkisar
24 - 30𝑜 C. Meskipun tergolong ikan air tawar, ikan mas kadang-kadang ditemukan di perairan
payau atau muara sungai yang berkadar garam (salinitas) 25 – 30 % (Andri 2001).

4
2.1.4 Pertumbuhan
Berdasarkan penelitian dari (Sulawesty dkk. 2014) ikan mas yang berkaitan dengan
pertumbuhan dengan berat rata-rata ikan mas perlakuan pakan campuran pellet dengan
biomassa lemna segar memberikan berat rata-rata ikan tertinggi (162,7 ± 8,8 g) dibanding yang
hanya diberi pakan pellet (108,9 ± 56,9 g). Faktor luar utama yang mempengaruhi pertumbuhan
adalah suhu dan makanan, tetapi untuk daerah tropik makanan merupakan faktor yang lebih
penting daripada suhu (Effendie 1997).
Hubungan panjang dan berat ikan mas memiliki determinan (R2) 0,691 dan 0,825, nilai
ini masih mendekati 1 yang menunjukan hubungan berat ikan dan panjang ikan erat Faktor
kondisi menunjukan keadaan ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan
reproduksi. Secara komersil mempunyai arti akan kualitas dan kuantitas daging ikan yang
tersedia untuk dapat dimakan (Effendie 1997). Faktor Kondisi ikan mas pada penelitian
tersebut mempunyai nilai 0.93 dan 0.97, ini menunjukan ikan cenderung tidak gemuk atau
kurus.
Pola pertumbuhan ikan mas pada penelitian tersebut bersifat allometrik negatif terlihat
dari nilai b yang lebih kecil dari 3. Menunjukan bahwa pertumbuhan berat ikan mas cenderung
lebih lambat dibanding pertumbuhan panjangnya. Menurut Effendie (1997) nilai b kurang dari
3 menunjukan ikan yang kurus dimana pertambahan panjangnya lebih cepat dari pertambahan
beratnya. Nilai b yang lebih tinggi juga menunjukan bahwa pertumbuhan pada ikan yang diberi
makan pellet dengan penambahan lemna lebih cepat dibandingkan dengan pemberian pellet
saja.

2.1.5 Reproduksi
Menurut Effendie (1979), reproduksi merupakan hal yang sangat penting bagi
kelangsungan hidup suatu organisme. Ikan melakukan reproduksi secara eksternal, ikan jantan
dan betina akan saling mendekat satu sama lain kemudian betina akan mengeluarkan telur.
Selanjutnya jantan akan segera mengeluarkan spermanya, lalu sperma dan telur tersebut
bercampur di dalam air. Cara reproduksi tersebut dikenal sebagai oviparus, yaitu telur dibuahi
dan berkembang di luar tubuh ikan.
Sistem reproduksi ikan Mas (Cyprinus carpio) yaitu ovipar dimana perkembangbiakan
seksual yang ditandai dengan pelepasan sel telur jantan dan betina, dimana spermatozoa di luar
tubuh dan fertilisasi terjadi diluar tubuh. Ciri-ciri lain adalah sel telur berukuran besar karena

5
banyak mengandung kuning telur yang dapat menjadi bekal bagi anak-anaknya dalam
mengawali hidupnya di luar tubuh (Susanto 2004).

2.1.6 Kebiasaan Makan


Ikan mas di perairan alam dikategorikan sebagai ikan omnivora atau pemakan segala
termasuk plankton, tumbuhan, detritus, serangga bahkan ikan kecil lainnya. Hal tersebut
dibuktikan pada penelitian mengenai kebiasaan makan ikan mas di danau loka, ethiopia. Eyayu
dkk. (2015) membuktikan hal tersebut dengan membedah lambung ikan mas berbagai ukuran
antara ukuran panjang total (TL) kurang dari 20 cm hingga lebih dari 40 cm. Proporsi isi perut
dari 435 sampel tersebut diantaranya pada ukuran kurang dari 20 cm meliputi pakan utama
yaitu 49,9 % serangga, diikuti oleh 28,3 % berupa detritus, macrophytes 7,7 %, zooplankton
6,4%, ostracoda 4,7 %, dan fitoplankton dengan proporsi terkecil sebanyak 3%. Semakin besar
dan panjang ukuran ikan mas, semakin berubah pula komposisi pakan yang dimakan oleh ikan
mas yang dibuktikan dengan jenis pakan yang dimakan oleh ikan mas ukuran lebih besar dari
40 cm meliputi detritus (52,4%), serangga (27,5%) dan macrophytes (13%) adalah makanan
yang dominan sementara kontribusi barang-barang makanan lain tidak signifikan. Secara
umum, kontribusi pakan berupa serangga, zooplankton dan ostracods menurun dengan seiring
bertambahnya ukuran ikan sedangkan kontribusi makanan asal tumbuhan, yaitu detritus,
makrofit dan fitoplankton meningkat dengan ukuran ikan mas. Jenis makanan tersebut juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana setiap lingkungan memiliki perbedaan komposisi
pakan yang tersedia menjadikan perbedaan pakan utama di berbagai perairan. Effendie (1997)
menyatakan bahwa kesukaan ikan terhadap makanannya sangatrelatif. Karena belum tentu
melimpahnya suatu pakan alami dalam perairan dapat dimanfaatkan oleh ikan dikarenakan
beberapa faktor yaitu penyebaran organisme sebagai makanan ikan, ketersediaan makanan,
pilihan dari ikan, serta faktor-faktor fisik yang mempengaruhi perairan.
Tingkat trofik adalah urutan-urutan tingkat pemanfaatan makanan atau material dan
energi seperti yang tergambarkan oleh rantai makanan. Batasan – batasan tingkat trofik ikan
menurut Tresna dkk. (2012) yakni 0 – 2 herbivora, 2 – 2,5 omnivora, 2,5 - 3,5 merupakan jenis
karnivora. Nilai trofik ikan mas pada penelitian ini 2,88 yang berarti ikan mas dikategorikan
sebagai ikan omnivor cenderung karnivor.

2.2 Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan salah satu aspek yang paling intensif dipelajari dalam biologi
perikanan. Hal ini dikarenakan pertumbuhan merupakan indikator yang baik untuk mengetahui
kondisi individual maupun populasi. Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan

6
ukuran, baik panjang maupun berat, dalam satuan waktu (Moyle and Cech 1988dalam
Daryanto 2013). Sebagian besar ikan memiliki kemampuan untuk meneruskan pertumbuhan
selama hidup bila kondisi lingkungannya sesuai dan ketersediaan makanan cukup baik,
walaupun pada umur tua, pertumbuhan ikan hanya sedikit. Ikan tidak memiliki limit tertentu
untuk membatasi pertumbuhan (undeterminate growth) (Effendie 1997).

2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan


Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dapat digolongkan menjadi dua bagian
yang besar yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor-faktor ini ada yang dapat dikontrol dan
ada juga yang tidak.
Faktor dalam (internal) umumnya adalah faktor yang sulit untuk dikontrol, diantaranya
adalah keturunan, jenis kelamin, umur, parasit, dan penyakit. Menurut Moyle & Cech (1988)
dalam Daryanto (2013), umur dan kedewasaan pun ikut menjadi faktor internal yang
mempengaruhi pertumbuhan ikan.
Beberapa faktor luar (eksternal) yang ikut mempengaruhi pertumbuhan antara lain
suhu, oksigen terlarut, kadar amonia, salinitas, kompetisi dan ketersediaan makanan (Moyle
and Cech 1988 dalam Daryanto 2013). Selain itu, effendie (1997) juga menyatakan bahwa
fotoperiod (panjang hari) juga ikut mempengaruhi pertumbuhan.

2.2.2 Pola Pertumbuhan


Menurut effendie (1997), Sesudah masa larva berakhir bentuk ikan hamper serupa
dengan induk. Beberapa bagian tubuhnya meneruskan pertumbuhannya. Pada umumnya
perubahan tadi merupakan perubahan kecil saja seperti panjang sirip dan kemontokan tubuh.
Selain itu, terdapat pula perubahan sementara misalnya pada perubahan yang berkaitan dengan
kematangan gonad yang disebut perubahan allometrik atau heterogenic. Jika nilai b ≠ 3, maka
pertambahan panjang tidak seimbang dengan pertambahan berat ikan tersebut. Apabila nilai b
> 3 menunjukan keadaan ikan gemuk dan apabila nilai b < 3 menunjukan kondisi ikan tersebut
kurus.
Pada ikan terdapat perubahan secara terus menerus secara proporsional di dalam
tubuhnya dinamakan pertumbuhan isometric atau isogenic. Jika nilai b = 3, maka pertambahan
panjang seimbang dengan pertambahan berat ikan tersebut.

2.2.3 Faktor Kondisi


Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik atau tidaknya (kemontokkan) ikan yang
dinyatakan dalam angka-angka (data panjang berat) dan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk

7
survival dan reproduksi. Faktor kondisi dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad ( breeding
cycle ), makanan (feeding rhytms) lingkungan, umur (ukuran) dan jenis kelamin. Nilai faktor
kondisi atau indeks ponderal pada ikan dengan badan agak pipih berkisar antara 2-4, sedangkan
pada ikan dengan badan kurang pipih berkisar antara 1-3 (Effendie 1997).

2.3 Reproduksi
Sistem reproduksi ikan Mas (Cyprinus carpio) yaitu ovipar dimana perkembangbiakan
seksual yang ditandai dengan pelepasan sel telur jantan dan betina, dimana spermatozoa di luar
tubuh dan fertilisasi terjadi diluar tubuh. Pemijahan ikan Mas dapat terjadi sepanjang tahun dan
tidak tergantung pada musim. Namun, di habitat aslinya ikan Mas sering memijah pada
awal musim hujan, karena adanya rangsangan dari aroma tanah kering yang tergenang air.
Secara alami, pemijahan terjadi pada tengah malam sampai akhir fajar. Menjelang memijah,
induk-induk ikan Mas aktif mencari tempat yang rimbun, seperti tanaman air atau
rerumputan yang menutupi permukaan air. Substrat inilah yang nantinya akan digunakan
sebagai tempat menempel telur sekaligus membantu perangsangan ketika terjadi pemijahan
(Suseno 2000).

2.3.1 Rasio Kelamin


Rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina
dalam suatu populasi dimana perbandingan 1:1 yaitu 50% jantan dan 50% betina merupakan
kondisi ideal untuk mempertahankan spesies. Kenyataanya di alam perbandingan rasio kelamin
tidaklah mutlak, hal ini dipengaruhi oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan
makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan (Effendie 2002).

2.3.2 Tingkat Kematangan Gonad (TKG)


Tingkat Kematangan gonad pada ikan dapat diketahui dengan menghitung Gonado
Somato Indeks (GSI), yaitu perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh ikan. Gonad
yang semakin matang merupakan bagian dari vitellogenesis, yaitu terjadinya pengendapan
kuning telur, sehingga terjadi perubahan perubahan diantaranya pertambahan berat gonad.
Penentuan tingkat kematangan gonad dilakykan pengamatan secara morfologi dengan
mengacu pada kriteria Tingkat Kematangan Gonad (TKG) menurut Effendie (1979)

Tabel 1. Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

8
TKG Betina Jantan
- Ovari seperti benang, panjang - Tester seperti benang, lebih
sampai ke depan rongga tubuh pendek dan terlihat ujungnya
I
- Warna jernih di rongga tubuh
- Permukaan licin - Warna jernih
- Ukuran ovary lebih besar - Ukuran testes lebih besar
- Pewarnaan lebih gelap dan - Pewarnaan putih seperti susu
II kekuningan - Bentuk lebih jelas daripada
- Telur belum terlihat jelas dengan tingkat I
mata
- Ovari berwarna kuning - Permukaan testes tampak
- Secara morfologi telur mulai bergerigi
kelihatan butirnya dengan jelas - Warna makin putih, testes
III
makin besar
- Dalam keadaan diformalin
mudah putus
- Ovari makin besar, telur - Seperti pada tingkat III
berwarna kuning, mudah tampak lebih jelas
dipisahkan - Testes semakin pejal
IV
- Butir minyak tidak tampak,
mengisi ½ - 2/3 rongga perut,
usus terdesak
- Ovari berkerut, dinding tebal, - Testes bagian belakang kepis
butir telur sisa terdapat didekat dan di bagian dekat pelepasan
V pelepasan masih berisi
- Banyak telur seperti pada tingkat
II

2.3.3 Indeks Kematangan Gonad (IKG)


Nikolsky (1969) menggunakan tanda utama untuk membedakan kematangan gonad
berdasarkan berat gonad. Secara alamiah hal ini berhubungan dengan ukuran dan berat tubuh

9
ikan keseluruhannya atau tanpa berat gonad. Perbandingan antara berat gonad dengan berat
tubuh, Nikolsky menamakannya coeficient kematangan yang dinyatakan dalam persen.
Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad, tingkat perkembangan ovarium,
secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan suatu Indeks Kematangan Gonad (IKG) yaitu suatu
nilai dalam persen sebagai hasil perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan dikalikan
100 persen (Effendie 1979 dalam Hadiaty 2000).
Menurut Cholik (2005) GSI suatu jenis ikan akan semakin meningkat nilainya dan
mencapai maksimum pada saat terjadi pemijahan dan akan menurun secara bertahap dengan
berakhirnya musim pemijahan. Lebih lanjut dikatakan bahwa sifat pemijahan ikan dapat dilihat
dari nilai GSI nya yaitu jika GSI < 20% maka ikan tersebut memijah sepanjang tahun
sedangkan jika nilai GSI > 20% ikan tersebut memijah per musim.

2.3.4 Hepato Somatik Indeks (HSI)


Hepatosomatic Indeks (HSI) merupakan suatu metoda yang dilakukan untuk
mengetahui perubahan yang terjadi dalam hati secara kuantitatif. Hati merupakan tempat
terjadinya proses vitelogenesis. Pada penelitian ini nilai HSI dihitung untuk mengetahui
perkembangan proses vitelogenesis pada ikan uji.

2.3.5 Fekunditas
Fekunditas merupakan jumlah telur dalam ovarium sesaat sebelum dilakukan
pemijahan yang dapat digunakan untuk memprediksi jumlah anakan yang akan dihasilkan.
Besarnya fekunditas pada ikan dipengaruhi oleh faktor ketersediaan pakan, ukuran panjang dan
berat ikan, diameter telur dan faktor lingkungan (Suzuki et al. 2000). . Fekunditas sangat
dipengaruhi oleh ukuran diameter telur. Effendie (1997) menyatakan diameter telur
berhubungan dengan fekunditas, semakin besar diameter telur maka fekunditas semakin kecil
untuk semua ikan. Oliveira et al. (2015), bahwa fekunditas dipengaruhi oleh ketersediaan pakan
di alam dan lingkungan tempat hidup serta ukuran tubuh.
Menurut Bagenal (1967), untuk ikan-ikan tropic dan sub-tropik, definisif ekunditas
yang paling cocok mengingat kondisinya ialah jumlah telur yang dikeluarkan oleh ikan dalam
rata-rata masa hidupnya. Parameter ini sesuai dengan studi populasi dan dapat ditentukan
karena kematangan tiap-tiap ikan pada waktu pertama kalinya dapat diketahui dan juga statistic
kecepatan mortalitasnya dapat ditentukan pula dalam pengelolaan perikanan yang baik.
Terdapat jenis-jenis dari fekunditas antara lain :
- Fekunditas Individu, adalah jumlah telur yang dikeluarkan dari generasi tahun itu dan
akan dikeluarkan pada tahun itu pula

10
- Fekunditas relatif, adalah jumlah telur per satuan panjang dan berat
- Fekunditas total, adalah jumlah telur yang dihasilkan ikan selama hidupnya

2.3.6 Diameter Telur


Menurut Effendie (2002) dalam Herawati (2017) diameter telur adalah garis tengah dari
suatu telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Ukuran diameter telur
dipakai untuk menentukan kualitas kuning telur. Telur yang berkuran besar akan menghasilkan
larva yang berukuran lebih besar daripada telur yang berukuran kecil. Perkembangan diameter
telur semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad.

2.3.7 Tingkat Kematangan Telur (TKT)


Proses kematangan telur atau oocyte maturation (OM) ditentukan berdasarkan kriteria
pergeseran posisi inti telur menuju kutub animal (germinal vesicle migration) dan peluruhan
atau penghancuran membran telur. Berdasarkan pergeseran posisi inti tersebut terdapat empat
kriteria posisi inti telur sebelum telur tersebut dapat diovulasikan yaitu central germinal vesicle
(cGV) atau tahap inti ditengah, migrating germinal vesicle (mGV) atau tahap inti yang
bermigrasi dari tengah menuju tepi, peripheral germinal vesicle (pGV) atau tahap inti di tepi
dan germinal vesicle breakdown (GVBD) atau tahap inti yang telah melebur (Yaron dan Levavi
2011). Berdasarkan posisi inti tersebut tingkat kematangan telur (TKT) atau oocyte maturation
(OM) dibagi menjadi dua tahap yaitu fase vitelogenik yang ditandai dengan posisi inti telur
yang berada ditengah (cGV) dan fase pematangan telur (final oocyte maturation). Fase
pematangan telur dibagi kembali menjadi dua yaitu fase awal matang yang ditandai dengan
adanya pergerakan atau migrasi posisi inti telur (mGV dan pGV) dan fase akhir kematangan
telur yang ditandai dengan adanya peluruhan membran inti telur atau germinal vesicle
breakdown (GVBD) (Mylonas et al. 2010).
Kematangan telur dapat dilihat secara mikroskopik dengan menentukan inti – inti telur
tersebut telah menuju tepi kemudian terjadi pemecahan membran nutfah atau germinal vesicle
breakdown (GVBD). Pengamatan inti telur dilakukan dengan meneteskan larutan sera pada
telur – telur tersebut. Komposisi larutan sera terdiri atas larutan alkohol 99 %, larutan
formaldehid 40 % dan larutan asam asetat 100 % dengan perbandingan 6 : 3 : 1 (Nurmadi
2005).

2.4 Kebiasaan Makanan


kebiasaan makanan ( food habits ) adalah jenis, kuantitas dan kualitas makanan yang
dimakan olehikan. Kebiasaan cara makan ( Feeding habits ) adalahsegala sesuatu yang

11
berhubungan dengan waktu,tempat dan bagaimana cara ikan memperolehmakanannya.
Umumnya makanan yang pertama kali dating dari luar tubuh ikan semuanya diawali dari pakan
plankton yang bersel tunggal dan berukuran sangat kecil. Apabila ikan mendapatkan makanan
yang berukuran sesuai dengan bukaan mulutnya diperkirakan ikan akan lebih mampu
mempertahankan dan meneruskan hidupnya. Tetapi, apabila ikan dalam waktu tertentu sama
sekali tidak menemukan makanan yang seukuran bukaan mulutnya bias dipastikan akan
kelaparan dan kecil kemungkinan mempertahankan hidupnya lebih jauh.
Pengelompokan ikan berdasarkan jenis makanannya ada ikan pemakan plankton,
pemakan tanaman, pemakan detritus, ikan buas dan ikan pemakan campuran. Berdasarkan
kepada jumlah variasi dari macam-macam makanan tersebut, ikan dapat dibagi menjadi
euryphagic yaitu pemakan bermacam-macam makanan, stenophagic yaitu pemakan makanan
dengan macam sedikit, dan monophagic yaitu ikan yang terdiri dari satu jenis makanan saja
(Effendie 1997). Banyak spesies ikan dapat menyesuaikan diri dengan persediaan makanan
dalam perairan sehubungan dengan musim yang berlaku. Dalam suatu daerah geografis luas
untuk 1 spesies ikan yang hidup terpisah dapat terjadi perbedaan kebiasaan makanannya.
Perbedaan tersebut bukan hanya untuk satu ukuran saja tetapi untuk semua ukuran. Sehingga
untuk 1 spesies sama dengan perbedaan tempat saja akan merubah kebiasaan makanan spesies
ikan tersebut sesuai kondisi geografis masing – masing (Effendie 1997). Faktor-faktor yang
harus diperhatikan dalam kesukaan ikan terhadap makanannya yaitu:
- Penyebaran organisme sebagai makanan ikan pada perairan
- Ketersediaan makanan pada perairan dimana ikan hidup
- Pilihan dari ikan itu sendiri, biasanya pada perairan tersedia banyak makanan sehingga
ikan dapat memilih makanannya sesuai dengan kesukaannya

2.4.1 Indeks Bagian Terbesar


Kebiasaan makanan dapat dianalisis dengan menggunakan indek bagian terbesar
(Effendie 1979). Indeks bagian terbesar (Proponderance index) merupakan gabungan metode
frekuensi kejadian dan volumetrik. Komposisi pakan dikategorikan kedalam 10 jenis yaitu
fitoplankton, zooplankton, tumbuhan (bagian daun, batang, biji-bijan), insekta, cacing
(annelida dan non-annelida), moluska (bivalvia, gastropoda), udang, ikan (seluruh bagian
termasuk sisik dan sirip), dan fraksi hewan (tidak teridentifikasi) serta detritus.
Setiap kelompok pakan tersebut dpat dikategorikan berdasarkan nilai indeks preponderan (IP)
yaitu sebagai kelompok pakan utama bagi ikan apabila IP lebih besar dari 25 %, pakan

12
pelengkap apabila 5 % ≤ IP ≤ 25 %, dan pakan tambahan apabila nilai dari IP kurang dari 5 %
(Nikolsky 1963 dalam Herawati 2017).

2.4.2 Indeks Ivlev


Menurut Herawati (2017) Indeks ivlev atau indek pilihan merupakan perbandingan
antara organisme pakan yang terdapat di dalam lambung dengan organisme pakan ikan yang
terdapat dalam perairan. Nilai dari indeks ivlev atau indeks pilihan ini berkisar antara – 1
sampai + 1. Apabila 0 < E < 1 berarti pakan digemari, dan jika nilai –1 < E < 0 berarti pakan
tersebut tidak digemari oleh ikan. Jika nilai E = 0 berarti tidak ada seleksi oleh ikan terhadap
pakannya.

2.4.3 Tingkat Trofik


Tingkat trofik merupakan urutan – urutan tingkat pemanfaatan makanan atau material
dan energy seperti yang tergambarkan dalam rantai makanan yang dimulai dari tingkat trofik
satu yang setara dengan produsen pada rantai makanan. Tingkat trofik ikan dikategorikan
menjadi beberapa tingkat trofik. Nilai trofik 2 menunjukan ikan yang bersifat herbivore, nilai
tingkat trofik 2,5 untuk ikan yang bersifat omnivora, dan nilai trofik 3 atau lebih diperuntukan
bagi ikan yang bersifat karnivora (Caddy dan Sharp 1986 dalam Herawati 2017).

Lampiran 9. Data Reproduksi

Jenis Kelamin Bobot Bobot Diameter


No. Bobot (g) TKG IKG (%) HSI (%) Fekunditas
gonad hati
Telur
1 96,46 Betina I 0.05 0,08% 0.12 0,19%
2 84,12 Betina I 1.02 1,02% 0.38 0,38%
0.29
3 184,95 Betina I 5 9,36% 0,54%
9
4 180,23 Betina I 1.34 1,77% 0.36 0,47%
5 69,24 Betina II 4.85 5,00% 0.91 0,94%
6 62,25 Betina II 0.71 0,74% 0.61 0,64%
7 74,98 Betina II 6.22 2,88% 2.42 1,12%
8 193,38 Betina II 3.17 1,63% 3.15 1,62%
9 68,54 Betina II 0.93 1,12% 0.24 0,29%
10 96,06 Betina II 2.89 3,72% 0.48 0,62%
11 92,42 Betina II 0,04% 0.23 0,27%
0.03
12 168,33 Betina II 2.94 1,91% 2.14 1,39%
13 176,71 Betina II 2.35 1,36% 2.64 1,53%

13
Jenis Kelamin Bobot Bobot Diameter
No. Bobot (g) TKG IKG (%) HSI (%) Fekunditas
gonad hati
Telur
14 55,34 Betina II 5.08 2,28% 3.04 1,37%
15 166,89 Betina II 2.4 2,17% 0.97 0,88%
16 75,9 Betina II 3.75 2,15% 4.43 2,53%
80,22 68,98
17 194,51 Betina II 157 135
% %
18 232,95 Betina II 1.14 1,52% 0.27 0,36%
19 96,99 Betina II 5.09 2,14% 1.28 0,54%
20 95,46 Betina II 3.13 1,92% 0.55 0,34%
21 97,99 Betina II 9.12 3,71% 0.66 0,27%
22 173,1 Betina II 2.45 1,32% 0.32 0,17%
23 77,51 Betina II 0.73 0,83% 0.11 0,12%
24 184,48 Betina II 2.96 1,60% 4 2,17%
25 178,31 Betina II 5,57 2,67% 1.6 0,77%
26 95,32 Betina II 2.05 2,15% 0.9 0,94%
27 82,82 Betina II 5.53 5,64% 0.86 0,88%
28 88,4 Betina II 0.65 0,94% 0.30 0,43%
29 110,64 Betina II 3.85 2,14% 1.38 0,77%
11.3
30 93,02 Betina II 5,85% 3.84 1,99%
2
31 238,28 Betina II 1.52 1,96% 0.52 0,67%
19.6
32 172,74 Betina III 8,85% 0.46 0,21%
5
33 223,57 Betina III 6.89 3,73% 0,42 0,23%
34 92,64 Betina III 5.15 2,98%
14.4
35 195,7 Betina IV 6,19% 1.87 0,80%
1
28.5 14,00
36 73,27 Betina IV 4.04 1,98%
6 %
37 90,09 Betina V 8.41 3,36% 2.59 1,04%
38 79,88 Jantan I 1.12 0,71%
39 73,02 Jantan I 4.44 2,49%
40 176,58 Jantan I 1.08 1,35%
16.1 23,59
41 198,32 Jantan I
7 %
42 204,04 Jantan I 3.07 3,32%
43 197,21 Jantan II 4 2,51%
13.6 14,11
44 250,13 Jantan II
1 %
45 153,84 Jantan II 3.67 1,86%
46 73,09 Jantan II 4.12 2,33%
47 221,99 Jantan II 2.65 1,34%
48 75,62 Jantan II 0.9 1,21%
49 174,77 Jantan III 4.16 4,33%
50 74,1 Jantan III 8.93 9,64%
51 77,73 Jantan III 5.29 3,15%

14
Jenis Kelamin Bobot Bobot Diameter
No. Bobot (g) TKG IKG (%) HSI (%) Fekunditas
gonad hati
Telur
52 185,09 Jantan III 5.67 7,16%
53 245,88 Jantan III 7.43 7,66%
54 157,2 Jantan IV 6.01 6,90%
25.3 15,04
55 162,97 Jantan IV
1 %
21.2 11,13
56 99,67 Jantan IV
8 %
10,79
57 79,21 Jantan IV 8.16
%
13.9 19,06
58 201,65 Jantan IV
2 %
59 222,61 Jantan IV 7.60 4,55%
10.6 14,58
60 87,05 Jantan IV
8 %
61 191,21 Jantan IV 6.69 7,43%
10,34
62 208,32 Jantan IV 7.56
%
25.1 11,24
63 167,68 Jantan IV
4 %
10.4 11,20
64 82,16 Jantan IV
2 %
19.4
65 96,99 Jantan IV 9,63%
2
66 215,9 Jantan IV 5.49 6,68%

15
16

Anda mungkin juga menyukai