SDH Kronis
SDH Kronis
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
antara dura mater dan arachnoid (Adhiyaman et al., 2002). Definisi lain
yang memiliki membran dalam dan luar pada ruang subdural. Hematoma
subdural kronik biasanya berkembang dalam satu atau dua bulan setelah
trauma kepala ringan atau sedang. Namun, jangka waktu antara kumpulan
subdural akut. Hematoma subdural akut secara umum terjadi pada usia
trauma struktur otak, serta gejala muncul dalam kurun waktu 72 jam.
setelah trauma kepala ringan tanpa ada kerusakan struktur otak dan
et al., 2002).
5
2. Epidemiologi
hingga 1999 yaitu 8.2 per 100.000 populasi per tahun pada pasien di atas
kronik pada tahun 2005 hingga 2007 di Jepang mencapai 20.6 per 100.000
populai per tahun, dengan insidensi 76.5 pada kategori usia 70-79 tahun
Huang, 2017).
3. Etiologi
a. Post Traumatik
kraniotomi.
6
b. Hipotensi Intrakranial
4) Dekompresi cepat
4. Faktor Risiko
tulang tengkorak dari 6% menjadi 11% dari seluruh ruang intrakranial. Hal
lebih besar dari otak di dalam kranium menyebabkan vena rentan terhadap
Huang, 2017).
5. Patofisiologi
hematoma subdural post trauma yang tipis memiliki peran penting dalam
sekuel dari cedera otak traumatik, kontusio otak disertai keluarnya cairan
diselubungi oleh lapisan tipis fibrin dan fibroblas. Migrasi dan proliferasi
2002).
dural border cells, dan saa itulah dibentuk membran baru dan pembuluh
terdilatasi dan abnormal yang menjadi sumber perdarahan. Selain itu, pada
aneurisma serebri yang belum ruptur. Insisi pada membran arachnoid saat
6. Manifestasi Klinis
hematoma subdural kronik. segera setelah fase inisial adalah fase laten di
kejang, 2% - 15% koma, dan 2% dengan herniasi otak (Yang dan Huang,
2017).
a. Penurunan kesadaran
c. Nyeri kepala
d. Kejang
neurologi fokal.
13
7. Diagnosis
riwayat trauma yang memiliki keluhan (1) penurunan kesadaran, (2) defisit
neurologis fokal, dan (3) nyeri kepala dengan atau tanpa defisit neurologis
al., 2002).
yang tidak dapat dilihat dengan CT-Scan. MRI lebih sensitif untuk
mendeteksi lesi otak non perdarahan, kontusio, dan cedera axonal difus
(Dharmajaya, 2018).
grisea pada T1, hipointense terhadap substansia grisea pada T2, dan
pada FLAIR. Pada T1, hematoma subdural kronik akan isointense jika
8. Tatalaksana
(15).
tidak ada kasus rekurensi setelah terapi dengan asam tranexamat. Asam
burrhole. Jumlah dan lokasi burrhole bergantung pada ukuran dan lokasi
dimana celah pada tulang kepala berukuran kurang dari 5 mm. Akan tetapi,
proses irigasi sulit dilakukan bila melalui celah yang kecil (Plaha et al.,
2008).
kepala berat. Infeksi luka dan kebocoran CSF bisa terjadi setelah
Empiema subdural, abses otak dan meningitis telah dilaporkan terjadi pada
anestesi, rawat inap, usia pasien, dan kondisi medis secara bersamaan
(Dharmajaya, 2018).
gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain, memerlukan tindakan
prognosis yang baik, karena sekitar 90% kasus pada umumnya akan
(Dharmajaya, 2018).
baik bagi pasien yang menjalani intervensi operatif di mana morbiditas dan
signifikan disebabkan oleh pasien dengan kondisi kritis yang tidak sugestif