Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Disusun Oleh:
Heri setyawan
1102008113

Pembimbing:
dr. Yunilasari, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE NOVEMBER – JANUARI 2020
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Tanggal Lahir : 14 Februari 2018
Usia : 1 tahun 9 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Bekasi
Suku Bangsa : Betawi
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 28 November 2018
Tanggal pemeriksaan : 28 November 2018
Tanggal keluar RS : 1 Desember 2018

Orang Tua

Ayah Ibu
Nama : Tn. K Nama : Ny. A
Umur : 31 tahun Umur : 25 tahun
Pekerjaan : Karyawan Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMK Pendidikan : SMP
Suku bangsa : Betawi Suku bangsa : Betawi
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : Bekasi Alamat : Bekasi
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara Alloanamnesis dengan ibu pasien :
Lokasi : Ruang Rawat Sakura, RSUD Kabupaten Bekasi
Tanggal / Waktu : 28 November 2019 pukul 10.00 WIB
Tanggal Masuk RS : 28 November 2019
A. Keluhan Utama : Kejang 24 jam sebelum masuk Rumah Sakit.

1
B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan kejang 24 jam
sebelum masuk Rumah Sakit. Ibu pasien mengatakan pasien mengalami 3 kali kejang
pada hari itu. Seluruh kejang yang dialami pasien hari itu berlangsung selama kurang
lebih 5 menit. Pada saat kejang mata pasien mendelik ke atas, dan ibu pasien
mengatakan badan pasien kelojotan seluruh anggota gerak. Pasien sadar di antara
kejang, dan langsung menangis setelah kejang.
Ibu pasien mengatakan bahwa 7 hari sebelum kejang, pasien mengalami demam
tinggi. Saat diukur dengan menggunakan thermometer suhunya mencapai 39oC. Pada
saat demam, ibu pasien memberikan obat penurun panas dan demam sempat turun.
Namun ketika malam hari pasien kembali demam. Keluhan demam pada pasien
disertai batuk dan pilek yang sudah berlangsung selama 7 hari. BAB cair (-),
muntah (-), sesak (-), bintik-bintik merah dikulit (-), nyeri pada telinga atau keluar
cairan dari telinga (-).

C. Riwayat Penyakit yang Pernah Dialami

Penyakit Penyakit Penyakit


Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare (+) Penyakit ginjal (-)
Kejang
DBD (-) (+) Radang paru (-)
demam
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)

Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah dialami: Pasien pernah mengalami


kejang demam dan diare sebelumnya,

D. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

2
KEHAMILAN Morbiditas kehamilan (-), DM (-), Hipertensi (-)

Perawatan antenatal: Periksa ke bidan

KELAHIRAN Tempat kelahiran Puskesmas

Penolong persalinan Bidan

Cara persalinan Partus per vaginam (spontan)

Masa gestasi Cukup bulan (38 minggu)

Keadaan bayi Berat lahir : 2600 gram


Panjang badan : tidak tahu
Lingkar kepala : tidak tahu
Langsung menangis (+)
Kulit kemerahan (+)
Nilai APGAR : tidak tahu
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesan: Riwayat kehamilan dan persalinan baik.
E. Riwayat Tumbuh Kembang
Pasien duduk usia 8 bulan, berjalan usia 1,5 tahun

F. Riwayat Pemberian Makan


Diberikan ASI hingga usia 1 tahun, MPASI >6 bulan berupa bubur, buah dan
biscuit, sekarang pasien makan biasa 3x sehari dengan sayur dan lauk pauk.

G. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar sesuai jadwal dan lengkap.

H. Riwayat Keluarga
a. Corak Reproduksi

3
Tanggal Jenis Lahir
No. Hidup Abortus Keterangan
Lahir Kelamin Mati
1 14-02-2018 Perempuan + - - Sehat (pasien)

b. Riwayat Pernikahan
Ayah/Wali Ibu/Wali
Nama Tn. K Ny. D
Pernikahan ke- 1 1
Umur saat menikah 28 tahun 22 tahun
Pendidikan terakhir SMK SMP
Agama Islam Islam
Suku bangsa Betawi Betawi
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Penyakit bila ada - -
Kesimpulan Riwayat Keluarga: Tidak ada yang mengalami hal seperti pasien.
Tidak ada yang pernah mengalami kejang demam.

I. Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal bersama ayah, ibunya di perkampungan, rumah dengan dua
kamar tidur, satu kamar mandi, dan 1 dapur, beratap genteng, berlantai keramik,
berdinding tembok. Keadaan rumah cukup luas, pencahayaan baik, ventilasi baik.
Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik
dan pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh petugas kebersihan. Tidak
terdapat orang yang mengeluh hal serupa dengan pasien.
Kesimpulan keadaan lingkungan: Keadaan lingkungan cukup baik dan bersih.

J. Riwayat Sosial dan Ekonomi


Ayah pasien bekerja sebagai karyawan dengan penghasilan sekitar
Rp.4.000.000,-/bulan. Ibu pasien sebagai ibu rumah tangga. Menurut ibu pasien,
penghasilan dari suaminya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Kesimpulan ekonomi dan sosial: Cukup baik.

4
III. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal: 28 November 2018, pukul 11.30 WIB

PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital :
 Tekanan Darah : Tidak dilakukan
 Frekuensi Nadi : 120 x / menit, regular, kuat angkat
 Suhu : 37,8 o C
 Frekuensi Napas : 28 x / menit
Data Antropometri
 Berat badan : 10270 gram
 Panjang badan : 81 cm
 Lingkar kepala : 46 cm
 Lingkar lengan atas : 16/16 cm
Status Gizi
 BB/PB : presentile -2 SD sampai +2 SD, Gizi baik/cukup
 BB/U : presentile -2 SD sampai +2 SD, Berat badan normal
 PB/U : presentile -2 SD sampai +2 SD, Tinggi badan normal
 LK/U : 46 cm (Normosefali, -2> x <2 SD Kurva Nellhaus)
 LiLA : 16 cm (Gizi baik)

STATUS GENERALIS
Kepala : Bentuk dan ukuran normosefal, ubun-ubun datar dan tertutup, deformitas
(-)
Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Wajah : Wajah simetris, luka atau jaringan parut (-)

5
Mata :
Visus : tidak dapat dinilai Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjuntiva pucat : -/- Cekung : -/-
Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+
Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+
Telinga :
Bentuk : normotia Tuli : -/-
Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang
Serumen : -/-
Cairan : -/-
Hidung :
Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -/-
Sekret : -/- Deviasi septum :-
Mukosa hiperemis : -/-
Bibir : Simetris, mukosa berwarna merah muda, lembab (+), sianosis (-)
Mulut :
Oral higiene baik, trismus (-), mukosa gusi dan pipi merah muda, ulkus (-).
Lidah : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-)
Tenggorokan :
- Pemeriksaan sulit dilakukan

Leher :
- Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun
KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun
KGB.
- Tiroid tidak teraba membesar

6
Thoraks :
Paru :
Inspeksi : Bentuk normal, simetris dalam keadaan statis dan
dinamis, tidak ada pernapasan yang tertinggal,
pernapasan abdomino-torakal, retraksi sela iga (-)
Palpasi : Taktil fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-
/-)
Jantung :
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis, thrill (-)
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V 1 cm medial linea
midklavikularis sinistra, massa (-)
Perkusi : Batas jantung sulit dinilai
Auskultasi : BJ I-II normal reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, tidak tampak gambaran vena, tidak tampak
gerakan peristaltik usus, massa (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normoperistaltik
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit baik
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Kelenjar Getah Bening :
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar

Anggota Gerak
Kanan Kiri

7
Tangan (+) (+)
Akral hangat
Kaki (+) (+)
Tangan Normotonus Normotonus
Tonus otot
Kaki Normotonus Normotonus
Tangan Aktif Aktif
Sendi
Kaki Aktif Aktif
Capillary Tangan < 2 detik < 2 detik
refill time Kaki < 2 detik < 2 detik
Refleks Tangan (+) (+)
fisiologis Kaki (+) (+)
Refleks Tangan (-) (-)
patologis Kaki (-) (-)
Lain – lain Oedem (-) (-)

STATUS NEUROLOGIS
a. Tanda Rangsang Meningeal
Kanan Kiri
Kaku kuduk (-)
Kernig > 135° > 135°
Laseque (-) (-)
Brudzinski I (-) (-)
Brudzinski II (-) (-)

b. Saraf Kranialis
- N. I (Olfaktorius) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. II dan III (Opticus dan Occulomotorius) : Pupil isokor, RCL +/+,
RCTL +/+

8
- N. IV dan VI (Trochlearis dan Abducens) : Tidak dapat dilakukan
pemeriksaan
- N. V (Trigeminus) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
Sensorik:
 cabang oftalmik : tidak dapat dilakukan pemeriksaan
 cabang maksilaris : tidak dapat dilakukan pemeriksaan
 cabang mandibularis : tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. VII (Facialis) : Wajah simetris,
Motorik: tidak dapat dilakukan pemeriksaan
Sensorik: tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. VIII (Vestibulo-kokhlearis) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. XI (Aksesorius) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. XII (Hipoglosus) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium dari IGD (28 November 2018)
Hematologi Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 11,1 g/dL 10,1 – 12,9
Hematokrit 33% 35 – 43
Leukosit 4.900/ µL* 6.000 – 14.000
Eritrosit 4,25 juta/ uL 3,6 – 5,2
Trombosit 272.000/ uL 150 – 450

Gula Darah Sewaktu 96 mg/ dL 80 – 170


Elektrolit
Natrium 134 mmol/ L 136 – 145
Kalium 5,5 mmol/ L 3,5 - 5,0
Clorida 101 mmol/ L 96 – 106

9
V. RESUME
Pasien seorang anak perempuan berusia 1 tahun 9 bulan datang dengan
keluhan kejang 24 jam SMRS. Dalam 24 jam kejang berulang sebanyak 3 kali
dengan masing-masing durasi kurang lebih 5 menit. Kejang kelojotan seluruh
anggota gerak dan mata mendelik ke atas. Setelah kejang anak langsung menangis
dan di antara kejang pasien sadar. 7 hari sebelumnya pasien sempat mengalami
demam tinggi. Keluhan demam disertai dengan batuk dan pilek.
Melalui pemeriksaan fisik awal ditemukan pasien tampak sakit sedang dan
lemas dengan keadaan gizi baik. Pada pemeriksaan tanda vital ditemukan adanya
peningkatan suhu.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya leukopenia, penurunan
hematokrit dan gangguan keseimbangan elektrolit yaitu natrium dan kalium,
sedangkan hasil pemeriksaan laboratorium lainnya dalam batas normal.

VI. DIAGNOSIS KERJA


- Kejang Demam Kompleks
- Infeksi Saluran Pernapasan Akut

VII. DIAGNOSIS BANDING


- Epilepsi

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN


Tidak ada.

IX. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
- Informasi dan edukasi mengenai kondisi dan penyakit pasien
- Observasi tanda vital dan kejang berulang

Medikamentosa
- O2 2 liter/ menit

10
- IVFD KAEN 3A 8 tpm
- phenobarbital dose 200 mg IV
- Paracetamol drip 150 mg IV
- Ceftizoxime 2 x 330 mg IV
- Ambroxol 3 x 1 cth

X. PROGNOSIS
 Quo ad Vitam : dubia ad bonam
 Quo ad Functionam : dubia ad bonam
 Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38ºC) yang disebabkan
oleh proses ekstrakranium8.Kejang demam merupakan kelainan neurologist
yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada anak umur 6 bulan
sampai 5 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam11. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa
demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam12. Kejang demam pada usia anak lebih dari
5 tahun hingga remaja merupakan kejang demam plus.
Hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi dikaitkan faktor
resiko yang penting adalah demam. Demam sering disebabkan infeksi
saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi
saluran kemih. Faktor resiko lainnya adalah riwayat keluarga kejang
demam, problem pada masa neonatus, kadar natrium rendah. Setelah kejang
demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi
atau lebih, dan kira-kira 9% akan mengalami 3X recurrent atau lebih10.

B. Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira
20% kasus merupakan kejang demam yang kompleks. Umumnya kejang
demam timbul pada tahun kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit
lebih sering terjadi pada anak laki-laki 10.
Kejang sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama sebelum
berumur 4 tahun yaitu terbanyak di antara umur 17-23 bulan.Hanya sedikit
yang mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau

12
setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak
kejang demam lagi/ namun, beberapa pasien masih dapat mengalami kejang
demam sampai umur lebih dari 5-6 tahun14.
Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita
kejang demam sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi
epilepsi sebanyak 2-7%.Kejang demam juga dapat mengakibatkan
gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian
tingkat akademik6.

C. Etiologi
Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan
kejang demam, misalnya:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus)
terhadap otak
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak
diketahui atau ensefalopati toksik sepintas
6. Gabungan semua faktor tersebut di atas
Infeksi viral paling sering ditemukan pada kejang demam. Hal ini
mungkin disebabkan karena infeksi viral memang lebih sering menyerang
pada anak, dan mungkin bukan merupakan sesuatu hal yang khusus. Demam
yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam.
Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak
sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah
imunisasi pertusis (DPT) dan morbili (campak)7.
D. Klasifikasi
Kejang demam memiliki 2 bentuk yakni kejang demam sederhana dan
kejang demam komplek. 80% dari kasus kejang demam merupakan kejang
demam sederhana sedangkan 20% kasus adalah kejang demam komplek.

13
Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) menurut
Livingstone memiliki beberapa kriteria, yakni:
1. Terjadi pada usia 6 bulan – 4 tahun
2. Lama kejang singkat kurang dari 15 menit
3. Sifatnya kejang umum, tonik dan atau klonik
4. Umunya berhenti sendiri dan pasien segera sadar
5. Kejang timbul pada 16 jam pertama setelah timbulnya demam
6. Tanpa adanya gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
7. Tidak ada kelainan neurologi sebelum dan setelah kejang
8. Frekuensi kejang kurang dari 4x dalam 1 tahun
9. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukkan adanya kelainan 2.
Kejang Demam Komplek (Complex Febrile Seizure) memiliki ciri –
ciri gejala klinis sebagai berikut:
1. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit
2. Sifat kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang
didahului oleh suatu kejang parsial
3. Kejang berulang atau terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak
tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului dengan kejang parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara
2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di
antara anak yang mengalami kejang demam1.
Tabel 1. Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks

14
E. Manifestasi klinik
Kejang demam yang berlansung singkat tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energy kontraksi otot skelet yang akhirnya menyebabkan hipoksemia,
hiperkapnea, asidosis lactate, hipotensi. Kerusakan pada daerah mesial
lobus temporalis setelah kejang berlangsung lama yang dapat menjadi
matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsy spontan. Jadi
kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis diotak sehinggga terjadi epilepsy 8
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.
Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak,
tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar
kembali tanpa adanya kelainan saraf. Untuk ini Livingston membuat criteria
kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile
convulsion )
2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam
(Epilepsy triggered of by fever )
Menurut Hasan & Alatas, dkk (2002) dengan penanggulangan yang
tepat dan cepat, prognosisnya baik atau tidak perlu menyebabkan kematian.

15
Risiko yang dihadapi oleh seoarng anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari faktor:
1. Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak
menderita kejang demam
3. Kejang yang berlangung lama atau kejang fokal

F. Patofisiologi
Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan
muatan listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi
pada neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun
anatomi.Sel saraf, seperti juga sel hidup umumnya, mempunyai potensial
membran.Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan
ekstrasel.Potensial intrasel lebih negatif dibandingkan ekstrasel. Dalam
keadaan istirahat potensial membran berkisar antara 30-100 mV, selisih
potensial membran ini akan tetap sama selama sel tidak mendapatkan
rangsangan 5
Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori yaitu :
1. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K,
misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada
kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
2. Perubahan permeabilitas sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan
hipomagnesemia.
3. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan
dengan neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang
berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat
akan menimbulkan kejang.
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui,
diperkirakan bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia
tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan
akibatnya oksigen akan lebih cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia.

16
Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan
K ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan potensial membran
cenderung turun atau kepekaan sel saraf meningkat 5.
Saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak,
jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan
menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin
bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa
hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan
hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron karena
kegagalan metabolisme di otak 2.
Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai
berikut
1. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang
belum matang/immatur.
2. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang
menyebabkan gangguan permiabilitas membran sel.
Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat
dan CO2 yang akan merusak neuron. Demam meningkatkan Cerebral Blood
Flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga
menyebabkan gangguan aliran ion-ion keluar masuk sel 2.

17
G. Faktor Resiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam.Ada
riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang
tua, menunjukkan kecenderungan genetik. Selain itu terdapat faktor
perkembangan terlambat, problem pada masa neonates, anak dalam
perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam
pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih,
dan kira-kira 9% anak akan mengalami tiga kali rekurensi atau lebih, resiko
rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang
setelah demam timbul, temperature yang rendah saat kenjang, riwayat
keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.

H. Diagnosis Banding
Biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak
atau otitis media. Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan
kejang, harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di
luar susunan saraf pusat (otak). Oleh sebab itu, perlu waspada untuk

18
menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Baru sesudah
itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam
sederhana atau epilepsi yang diprovokasi oleh demam.

I. Diagnosis
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang,
harus dipikirkan apakah penyebab dari kejangg itu di dalam atau di luar
susunan saraf pusat (otak).Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan
klinis meningitis.Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak
menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotic, maka
perlu pertimbangan pungsi lumbal.Penegakan diagnosa kejang demam
dapat diperoleh melalui beberapa langkah yakni anamnesa, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang yang terdiri dari laboratorium dan
pencitraan jika diperlukan.2
1. Anamnesa
Anamnesa adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan
wawancara baik langsung pada pasien (autoanamnesis) atau kepada orang
tua atau sumber lain (aloanamnesis) misalnya wali atau pengantar. Dalam
anamnesa khususnya pada penyakit anak dapat digali data – data yang
berhubungan dengan kejang demam meliputi:
a. Identitas
Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua,
alamat, umur penndidikan dan pekerjaan orang tua, agama dan suku
bangsa. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, epidemiologi kejang
demam lebih banyak terjadi pada anak laki-laki pada usia 6 bulan sampai
dengan 5 tahun.
b. Riwayat Penyakit
Pada riwayat penyakit perlu ditanyakan keluhan utama dan riwayat
perjalanan penyakit. Keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang
menyebabkan pasien dibawa berobat. Pada riwayat perjalanan penyakit
disusun cerita yang kronologis, terinci, dan jelas mengenai keadaan

19
kesehatan pasien sejak sebelum ada keluhan sampai anak dibawa
berobat. Bila pasien mendapat pengobatan sebelumnya, perlu ditanyakan
kapan berobat, kepada siapa, obat yang sudah diberikan, hasil dari
pengobatan tersebut, dan riwayat adanya reaksi alergi terhadap obat.
Pada kasus kejang demam, perlu digali informasi mengenai demam
dan kejang itu sendiri. Pada setiap keluhan demam perlu ditanyakan
berapa lama demam berlangsung; karakteristik demam apakah timbul
mendadak, remitten, intermitten, kontinou, apakah terutama saat malam
hari, dsb. Hal lain yang menyertai demam juga perlu ditanyakan misalnya
menggigil, kejang, kesadaran menurun, merancau, mengigau, mencret,
muntah, sesak nafas, adanya manifestasi perdarahan, dsb. Demam
didapatkan pada penyakit infeksi dan non infeksi. Dari anamnesa
diharapkan kita bisa mengarahkan kecurigaan terhadap penyebab demam
itu sendiri.
Pada anamnesa kejang perlu digali informasi mengenai kapan
kejang terjadi; apakah didahului adanya demam, berapa jarak antara
demam dengan onset kejang; apakah kejang ini baru pertama kalinya atau
sudah pernah sebelumnya (bila sudah pernah berapa kali (frekuensi per
tahun), saat anak umur berapa mulai muncul kejang pertama); apakah
terjadi kejang ulangan dalam 24 jam, berapa lama waktu sekali kejang.
Tipe kejang harus ditanyakan secara teliti apakah kejang bersifat klonik,
tonik, umum, atau fokal. Ditanyakan pula lamanya serangan kejang,
interval antara dua serangan, kesadaran pada saat kejang dan setelah
kejang. Gejala lain yang menyertai juga penting termasuk panas, muntah,
adanya kelumpuhan, penurunan kesadaran, dan apakah ada kemunduran
kepandaian anak. Pada kejang demam juga perlu dibedakan apakah
termasuk kejang demam sederhana atau kejang suatu epilepsi yang
dibangkitkan serangannya oleh demam (berdasarkan kriteria
Livingstone).
c. Riwayat Kehamilan Ibu

20
Perlu ditanyakan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya
penyakit, serta upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi penyakit.
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minuman
keras, konsumsi makanan ibu selama hamil.
d. Riwayat Persalinan
Perlu ditanyakan kapan tanggal lahir pasien, tempat kelahiran, siapa
yang menolong, cara persalinan, keadaan bayi setelah lahir, berat badan
dan panjang badan bayi saat lahir, dan hari-hari pertama setelah lahir.
Perlu juga ditanyakan masa kehamilan apakah cukup bulan atau kurang
bulan atau lewat bulan. Dengan mengetahui informasi yang lengkap
tentang keadaan ibu saat hamil dan riwayat persalinan anak dapat
disimpulkan beberapa hal penting termasuk terdapatnya asfiksia, trauma
lahir, infeksi intrapartum,dsb yang mungkin berhubungan dengan
riwayat penyakit sekarang, misalnya kejang.
e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Perlu digali bagaimana status pertumbuhan anak yang dapat ditelaah
dari kurva berat badan terhadap umur dan panjang badan terhadap umur.
Data ini dapat diperoleh dari KMS atau kartu pemeriksaan kesehatan
lainnya. Status perkembangan pasien perlu ditelaah secara rinci untuk
mengetahui ada tidaknya penyimpangan. Pada anak balita perlu
ditanyakan perkembangan motorik kasar, motorik halus, sosial-personal,
dan bahasa.
f. Riwayat Imunisasi
Apakah penderita mendapat imunisasi secara lengkap, rutin, sesuai
jadwal yang diberikan. Perlu juga ditanyakan adanya kejadian ikutan
pasca imunisasi.
g. Riwayat Makanan
Makanan dinilai dari segi kualitas dan kuantitasnya.
h. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita

21
Pada kejang demam perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah
mengalami kejang dengan atau tanpa demam, apakah pernah mengalami
penyakit saraf sebelumnya.
i. Riwayat Keluarga
Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada keluarga lainnya
(ayah,ibu, atau saudara kandung), oleh sebab itu perlu ditanyakan riwayat
familial penderita.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi 2 yakni pemeriksaan umum dan
pemeriksaan sistematis. Penilaian keadaan umum pasien antara lain
meliputi kesan keadaan sakit pasien (tampak sakit ringan, sedang, atau
berat); tanda – tanda vital pasien (kesadaran pasien, nadi, tekanan darah,
pernafasan, dan suhu tubuh); status gizi pasien; serta data antropometrik
(panjang badan, berat badan, lingkar kepala, lingkar dada).
Selanjutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan sistematik organ dari
ujung rambut sampai ujung kuku untuk mengarahkan ke suatu diagnosis.
Pada pemerikasaan kasus kejang demam perlu diperiksa faktor faktor yang
berkaitan dengan terjadinya kejang dan demam itu sendiri. Demam
merupakan salah satu keluhan dan gejala yang paling sering terjadi pada
anak dengan penyebab bias infeksi maupun non infeksi, namun paling
sering disebabkan oleh infeksi. Pada pemeriksaan fisik, pasien diukur
suhunya baik aksila maupun rektal. Perlu dicari adanya sumber terjadinya
demam, apakah ada kecurigaan yang mengarah pada infeksi baik virus,
bakteri maupun jamur; ada tidaknya fokus infeksi; atau adanya proses non
infeksi seperti misalnya kelainan darah yang biasanya ditandai dengan
dengan pucat, panas, atau perdarahan.
Pemeriksaaan kejang sendiri lebih diarahkan untuk membedakan
apakah kejang disebabkan oleh proses ekstra atau intrakranial. Jika kita
mendapatkan pasien dalam keadaan kejang, perlu diamati teliti apakah
kejang bersifat klonik, tonik, umum, atau fokal. Amati pula kesadaran pada
waktu kejang. Perlu diperiksa keadaan pupil; adanya tanda-tanda

22
lateralisasi; rangsangan meningeal (kaku kuduk, Kernig sign, Brudzinski I,
II); adanya paresis, paralisa; adanya spastisitas; pemeriksaan reflek
patologis dan fisiologis.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang demam
atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan dapat meliputi: darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit,
serum kalsium, fosfor, magnesium, ureum, kreatinin, urinalisis, biakan
darah, urin, feses.
b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebro spinal dilakukan untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya
meningitis bakterialis adalah 0,6% - 6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit
untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas.
Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1) Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
2) Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan.
3) Bayi >18 bulan tidak rutin (jika dicurigai menderita meningitis)
c. Pencitraan
Pemeriksaan imaging (CT scan atau MRI) dapat diindikasikan pada
keadaan :
1) Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.
2) Kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastik).
3) Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun,
muntah berulang, fontanel anterior membonjol, paresis nervus VI,
papiledema) atau kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis).
d. Elektroensefalografi

23
Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang,
atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Pemeriksaan EEG dipertimbangkan pada kejang demam tidak
khas /atipikal, misalkan kejang demam kompleks.pada anak usia lebih
dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.

J. Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu
dikerjakan, yaitu :
 Mengatasi kejang secepat mungkin
 Pengobatan penunjang
 Memberikan pengobatan rumat
 Mencari dan mengobati penyebab
 Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai
panas
 Pengobatan akut
1. Mengatasi kejang secepat mungkin
Sebagai orang tua jika mengetahui seorang kejang demam, tindakan
yang perlu kita lakukan secepat mungkin adalah semua pakaian yang ketat
dibuka. Kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.
Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi
terjamin. Dan bisa juga diberikan sesuatu benda yang bisa digigit seperti
kain, sendok balut kain yang berguna mencegah tergigitnya lidah atau
tertutupnya jalan nafas. Bila suhu penderita meninggi, dapat dilakukan
kompres dengan es atau alkohol atau dapat juga diberi obat penurun panas
(antipiretik).
2. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan di rumah, tanda vital seperti
suhu, tekanan darah, pernafasan dan denyut jantung diawasi secara ketat.
Bila suhu penderita tinggi dilakukan dengan kompres es atau alkohol. Bila
penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang

24
diberikan secara per rectal, disamping cara pemberian yang mudah,
sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat
dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis
tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan
5 mg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg atau diazepam rektal
dengan dosis 5 mg untuk anak usia di bawah 3 tahun dan dosis 7,5 mg untuk
anak di atas usia 3 tahun. Dosis diazepam rectal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB.
Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak
berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi dengan cara dan dosis
yang sama dengan interval waktu 5 menit (Konsensus).
Untuk mencegah terjadinya edema otak diberikan kortikosteroid yaitu
dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan
glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam
sampai keadaan membaik.
3. Pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat
dengan cara mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh
perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:
a. Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita
kejang demam sederhana diberikan obat campuran anti konvulsan dan
antipiretika yang harus diberikan kepada anak yang bila menderita
demam lagi. Antikonvulsan yang diberikan ialah fenobarbital dengan
dosis 4-5 mg/kgBB/hari yang mempunyai efek samping paling sedikit
dibandingkan dengan obat antikonvulsan lainnya. Obat yang kini ampuh
dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam
ialah diazepam, baik diberikan secara rectal maupun oral pada waktu
anak mulai terasa panas.

25
Profilaksis intermiten pada saat demam berupa:
 Anti-piretik
Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama
pengobatan adalah mencegah demam meningkat. Pemberian obat
penurun panas paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali, 4 kali sehari dan tidak
lebih dari 5 kaliatau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali.Penggunaan
asam asetilsalisilat tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan
syndrome Reye.
 Anti-kejang
- Diberikan diazepam oral 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam.
- Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB tiap 8 jam bila demam diatas 38°C.
- Dapat juga diazepam per rectal5 mg untuk anak dengan BB <10 kg
(tiap 8 jam) dan 10 mg untuk anak dengan BB >10 kg (tiap 8 jam),
efek sampingnya ataksia, mengantuk dan hipotonia.
- Klonazepam (0,03 mg/kgBB per dosis tiap 8 jam). Efek
sampingnya mengantuk, mudah tersinggung, gangguan tingkah
laku, depresi dan hipersalivasi.
- Kloralhidrat supposituria250 mg (untuk BB <15 kg), 500 mg
(untuk BB >15 kg). Kontraindikasi pada pasien dengan kerusakan
ginjal, hepar, penyakit jantung dan gastritis.
Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai
kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sederhana sangat
kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
b. Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya
dosis teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk
mencegah terulangnya kejang di kemudian hari.
Pengobatan jangka panjang kejang demam diberikan bila ada >1
keadaan berikut:
1) Kejang demam lebih dari 15 menit.

26
2) Adanya defisit neurologis yang jelas baik sebelum maupun sesudah
kejang (misalkan palsi cerebral, retardasi mental atau mikrosefal).
3) Kejang demam fokal.
4) Adanya riwayat epilepsi dalam keluarga.
Dipertimbangkan apabila:
a) Kejang demam pertama pada umur dibawah 12 bulan.
b) Kejang berulang dalam 24 jam.
c) Kejang demam berulang (≥ 4 kali per tahun).
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:
1) Fenobarbital
Dosis 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis. Efek samping dari
pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak
menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang
gangguan kognitif atau fungsi luhur.
2) Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya ialah 15-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis.
Namun, obat ini harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan
fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar,
pancreatitis.
3) Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan
gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital.
Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan
pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya
3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian
antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi
dosis selama 3 atau 6 bulan.
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

27
4. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks
biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut.
Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi
tersebut.
Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang
untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal
ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya
meningitis.
Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan
yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah
lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium,
nitrogen, dan faal hati.
5. Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
Dalam hal ini tindakan yang perlu ialah mencari penyebab kejang
demam tersebut. Misalnya pemberian antibiotik yang sesuai untuk infeksi.
Untuk mencegah agar kejang tidak berulang kembali dapat menimbulkan
panas pada anak sebaiknya diberi antikonvulsan atau menjaga anak agar
tidak sampai kelelahan, karena hal tersebut dapat terjadi aspirasi ludah atau
lendir dari mulut.
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah karena serangan kejang
merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga.
Bila kejang berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan otak yang
menetap (cacat).
Ada 3 upaya yang dapat dilakukan :
a. Profilaksis intermitten
b. Profilaksis terus menerus dengan obat antikonvulsan tiap hari
c. Mengatasi segera jika terjadi serangan kejang
6. Pengobatan Akut
Dalam pengobatan akut ada 4 prinsip, yaitu :
a. Segera menghilangkan kejang

28
b. Turunkan panas
c. Pengobatan terhadap panas
d. Suportif
Diazepam diberikan dalam dosis 0,2-0,5 mg/kgBB secara IV perlahan-
lahan selama 5 menit.
Bersamaan dengan mengatasi kejang dilakukan:
1) Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu
dilepaskan.
2) Tidurkan penderita pada posisi terlentang, hindari dari trauma.
Cegah trauma pada bibir dan lidah dengan pemberian spatel lidah
atau sapu tangan diantara gigi.
3) Pemberian oksigen untuk mencegah kerusakan otak karena hipoksia.
4) Perhatikan kebutuhan cairan dan elektrolit.
5) Segera turunkan suhu badan dengan pemberian antipiretika
(asetaminofen/parasetamol) atau dapat diberikan kompres hangat.
Asetaminofen oral 10 mg/kg BB, 4 kali sehari atau Ibuprofen 20
mg/kgBB, 4 kali sehari.
6) Cari penyebab kenaikan suhu badan dan berikan antibiotik yang
sesuai.
7) Apabila kejang berlangsung lebih dari 30 menit dapat diberikan
kortikosteroid untuk mencegah edema otak dengan menggunakan
cortisone 20-30 mg/kgBB atau dexametason 0,5-0,6 mg/kgBB.
Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada bagan tata-
laksana penghentian kejang. (lihat bagan 1).

29
Bagan 1. Tatalaksana Kejang
 Luminal (Intramuskular)
- 30 mg (neonates)
- 50 mg (usia 1 bulan-1 tahun)
- 75 mg (usia >1 tahun)
 Midazolam (intranasal, 0,2 mg/kgBB)
7. Edukasi pada orang tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua.Pada
saat kejang sebagian orang tua menganggap bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis
yang baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang.
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.

30
8. Rujukan
Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat di rumah sakit pada keadaan
berikut:
1. Kejang demam kompleks.
2. Hiperpireksia (suhu rektal > 39°C).
3. Usia dibawah 6 bulan.
4. Kejang demam pertama.
5. Dijumpai kelainan neurologis.

K. Prognosis
1. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan
ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang
baik umum atau fokal.
2. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
3. Kemungkinan berulangnya kejang demam
Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah:
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga.
b. Usia kurang dari 12 bulan.
c. Temperatur yang rendah saat kejang.
d. Cepatnya kejang setelah demam.
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang
demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut
kemungkinan berulang kejang demam adalah 10% - 15%.Kemungkinan
berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.
4. Faktor resiko terjadinya epilepsi10

31
Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor
resiko menjadi epilepsi adalah :
a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
Masing masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4% - 6%, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10% - 49%.Kemungkinan menjadi epilepsi
tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S, Konsensus Penatalaksanaan Kejang


Demam, Unit Kerja Koordinasi Neurologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia,
201a226. Staf Pengajar IKA FKUI.
2. Buku Ajar Kesehatan Anak. 1995. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
3. Dadiyanto, dkk. 2011. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Semarang : FK
UNDIP.
4. Deliana, Melda. 2002. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri
Vol. 4, No. 02. 59-62
5. Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. 2011.
Semarang: BadanPenerbit Universitas Diponegoro
6. Fuadi F. .2010. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak (Tesis),
Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah
7. Lumbantobing, S.M., 2004. Kejang Demam. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas.
8. Hassan & Alatas, dkk, 2002, Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak, cetakan
kesepuluh, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Indonesia Jakarta
9. Hirz D.G., 1997. Febrile Seizures. Ped in Rev;18:5-9.
10. Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid2, Media
Aesculapius, Jakarta
11. Ngastiyah, 1997, Perawatan anak sakit, cetakan I, EGC, Jakarta
12. ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia. 1993;34;592 B
Ismael S. KPPIK-XI, 1983
13. Shah SS, Alpern ER, Zwerling L, Reid JR, McGowan KL, Bell LM., 2002.
Low risk of bacteremia in children with febrile seizures. Arch Pediatr Adolesc
Med;156:469-72.
14. SoetomenggoloTS. 1998. Kejang Demam dalam Buku Ajar Neurologi.Jakarta:
IDAI.

33
15. Chiu SS, Tse CY, Lau YL, Peiris M., 2001. Influenza A infection is an
important cause of febrile seizures. Pediatrics;108:1-7.
16. Baumann, R.J, Kao,A., 2012. Febrile Seizures.
(http://emedicine.medscape.com/article/1176205-overview#a0199
17. Macnair T, Febrile Convulsions, website
http://www.bbc.co.uk/health/conditions/febrileconvulsions2.shtml-38k.
18. Febrile Seizure,.website
http://www.mayoclinic.com/health/febrile_seizures/DS00346/DSECTION=1
0

34

Anda mungkin juga menyukai