Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

POST SECTIO CAESARIA

I. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak
lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn & William, 2010).
Menurut Amru Sofian (2012) Sectio Caesarea adalah suatu cara
melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui
dinding depan perut (Amin & Hardhi, 2013).
Sectio Caesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi pada
dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi) (Rasjidi,
2009).
Dari beberapa pengertian tentang Sectio Caesarea diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa Sectio Caesarea adalah suatu tindakan pembedahan yang
tujuannya untuk mengeluarkan janin dengan cara melakukan sayatan pada
dinding abdomen dan dinding uterus.
2. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri.
Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.
2) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan
apabila :
a) Sayatan memanjang (longitudinal)
b) Sayatan melintang (tranversal)
c) Sayatan huruf T (T Insisian)
3) Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira 10cm.
Kelebihan :
a) Mengeluarkan janin lebih memanjang
b) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a) infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
c) Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka
bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan,
sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi
dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu
yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -
kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
4) Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen
bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi
uterus ke rongga perineum
d) Perdarahan kurang
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan
lebih kecil
Kekurangan :
a) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan
yang banyak.
b) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
3. Etiologi
Menurut Amin & Hardi (2013) etiologi Sectio Caesarea ada dua yaitu
sebagai berikut:

1. Etiologi yang berasal dari ibu


Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua
disertai kelainan letak ada, disporporsi sefalo pelvik (disproporsi janin/
panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat
kesempitan panggul, placenta previa terutama pada primigravida,
solutsio placenta tingkat I - II, komplikasi kehamilan yaitu preeklampsi-
eklampsia, atas permitaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung,
DM), gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan
sebagainya).
2. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress/ gawat janin, mal presentasi dan mal posisi
kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil,
kegagalan persalinan vakum atau forseps ekstraksi.
4. Komplikasi
Menurut Wikjosastro (2007) komplikasi Sectio Caesarea sebagai berikut:
1. Komplikasi pada ibu
a. Infeksi puerperal
Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas; atau bersifat berat, seperti
peritonitis, sepsis dan sebagainya.
b. Infeksi postoperatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada
gejala – gejala yang merupakan presdisposisi terhadap kelainan itu
(partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya).
c. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
– cabang arteri uterina ikut terbuka, atau karena atonia uteri.
d. Komplikasi – komplikasi lain seperti luka kandung kencing,
embolisme paru – paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi.
e. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya
parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak
ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
2. Komplikasi pada bayi
Nasib anak yang dilahirkan dengan Sectio Caesarea banyak
tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan Sectio
Caesarea.

5. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI


Menurut Rasjidi (2009) indikasi dan kontra indikasi dari Sectio Caesarea
sebagai berikut:
1. Indikasi Sectio Caesarea
a. Indikasi mutlak Indikasi
Ibu
1) Panggul sempit absolut
2) Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang
adekuatnya stimulasi
3) Tumor jalan lahir yang menyebabkan obstruksi

4) Stenosis serviks atau vagina


5) Placenta previa
6) Disproporsi sefalopelvik
7) Ruptur uteri membakat Indikasi janin
a) Kelainan letak
b) Gawat janin
c) Prolapsus placenta
d) Perkembangan bayi yang terhambat
e) Mencegah hipoksia janin, misalnya karena
preeklampsia.

b. Indikasi relatif
1) Riwayat Sectio Caesarea sebelumnya
2) Presentasi bokong
3) Distosia
4) Fetal distress
5) Preeklampsia berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes
6) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
c. Indikasi Sosial
1) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman
sebelumnya.
2) Wanita yang ingin Sectio Caesarea elektif karena takut
bayinya mengalami cedera atau asfiksia selama persalinan
atau mengurangi resiko kerusakan dasar panggul.
3) Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau
sexuality image setelah melahirkan.
2. Kontra indikasi
Kontraindikasi dari Sectio Caesarea adalah:
a. Janin mati
b. Syok
c. Anemia berat
d. Kelainan kongenital berat

e. Infeksi piogenik pada dinding abdomen


f. Minimnya fasilitas operasi sectio caesarea.
6. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada
pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan
tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah
insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka
post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah
risiko infeksi.
7. Pathway
terlampir

8. Penatalaksanaan post SC
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%,
garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan
tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler).
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
c) Injeksi = kalnex, tramadol
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti.
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

II. KONSEP KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Identitas klien dan penanggung
Keluhan utama klien saat ini
Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
Riwayat penyakit keluarga
Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan
atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas
emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
c. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
e. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi
kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
f. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
h. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus.
2. DIAGNOSA

Anda mungkin juga menyukai