Anda di halaman 1dari 17

A.

PENGERTIAN
Tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh clostridium tetani yang dihasilkan
oleh exotoksin (Ns. Haryanto,S.Kep). Tetanus adalah penyakit infeksi yang akut dan kadang
fatal yang disebabkan oleh neurotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh clostridium
tetani, yang sporanya masuk melalui luka.(kamus kedokteran Dorlan)
Tetanus adalah penyakit akibat infeksi luka oleh bakteri clostridium tetani dengan gejala
kejang-kejang. (Ahmad A. K. Miuda, kamus kedokteran). Tetanus adalah suatu penyakit
toksemik akut yang disebabkan oleh infeksi Clostridium tetani, pada kulit/ luka. Tetanus
merupakan manifes dari intoksikasi terutama pada disfungsi neuromuscular, yang disebabkan
oleh tetanospasmin, toksin yang dilepaskan oleh Clostridium tetani. Keadaan sakit diawali
dengan terjadinya spasme yang kuat pada otot rangka dan diikuti adanya kontraksi
paroksismal. Kekakuan otot terjadi pada rahang (lockjaw) dan leher pada awalnya, setelah itu
akan merata ke seluruh tubuh.(Brook I., 2002).
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi
sistem saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang
berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan
hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya
punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan

B. TUJUAN
Mengetahui dan memahami tentang :
1. Definisi tetanus
2. Etiologi
3. Tanda dan Gejala
4. Patofisiologi
5. Penatalaksanaan Medis
6. Komplikasi
7. Pencegahan
8. Dampak hospitalisasi
9. Asuhan Keperawatan

C. ETIOLOGI
Penyakit tetanus disebabkan oleh kuman clostridium tetani. Kuman ini banyak terdapat
dalam kotoran hewan memamah biak seperti sapi, kuda, dan lain-lain sehingga luka yang
tercemar dengan kotoran hewan sangat berbahaya bila kemasukan kuman tetanus. Tusukan
paku yang berkarat sering juga membawa clostridium tetani kedalam luka lalu berkembang
biak. Bayi yang baru lahir ketika tali pusarnya dipotong bila alat pemotong yang kurang
bersih dapat juga kemasukan kuman tetanus.
Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang
berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang
bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan
saraf perifer setempat. Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung
oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah.
D. TANDA DAN GEJALA

Gejala-gejala biasanya muncul dalam waktu 5-10 hari setelah infeksi, tetapi bisa juga
timbul dalam waktu 2 hari atau 50 hari setelah infeksi. Gejala yang sering ditemukan adalah
kekakuan rahang dan sulit dibuka (trismus) karena yang pertama kali terserang adalah otot
rahang. Selanjutnya muncul gejala lain seperti gelisah, gangguan memelan, sakit kepala,
demam, nyeri tenggorokan, mengigil, kejang otot dan kaku kuduk, lengan serta tungkai.
Kejang pada otot2 wajah menyebabkan expresi wajah seperti menyeringai (risus sardonikus),
dengan dua alis yang terangkat. Kekakuan atau kejang otot-otot perut, leher dan punggung
bisa menyebabkan kepala dan tumit penderita tertarik kebelakang sedangkan badannya
melengkung ke depan yang disebut epitotonus. Kejang pada otot sfingter perut bagian bawah
bisa menyebabkan retensi urine dan konstipasi.

1. Faktor predisposisi

a. Umur tua atau anak-anak

b. Luka yang dalam dan kotor

c. Belum terimunisasi

2. Tanda dan gejala yang timbul ketika terjadi tetanus:

a. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari

b. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)

c. Kesukaran membuka mulut (trismus)

d. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang

e. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus

3. Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus

a. Badan kaku dengan epistotonus

b. Tungkai dalam ekstensi

c. Lengan kaku dan tangan mengepal

d. Biasanya keasadaran tetap baik

e. Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :

- Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan.


- Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur
vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat
kejang suhu dapat naik 2-4 derajat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan
sulit menelan.

E. PATOFISIOLOGI

1. Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti; luka tertusuk paku,
pecahan kaca atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan pada bayi dapat
melalui pemotongan tali pusat.

2. Organisme multipel membentuk dua toksin yaitu tetanopasmin yang merupakan toksin
kuat dan atau neutropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot dan
mempengaruhi sistem syaraf pusat. Kemudian tetanolysin yang tampaknya tidak
signifikan.

3. Exotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem syaraf pusatdengan melewati
akson neuron atau sistem vaskular. Kuman ini menjadi terikatpada sel syaraf atau
jaringan syaraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toxin
yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh arititosin.

4. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toxin; adalah pertama toxin diabsorbsi pada ujung
syaraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat.
Kedua toxin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk kesusunan syaraf pusat.

5. Toxin bereaksi pada myoneural junktion yang menghasilkan otot menjadi kejang dan
mudah sekali terangsang.

6. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari. Kasus yang sering terjadi
adalah 14 hari. Sedangkan untuk neonatus biasanya 5 sampai 14 hari.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang.

b. Pemeriksaan darah (kalsium dan fosfat).

c. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan otot
rahang.

d. Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit

e. Pemeriksaan EKG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler


2. Penatalaksanaan Terapeutik

a. Di rawat dalam ruang yang intensif

b. Pemberian ATS (anti tetanus serum) 20.000 U secara IM di dahului oleh uji kulit dan
mata.

c. Anti kejang dan penenang (fenobarbital bila kejang hebat, diazepam, largaktil).

d. Antibiotik PP(penasilin 50.000 U/kgbb/hari)

e. Diit tinggi kalori dan protein.

f. Perawatan isolasi.

g. Pembarian oksigen, pemasangan NGT bila perlu intubasi dan trakeostomi bila
indikasi.

h. Pemberian terapi intravena bila indikasi.

3. Pembedahan

a. Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi


trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.

b. Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.

G. KOMPLIKASI TETANUS

1. Patah tulang (fraktur)

Kejang otot berulang-ulang dan kejang-kejang yang disebabkan oleh infeksi tetanus
dapat menyebabkan patah tulang di tulang belakang, dan juga di tulang lainnya. Patah
tulang kadang-kadang dapat menyebabkan kondisi yang disebut myositis
circumscripta ossificans, yang mana tulang mulai terbentuk dalam jaringan lunak,
sering di sekitar sendi.

2. Aspirasi pneumonia

Jika Anda memiliki infeksi tetanus, rigiditas otot dapat membuat batuk dan menelan
sulit. Hal ini dapat menyebabkan pneumonia aspirasi untuk berkembang. Aspirasi
pneumonia terjadi sebagai akibat menghirup sekresi atau isi perut, yang dapat
menyebabkan infeksi saluran pernapasan bawah.

3. Laryngospasm
Laryngospasm adalah tempat laring (kotak suara) masuk ke dalam kejang, singkat
sementara yang biasanya berlangsung 30-60 detik. Laryngospasm mencegah oksigen
dari mencapai paru-paru Anda, membuat sulit bernapas. Setelah serangan
laryngospasm, pita suara Anda biasanya akan rileks dan kembali normal. Namun,
dalam kasus yang sangat parah, laryngospasm dapat mengakibatkan asfiksia (mati
lemas). Tidak ada obat untuk efektif mengobati laryngospasm, tetapi duduk dan
mencoba untuk rileks seluruh tubuh Anda dapat mempercepat pemulihan.

4. Pulmonary embolism

Suatu emboli paru adalah kondisi serius dan berpotensi mengancam nyawa. Hal ini
disebabkan oleh penyumbatan dalam pembuluh darah di paru-paru yang dapat
mempengaruhi pernapasan dan sirkulasi. Oleh karena itu, penting bahwa pengobatan
segera diberikan dalam bentuk obat anti-pembekuan dan, jika diperlukan, terapi
oksigen.

5. Gagal ginjal akut

Kejang otot parah yang berhubungan dengan infeksi tetanus dapat menyebabkan
kondisi yang dikenal sebagai rhabdomyolysis. Rhabdomyolysis adalah tempat otot
rangka dengan cepat hancur, sehingga mioglobin (protein otot) bocor ke dalam urin.
Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal akut.

H. PENCEGAHAN

Karena infeksi tetanus seringkali berakibat fatal, maka tindakan pencegahan merupakan
hal terpenting untuk dilakukan. Pencegahan bisa dilakukan dengan dua cara utama, imunisasi
dan penanganan luka.

Ada dua jenis imunisasi untuk setiap penyakit, aktif dan pasif. Disebut imunisasi aktif
saat vaksin diberikan kepada orang sehingga sistem kekebalan tubuh bisa membuat antibodi
untuk membunuh kuman penginfeksi. Sebagian besar ahli, seperti yang dikutip situs webmd,
menganjurkan untuk melakukan imunisasi Td (tetanus dan diphtheria) setiap 10 tahun sekali.
Sedangkan, mereka yng belum pernah menerima vaksin imunisasi sebaiknya mendapatkan 3
seri imunisasi setiap 7 bulan. Ada juga bukti yang menunjukkan kalau imunisasi tetanus
efektif lebih dari 10 tahun. Beberapa ahli mengatakan kalau imunisasi pertama saat sekolah
menengah atas dan imunisasi kedua di usia 60 bisa melindungi dari serangan tetanus seumur
hidup.

Saat luka, bahkan goresan sekecil apapun, sepanjang merusak kulit, mempunyai
kemungkinan mengalami tetanus. Sebagain besar dokter menyarankan langkah berikut: Jika
lukanya bersih dan Anda belum menerima imunisasi tetanus selama 10 tahun terakhir, Anda
direkomendasikan untuk melakukan imunisasi. Jika lukanya kotor atau cenderung mengalami
tetanus, dokter menyarankan Anda untuk melakukan imunisasi jika Anda belum melakukan
imunisasi selama 5 tahun terakhir.

Luka yang cenderung mengalami tetanus adalah luka yang dalam dan terkontaminasi dengan
kotoran atau tanah. Jika tidak yakin kapan terakhir kali Anda menerima imunisasi, lebih baik
memilih cara aman dengan melakukan imunisasi.

Jika Anda belum pernah menerima imunisasi saat anak-anak dan mengalami luka terbuka,
dokter mungkin akan memberikan vaksin saat perawatan pertama luka. Anda harus kembali
memeriksakan diri ke dokter 4 minggu kemudian dan 6 bulan kedepannya untuk melengkapi
vaksin pertama Anda.

Hal kedua yang sangat penting untuk dilakukan adalah membersihkan luka secara
menyeluruh. Bersihkan luka dengan air bersih dan sabun, cobalah mengeluarkan semua
partikel dan kotoran dari luka. Hal ini tidak hanya akan mencegah tetanus tetapi juga
mencegah infeksi bakteri lainnya.

I. DAMPAK HOSPITALISASI PADA ANAK

Dampak tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan anak,
pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan
koping yang dimilikinya, pada umumnya ,reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan
karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh dan rasa nyeri.

Dampak anak pada hospitalisasi :

1. Masa bayi (0-1 th)

Dampak perpisahan

Pembentukan rasa P.D dan kasih sayang

Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas

 Menangis keras

 Pergerakan tubuh yang banyak

 Ekspresi wajah yang tak menyenangkan

2. Masa todler (2-3 th)

Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan .Disini respon perilaku anak dengan
tahapnya.

 Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain


 Putus asa menangis berkurang,anak tak aktif,kurang menunjukkan minat bermain,
sedih, apatis

 Pengingkaran/ denial

 Mulai menerima perpisaha

 Membina hubungan secara dangkal

 Anak mulai menyukai lingkungannya

3. Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun )

 Menolak makan

 Sering bertanya

 Menangis perlahan

 Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan

4. Masa sekolah 6 sampai 12 tahun

Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai , klg, klp
sosial sehingga menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan
peran dlm klg, kehilangan klp sosial,perasaan takut mati,kelemahan fisik. Reaksi nyeri
bisa digambarkan dgn verbal dan non verbal.

5. Masa remaja (12 sampai 18 tahun )

Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Saat MRS cemas
karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktifitas kehilangan control

Reaksi yang muncul :

 Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan

 Tidak kooperatif dengan petugas

 Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan

Respon :

 Bertanya-tanya

 Menarik diri
 Menolak kehadiran orang lain

J. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas pasien

b. Identitas orang tua:

Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat.

Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat

Identitas sudara kandung

c. Keluhan utama/alasan masuk RS

d. Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan masa lalu

 Ante natal care

 Natal

 Post natal care

e. Riwayat kesehatan keluarga

f. Riwayat imunisasi

g. Riwayat tumbuh kembang

 Pertumbuhan fisik

 Perkembangan tiap tahap

h. Riwayat Nutrisi

Pemberin asi

Susu Formula

Pemberian makanan tambahan

Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
i. Riwayat Psikososial

j. Riwayat Spiritual

k. Reaksi Hospitalisasi

Pemahaman keluarga tentang sakit yang rawat nginap

l. Aktifitas sehari-hari

Nutrisi

Cairan

Eliminasi BAB/BAK

Istirahat tidur

Olahraga

Personal Hygiene

Aktifitas/mobilitas fisik

Rekreasi

m. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum klien

Tanda-tanda vital

Antropometri

Sistem pernafasan

Sistem Cardio Vaskuler

Sistem Pencernaan

Sistem Indra

Sistem muskulo skeletal

Sistem integument

Sistem Endokrin

Sistem perkemihan
Sistem reproduksi

Sistem imun

Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik,
fungsi cerebelum, refleks, iritasi meningen

n. Pemeriksaan tingkat perkembangan

0 – 6 tahun dengan menggunakan DDST (motorik kasar, motorik halus, bahasa,


personal sosial)

6 tahun keatas (perkembangan kognitif, Psikoseksual, Psikososial)

o. Tes Diagnostik

p. Terapi

2. Diagnosa keperawatan

a. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum


pada trakea dan spame otot pernafasan.

b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme
otot-otot pernafasan.

c. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin


(bakterimia)

d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot


pengunya.

e. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang

f. Risiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake


yang kurang dan oliguria

g. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara

h. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah


dan sering kejang

i. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan


penanggulangannya berhbungan dengan kurangnya informasi.

j. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan seringnya kejang

3. Intervensi
Dx.1.Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum
pada trakea dan spame otot pernafasan, ditandai dengan ronchi, sianosis, dyspneu,
batuk tidak efektif disertai dengan sputum dan atau lendir, hasil pemeriksaan lab,
Analisa Gasa Darah abnormal (Asidosis Respiratorik)

Tujuan : Jalan nafas efektif

Kriteria :

 Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada

 Pernafasan 16-18 kali/menit

 Tidak ada pernafasan cuping hidung

 Tidak ada tambahan otot pernafasan

 Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal (pH= 7,35-
7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)

No. Intervensi Rasional


DX

1. 1. Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi 1. Secara anatomi posisi kepala ekstensi
kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan
rongga pernafasan sehingga proses
respiransi tetap berjalan lancar dengan
menyingkirkan pembuntuan jalan
nafas.

2. Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi 2. Ronchi menunjukkan adanya


mendengarkan suara nafas (adakah ronchi) gangguan pernafasan akibat atas
tiap 2-4 jam sekali cairan atau sekret yang menutupi
sebagian dari saluran pernafasan
sehingga perlu dikeluarkan untuk
mengoptimalkan jalan nafas.
4. 3. Bersihkan mulut dan saluran nafas dari
3. Suction merupakan tindakan bantuan
sekret dan lendir dengan melakukan suction untuk mengeluarkan sekret, sehingga
mempermudah proses respirasi
4. Oksigenasi 4. Pemberian oksigen secara adequat
dapat mensuplai dan memberikan
cadangan oksigen, sehingga mencegah
terjadinya hipoksia.
5. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam

5. Dyspneu, sianosis merupakan tanda


terjadinya gangguan nafas disertai
dengan kerja jantung yang menurun
timbul takikardia dan capilary refill
6. Observasi timbulnya gagal nafas. time yang memanjang/lama.

6. Ketidakmampuan tubuh dalam proses


respirasi diperlukan intervensi yang
kritis dengan menggunakan alat bantu
7. Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer pernafasan (mekanical ventilation)
sekresi(mukolitik)
7. Obat mukolitik dapat mengencerkan
sekret yang kental sehingga
mempermudah pengeluaran dan
memcegah kekentalan

Dx.2.Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot
pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng, kontraksi otot-otot pernafasan, adanya
lendir dan sekret yang menumpuk.

Tujuan : Pola nafas teratur dan normal

Kriteria :

 Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahn oksigen

 Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit

 Tidak sianosis.

NO. Intervensi Rasional


DX

2. 1. Monitor irama pernafasan dan respirati rate 1. Indikasi adanya penyimpangan atau
kelaianan dari pernafasan dapat dilihat
dari frekuensi, jenis
pernafasan,kemampuan dan irama
nafas.

2. Atur posisi luruskan jalan nafas 2. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada
sumbatan proses respirasi dapat
berjalan dengan lancar.

3. Observasi tanda dan gejala sianosis


3. Sianosis merupakan salah satu tanda
manifestasi ketidakadekuatan suply
O2 pada jaringan tubuh perifer
4. Oksigenasi 4. Pemberian oksigen secara adequat
dapat mensuplai dan memberikan
cadangan oksigen, sehingga mencegah
terjadinya hipoksia
5. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
5. Dyspneu, sianosis merupakan tanda
terjadinya gangguan nafas disertai
dengan kerja jantung yang menurun
timbul takikardia dan capilary refill
time yang memanjang/lama.
6. Observasi timbulnya gagal nafas.
6. Ketidakmampuan tubuh dalam proses
respirasi diperlukan intervensi yang
kritis dengan menggunakan alat bantu
pernafasan (mekanical ventilation).
7. Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas
7. Kompensasi tubuh terhadap gangguan
darah
proses difusi dan perfusi jaringan
dapat

Dx.3.Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia) yang
dditandai dengan suhu tubuh 38-40 oC, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000 /mm3

Tujuan: Suhu tubuh normal

Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3

No. Intervensi Rasional


DX
3 1. Atur suhu lingkungan yang nyaman 1. Iklim lingkungan dapat mempengaruhi
kondisi dan suhu tubuh individu
sebagai suatu proses adaptasi melalui
proses evaporasi dan konveksi.

2. Identifikasi perkembangan gejala-


2. Pantau suhu tubuh tiap 2 jam
gajala ke arah syok exhaustion
3. Berikan hidrasi atau minum ysng cukup
adequate 3. Cairan-cairan membantu menyegarkan
badan dan merupakan kompresi badan
dari dalam
4. Lakukan tindakan teknik aseptik dan
antiseptik pada perawatan luka. 4. Perawatan lukan mengeleminasi
kemungkinan toksin yang masih
berada disekitar luka.
5. Berikan kompres dingin bila tidak terjadi
ekternal rangsangan kejang. 5. Kompres dingin merupakan salah satu
cara untuk menurunkan suhu tubuh
dengan cara proses konduksi.
6. Laksanakan program pengobatan antibiotik
dan antipieretik
6. Obat-obat antibakterial dapat
mempunyai spektrum lluas untuk
mengobati bakteeerria gram positif
atau bakteria gram negatif.
Antipieretik bekerja sebagai proses
termoregulasi untuk mengantisipasi
panas
7. Kolaboratif dalam pemeriksaan lab leukosit.
7. Hasil pemeriksaan leukosit yang
meningkat lebih dari 10.000 /mm3
mengindikasikan adanya infeksi dan
atau untuk mengikuti perkembangan
pengobatan yang diprogramkan

Dx.4.Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah
yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi
dapat melalui hidung dan berat badan menurun ddiserta hasil pemeriksaan protein atau albumin
kurang dari 3,5 mg%.

Tujuan kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria :

- BB optimal

- Intake adekuat
- Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %

No. Intervensi Rasional


DX

4. 1. Jelaskan faktor yang mempengaruhi 1. Dampak dari tetanus adalah adanya


kesulitan dalam makan dan pentingnya kekakuan dari otot pengunyah
makanabagi tubuh sehingga klien mengalami kesulitan
menelan dan kadang timbul refflek
balik atau kesedak. Dengan tingkat
pengetahuan yang adequat diharapkan
klien dapat berpartsipatif dan
kooperatif dalam program diit.

2. Kolaboratif : 2. Pemberian cairan perinfus diberikan


pada klien dengan ketidakmampuan
- Pemberian diit TKTP cair, lunak atau mengunyak atau tidak bisa makan
bubur kasar. lewat mulut sehingga kebutuhan
- Pemberian carian per IV line nutrisi terpenuhi.

3. Pemasangan NGT bila perlu Diit yang 3. NGT dapat berfungsi sebagai
diberikan sesuai dengan keadaan klien dari masuknya makanan juga untuk
tingkat membuka mulut dan proses memberikan obat
mengunyah.

Dx.5. Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang

Tujuan : Cedera tidak terjadi

kriteria

- Klien tidak ada cedera

- Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman

No. Intervensi Rasional


DX

5. 1. Identifikasi dan hindari faktor pencetus 1. Menghindari kemungkinan terjadinya


cedera akibat dari stimulus kejang
2. Tempatkan pasien pada tempat tidur pada 2. Menurunkan kemungkinan adanya
pasien yang memakai pengaman
trauma jika terjadi kejang
3. Sediakan disamping tempat tidur tongue
spatel
3. Antisipasi dini pertolongan kejang
akan mengurangi resiko yang dapat
4. Lindungi pasien pada saat kejang memperberat kondisi klien

4. Mencegah terjadinya benturan/trauma


yang memungkinkan terjadinya cedera
5. Catat penyebab mulai terjadinya kejang fisik

5. Pendokumentasian yang akurat,


memudah-kan pengontrolan dan
identifikasi kejang

Dx.6. Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat

Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan

kriteria:

Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik

No. Intervensi Rasional


DX
1. Kaji intake dan out put setiap 24 jam 1. Memberikan informasi tentang status
cairan /volume sirkulasi dan
kebutuhan penggantian
2. Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran
2. Indikator keadekuatan sirkulasi perifer
mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam dan hidrasi seluler
3. Berikan dan pertahankan intake oral dan
3. Mempertahankan kebutuhan cairan
parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m, tubuh
NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan
perkembangan kondisi pasien

4. Monitor berat jenis urine dan 4. Mempertahankan intake nutrisi untuk


pengeluarannya kebutuhan tubuh

5. Pertahankan kepatenan NGT 5. Penurunan keluaran urine pekat dan


peningkatan berat jenis urine diduga
dehidrasi/ peningkatan kebutuhan
cairan
4. Implementasi Keperawatan

Lakukanlah apa yang harus anda lakukan pada saat itu. Dan catat apa yang telah anda
lakukan tidakan pada pasien.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi semua tindakan yang telah anda berikan pada pasien. Jika dengan tindakan yang
diberikan pasien mengalami perubahan menjadi lebih baik. Maka tindakan dapat
dihentikan. Jika sebaliknya keadaan pasien menjadi lebih buruk, kemungkinan besar
tindakan harus mengalami perubahan atau perbaikan

Anda mungkin juga menyukai