Anda di halaman 1dari 2

Definisi ‘Illat

‘Illat ialah sifat yang terdapat pada ashl (pokok)yang menjadi dasar daripada hukumnya, dan
dengan adanya sifat tersebut dapat diketahui adanya hukum far’ (cabangnya).

Misalnya, memabukan adalah sifat yang ada pada khamar yang menjadi dasar pengharamannya,
dan dengan adanya sifat memabukkan inilah diketahui pengharaman terhadap semua minuman
keras yang memabukan.

Cara menentukan ‘illat hukum :

1. Nas yang menunjukkan , dalam hal ini nas sendiri yang menunjukkan bahwa suatu sifat
merupakan ‘illat hukum dari suatu kasus. ‘illat yang demikian disebut ‘illat manshuh
‘alaihi. Petunjuk nas tentang ‘illat hukum ada dua macam yaitu : sharahah dan
isyarahatau ‘ima.
a. Dalalah sharahah , penunjukkan lafazh yang terkandung dalam nas kepada dalalah
sharahah ‘illat hukumjelas sekali, karena lafazh nas itu sendiri yang menunjukkan
‘illat hukumnya dengan jelas. Dalalah sharahah ada yang pasti da nada yang zhanni.
Dalalah sharahah yang pasti apabila penunjukannya secara pasti terhadap ‘illat
hukum. Misalnya firman Allah dalam surah An-Nisa ayat 165
‫س ِّل‬ ُّ َ‫َّللاِّ ُح اجةٌ بَ ْعد‬
ُ ‫الر‬ ِّ ‫س اًل ُمبَش ِِّّرينَ َو ُم ْنذ ِِّّرينَ ِّلئ اًَل َي ُكونَ ِّللنا‬
‫اس َعلَى ا‬ ُ ‫ُر‬

“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah
diutusnya rasul-rasul itu.”
“ Li’alla yakuna “ dan “ba’da al-Rasul” merupakan illat hukum yang pasti, tidak
mungkin dialihkan pada yang dzanni
B. dalalah Isyarah atau ‘ima, petunjuk yang dipahami dari sifat yang menyertainya. jika
penyertaan sifat itu tidak dapat dipahamkan, maka tidak ada gunanya menyertai sifat
itu. Misalnya dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 222
ْ ‫َو ََل ت َ ْق َربُوه اُن َحتا ٰى َي‬
َ‫ط ُه ْرن‬
“Dan janganlah engkau mendekati mereka sehingga mereka suci….
Pada ayat di atas diterangkan bahwa “kesucian” merupakan batas (‘illat) kebolehan suami
mencampuri isterinya. Dengan demikian, dalalah isyarah pada ayat diatas adalah
membedakan antara dua hukum dengan batasan
2. Ijma’ yang menunjukkan, maksudnya bahwa ‘illat itu ditetapkan dengan ijma’. Misalnya
belum baligh menjadi ‘illat dikuasainya oleh wali harta anak yang belum dewasa.
3. Dengan penelitian atau ijtihad, yaitu ‘illat yang diketahui melalui penelitian atau ijtihad.
Dapat diketahui melalui 4 cara.
Pertama, Al-Munasabah , yaitu persesuaian antara sesuatu hal keadaan atau sifat dengan
perintah atau larangan. Contoh : memelihara agama (at-Taubah : 29), memelihara akal
(al-Maidah : 91)
Kedua tahqiq al-Manath, yaitu menetapkan ‘illat hukum pada ashl,baik berdasarkan nas
atau tidak kemudian ‘illat itu disesuaikan dengan ‘illat far’, misalnya ‘illat potong tangan
bagi pencuri yaitu mengambil barang orang lain secara sembunyi pada tempat
penyimpanannya, hal ini sepakat para ulama. Tetapi jika diterapkan far’ , yaitu hukuman
pencuri kain kafan dalam kubur, maka menurut ulama Malikiyyah dan Syafi’iyyah,
pencuri tersebut potong tangannya. Sedangngkan menurut ulama hanafiyyah tidak
dipotong tangannya. Karna ia tidak dapat dikatakan pencuri.
Ketiga, Tanqih al-Manath, yaitu mengumpulkan sifat-sifat yang ada pada ashl dan sifat-
sifat yang ada pada far’, kemudian dicari sifat-sifat yang sama. Sifat-sifat yang sama
itulah dijadikan ‘illat hukum. Sedangkan sifat-sifat yang berbeda ditinggalkan.
Contohnya penerapan ‘illat wali pada akad nikah. Tahap pertama adalah takhrij ‘illat,
yang mengidentifikasi seluruh hal yang berkaitan dengan perempuan yang harus ada
walinya, kedudukannya sebagai anak yang belum dewasa atau sudah dewasa, statusnya
sebagai wanita yang sudah kawin atau belum kawin. Setelah itu menyeleksi satu persatu
hal-hal tersebut
Setelah menempuh seleksi illat diatas, selanjutnya ialah tahqiq ‘illat (pengukuhan ‘illat)
dengan menetapkan satu hal yang menjadi ‘illat, yang terseleksi haruslah mempunyai
ciri-ciri :
a. Merupakan sifat dasar sesuai dengan tabiat dan esensinya
b. Sesuatu yang bersifat nyata, jelas tidak boleh samar-samar.
c. Ada kesesuaian, yakni sifat ‘illat itu relevan dengan persoalan yang tengah dibahas
hukumnya.

keempat, Al-Sabru wa Al-Taqsim, yaitu meneliti kemungkinan-kemungkinan sifat-sifat


pada suatu kasus , kemudian memisah-misah diantara sifat-sifat itu, yang paling tepat
dijadikan sebagai ‘illat hukum. Al-Sabru wa Al-Taqsim,dilakukan apabila ada nas yang
menerangkan ‘illatnya. Misalnyasunnah Nabi Saw. Tentang harta ribawi :

“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum , padi dengan padi,
kurma dengan kurma, garam dengan garam, hendaklah sama jenisnya, sama ukuranya
lagi kontan. Apabila berbeda jenisnya , maka juallah menurut kehendakmu.bila hal itu
dilakukan dengan kontan.” (H.R Muslim)

Berdasarkan sunnah diatas, Rasulullah menetapkan haramnya riba fadl, tetapi tidak ada
nas yang lain atau ijma’ yang menetapkan ‘illat. Maka yang diperoleh hanya satu sifat
yang dipunyai enam macam tersebut, yaitu sifat yang dapat dipastikan dengan ukurannya
baik timbangan atau takaran. Dengan demikian ulama menetapkan ‘illat riba fadl adalah
ukuran yaitu takaran dan timbangan.

Anda mungkin juga menyukai