SKRIPSI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM SARJANA FARMASI
DEPOK
JULI 2013
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM SARJANA FARMASI
DEPOK
JULI 2013
ii
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Universitas Indonesia.
iii
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
NPM : 0906517666
Tanda Tangan :
iv
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 8 Juli 2013
Penulis memanjatkan rasa puji dan syukur kepada Tuhan karena berkat
serta kasih setia-Nya membimbing penulis hingga skripsi ini dapat selesai. Skripsi
ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia.
Penulis juga ingin mengucapkan rasa syukur dan terima kasih pada
berbagai pihak yang tanpa kehadirannnya sulit rasanya untuk dapat menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin berterima kasih kepada:
1) Ibu Dr. Berna Elya, Apt., M.Si. sebagai Pembimbing I, Ibu Dr. Rani
Sauriasari, S.Si., Apt., M.Sc. sebagai Pembimbing II yang telah sabar
membimbing, memberi dorongan semangat dan menuntun penulis untuk
dapat menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi selama penelitian serta
memberikan solusi-solusi hingga tersusunnya skripsi ini.
2) Ibu Dr. Amarila Malik, Apt., M.Si. sebagai dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan dan bantuan kepada penulis selama
penulis menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
3) Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi
atas didikan dan motivasi yang diberikan selama masa perkuliahan.
4) Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., sebagai Manager Penelitian yang telah
membantu selama masa penelitian.
5) Bapak Prof. Dr. Maksum Radji, M. Biomed, sebagai Kepala Laboratorium
Mikrobiologi, Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., sebagai Kepala
Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi, dan Bapak Dr. Hayun,
M.Si., sebagai Kepala Laboratorium Farmasi Analisis Kuantitatif yang telah
membantu meminjamkan laboratorium dan alat laboratorium selama
penelitian.
6) Seluruh dosen, staf di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah
membantu kelangsungan belajar mengajar selama perkuliahan.
vi
Penulis
2013
vii
Uji Aktivitas dan Identifikasi Golongan Senyawa pada Fraksi dengan Penghambat
Enzim Tirosinase Tertinggi Kulit Batang Johar (Cassia siamea Lam.)
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Hiperpigmentasi pada kulit manusia yang disebabkan oleh sintesis melanin yang
berlebihan sangat mengurangi estetika penampilan seseorang. Upaya untuk
mengatasi hiperpigmentasi adalah dengan mencari senyawa pemutih yang dapat
menurunkan jumlah melanin yang disintesis pada kulit, yaitu senyawa
penghambat enzim tirosinase. Telah diketahui daun trengguli (Cassia fistula L.)
memiliki efek dalam menghambat aktivitas enzim tirosinase. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak dan fraksi pada genus tanaman yang
sama yaitu kulit batang johar (Cassia siamea Lam.) memiliki efek yang serupa
atau tidak. Tiga ekstrak kulit batang johar yang diuji yaitu ekstrak n-heksan, etil
asetat, dan metanol pada konsentrasi akhir 250 ppm. Kemudian dilakukan
fraksinasi pada ekstrak dengan aktivitas penghambatan tertinggi menggunakan
kromatografi kolom dipercepat hingga didapat fraksi-fraksi. Fraksi kembali diuji
pada konsentrasi akhir 250 ppm. Dilakukan identifikasi fitokimia pada ekstrak dan
fraksi dengan aktivitas penghambatan tertinggi. Didapatkan ekstrak metanol
memiliki aktivitas penghambatan enzim terbesar dengan persentase inhibisi
sebesar 22,56711% dan fraksi dengan aktivitas penghambatan tertinggi adalah
fraksi metanol E dengan persentase inhibisi sebesar 19,1919%. Diketahui ekstrak
metanol mengandung glikosida, saponin, antrakuinon, steroid, terpenoid, dan
tanin, sedangkan fraksi metanol E mengandung glikosida, antrakuinon, steroid,
terpenoid, dan tanin.
ix Universitas Indonesia
x Universitas Indonesia
xv Universitas Indonesia
1 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1.3 Tujuan
a. Memperoleh ekstrak kulit batang C. siamea Lam. yang dapat menghambat
enzim tirosinase teraktif di antara pelarut n-heksan, etil asetat, dan metanol.
b. Mengidentifikasi golongan senyawa yang diperkirakan memiliki kemampuan
menghambat aktivitas enzim tirosinase dari fraksi ekstrak kulit batang C.
siamea Lam. yang memiliki aktivitas teraktif.
Universitas Indonesia
4 Universitas Indonesia
kesulitan berkemih dengan batu ginjal, sebagai pencahar dan pelancar haid.
Seluruh bagian tanaman digunakan untuk pengobatan penyakit yang
menyebabkan penurunan kondisi tubuh, demam, kencing nanah, kram pada sendi,
pencahar dan perangsang getah empedu. Kulit batang digunakan untuk mengobati
ambeien, skabiasis dan penyakit lain yang menyebabkan penurunan kondisi
tubuh. Getah tanamannya digunakan untuk mengobati demam dan kelainan
menstruasi. Inti batang digunakan untuk meningkatkan kualitas darah menstruasi,
diabetes melitus, tukak saluran cerna, pencahar, diuretik. Bunganya digunakan
untuk insomnia, asma, anti cacing dan pengobatan ketombe (Ebadi, 2002).
2.2 Simplisia
Simplisia merupakan bahan yang berasal dari alam yang dipergunakan
sebagai obat yang belum diolah biasanya telah dalam bentuk kering. Simplisia
dapat dibedakan menjadi 3 jenis antara lain simplisia nabati, simplisia hewani dan
simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa
Universitas Indonesia
2.3 Melanin
Melanin, memainkan peranan penting dalam menentukan warna kulit,
mengabsorbsi sinar UV dan memblok generasi radikal bebas, melindungi kulit
dari serangan cahaya matahari dan penuaan. Melanosit, sel yang memproduksi
melanin, mensintesis melanin dalam organel khusus, melanosom yang berisi
melanin. Melanosom ini dipindahkan dari satu melanosit ke 30-35 keratinosit
terdekat dalam lapisan basal. Jumlah melanosit juga menurun seiring dengan
bertambahnya usia (Draelos, 2010).
Terdapat lebih dari satu tipe melanin: eumelanin, pigmen coklat gelap-
hitam; dan feomelanin, pigmen kuning-kemerahan. Eumelanin terdeposit dalam
melanosom elipsoidal yang mengandung struktur fibrilar internal. Sintesis
eumelanin meningkat setelah pemaparan UV (tanning). Feomelanin memiliki
kandungan sulfur lebih tinggi daripada eumelanin karena banyak terkandung asam
amino sistein. Meski tidak jelas terlihat dengan mata telanjang, kebanyakan
pigmen melanin rambut, kulit dan mata adalah kombinasi eumelanin dan
feomelanin. Genetik berperan penting dalam menentukan jumlah feomelanin dan
eumelanin. Namun, eumelanin sendiri lebih penting dalam menentukan derajat
pigmentasi dibandingkan feomelanin. Melanosit yang lebih terang memiliki
kandungan feomelanin yang lebih tinggi dibandingkan melanosit gelap. Pada
suatu kajian, orang kulit putih memiliki paling sedikit jumlah eumelanin, India
lebih banyak, dan Afrika-Amerika yang terbanyak. Dengan catatan, melanosit
orang dewasa memiliki feomelanin yang lebih banyak daripada melanosit
neonatal (Draelos, 2010).
Melanosom juga berbeda pada tiap-tiap ras. Pada orang kulit hitam
kebanyakan di lapisan basal, namun pada orang kulit putih kebanyakan berada di
stratum korneum. Hal ini menunjukkan lokasi filtrasi UV: lapisan basal dan spinal
Universitas Indonesia
pada orang kulit hitam dan stratum korneum pada orang kulit putih. Pada kulit
hitam, melanosit mengandung 200 melanosom lebih banyak. Melanosom
berdiameter 0,5-0,8 mm, tidak memiliki membran pembatas, berdekatan satu
sama lain, dan terdistribusi merata di epidermis. Pada kulit putih, melanosit
mengandung kurang dari 20 melanosom. Melanosom berdiameter 0,3-0,5 mm,
terasosiasi dengan membran pembatas, dan distribusi berkelompok di antaranya.
Melanosom kulit yang lebih terang terdegradasi lebih cepat dibandingkan kulit
hitam. Akibatnya, jumlah melanin lebih sedikit di lapisan atas stratum korneum.
Sedangkan, melanosit pada kulit hitam lebih besar, lebih aktif membuat melanin,
dan melanosom dikemas, didistribusi, serta dihancurkan dengan proses yang
berbeda pada kulit putih (Draelos, 2010).
Melanosom antar individu dalam ras yang sama dapat bervariasi dalam
derajat pigmentasi. Kulit Kaukasia hitam mirip dalam hal distribusi melanosom
dengan kulit hitam. Orang kulit hitam dengan kulit yang gelap memiliki
melanosom yang besar tidak teragregasi dan pada kulit yang lebih terang memiliki
kombinasi melanosom besar tidak teragregasi dan melanosom kecil teragregasi.
Orang kulit putih dengan kulit yang lebih gelap memiliki melanosom tidak
teragregasi ketika terpapar cahaya matahari dan orang kulit putih dengan kulit
yang lebih terang memiliki melanosom teragregasi ketika tidak terpapar sinar
matahari (Draelos, 2010).
Tahap melanogenesis adalah sebagai berikut. Enzim tirosinase
menghidroksilasi tirosin menjadi dihidroksifenilalanin (DOPA) dan mengoksidasi
DOPA menjadi dopakuinon. Dopakuinon kemudian melewati satu atau dua jalur.
Jika dopakuinon berikatan dengan sistein, oksidasi sisteinildopa memproduksi
feomelanin. Pada kondisi tidak adanya sistein, dopakuinon secara spontan
dikonversi menjadi dopakrom. Dopakrom kemudian didekarboksilasi atau
tertautomerisasi menghasilkan eumelanin. Protein P melanosomal terlibat dalam
asidifikasi melanosom pada melanogenesis. Akhirnya, aktivitas tirosinase (tidak
hanya jumlah protein tirosinase) dan konsentrasi sistein menentukan kandungan
eumelanin-feomelanin. Skema melanogenesis dapat dilihat pada Gambar 2.2
(Draelos, 2010).
Universitas Indonesia
[Sumber: Stjernschantz, Albert, Hu, Drago, & Wistrand, 2002, sudah diolah kembali]
Gambar 2.2 Skema melanogenesis. DOPA = dihidroksifenilalanin, TRP 1 =
Protein Terkait Tirosinase 1, TRP 2 = Protein Terkait Tirosinase 2,
DHICA = asam dihidroksiindolkarboksilat
Universitas Indonesia
2.5 Enzim
Enzim adalah katalis yang meningkatkan laju reaksi biokimia dari 106
hingga 1012 kali lipat dibandingkan jika tidak diberi katalis. Semua enzim berupa
protein sehingga amat labil dan jika terdenaturasi akan terinaktivasi. Enzim
memiliki sisi fungsional yang dikenal dengan active site, di mana substrat
dikonversi menjadi produk (Smith, Hill, Lehman, Lefkowitz, Handler, & White,
1983).
Selama bertahun-tahun beberapa hipotesa telah dikemukakan untuk
menerangkan fungsi pusat aktif dan katalisis enzim. Pada tahun 1894 ditemukan
Universitas Indonesia
oleh Emil Fischer mengemukakan bahwa hubungan suatu enzim dengan substrat
seperti suatu gembok dengan kuncinya. Hipotesa gembok dan kunci ini
menginformasikan terhadap spesifikasi enzim. Ada pula hipotesa lain yang
dicetuskan oleh Koshland tahun 1959 bahwa pusat aktif enzim mungkin dapat
menyesuaikan diri dengan substrat selama pembentukan kompleks ES.
Penyesuaian struktural atau konformasional ini pada geometri pusat aktif, yang
disebabkan oleh terikatnya molekul substrat, akan membawa gugus-gugus R
enzim pada keadaan penempatan yang paling efisien untuk diikat dan dikatalisasi
(Page, 1981).
2.5.1.1 Suhu
Suhu yang semakin meningkat akan meningkatkan laju suatu reaksi kimia
dengan meningkatkan energi kintetiknya. Namun dalam hal ini enzim yang
merupakan protein sangat rentan terdenaturasi oleh suhu yang tinggi. Jika
terdenaturasi maka enzim secara fungsional akan rusak dan tidak dapat bekerja
secara normal. Maka suhu untuk mereaksikan enzim harus dijaga dalam rentang
suhu di mana enzim tersebut masih stabil. Suhu stabilitas tiap-tiap enzim amat
bervariasi satu sama lain (Murray, Granner, & Rodwell, 2009).
2.5.1.2 pH
Laju hampir semua reaksi yang dikatalisis oleh enzim memperlihatkan
ketergantungan signifikan pada konsentrasi ion hidrogen. Sebagian besar enzim
intrasel memperlihatkan aktivitas optimal pada nilai pH antara 5 dan 9. Bagi
enzim yang mekanismenya melibatkan katalisis asam, residu-residu yang terlibat
harus dalam keadaan terprotonasi yang tepat agar reaksi dapat berlangsung.
Penambahan atau pengurangan gugus-gugus bermuatan akan mempengaruhi
Universitas Indonesia
secara negatif pengikatan substrat sehingga katalisis akan melambat atau lenyap
(Murray, Granner, & Rodwell, 2009).
Dengan:
vi = kecepatan awal reaksi
vmax = kecepatan maksimal reaksi
[S] = konsentrasi substrat
Km = konstanta Michaelis
Konstanta Michaelis Km adalah konsentrasi substrat dengan vi adalah separuh dari
kecepatan maksimal (vmax/2) yang dapat dicapai pada konsentrasi tertentu enzim.
Oleh karena itu, Km memiliki besaran konsentrasi substrat. Kurva Michaelis-
Menten dapat dilihat pada Gambar 2.3 (Murray, Granner, & Rodwell, 2009).
Universitas Indonesia
Y slope X intecept
Persamaan (2.4) adalah persamaan untuk garis lurus, y = ax+b dengan y = 1/vi dan
x = 1/[S]. Oleh karena itu, plot 1/vi sebagai y yang merupakan fungsi dari 1/[S]
sebagai x menghasilkan garis lurus yang memotong di 1/vmax dengan kecuraman
Km/vmax. Plot semacam ini disebut plot timbal balik ganda atau plot Lineweaver-
Burk dapat dilihat pada Gambar 2.4 (Murray, Granner, & Rodwell, 2009).
Universitas Indonesia
memiliki afinitas ikatan yang lebih besar daripada substrat. Molekul inhibitor
tidak dapat dikonversi menjadi “produk” karena tidak memiliki grup fungsional
yang normalnya bekerja pada enzim. Jika inhibitor mampu berikatan pada active
site, haruslah memiliki struktur yang mirip dengan substrat normal. Grafik inhibisi
kompetitif dapat dilihat pada Gambar 2.5 (Boyer, 2002).
E + S ↔ ES → E + P (2.5)
+
I
↕
EI
Universitas Indonesia
E + S ↔ ES → E + P (2.6)
+ +
I I
↕ ↕
EI + S ↔ EIS
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.6.1 Polifenol
Polifenol merupakan kelompok senyawa yang mengandung fenol dengan
fungsi ganda yang banyak tersebar di alam. Polifenol juga merupakan kelompok
terbesar dalam inhibitor tirosinase hingga sekarang. Karena beberapa polifenol
diterima sebagai substrat tirosinase, bergantung pada keberadaan dan posisi
subsisten tambahan apakah suatu polifenol berlaku sebagai inhibitor. Flavonoid
adalah polifenol yang paling banyak jumlahnya dan paling banyak dikaji,
terdistribusi luas di daun, biji, kulit batang, dan bunga dari suatu tanaman. Pada
tanaman, senyawa ini memberikan proteksi terhadap radiasi UV, patogen, dan
herbivora. Senyawa ini juga penting pada karakteristik warna merah dan biru pada
beri, anggur, dan beberapa sayur. Struktur flavonoid juga kompatibel dengan
peran baik sebagai substrat maupun inhibitor tirosinase (Chang, 2009).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
tinggal di benua lain. Dalam hal demikian, jaringan yang diambil segar sebaiknya
disimpan kering di dalam kantung plastik sehingga akan tetap dalam keadaan baik
untuk dianalisis setelah beberapa hari dalam perjalanan dengan pos udara
(Harborne, J. B., 1987).
Cara lain, tumbuhan dapat dikeringkan sebelum diekstraksi. Bila hal ini
dilakukan, pengeringan tersebut harus dilakukan dalam keadaan terawasi untuk
mencegah terjadinya perbahan kimia yang terlalu banyak. Bahan harus
dikeringkan secepat-cepatnya, tanpa menggunakan suhu tinggi, lebih baik dengan
aliran udara yang baik. Setelah betul-betul kering, tumbuhan dapat disimpan
untuk jangka waktu lama sebelum digunakan untuk analisis. Dan memang
demikianlah, analisis flavonoid, alkaloid, kuinon, dan terpenoid telah dilakukan
dengan berhasil pada herbarium yang telah disimpan bertahun-tahun (Harborne, J.
B., 1987).
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang sesuai dikategorikan secara
garis besar menjadi dua macam, yaitu cara dingin dan cara panas (Departemen
Kesehatan, 2000).
b. Perkolasi
Ekstraksi sampai sempurna dengan pelarut yang selalu baru dan
dilakukan pada suhu kamar. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan,
tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan
Universitas Indonesia
ekstrak) yang dilakukan secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat)
dengan jumlah 1-5 kali bahan (Departemen Kesehatan, 2000).
b. Soxhlet
Ekstraksi yang umumnya menggunakan alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang selalu baru yang relatif konstan
akibat adanya pendingin balik (Departemen Kesehatan, 2000).
c. Digesti
Ekstraksi digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu
yang dilakukan pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (suhu
kamar), yaitu umumnya dilakukan pada temperatur 40-50oC (Departemen
Kesehatan, 2000).
d. Infus
Ekstraksi infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur
penangas air dengan bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih.
Temperatur yang digunakan pada metode ini adalah 96-98oC selama 15-20 menit
(Departemen Kesehatan, 2000).
Universitas Indonesia
e. Dekok
Ekstraksi dekok merupakan ekstraksi infus pada waktu yang lebih lama
(30 menit) dan dilakukan pada temperatur hingga titik didih air (Departemen
Kesehatan, 2000).
Universitas Indonesia
atau logam. Lapisan melekat pada permukaan dengan bantuan bahan pengikat,
biasanya kalsium sulfat atau amilum (pati). Pada kromatografi lapis tipis lapisan
itu biasanya berfungsi sebagai permukaan padat yang menjerap, walaupun dapat
pula dipakai sebagai penyangga zat cair. Campuran yang akan dipisahkan
dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, lebih menguntungkan jika dipakai pelarut
pengembang atau pelarut yang kepolarannya sama dengan pengembang dan
ditotolkan berupa bercak (garis tengah 15 mm) pada lapisan dekat salah satu
ujung (kira-kira 2 cm dari ujung). Penotolan biasanya dilakukkan memakai
kapiler kaca, tetapi dapat pula dilakukan dengan semprit atau alat otomatis.
Pelarut dibiarkan menguap atau dihilangkan dengan bantuan aliran udara kering
atau nitrogen. Lapisan kemudian dimasukkan ke dalam bejana pengembang yang
berisi pelarut yang dalamnya sekitar 1 cm yang akan bertindak sebagai fase gerak.
Ini dilakukan sedemikian rupa sehingga pelarut berkontak dengan lapisan pada
ujung yang dekat dengan bercak totolan, tetapi tentu saja di bawah totolan itu.
Lalu bejana ditutup ketat dan pelarut dibiarkan 10-15 cm di atas totolan cuplikan
(Gritter, Bobbitt, & Schwarting, 1985).
Titik tempat campuran ditotolkan pada ujung pelat atau lembaran disebut
titik awal. Garis depan pelarut ialah bagian atas fase gerak atau pelarut ketika ia
bergerak melalui lapisan, dan setelah pengembangan selesai, merupakan tinggi
maksimum yang dicapai oleh pelarut. Perilaku senyawa tertentu di dalam sistem
kromatografi tertentu dinyatakan dengan harga Rf. Angka ini diperoleh dengan
membagi jarak yang ditempuh oleh bercak linarut dengan jarak yang ditempuh
oleh garis depan pelarut. Keduanya diukur dari titik awal, dan harga Rf beragam
mulai dari 0 sampai 1 (Gritter, Bobbitt, & Schwarting, 1985).
Universitas Indonesia
2.8.1 Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder terbesar yang
senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya
gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Sebagian alkaloid beracun bagi
manusia dan beberapa memiliki fungsi fisiologis yang bermakna sehingga dapat
digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tanpa warna,
seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal, hanya sedikit yang
berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar (Harborne, J. B., 1987).
2.8.2 Tanin
Tanin merupakan senyawa yang mengandung gugus fenol, terdapat
banyak dalam tumbuhan berpembuluh dan dalam jaringan berkayu pada
angiospermae. Tanin memiliki kemampuan untuk menyambung ikatan protein
membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam air. Secara kimia terdapat
dua jenis utama tanin yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin
terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan
cara kondensasi katekin tunggal (atau galokatekin) yang membentuk senyawa
dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi, terdapat dalam paku-pakuan dan
gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama jenis tumbuhan
berkayu. Tanin terhidrolisis merupakan tanin yang apabila direaksikan dengan
asam akan terurai menjadi senyawa monomer-monomer asam, penyebarannya
terbatas pada tumbuhan berkeping dua (Harborne, J. B., 1987).
2.8.3 Saponin
Saponin adalah senyawa glikosida triterpenoid yang dapat diamati melalui
proses pembentukan busa mantap pada waktu mengekstraksi tumbuhan atau pada
waktu memekatkan ekstrak tumbuhan. Uji saponin yang sederhana ialah dengan
mengocok ekstrak alkohol-air dari tumbuhan dalam tabung reaksi dan
diperhatikan apakah ada terbentuk busa tahan lama pada permukaan cairan atau
Universitas Indonesia
2.8.4 Terpenoid
Terpenoid berasal dari molekul isoprena CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan
kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5.
Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak
atsiri, yaitu monoterpen dan seskuiterpen yang mudah menguap (C10 dan C5),
diterpen yang lebih sukar menguap (C20), sampai ke senyawa yang tidak
menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C30), serta pigmen karotenoid (C40).
Secara kimia, senyawa ini larut dalam lemak dan terdapat dalam sitoplasma sel
tumbuhan (Harborne, J. B., 1987).
2.8.5 Flavonoid
Flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk flavon
yang terdapat pada tumbuhan Primula. Flavonoid mengandung sistem aromatik
yang terkonjugasi terlarut dalam air dan karena itu menunjukkan pita serapan kuat
pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak. Flavonoid umumnya terdapat
dalam tumbuhan terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid yang
manapun mungkin saja terdapat dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk
kombinasi glikosida (Harborne, J. B., 1987).
2.8.6 Glikosida
Glikosida merupakan suatu senyawa yang bila dihidrolisis akan terurai
menjadi gula (glikon) dan genin (aglikon). Pada umumnya glikon berupa glukosa,
fruktosa, laktosa, galaktosa dan manosa. Aglikon (genin) biasanya mempunyai
gugus –OH dalam bentuk alkohol atau fenol. Kegunaan glikosida bagi tanaman
adalah untuk cadangan gula sementara. Glikosida dapat dibedakan menjadi α-
glikosida dan β-glikosida (Harborne, J. B., 1987).
Universitas Indonesia
2.8.7 Antrakuinon
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai dan mempunyai
kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus
karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Untuk
tujuan identifikasi, kuinon dapat dipilah menjadi empat kelompok: benzokuinon,
naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama
termasuk antrakuinon biasanya terhidroksilasi dan bersifat senyawa fenol serta
mengkin terdapat in vivo dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida
atau dalam bentuk kuinol tanpa warna, kadang-kadang juga bentuk dimer
(Harborne, J. B., 1987).
Universitas Indonesia
3.2 Bahan
3.2.1 Bahan Uji
Berupa kulit batang C. siamea Lam. yang sudah dicuci dan dikeringkan
yang diperoleh dari tanaman C. siamea Lam. di area FMIPA Universitas
Indonesia yang sudah dideterminasi oleh Herbarium Bogoriensis, Pusat Penelitian
Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
3.3 Alat
Rotary vacuum evaporator (HanShin, Janke & Kunkel IKA, Jerman),
multichannel pipet 10-100 µL (Finnpippet, USA), pipet mikro 100-1000 µL dan
27 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3.4.4 Uji Penghambatan Enzim Tirosinase oleh Kontrol Positif Asam Kojat
3.4.4.1 Pembuatan Larutan Asam Kojat Sebagai Kontrol Positif
Serbuk asam kojat ditimbang sejumlah 50 mg dan dilarutkan dalam 10 mL
dapar fosfat pH 6,8 sehingga diperoleh konsentrasi 5.000 µg/mL. Kemudian
larutan asam kojat 5.000 µg/mL dipipet 100 µL dan dimasukkan ke dalam labu
ukur 5,0 mL. Volume labu ukur dicukupkan dengan dapar fosfar 0,1 M pH 6,8
hingga diperoleh konsentrasi larutan asam kojat 100 µg/mL, demikian selanjutnya
hingga diperoleh konsentrasi larutan asam kojat 40; 20; 10; 5; dan 2,5 µg/mL.
Maka didapat konsentrasi akhir asam kojat dalam sumuran sebesar 8; 4; 2; 1; dan
0,5 µg/mL (Ki, Alam, Jae, Kyung, & Tae, 2011).
Universitas Indonesia
Tabel 3.4 Prosedur Uji Penghambatan Enzim Tirosinase oleh Asam Kojat
Bahan Plate (µL)
B1 B0 S1 S0
Larutan dapar fosfat 120 160 80 120
L-DOPA 40 40 40 40
Larutan asam kojat - - 40 40
Tirosinase 40 - 40 -
Inkubasi suhu 37oC selama 10 menit, panjang gelombang 490 nm
B1= blanko, B0 = kontrol blanko, S1 = sampel, S0 = kontrol sampel
3.4.5 Uji Aktivitas Penghambatan Tirosinase oleh Ekstrak Kulit Batang Cassia
siamea Lam.
3.4.5.1 Pembuatan Larutan Sampel Ekstrak
Ekstrak n-heksan, etil asetat, dan metanol masing-masing ditimbang
seksama 100 mg dan dilarutkan dalam dimetil sulfoksida 1 mL kemudian
dicukupkan volumenya hingga batas pada labu ukur 10,0 mL dengan dapar fosfat
pH 6,8 hingga diperoleh konsentrasi ekstrak 10% dalam dimetil sulfoksida.
Kemudian larutan ekstrak 10% dipipet 625 µL dan dimasukkan ke dalam labu
ukur 5,0 mL. Volume labu ukur dicukupkan dengan dapar fosfat pH 6,8 hingga
diperoleh konsentrasi larutan ekstrak 1.250 µg/mL sehingga kosentrasi larutan
ekstrak dalam sumuran adalah 250 µg/mL. Jika pada ketiga ekstrak dengan
konsentrasi 1.250 µg/mL hasil pengujian penghambatan enzim terdapat ekstrak
yang memiliki persentase penghambatan di atas 50% maka dilakukan
pengenceran lebih lanjut sehingga diperoleh konsentrasi 1.250, 625, 312, 156, 78
µg/mL untuk menghitung nilai IC50. Sehingga didapat konsentrasi akhir ekstrak
dalam sumuran sebesar 250; 125; 62,5; 31,2; dan 15,6 µg/mL (Ki, Alam, Jae,
Kyung, & Tae, 2011).
Universitas Indonesia
Tabel 3.5 Prosedur Uji Aktivitas Penghambatan Tirosinase oleh Ekstrak Kulit
Batang Cassia siamea Lam.
Bahan Plate (µL)
B1 B0 S1 S0
Larutan dapar fosfat 80 120 80 120
Larutan DMSO 1,25% 40 40 - -
L-DOPA 40 40 40 40
Larutan sampel - - 40 40
Tirosinase 40 - 40 -
Inkubasi suhu 37oC selama 10 menit, panjang gelombang 490 nm
B1= blanko, B0 = kontrol blanko, S1 = sampel, S0 = kontrol sampel
𝐴−𝐵 −(𝐶−𝐷)
% 𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑠𝑖 = 𝑋 100 (3.1)
(𝐴−𝐵)
Universitas Indonesia
3.4.6 Fraksinasi Ekstrak Kulit Batang Cassia siamea Lam. dengan Aktivitas
Penghambatan Tertinggi
3.4.6.1 Penentuan Fase Gerak dengan Kromatografi Lapis Tipis
Setelah pengujian enzim pada ketiga ekstrak yang berbeda kepolaran maka
didapatlah ekstrak dengan aktivitas penghambatan enzim tirosinase teraktif.
Ekstrak kental ini kemudian ditotolkan pada lempeng kromatografi lapis tipis dan
diuji dengan metode trial and error untuk mengetahui pelarut mana yang dapat
memberikan elusi yang terbaik. Pelarut yang memberikan elusi yang baik pada
kromatografi lapis tipis akan dipakai sebagai fase gerak pada tahap fraksinasi
menggunakan kromatografi kolom dipercepat.
3.4.7 Uji Aktivitas Penghambatan Tirosinase oleh Fraksi Kulit Batang Cassia
siamea Lam.
Uji aktivitas penghambatan tirosinase fraksi-fraksi kulit batang C. siamea
Lam. dari kromatografi kolom dipercepat dilakukan dengan prosedur sama seperti
uji penghambatan tirosinase ekstrak kulit batang C. siamea Lam.
Universitas Indonesia
Tabel 3.6 Prosedur Uji Kinetika Penghambatan Tirosinase oleh Fraksi Teraktif
Kulit Batang Cassia siamea Lam.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
41 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1,4
1,22
1,2
1,03
1,05
1
0,78
Absorbansi
0,8 0,82
0,77
0,6 0,52
0,48 Konsentrasi substrat 5 mM
0,4 0,27
0,23 Konsentrasi substrat 10 mM
0,2
0
0 50 100 150 200 250 300
Konsentrasi Enzim (U/mL)
Gambar 4.2 Kurva optimasi konsentrasi enzim tirosinase
Universitas Indonesia
0,7
0,5
Absorbansi
0,46
0,4
0,34
0,3
0,24
0,2
0,1
0
0 5 10 15 20 25
Universitas Indonesia
0,5
0,45 0,44
0,43 0,43
0,4
Absorbansi 0,35
0,3 0,31
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
0 5 10 15 20 25
Dari hasil uji pendahuluan maka kondisi yang optimum untuk melakukan
uji aktivitas penghambatan tirosinase adalah pada konsentrasi enzim tirosinase 31
U/mL, konsentrasi substrat L-DOPA 10 mM, waktu inkubasi 10 menit, dengan
panjang gelombang pengukuran 490 nm.
Universitas Indonesia
dalam kisaran IC50 yang didapat dari literatur yaitu 2 hingga 9,8 ppm (Heung, et
al., 2008; Sariri, Seifzadeh, & Sajedi, 2009; Caixeiro, Goncalves, de Oliveira,
Sant'Anna, Rumjanek, & DaCosta, 2012; Rho, Heung, Soo, Duck, & Ih, 2008;
Hsiou, Hang, & Te, 2009). Hasil uji kontrol positif asam kojat dapat dilihat pada
Gambar 4.5 dan Tabel 4.5.
80
70
60 y = 6,332x + 7,408
R² = 0,96
% Inhibisi
50
40
30
20
10
0
0 2 4 6 8 10
Universitas Indonesia
30
25
% Inhibisi
20
15
10
5
0
heksan etil asetat metanol
Ekstrak Uji
Gambar 4.6 Persentase inhibisi ekstrak heksan, etil asetat, dan metanol
Universitas Indonesia
25
20
% Inhibisi
15
10
0
A B C D E F G H I
Fraksi Uji
Dari hasil pengujian pada ekstrak dan fraksi, baik ekstrak metanol maupun
fraksi metanol E dengan persentase inhibisi teraktif memiliki potensi yang jauh di
bawah kontrol positif yang diuji juga oleh peneliti yaitu asam kojat dengan nilai
IC50 sebesar 6,831 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kulit batang johar tidak
memiliki potensi sebagai penghambat enzim tirosinase.
Selama pengujian aktivitas penghambatan enzim pada ekstrak dan fraksi,
larutan substrat L-DOPA dan larutan enzim tirosinase yang sudah siap dipipet
diletakkan di dalam icebox sehingga suhu untuk penyimpanan enzim selama
pengukuran berlangsung tetap terjaga pada suhu 2-8oC. Nilai r yang didapat dari
pengukuran tidak linear (r < 0,999), hal ini disebabkan teknik penggunaan
Universitas Indonesia
microplate reader dan pipet mikro yang baru bagi peneliti dalam mengukur
penghambatan aktivitas enzim tirosinase.
Dalam menguji menggunakan microplate reader banyak keuntungan yang
dapat diperoleh selain sumuran untuk analisis yang banyak, menghemat waktu
dan bahan, juga praktis dan relatif cepat pengukurannya. Namun kekurangan
menggunakan alat ini adalah pemipetan yang kurang tepat akan sangat
berpengaruh pada hasil pengukuran disebabkan volumenya yang relatif sangat
kecil.
4.6.1 Alkaloid
Identifikasi alkaloid pada ekstrak diuji menggunakan pereaksi Mayer,
Dragendorf, dan Bouchardat. Setelah pengujian, hasilnya tidak terdapat endapan
putih pada reaksi dengan Mayer, tidak terdapat endapan jingga kecoklatan pada
reaksi dengan Dragendorf, tidak terdapat endapan coklat pada reaksi dengan
Bouchardat. Hasil dibandingkan dengan blanko positif yang terdapat endapan
Universitas Indonesia
4.6.2 Glikosida
Identifikasi glikosida pada ekstrak diuji dengan pereaksi Mollisch karena
Mollisch dapat bereaksi dengan segala jenis gula pada umumnya termasuk gula
pada glikosida. Hasilnya terdapat cincin berwarna ungu seperti pada blanko
positif menunjukkan bahwa ekstrak mengandung glikosida.
Identifikasi glikosida pada fraksi diuji pula dengan pereaksi Mollisch.
Hasilnya terdapat cincin berwarna ungu seperti pada blanko positif menunjukkan
bahwa fraksi pun mengandung glikosida.
4.6.3 Saponin
Identifikasi saponin pada ekstrak setelah pemanasan, didinginkan dan
dikocok terbentuk busa dalam tabung reaksi yang tidak hilang setelah
penambahan asam klorida 2 N seperti pada blanko positif menunjukkan bahwa
ekstrak mengandung saponin.
Identifikasi saponin pada fraksi setelah pemanasan, didinginkan dan
dikocok tidak terbentuk busa dalam tabung reaksi. Hasil dibandingkan dengan
blanko positif yang terbentuk busa dalam tabung reaksi menunjukkan bahwa
fraksi tidak mengandung saponin.
4.6.4 Flavonoid
Identifikasi flavonoid pada ekstrak diuji dengan metode Pew dan Shinoda.
Pada metode Pew, ekstrak tidak menghasilkan warna merah seperti pada blanko
positif. Begitupun pada metode Shinoda, ekstrak tidak menghasilkan warna merah
Universitas Indonesia
seperti pada blanko positif. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak tidak
mengandung flavonoid.
Identifikasi flavonoid pada fraksi diuji dengan disemprot penyemprot
aluminium klorida 10% pada lempeng kromatografi lapis tipis yang telah ditotol
fraksi beserta blanko positif dan telah dielusi dengan eluen n-heksan : etil asetat :
metanol = 1 : 2 : 1. Hasilnya tidak nampak bercak kuning dan tidak nampak
fluoresensi kuning di bawah sinar UV panjang gelombang 366 nm seperti pada
blanko positif. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi pun tidak mengandung
flavonoid.
4.6.5 Antrakuinon
Identifikasi antrakuinon pada ekstrak menghasilkan warna kuning pada
lapisan benzene yang tertarik ke lapisan air ketika dicampur dengan natrium
hidroksida 2 N menjadi warna merah seperti pada blanko positif. Hal ini
menunjukkan ekstrak mengandung antrakuinon.
Identifikasi antrakuinon pada fraksi diuji dengan disemprot penyemprot
kalium hidroksida 10% pada lempeng kromatografi lapis tipis yang telah ditotol
fraksi beserta blanko positif dan telah dielusi dengan eluen etil asetat : metanol :
air = 100 : 13,5 : 10. Hasilnya nampak bercak warna merah seperti pada blanko
positif. Hal ini menunjukkan fraksi pun mengandung antrakuinon.
Universitas Indonesia
seperti pada blanko positif. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi pun mengandung
terpenoid dan steroid.
4.6.7 Tanin
Identifikasi tanin pada ekstrak didahului dengan identifikasi fenol sebagai
uji fenol pada umumnya yaitu ditambah besi (III) klorida 1% dan kalium
ferrisianida. Hasilnya terjadi perubahan warna kuning dari tetesan kalium
ferrisianida menjadi biru pada filtrat seperti pada blanko positif menunjukkan
adanya fenol. Untuk uji tanin dilakukan dengan penambahan gelatin 10%
terbentuk endapan seperti pada blanko positif. Uji tanin lainnya dilakukan dengan
penambahan Pb (II) asetat 10% terbentuk endapan coklat yang melayang-layang
seperti pada blanko positif. Hal ini menunjukkan ekstrak mengandung tanin.
Identifikasi tanin pada fraksi didahului dengan uji fenol dengan disemprot
penyemprot besi (III) klorida 3% pada lempeng kromatografi lapis tipis setelah
ditotol fraksi beserta blanko positif dan dielusi dengan eluen n-heksan : etil asetat
: metanol = 1 : 2 : 1. Hasilnya terbentuk bercak berwarna hijau kehitaman seperti
pada blanko positif menunjukkan adanya fenol. Untuk uji tanin dilakukan dengan
penambahan gelatin 10% terbentuk endapan seperti pada blanko positif. Uji tanin
lainnya dilakukan dengan penambahan Pb (II) asetat 10% terbentuk endapan
coklat yang melayang-layang seperti pada blanko positif. Hal ini menunjukkan
fraksi pun mengandung tanin.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
a. Ekstrak kulit batang C. siamea Lam. teraktif yang dapat menghambat enzim
tirosinase adalah ekstrak metanol dengan persentase inhibisi sebesar 22,5671%
dan fraksi teraktif yang dapat menghambat enzim tirosinase adalah fraksi
metanol E dengan persentase inhibisi sebesar 19,1919% pada konsentrasi akhir
250 ppm. Potensi penghambatan aktivitas enzim tirosinase sangat jauh berada
di bawah potensi kontrol positif asam kojat.
b. Golongan senyawa pada fraksi metanol E adalah glikosida, antrakuinon,
steroid, terpenoid, dan tanin.
5.2 Saran
Perlu dilakukan kajian dan penelitian lebih lanjut yang dapat
memanfaatkan kulit batang C. siamea Lam. selain sebagai penghambat enzim
tirosinase.
55 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Universitas Indonesia
Gambar 3.1 Peralatan laboratorium (A) Microplate reader (B) Pipet mikro 100-
1.000 µL dan 10-100 µL (C) Multichannel pipet (D) Rotary
vacuum evaporator (E) Oven vakum (F) Kolom kromatografi
dipercepat
Gambar 4.8 Uji alkaloid ekstrak metanol dengan pereaksi Mayer (A = blanko
positif, B = sampel)
Gambar 4.12 Uji saponin ekstrak metanol setelah penambahan asam klorida 2 N
(A = blanko positif, B = sampel)
Gambar 4.14 Uji flavonoid ekstrak metanol dengan metode Pew (A = blanko
positif, B = sampel)
Gambar 4.16 Uji steroid ekstrak metanol dengan metode Liebermann -Burchard
(A = blanko positif, B = sampel)
Gambar 4.21 Uji tanin ekstrak metanol dengan gelatin (A = blanko positif,
B = sampel)
Gambar 4.22 Uji tanin ekstrak metanol dengan Pb (II) asetat (A = blanko
positif, B = sampel)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
(lanjutan)