Anda di halaman 1dari 23

PEMERIKSAAN FUNGSI HATI

TUGAS DIAGNOSTIK KLINIS

Dosen : Putu Rika Veryanti.,M.Farklin.,Apt

Disusun Oleh :

Restu Sipangkar 16334075

Rizky Amelia 16334076

Herlany Oktavia 16334077

Puji Lestari 16334080

Selly br ginting 15334084

Maulana Faisal 15334087

Mishbahuddin TM 16334738

PROGRAM SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
karunia,serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pemeriksaan Fungsi Hati” dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna.Oleh sebab itu,kami berharap adanya
kritik,saran,dan usaha demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa depan,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.Sekiranya


makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya.Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Penyusun
Daftar Isi

Kata Pengantar ........................................................................................................................................ 2


Daftar Isi ................................................................................................................................................. 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 4
1.2Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Tes Fungsi Hati ................................................................................................................ 5
BAB II..................................................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................................... 6
2.1 Pengelompokan Tes Fungsi Hati .................................................................................................. 6
2.2 Pemeriksaan Tes Fungsi Hati ........................................................................................................ 6
BAB III ................................................................................................................................................. 20
PEMBAHASAN ................................................................................................................................... 20
3.1 METODE PENELITIAN ...................................................................................................... 20
3.2 HASIL PENELITIAN........................................................................................................... 20
3.3 PEMBAHASAN ................................................................................................................... 20
BAB IV ................................................................................................................................................. 22
KESIMPULAN ..................................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 23
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fungsi hati dapat dibagi dalam fungsi metabolisme, fungsi sintesis, fungsi eksresi,
fungsi penyimpanan dan fungsi detoksifikasi( penawar racun). Namun hanya sebagian kecil
yang dapat diukur dengan tingkat produknya dalam darah. Tes fungsi hati (LFTs atau LFS)
yang meliputi enzim hati, adalah tes yang dirancang untuk memberikan informasi tentang
kondisi hati seseorang. Tes fungsi hati (LFTs) mengukur konsentrasi berbagai protein dan
enzim yang berbeda dalam darah, baik dihasilkan oleh sel-sel hati atau dilepaskan ketika sel-
sel hati mengalami kerusakan. Kebanyakan penyakit hati awalnya hanya menimbulkan gejala
ringan, tetapi sangat penting bila penyakit ini terdeteksi secara dini. Keterlibatan hati dalam
beberapa penyakit dapat menjadi sangat penting. Tidak ada tes tunggal yang dapat
memberikan ukuran keseluruhan fungsi hati. Sebaliknya kelompok nilai yang terukur
ditafsirkan secara kolektif untuk menentukan kemungkinan penyakit hati, penyebab dan
tingkat keparahan penyakit.Pengujian ini dilakukan oleh teknolog medis pada serum/plasma
pasien.

Sebuah langkah awal dalam mendeteksi kerusakan hati adalah tes darah sederhana
untuk menentukan adanya enzim hati tertentu (protein) dalam darah. Dalam keadaan normal,
enzim-enzim ini berada dalam sel-sel hati. Tapi ketika hati terluka karena alasan apapun,
enzim ini masuk ke dalam aliran darah. Peningkatan enzim hati dapat menggambarkan
kerusakan sel hati atau adanya kolestatis. Enzim adalah protein yang hadir seluruh tubuh,
masing-masing dengan fungsi yang unik. Enzim membantu mempercepat (mengkatalisis)
reaksi kimia rutin dan diperlukan dalam tubuh.

Enzim hati yang disintesis oleh sel hati sendiri adalah AST ( AspartateTransaminase),
ALT ( Alanine Aminotransferase), ALP (Alkaline Phosphatase), GGT ( gamma
Glutamyltransferase). AST dan ALT terdapat dalam sitoplasma. Pada kerusakan sitoplasma
sel hati, enzim-enzim ini akan meningkat. AST juga ditemukan dalam mitokondria dan
kadarnya akan meningkat pada kerusakan mitokondria sel hati. Enzim yang terdapat pada
kanalikuli bilier adalah ALP dan GGT. Enzim- enzim ini meningkat pada kerusakan
kanalikuli biliaris. Pelepasan enzim oleh sel hepar terjadi dengan berbagai mekanisme. Salah
satu mekanisme adalah terjadinya cedera sel hati yang menyebabkan kerusakan ireversibel
disertai kebocoran enzim sitoplasma.

Pada kerusakan sel hati ringan, dimana sintesis enzim belum terganggu, akan
dijumpai peningkatan aminotransferase. Tetapi, pada nekrosis sel hati dimana sintesis enzim
belum terganggu, tidak dijumpai peningkatan aminotransferase. Mekanisme lain adalah
penumpukan asam empedu karena obstruksi yang mengakibatkan pelepasan enzim ALP dan
GGT.
1.2Rumusan Masalah
1. Apa saja pengelompokan fungsi hati?
2. Apa cara yang dilakukan untuk mendeteksi kelainan hati?
3. Bagaimana cara mengukut tingkat kerusakan hati?
4. Bagaimana pengobatan pada penyakit hati?

1.3 Tujuan Tes Fungsi Hati


Tes ini dapat digunakan untuk :

1. Mendeteksi kehadiran penyakit hati,


2. Membedakan antara berbagai jenis gangguan hati/mendiagnosis penyakit,
3. Mengukur tingkat kerusakan hati/ mengukur berat ringannya penyakit,
4. Mengikuti perkembangan terhadap pengobatan.

Beberapa atau semua pengukuran ini juga dilakukan (biasanya sekitar dua kali
setahun untuk kasus rutin) pada orang-orang yang memakai obat tertentu-misalnya
antikonvulsan untuk memastikan bahwa obat tersebut tidak merusak hati seseorang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelompokan Tes Fungsi Hati


Tes-tes ini dapat dikelompokkan dalam tiga kategori utama, antara lain:

1. Peningkatan enzim aminotransferase ( juga dikenal sebagai transaminase), yaitu


SGPT, dan SGOT, biasanya mengarah pada perlukaan atau inflamasi hepatoselular.
2. Keadaan patologis yang mempengaruhi sistem empedu intra dan ekstrahepatis dapat
menyebabkan peningkatan fosfatase alkali dan gamma glutamil transpeptidase.
3. Kelompok ketiga merupakan kelompok yang mewakili fungsi sintesis hati, seperti
produksi albumin dan faktor pembekuan.

2.2 Pemeriksaan Tes Fungsi Hati


A. Aminotranferase,( yaitu ALT dan AST )

Aminotransferase adalah enzim-enzim yang terdapat dalam sel-sel hati


(hepatosit). Merupakan penanda baik jika terjadi kerusakan pada sel-sel hati. Enzim yang
termasuk aminotransferase adalah SGOT dan SGPT. Kedua enzim biasanya hadir pada
tingkat yang rendah dalam darah. Oleh karena itu jika sel-sel hati rusak, enzim bocor ke
dalam darah sehingga jumlahnya meningkat dalam darah. Hampir semua cedera pada sel-
sel hati dapat meningkatkan kadar aminotransferase. Namun, tingkat enzim tidak selalu
mencerminkan bagaimana beratnya kerusakan hati. Nilai-nilai ini biasanya tinggi pada
hepatitis - mungkin 2-50 kali lebih tinggi dari biasanya. Nilai ALT lebih spesifik ke hati
daripada nilai AST. Nilai AST juga dapat memberikan indikasi kerusakan otot di tempat
lain dalam tubuh. Rasio enzim ini dapat membantu dalam menegakkan perlemakan hati
non alkohol dan penyakit hati yang berhubungan dengan alkohol.3, 7 Peningkatan enzim
dari ringan sampai sedang biasa terjadi, sering tak terduga dijumpai pada tes skrining
darah rutin pada orang yang sehat. Tingkat AST dan ALT dalam kasus seperti itu
biasanya antara dua kali batas atas normal dan nilainya beberapa ratus unit/liter.

Peningkatan aminotransferase sampai kadar 300 U/L tidak spesifik untuk kelainan
hati. Jika didapatkan peningkatan > 1000 U/L kemungkinan terdapat penyakit hepatitis
virus, iskemik hati ( karena hipotensi lama atau gagal jantung akut), dan kerusakan hati
karena toksin atau obat.

Perubahan tingkat aminotransferase :

 mild´ (<5 kali batas atas nilai rujukan),


 moderate´ (5±10 kali batas atas nilai rujukan)
 marked´ (>10 kali batas atas nilai rujukan).
Peningkatan aminotransferase ringan/minimal:

 Paling banyak dijumpai praktek sehari-hari.


 Penyebabnya yaitu terjadi gangguan pada ekstrahepatik (terutama bila hanya
AST yang meningkat). Oleh sebab itu, perhatikan kondisi klinik yang
berkaitan dengan perubahan enzim. Riwayat penggunaan alkohol atau
obatobatan, dan fakor resiko hepatitis virus secara teliti untuk mencari
penyebab yang mendasari.

Peningkatan aminotransferase sedang dan nyata :

 Pada cedera hepar akut terjadi kenaikan 10 x batas atas normal.


 Bila terjadi kenaikan lebih dari 75 x batas atas normal merupakan indikasi
hepar sistemik atau toksik. Aminotrasferase ini akan menurun sangat cepat
bila sudah mencapai kadar tertinggi.

Gambaran Biokimiawi Beberapa penyebab umum peningkatan


aminotransferase moderat-marked

1) Aspartate Aminotransferase (AST)/ Serum Glutamic-Oxaloacetic Transaminase


(SGOT)
AST adalah enzim yang terdapat dalam sel jantung, hati, otot skeletal. Hal ini juga
ditemukan dalam jumlah yang lebih kecil pada jaringan lain, seperti ginjal, otak,
pancreas, limpa, paru, leukosit dan eritrosit. Enzim ini akan dikeluarkan ke sirkulasi
apabila terjadi kerusakan atau kematian sel. Tingginya kadar enzim ini berhubungan
langsung dengan jumlah kerusakan sel. Sebagai contoh, tingkat dalam serum
meningkat dengan serangan jantung dan dengan gangguan otot. Oleh karena itu,
bukan merupakan indikator yang sangat spesifik dari perlukaan hati. Kerusakan sel
akan diikuti dengan peningkatan kadar AST dalam 12 jam dan tetap meningkat
selama 5 hari. Tes ini terutama dilakukan bersama dengan tes lainnya (seperti ALT,
ALP, dan bilirubin) untuk mendiagnosis dan memantau penyakit hati.

Hasil Normal

Kisaran normal 5-40 IU / L.4

Catatan: IU / L = unit internasional per liter

Hasil Nilai Abnormal

Penyakit yang mempengaruhi sel-sel hati meningkatkan kadar SGOT. Namun,


peningkatan kadar SGOT sendiri tidak secara spesifik menunjukkan penyakit hati.
Peningkatan tingkat SGOT dapat menunjukkan:

 Anemia hemolitik akut


 Pankreatitis akut
 Gagal ginjal akut
 Sirosis
 Serangan jantung
 Hepatitis
 Herediter hemochromatosis
 Infeksi mononukleosis
 Kurangnya aliran darah ke hati (iskemia hati)
 Nekrosis hati
 Tumor hati
 Multiple trauma
 Penyakit otot primer
 Progresif distrofi otot
 Recent kateterisasi jantung atau angioplasti
 Recent kejang
 Recent operasi
 Luka bakar berat
 Trauma otot rangka
 Penggunaan obat yang berefek ke hati

Pertimbangan

Kadar SGOT akan naik selama kehamilan dan setelah berolahraga.

2) Alanine Amino Transferase (ALT) / Serum Glutamic-Pyruvic Transaminase (SGPT)


SGPT adalah suatu enzim yang terdapat pada jaringan hati, jantung, otot dan ginjal.
Kadar yang tinggi terdapat pada jaringan hati. Cedera pada hati menghasilkan
pelepasan substansi ini ke dalam darah. Sedangkan di jantung, otot dan ginjal, enzim
ini terdapat dalam kadar yang relative rendah. Oleh karena itu berfungsi sebagai
indikator yang cukup spesifik pada penyakit hati.
Tes ini digunakan untuk menentukan apakah pasien memiliki kerusakan hati. SGPT
biasanya meningkat lebih tinggi dari SGOT pada obstruksi saluran empedu. Ratio
SGOT:SGPT lebih dari 3:1 ditemukan pada penyakit hati alkoholik. Untuk penyakit
hati, SGPT lebih spesifik daripada SGOT.

Hasil Normal

Kisaran normal dapat bervariasi tergantung beberapa faktor, termasuk usia dan jenis
kelamin. Rentang nilai normal juga dapat sedikit berbeda antar laboratorium yang
berbeda. untuk nilai SGPT normal yaitu kurang dari 36U / L.

Peningkatan kadar SGPT dapat disebabkan :

 Pankreatitis akut
 Celiac penyakit
 Sirosis
 Kematian jaringan hati (nekrosis hati)
 Hepatitis (virus, autoimun)
 Herediter hemochromatosis
 Infeksi mononukleosis
 Kurangnya aliran darah ke hati (iskemia hati)
 Penyakit hati
 Tumor hati
 Penggunaan obat yang berefek ke hati

Sejumlah obat dapat menyebabkan tingkat enzim hati menjadi abnormal. Contohnya
termasuk:8 Obat-obatan nyeri seperti:

 aspirin,
 acetaminophen,
 ibuprofen ,
 naproxen ,
 diklofenak
 fenilbutazon

Obat anti-kejang seperti:

 phenytoin (Dilantin),
 asam valproik (Depakote, Depakote ER, Depakene, Depacon),
 carbamazepine (Tegretol, Tegretol XR), dan
 fenobarbital

Antibiotik seperti:
 tetrasiklin,
 sulfonamid,
 isoniazid (INH),
 sulfametoksazol,
 trimetoprim nitrofurantoin,
 flukonazol dan
 beberapa antijamur lainnya.

Obat penurun kolesterol seperti:

 golongan statin:
o lovastatin,
o pravastatin,
o atorvastatin,
o fluvastatin,
o rosuvastatin,
o simvastatin, dan
 golongan niacin

Obat kardiovaskular seperti:

 amiodarone,
 hydralazine,
 kinidina, dll lain

seperti obat antidepresan dari jenis trisiklik

Obat yang menginduksi kelainan enzim hati, enzim tersebut biasanya akan kembali
normal selama seminggu sampai bulan setelah penghentian obat.

B. Alkalin fosfatase (ALP)


ALP merupakan enzim hati yang sering diukur, enzim ini juga ditemukan di
semua jaringan tubuh. Jaringan dengan jumlah ALP tinggi terdapat pada hati, saluran
empedu, plasenta dan tulang. Enzim ini terutama terlibat dalam diagnosis obstruksi
empedu dan biasanya ditemukan pada dinding duktus intra dan ekstra bilier di hati.
Jika ditemukan dalam tulang dan plasenta sehingga terjadi peningkatan kadar ALP,
mungkin hal ini disebabkan karena masalah di luar hati seperti keganasan.
Disebut alkaline karena enzim ini bekerja baik pada pH 9. Kadar ALP
tergantung pada umur dan jenis kelamin. Pasca pubertas, ALP terutama berasal dari
hati. ALP diperiksa untuk membedakan apakah penyakit berasal dari hati atau tulang.
Pada penyakit tulang, enzim ini meningkat sesuai dengan pembentukan sel tulang
baru. Pada obstruksi saluran empedu terjadi peningkatan dalam darah karena
gangguan ekskresi, sehingga pemeriksaan ALP tunggal bisa memberikan kesalahan
interprestasi. Peningkatan nilai ALP > 4 kali kemungkinan disebabkan oleh
kolestasis, kanker hati dan penyakit Paget’s. Untuk meningkatan ketajaman diagnosis
penyebab peningkatan ALP bisa dilakukan pemeriksaan isoenzim. Isoenzim AP-1, α2
untuk penyakit hati, AP-2,β1 untuk penyakit tulang, AP-3, β2 untuk penyakit usus,
dan AP-4 hanya ditemukan pada wanita hamil karena berasal dari plasenta.
Pasien tidak diperbolehkan makan ataupun minum apapun selama 6 jam
sebelum pemeriksaan, kecuali diperbolehkan dokter. Banyak obat yang
mempengaruhi tingkat fosfatase alkali dalam darah. Oleh karena itu,dokter mungkin
akan memberitahu pasien untuk berhenti minum obat-obatan tertentu sebelum
dilakukan pemeriksaan.

Hasil Normal

Kisaran Normal adalah 30-130 IU/L.

Nilai normal dapat sedikit berbeda dari laboratorium ke laboratorium. Nilai ini juga
dapat bervariasi tergantung umur dan jenis kelamin. Tingginya kadar ALP biasanya
terlihat pada anak-anak yang mengalami pertumbuhan dan pada wanita hamil.

Hasil nilai abnormal

Lebih tinggi dari nilai normal ALP mungkin karena:

 Anemia Obstruksi empedu


 Penyakit tulang
 Penyembuhan fraktur
 Hepatitis
 Hiperparatiroidisme
 Leukemia
 Penyakit hati
 Kanker tulang osteoblastik
 Osteomalacia
 Penyakit Paget
 Rakhitis

Tingkat ALP lebih rendah dari normal (hypophosphatasemia) mungkin karena:

 Malnutrisi
 Kekurangan Protein
C. Gamma-glutamil transferase(GGT)
Gamma-glutamil transpeptidase(GGT) adalah tes untuk mengukur jumlah
enzim GGT dalam darah. Enzim GGT terutama terdapat di hati, ginjal, saluran
empedu dan pancreas. Enzim ini diperiksa untuk menentukan disfungsi sel hati atau
saluran empedu dan mendeteksi penyakit hati yang diinduksi oleh alkohol. Sebab
GGT ini sangat sensitif terhadap alcohol yang dikonsumsi, sehingga dapat digunakan
untuk memantau pengurangan konsumsi alkohol pada pengguna alkohol kronik
ataupun pemula. Aktivitas GGT meningkat pada semua bentuk penyakit hati,
sehingga tidak selalu benar untuk mendeteksi penyakit hati alkoholik. Biasanya pada
penyakit hati alkoholik, GGT serum dapat meningkat hingga > 10 kali nilai normal
dengan ALP normal atau meningkat ringan. Rasio GGT/ ALP >2,5.
Tes ini lebih sensitive daripada ALP, ALT ataupun AST dalam mendeteksi
ikterus obstruktif, kolangitis dan kolestitis. GGT juga digunakan untuk mencari
diagnosis banding penyakit hati pada anak-anak dan wanita hamil dengan peningkatan
kadar LDH dan ALP. Selain itu GGT juga digunakan sebagai petanda kanker prostat
dan metastasis kanker payudara dan kolon ke hati.
GGT biasanya juga dilakukan bersama dengan tes lain, seperti tes ALP, untuk
membedakan antara gangguan saluran hati ( penyakit hati obstruktif) atau empedu dan
penyakit tulang. Alkalin fosfatase (ALP) meningkat pada hati dan penyakit saluran
empedu serta penyakit tulang. GGT hanya meningkat pada hati dan penyakit saluran
empedu, tetapi tidak pada penyakit tulang. Jadi, seorang pasien dengan ALP tinggi
dan GGT normal mungkin memiliki penyakit tulang, tidak hati atau penyakit saluran
empedu. GGT ini juga merupakan indikator pada penggunaan alcohol.

Hasil Normal

Kisaran normal adalah 0-51 unit internasional per liter (IU / L). Ada juga sumber
yang menyebutkan nilai GGT normal harus kurang dari 60U / L.

Hasil Nilai Abnormal Tingkat lebih besar dari yang normal GGT dapat menunjukkan:

 Gagal Jantung
 Kolestasis
 Sirosis
 Hepatitis
 Iskemik Hati
 Nekrosis hati
 Tumor Hati
 Penggunaan obat-obatan he
 patotoksik
 Penggunaan alcohol
 Penggunaan warfarin
 Penggunaan obat epilepsy seperti phenytoin, dan phenobarbital.

Obat yang dapat meningkatkan kadar GGT yaitu alkohol, Obat yang dapat
menurunkan kadar GGT yaitu pil clofibrate dan kelahiran.

D. Albumin
Albumin merupakan substansi terbesar dari protein yang diproduksi oleh hati
dari asam amino yang diambil dari makanan. Albumin tetap dalam darah untuk
jangka waktu yang lama sehingga perubahan jumlahnya hanya terjadi pada penyakit
hati yang kronis. Albumin berfungsi dalam mengatur tekanan onkotik, sebagai
pengangkut nutrisi, hormon, asam lemak, dan zat sampah. Albumin juga membantu
pergerakan molekul-molekul kecil dalam darah, termasuk bilirubin, kalsium,
progesteron, dan obat-obatan. Hal ini memainkan peran penting dalam menjaga cairan
darah bocor keluar ke jaringan. Interprestasi hasil pemeriksaan kadar albumin harus
dilakukan secara hati-hati.
Karena albumin dibuat oleh hati, penurunan albumin serum mungkin
merupakan tanda penyakit hati. Namun daya cadang hati yang besar menyebabkan
kurang sensitifnya pemeriksaan albumin untuk menilai fungsi sintesis hati. Pada
keadaan penyakit hati yang luas, baru terjadi penurunan kadar albumin. Selain itu,
kadar albumin yang rendah tidak hanya disebabkan oleh kelainan hati, tetapi dapat
juga disebabkan karena adanya kebocoran albumin di tempat lain seperti pada ginjal,
usus, kulit yang disebabkan oleh peradangan atau infeksi. Pada penyakit ginjal
memungkinkan albumin untuk keluar bersama urin. Penurunan albumin juga dapat
disebabkan karena malnutrisi atau diet rendah protein. Malnutrisi dapat menurunkan
albumin karena tidak cukup protein yang diserap ke dalam tubuh. Rendahnya tingkat
albumin menyebabkan edema perifer, yang merupakan pembengkakan (biasanya dari
pergelangan kaki) karena rendahnya tingkat garam dan protein dalam darah. Jadi tes
albumin ini dapat membantu menentukan apakah pasien memiliki penyakit hati atau
penyakit ginjal, atau jika tubuh tidak menyerap cukup protein.

Hasil normal

albumin berkisar 3,4-5,4 gram per desiliter (g / dL).

Hasil Nilai Abnormal

TingkatLebih rendah dari normal albumin dapat menunjukkan:

 Asites Burns (luas)


 Glomerulonefritis Penyakit hati (misalnya, sirosis hepatitis,, atau nekrosis
hepatoseluler)
 Sindrom malabsorpsi (misalnya, penyakit Crohn, sariawan, atau penyakit
Whipple)
 Malnutrisi
 Sindrom nefrotik Kehamilan

Tambahan kondisi dimana pemeriksaan dapat dilakukan, yaitu:

 Nefropati/sklerosis diabetik
 Ensefalopati Hepatik
 Sindrom Hepatorenal
 Tropis sariawan
 Penyakit Wilson

Obat yang dapat meningkatkan pengukuran albumin yaitu anabolik steroid, androgen,
hormon pertumbuhan, dan insulin.
Globulin

Globulin alfa dan globulin gama disintesis dalam hati. Globulin berfungsi
sebagai pengangkut beberapa jenis hormon, lipid, logam, dan antibodi. Globulin gama
dapat meningkat pada infeksi kronik, penyakit hati, arthritis rheumatoid, myeloma,
dan lupus. Peningkatan ini terjadi karena peningkatan sintesis antibodi. Penurunan
kadar globulin dapat dijumpai pada pasien dengan penurunan imunitas, malnutrisi,
malabsorbsi, penyakit hati, dan penyakit ginjal. Rasio albumin/globulin yang terbalik
dijumpai pada keadaan sirosis.

E. Total bilirubin
Bilirubin merupakan pigmen kekuningan yang ditemukan pada cairan
empedu, yang dihasilkan oleh hati. Bilirubin diproduksi sebagai hasil pemecahan sel
darah merah dalam tubuh. Hati biasanya bertanggung jawab untuk detoksifikasi dan
Ekskresi bilirubin ke dalam empedu.
Bilirubin dalam jumlah besar dalam tubuh dapat menyebabkan penyakit
kuning. Pasien kuning memiliki perubahan warna kulit dan sklera mata menjadi
kuning. Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk mendiagnosis masalah hati atau
kandung empedu. Namun, bilirubin tidak hanya meningkat pada penyakit hati, tapi
bisa juga karena kondisi lain yang menyebabkan peningkatan kerusakan sel darah
merah.
Obat yang dapat meningkatkan bilirubin, meliputi:
 Allopurinol
 Barbiturat
 Pil KB
 Antibiotik tertentu
 Klorpromazin
 Diuretik
 Phenazopyridine
 Steroid
 Sulfonamid

Obat yang dapat mengurangi tingkat bilirubin yaitu indometasin dan asam askorbat.

Hasil Normal

Bilirubin biasanya tidak ditemukan dalam urin. Nilai normal untuk biirubin plasma
total kurang dari 20 umol / L.

Hasil Nilai Abnormal

Peningkatan kadar bilirubin dalam urin mungkin disebabkan oleh:

 Penyempitan empedu
 Sirosis
 Batu empedu pada saluran empedu
 Hepatitis Cedera dari operasi yang mempengaruhi saluran empedu
 Tumor dari hati atau kandung empedu

Bilirubin bisa rusak karena cahaya. Oleh karena itu bayi dengan ikterus kadangkadang
ditempatkan di bawah lampu neon biru.

F. Masa Protrombin (PT)


Waktu protrombin (PT) adalah tes darah yang digunakan untuk mengukur
waktu yang dibutuhkan plasma untuk membeku. Tes ini dilakukan jika pasien
memiliki tanda-tanda gangguan pembekuan darah. Bila tubuh berdarah, tubuh
meluncurkan serangkaian kegiatan yang membantu pembekuan darah. Ini disebut
kaskade koagulasi. Tes PT dilihat pada protein khusus (faktor koagulasi) yang terlibat
dalam pembekuan darah, dan menilai kemampuan faktor ini dalam membantu
pembekuan darah.Faktor koagulasi tersebut yaitu :
 Faktor I (fibrinogen)
 Faktor II (protrombin)
 Faktor V
 Faktor VII
 Faktor X

Hampir semua faktor koagulasi disintesis oleh sel hati kecuali factor VIII.
Waktu paruh faktor koagulasi lebih singkat daripada waktu paruh albumin, sehingga
pemeriksaan ini lebih sensitif. Faktor I, II, V, VII, IX X dapat dinilai dengan
pemeriksaan PT. Pada kerusakan hati yang berat dapat terjadi berkurangnya sintesis
faktor koagulasi sehingga PT memanjang. Factor VII mempunyai waktu paruh
terpendek diantara faktor koagulasi yang lain, oleh sebab itu faktor VII akan turun
terlebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh faktor IX dan X.

Namun perlu diingat ada faktor koagulasi yang tergantung pada vitamin K
(vitamin K dependent factor), yaitu faktor II, VII, IX, X. Pada penyakit obstruksi
bilier, dimana empedu tidak sampai ke usus, akan terjadi kegagalan absorpsi lemak
atau malabsorpsi lemak. Pada keadaan tersebut, kadar vitamin A, D, E, dan K yang
larut dalam lemak akan berkurang. Pada kekurangan vitamin K, akan terjadi
penurunan sintesis vitamin K dependent factor sehingga akan terjadi pemanjangan
PT.

Untuk membedakan penyebab pemanjangan PT karena fungsi sintesis


menurun atau karena kekurangan vitamin K dilakukan pemberian vitamin K
parenteral. Apabila PT kembali normal setelah 1-3 hari pemberian vitamin K, berarti
penyebab pemanjangan PT adalah kekurangan vitamin K.

Tes pembekuan mengindikasikan penyakit hati, khususnya jika terjadi


perburukan penyakit hati kronis, maka waktu protrombin akan memanjang. Hati
memiliki peran besar dalam pembekuan darah normal. Oleh karena itu, ketika hati
rusak, darah menjadi terlalu cair dan memakan waktu yang lebih lama untuk
membeku. Hal ini dapat membuat orang lebih mudah memar.

Hasil Normal

Kisaran normal adalah 11-13,5 detik.

Hasil Mean Abnormal

PT yang memanjang disebabkan karena:

 Obstruksi saluran empedu


 Sirosis
 Koagulasi intravaskular diseminata
 Hepatitis
 Penyakit hati
 Malabsorpsi
 Kekurangan Vitamin K
 Terapi Coumadin (warfarin)
 Kekurangan faktor VII
 Kekurangan faktor X
 Kekurangan faktor II (protrombin)
 Kekurangan faktor V
 Kekurangan Faktor I (fibrinogen)
G. Tes Fungsi Hati pada Berbagai Macam Penyakit
1) Hepatitis Viral Akut
Derajat kerusakan sel parenkimnya relatif ringan, akan tetapi peradangan
sel yang terjadi berat. Pada keadaan hepatitis akut, transaminase dapat meningkat
sampai 2000 unit/liter, sedangkan ALP dan GGT hanya sedikit meningkat.
Biasanya konsentrasi GGT lebih rendah daripada SGOT. Menurut de Ritis,
perbandingan SGOT dan SGPT adalah < 0,7. Peningkatan aminotransferase pada
hepatitis C lebih ringan dibandingkan hepatitis A atau B. Konsentrasi serum
bilirubin jarang melebihi 10 mg/dl, kecuali pada hepatitis kolestasis. Masa
protrombin normal atau meningkat antara 1-3 detik. Konsentrasi albumin normal
atau menurun ringan.
Kalau kita melakukan pemeriksaan monitoring tiap 2 sampai 4 minggu,
akan terlihat bahwa GGT dan SGPT yang paling akhir kembali menjadi normal.
Kalau penurunan tidak terjadi dalam 6-12 minggu, diagnosis hepatitis kronik akan
ditegakkan apabila kelainan tersebut masih ada setelah 6 bulan.
2) Hepatitis Kronik, terdiri atas
1. Hepatitis kronik persisten,
Biasanya hanya didapatkan peningkatan SGOT dan SGPT yang tidak
terlalu hebat. Biasanya SGOT dan SGPT meningkat 23 kali normal,
sedangkan GGT biasanya lebih kecil dari SGOT.Fosfatase alkali dan
enzim koagulasi masih dalam batas-batas normal. Prognosis biasanya baik.
2. Hepatitis kronik aktif,
Kerusakan hepatoselulernya lebih berat. SGOT dan SGPT dapat
meningkat sampai 5 kali atau 10 kali di atas angka normal. GGT
didapatkan lebih rendah dari SGOT.
3. Sirosis hati,
SGOT dan SGPT meningkat, tapi tidak begitu tinggi. SGOT
biasanya lebih meningkat daripada SGPT, namun bila transaminase
normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis. Perbandingan SGOT dan
SGPT atau rasio de Ritis biasanya di atas 1.
ALP meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerotis
primer dan sirosis bilier primer.
GGT, konsentrasinya seperti halnya ALP pada penyakit hati.
Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alkohol
selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan
bocornya GGT dari hepatosit.
Bilirubin konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata,
tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut.
Albumin sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasi menurun
sesuai dengan perburukan sirosis.Waktu protrombin pada sirosis
memanjang.

Klasifikasi Child-Pugh pada Sirosis Hepatis


3) Kerusakan Hati Toksik
Biasanya ditandai dengan peningkatan GGT
4) Kerusakan Hati yang Disebabkan oleh Obat
Gangguan hati oleh karena obat-obatan ini bisa merupakan toksik langsung yang
tergantung pada dosis obat atau bisa juga merupakan reaksi alergi yang tergantung
pada masing- masing individu.
SGPT sebaiknya di cek sebelum mulai penggunaan, minimal diulang satu bulan
kemudian, 6 bulan kemudian dan tiap tahun.
5) Perlemakan Hati
Ditemukan peninggian transaminase 2-3 kali normal. Biasanya konsentrasi garam
empedu dalam batas normal.
6) Tumor Hati
Kelainan yang sering ditemukan adalah peningkatan ALP dan GGT. Konsentrasi
enzim SGOT dan SGPT pada karsinoma hepatoselular pada waktu permulaan
tidak memperlihatkan kenaikan kecuali apabila penyakit dasarnya adalah sirosis
hati. Apabila tumor makin besar dan kerusakan hati makin hebat dapat pula
ditemukan peninggian SGOT dan SGPT.
Kelainan pada metastasis tumor di hati tergantung pada luasnya penyebaran dan
besarnya massa tumor. Rasio de Ritis biasanya di atas 1 dan bisa mencapai 4.
Pada metastasis tumor di hati kelainan yang mencolok terlihat adalah peninggian
fosfatase alkali dan gamma GT. Peninggian ALP lebih tinggi pada metastasis
tumor tulang.
7) Kelainan pada Kehamilan

Kelainan Hati dengan Abnormalitas ALP sebagai Kelainan yang Dominan

nl = normal

+ = peningkatan ringan ( kurang dari 4 kali lipat)

++ = peningkatan sedang ( empat kali sampai enam kali lipat)

+++ = peningkatan bermakna ( lebih dari enam kali)


Aminotrasferase Sebagai Kelainan yang Dominan

Bila terdapat peningkatan < dari 1,5 kali normal pada individu yang asimtomatik
sebaiknya di tes ulang 1-3 bulan kemudian, terutama jika terdapat factor resiko.
Peningkatan GGT mudah dipicu oleh alcohol dan obat- obatan, sehingga bila
terdapat peningkatan tes fungsi hati tidak selalu menunjukkan kelainan hati yang
signifikan.
BAB III

PEMBAHASAN
3.1 METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
rancangan cross sectional (potong lintang). Lokasi penelitian bertempat di
Desa Kolombo lingkungan 4 RT 4, Kecamatan Maesa Kelurahan Bitung
Barat 2. Didapatkan 28 orang perokok aktif sebagai sampel yang
memenuhi kriteria inklusi, yaitu kondisi umum sampel baik, tidak ikterus
dan hepatomegali, tidak mengonsumsi alkohol, serta tidak mengonsumsi
obat-obatan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara total sampling
dan dilakukan pengambilan darah kemudian diproses di Laboratorium
Kanaka Manado untuk mendapatkan hasil kadar serum SGOT. Hasil
penelitian yang diperoleh, diolah dengan menggunakan Microsoft Excel
2007. Jurnal e-Biomedik (eBm),

3.2 HASIL PENELITIAN


Sampel terbanyak dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki
berjumlah 25 responden dengan persentase 89,29% dan yang berjenis
kelamin perempuan berjumlah 3 responden dengan persentase 10,71 %.
Kisaran usia responden antara 40 sampai 88 tahun, dengan rata-rata usia
51 tahun.
Hasil pemeriksaan laboratorium kadar serum SGOT sampel, dari 28
sampel hasil kadar serum SGOT semua ditemukan normal. Nilai mean
atau rata-rata hasil pemeriksaan kadar serum SGOT dalam penelitian ini
adalah 24,4 U/L. Nilai standard deviasi yang didapatkan 6,26. Nilai
median kadar serum SGOT yaitu 23,5 U/L. Nilai modus kadar serum
SGOT adalah 18 U/L dan nilai range dalam hasil pemeriksaan ini
didapatkan nilai minimum yaitu 15 U/L dan nilai maksimum yaitu 38 U/L.
3.3 PEMBAHASAN
Pada penelitian ini terdapat subjek penelitian sebanyak 28 orang yang
bersedia menjadi responden. Hasil pemeriksaan laboratorium kadar serum
SGOT sampel di mana semua sampel memiliki kadar serum SGOT
normal. Dengan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab
peningkatan enzim SGOT tidak hanya dipengaruhi oleh merokok, masih
ada beberapa faktor risiko lain yang bekerja sinergis dalam mempengaruhi
sel hati dan jantung seperti mengonsumsi alkohol, obat-obatan, serta ada
gangguan fungsi tubuh lainnya yang mengganggu sel hati dan jantung.
Hasil yang sama terdapat pada penelitian Wannamethee dan Shaper
bahwa merokok tidak menyebabkan kerusakan hati secara langsung,
melainkan hanya memperberat efek alkohol dalam mempengaruhi
membran sel hati.
Hasil penelitian dari Whitehead dkk juga sama, tidak ada perubahan
yang signifikan dari SGOT pada merokok.
Penelitian Rizvi, dkk mengatakan bahwa merokok dan tingkat latihan
fisik tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan peningkatan
kadar serum SGOT, tetapi antigen Hepatitis B dan status sosial-ekonomi
seseorang memiliki hubungan yang bermakna dengan kadar serum SGOT.
Pada penelitian Jang, dkk dari hasil analisis univariat yang didapatkan
alkohol memiliki pengaruh yang tinggi terhadap peningkatan kadar serum
SGOT.
Beberapa penelitian yang membuktikan merokok memiliki pengaruh
terhadap peningkatan enzim SGOT tanpa disertai faktor resiko lainnya,
tetapi ada juga penelitian yang membuktikan bahwa kedua variabel
tersebut tidak memiliki hubungan yang bermakna, tetapi disertai dengan
konsumsi alkohol yang sudah terbukti jelas dapat merusak organ hati
secara langsung. Berdasarkan penelitian ini, semua kadar serum SGOT
yang didapatkan normal belum bisa memastikan bahwa organ hati dan
jantungnya tidak mengalami gangguan atau normal, karena organ hati dan
jantung memiliki biomarker/penanda yang lebih spesifik untuk mendeteksi
adanya kerusakan sel masing-masing. Biomarker spesifik untuk jantung
yaitu Creatine Kinase (CK), (CK-MB), dan lainnya sedangkan untuk hati
yaitu Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT).
Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu tidak dilakukan pemeriksaan
penunjang yang lebih spesifik pada fungsi organ responden.
BAB IV

KESIMPULAN

 Manfaat dari tes fungsi hati secara ringkas meliputi:


1. Mendeteksi adanya penyakit hati
2. Menjelaskan kemungkinan jenis penyakit dan kemungkinan penyebab atau
mendiagnosis penyakit
3. Menjelaskan tingkat keparahan atau stadium penyakit
4. Memonitor respon terhadap pengobatan
 Dari penelitian yang dilakukan di Desa Kolombo lingkungan 4 RT 4, Kecamatan
Maesa Kelurahan Bitung Barat 2 mengenai gambaran kadar serum SGOT dalam
darah pada perokok aktif berusia > 40 tahun, dari 28 sampel yang diteliti semua kadar
serum SGOT didapatkan normal. SARAN 1. Responden sebaiknya mulai berhenti
merokok untuk mencegah pengaruh buruk rokok terhadap berbagai organ tubuh. 2.
Responden sebaiknya menjaga gaya hidup sehat dengan cara menghindari alkohol,
mengatur pola makan atau diet, dan rajin berolahraga
DAFTAR PUSTAKA
1. Widmann FK. Alih bahasa : S. Boedina Kresno, dkk. Tinjauan Klinis Atas Hasil
Pemeriksaan Laboratorium.Edisi 11. Jakarta: EGC; 2004. p. 303
2. Kee JL. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik. Edisi 6.Jakarta: EGC;
2007. p. 15-6.
3. Eko Bastiansyah. In: Shinta K. Panduan Lengkap Membaca Hasil Tes Kesehatan.
Jakarta: Penebar Plus;2008.p. 53.
4. Suryohudoyo P. Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler. Jakarta:
CV.Infomedika; 2000. p. 31-46
5. Huon HG, Keith DD, John MM, Iain AS.Lecture Notes: Kardiologi. Edisi
4.Jakarta: Penerbit Erlangga;2003.p.138
6. Lomanorek, V. y, Assa, Y. A., & Mewo, Y. M. (2016). GAMBARAN KADAR
SERUM SERUM GLUTAMIC OXALOACETIC TRANSAMINASE (SGOT)
PADA PEROKOK AKTIF USIA > 40 TAHUN . Jurnal e-Biomedik , 4(1).

Anda mungkin juga menyukai