Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga disebut
Respiratory Distress Syndrome (RDS) biasa juga disebut Hyaline Membrane
Disease (HMD) Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi
premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada
udara kamar yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-
ray thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu
mengalami RDS.
RDS menurut Bernard et.al (1994) apabila onset akut, ada infiltrat bilateral
pada foto thorak, tekanan arteri pulmonal =18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik
adanya hipertensi atrium kiri, adanya kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2
kurang atau sama dengan 300, adanya sindrom gawat napas akut yang ditandai
PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 200,disebut sebagai RDS .

B. Etiologi
Penyebab utama terjadinya RDN atau RDS adalah defesiensi atau kerusakan
surfaktan. Faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu:
a. Premature (Usia gestasi dibawah 32 minggu)
b. Asfiksia perinatal
c. Maternal diabetes,
d. Bayi prematur yang lahir dengan operasi caesar

C. Patofisiologi
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan
kurangnya zat yang disebut surfaktan.Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel
epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada
kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari
fosfolipid (75%) dan protein (10%).Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan
permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara
fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan
terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam
laktat asam organic>asidosis metabolic.
Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam
alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan membrane
hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung,
penurunan aliran darah ke paru mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan,
yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel tipe II ini sangat sensitive dan
berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya
dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan
kembar.
Secara singkat patofisiologinya dapat digambarkan sbb :
Atelektasis → hipoksemia →asidosis → transudasi → penurunan aliran darah paru
→ hambatan pembentukan zat surfaktan → atelekstasis.Hal ini berlangsung terus
sampai terjadi penyembuhan atau kematian.
RDS merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan pada bayi
prematur, biasanya setelah 3 – 5 hari. Prognosanya buruk jika support ventilasi lama
diperlukan, kematian bisa terjadi setelah 3 hari penanganan.
D. Patway

Trauma endothelium Trauma type II


paru dan epithalium pneumocytes
alveolar

Peningkatan Kerusakan jaringan paru Penurunan surfactan

permeabilitas
atelektasis

Edema pulmonal

Alveoli terendam Penurunan pengembangan Abnormalitas


paru ventilasi perfusi

Kelebihan hipoksemia Gangguan


volume cairan pertukaran gas

Ketidakefektifan pola nafas hipotensi

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer

Ketidakefektifan Peningkatan
perfusi jaringan produksi
perifer sekret
E. Manifestasi Klinik
Gambaran klinik yang biasa ditemukan pada RDN yaitu gangguan
pernafasan berupa :
a. Dispnue/hipernue
b. Sianosis
c. Retraksi suprasternal / epigastrik / intercostals
d. Grunting expirasi

Didapatkan gejala lain seperti :


a. Bradikardi
b. Hipotensi
c. Kardiomegali
d. Edema terutama didaerah dorsal tangan atau kaki
e. Hipotermi
f. Tonus otot yang menurun
Gambaran radiology :terdapat bercak-bercak difus berupa infiltrate retikulogranular
disertai dengan air bronkogram.

E. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan AGD didapat adanya hipoksemia kemudian hiperkapni dengan
asidosis respiratorik.
b. Pemeriksaan radiologis, mula-mula tidak ada kelainan jelas pada foto dada,
setelah 12-24 jam akan tampak infiltrate alveolar tanpa batas yang tegas diseluruh
paru.
c. Biopsi paru, terdapat adanya pengumpulan granulosit secara abnormal dalam
parenkim paru.
F. Komplikasi
Komplikasi yang timbul dapat berupa komplikasi jangka waktu pendek maupun
komplikasi panjang.
Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
a. Kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi,
apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b. Jangkitan penyakit kerana keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat
respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
d. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi
bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan
yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang
menuju ke otak dan organ lain.

Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :


a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.
BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan
pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi
b. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi
yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

G. Penatalaksanaan

a. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu


diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5 0C-370C) dengan cara
meletakkan bayi dalam incubator. Kelembapan ruangan juga harus
adekuat.
b. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati
karena berpengaruh kompleks pada bayi premature. pemberian oksigen
yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti fobrosis
paru,dan kerusakan retina. Untuk mencegah timbulnya komplikasi
pemberian oksigen sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan analisa gas
darah arteri. Bila fasilitas untuk pemeriksaan analisis gas darah arteri tidak
ada, maka oksigen diberikan dengan konsentrasi tidak lebih dari 40%
sampai gejala sianosis menghilang.
c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan
glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat
badan ialah 60-125 ml/kgBB/hari. Asidosis metabolic yang selalu dijumpai
harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena
yang berguna untuk mempertahankan agar pH darah 7,35-7,45. Bila tidak
ada fasilitas untuk pemeriksaan analisis gas darah, NaHCO3 dapat diberi
langsung melalui tetesan dengan menggunakan campuran larutan glukosa
5-10% dan NaHCO3 1,5% dalam perbandinagn 4:1
d. Pemberian antibiotic. bayi dengan PMH perlu mendapat antibiotic untuk
mencegah infeksi sekunder. dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-
100.000 U/kgBB/hari atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari, dengan atau tanpa
gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari.
e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian
surfaktan eksogen (surfaktan dari luar). Obat ini sangat efektif tapi biayanya
sangat mahal.
H. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Riwayat maternal
a) Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
b) Kondisi seperti perdarahan placenta
c) Tipe dan lamanya persalinan
d) Stress fetal atau intrapartus

2) Status infant saat lahir


a) Prematur, umur kehamilan
b) Apgar score, apakah terjadi aspiksia
c) Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
3) Cardiovaskular
a) Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
b) Murmur sistolik
c) Denyut jantung dalam batas normal
4) Integumen
a) Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal
b) Pitting edema pada tangan dan kaki
c) Mottling

5) Neurologis
a. Immobilitas, kelemahan, flaciditas
b. Penurunan suhu tubuh
6) Pulmonary
a) Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )
b) Nafas grunting
c) Nasal flaring
d) Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
e) Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan
persentase desaturasi hemoglobin
f) Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea.
7) Status Behavioral
Lethargy
8) Pemeriksaan Diagnostik
a. Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi
diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar
b. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
c. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60
mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
I. Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan


dalam interstisial / area alveolar ditandai dengan sesak nafas (takipnea),
cyanosis, nafas cepat, tampak pucat, hasil AGD isi O2 menurun, PCO2
meningkat,PH menurun, PO2 menurun.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan meningkatnya
tahanan jalan nafas (edema interstisial) ditandai dengan dyspnea, ada
perubahan frekwensi nafas,terdengar ronchi hampir seluruh paru, tampak
infiltrat alveolar.
3. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kurang kesadaran akan
bahaya lingkungan.

J. Rencana tindakan

Diagnosa 1
K. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan
dalam interstisial / area alveolar ditandai dengan sesak nafas (takipnea),
cyanosis, nafas cepat, tampak pucat, hasil AGD isi O2 menurun, PCO2
meningkat,PH menurun, PO2 menurun.
Tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3X24 jam diharapkan masalah pertukaran gas
tertangani
Kriteria hasil :
sesak nafas (-), ada perbaikan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan
GDA dalam rentang normal Kaji status pernafasan dengan sering, catat
peningkatan frekwensi/upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.
Intervensi:
a. Catat ada/tidaknya bunyi nafas tambahan seperti mengi, krekels.

Rasional :
Bunyi napas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.
Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat
peningkatan permeabilitas membrane alveolar – kapiler.Mengi adalah bukti
konstriksi bronkus dan/atau penyempitan jalan napas sehubungan dengan
mucus/edema.
b. Kaji adanya cyanosis
Rasional :
Penurunan oksigenasi bermakna (desaturasi 5 g hemoglobin) terjadi sebelum
sianosis.Sianosis sentral dari ‘’ organ ‘’ hangat contoh lidah, bibir, dan daun
telinga, adalah paling indikatif dari hipoksemia sistemik.Sianosis perifer
kuku/ekstremitas sehubungan dengan vasokontriksi.
c. Observasi kecendrungan tidur, apatis, tidak perhatian,gelisah, bingung, somnolen.
Rasional :
Dapat menunjukan berlanjutnya hipoksemia dan / atau asidosis
d. Auskultasi frekwensi jantung dan irama.
Rasional :
Hipoksemia dapat menyebabkan mudah terangsang pada miokardium,
menghasilkan berbagai distrimia
e. Berikan oksigen lembab dengan masker CPAP sesuai indikasi
Rasional :
Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran, dengan tekanan jalan
napas positif continue.
f. Bantu dengan/ berikan tindakan IPPB
Rasional :
Meningkatkan ekspansi penuh paru untuk memperbaiki oksigenasi dan untuk
memberikan obat nebulizer kedalam jalan napas. Intubasi dan dukungan
ventilasi diberikan bila PaO2 kurang dari 60 mmHg dan tidak berespon
terhadap peningkatan oksigen murni (FIP2)
g. Awasi/ gambarkan seri AGD/ oksimetri nadi
Rasional :
Menunjukan ventilasi/oksigenasi dan status asam/basa.Digunakan sebagai
dasar evaluasi keektifan terapi atau indicator kebutuhan perubahan terapi.
h. Berikan obat sesuai indikasi spt antibiotika, steroid, diuretik.
Rasional :
Pengobatan untuk SDPD sangat mendukung lebih besar atau di buat untuk
memperbaiki penyebab SDPD dan mencegah berlanjutnya dan potensial
komplikasi fatal hipoksemia. Steroid menguntungkan dalam menurunkan
inflamasi dan meningkatkan produksi surfaktan.Fungsi utama diuretik adalah
untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan
sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal.

Diagnosa 2
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan meningkatnya tahanan
jalan nafas (edema interstisial) ditandai dengan dyspnea, ada perubahan
frekwensi nafas,terdengar ronchi hampir seluruh paru, tampak infiltrat alveolar.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3X24 jam diharapkan bersihan
jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ tidak ada ronchi.
Intervensi:
a. Catat perubahan upaya dan pola bernapas.
Rasional :
Pengguanaan otot intercostals/abdominal dan pelebaran nasal menunjukan
peningkatan upaya bernapas.
b. Observasi penurunan ekspansi dinding dada dan adanya/ peningkatan
fremitus.
Rasional :
Ekspansi dada terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan,
edema, dan secret dalam seksi lobus. Konsolidasi paru dan pengisian cairan
dapat meningkatkan fremitus.
c. Catat karakteristik bunyi napas
Rasional :
Bunyi napas menunjukan aliran udara melalui pohon trakeobronkial dan di
pengaruhi oleh adanya cairan, mucus, atau obstruksi aliran udara lain. Mengi
dapat merupakan bukti kontriksi bronkus atau penyempitan jalan napas
sehubungan dengan edema .ronki dapat jelas tanpa batuk dan menunjukan
pengumpulan mucus pada jalan napas.
d. Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan napas sesuai
kebutuhan.
Rasional :
Memudahkan memelihara jalan napas atas paten bila jalan napas pasien
dipengaruhi misalnya : gangguan tingkat kesadaran, sedasi, dan trauma
maksilofasial
e. Kolaborasi : berikan oksigen lembab, cairan IV, berikan kelembaban ruangan
yang tepat.
Rasional :
Kelembapan menghilangkan dan memobilisasi secret dan meningkatkan
transport oksigen.
f. Berikan Bronkodilator/ ekspektoran sesuai indikasi
Rasional :
Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas
secret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan secret.

Diagnosa 3
Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kurang kesadaran akan bahaya
lingkungan
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3X24 jam diharapkan tidak
terjadi cedera
Kriteria hasil :
Identifikasi situasi yang mendukung kecelakaan.
Intervensi:
a. Kurangi/ hilangkan situasi yang berbahaya.
Rasional :
Menghindari cedera pada pasien
b. Pasang pembatas pada tempat tidur Agar segala sesuatu yang dapat
menimbulkan masalah/ berbahaya bagi klien dapat dihindari.
Rasional :
Untuk menjaga/ menyangga klien agar tidak terjatuh.

K. Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
1. Klien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi adekuat dengan
AGD dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
2. Klien menunjukkan/ menyatakan hilangnya dispnea, mampu
mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ tidak ada
ronchi.
3. Klien terhindar dari bahaya lingkungan/ cedera

DAFTAR PUSTAKA

Melson, A. Kathryn & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Planning,Second
Edition, Springhouse Corporation, Pennsylvania, 1994

Betz, Cecily lyn, dan linda A. sowden 2009. Keperawatan pediatric, edisi 5. Jakarta:
EGC
Doenges, Marilynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 8 .Jakarta :
EGC

Mansjoer Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3.FKUI : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai