Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadist Dha’if dan Hadist Madhu


1. Hadist Dha’if
Hadist dha’if adalah hadist yang kurang satu syarat atau lebih dari syarat- syarat
hadist shahih dan hadist hasan1
Hadist dha’if adalah hadist yang tidak memenuhi persyaratan, misalnya sanadnya
ada yang terputus, diantara periwayat ada yang pendusta atau tidak dikenal dan lain-
lain. Seperti hadist hasan itu dapat naik tingkatannya menjadi shahih li ghairih, ada
hadist dhaif tertentu yang dapat naik tingkatan menjadi hasan li ghairih. Yaitu hadist
yang didalam sanadnya terdapat periwayat yang tidak terkenal dikalangan ulama
hadist. Orang tersebut tidak dikenal banyak salah, tidak pula dikenal berdusta.
Kemudian, hadist ini dikuatkan oleh hadist yang sama melalui jalur lain. Hadist yang
dha’ifnya disebabkan oleh hal di atas digunakan oleh banyak orang Islam untuk dalil
fadha’ilul a’mal.2
Contoh hadist dha’if yaitu :

Artinya :”Seorang laki-laki tidak akan ditanya (tidak dituntut) mengapa ia


memukul istrinya”. (HR. Abu Daud dan lainnya)3
Menurut saya (Istya Donna Ali), hadist dha’if adalah hadist yang tidak memenuhi
syarat atau didapatinya seseuatu yang menyebabkan ditolaknya hadist, yang
menyebabkan ditolaknya itulah yang menyebabkan hadist itu lemah (dha’if), baik itu
sanad, matan maupun perawinya.
Menurut saya (Nur Nailis), hadist dha’if adalah hadist yang tidak menghimpun
sifat-sifat hadist shahih dan hadist hasan. Jadi saya dapat mengambi kesimpulan,

1
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, sejarah dan pengantar ilmu hadist, (semarang: PT. Pustaka
Rizki putra, 2009), hal. 301
2
Zuhri muh, Hadist Nabi Telaah Historis dan Metodologis, (Yogyakarta: tiara wacana Yogya, 2011), hal.
94
3
Nawawi Imam, Hadist Dha’if dalam Riyadhush Shalihin, (Jakarata Selatan: Pustaka Azzam, 2004), hal.
17

3
4

bahwa pengertiann hadist dha’if adalah hadist yang lemah, yakni para ulama masi
memilik dugaan yang lemah appakah hadist itu berasal dari Rasulullah atau bukan,
hadist dha’if ini juga bukan saja tidak memnuhi syarat-syarat hadist shahih tetapi juga
tidak memenuhi syarat-syarat hadist hasan.
2. Hadist maudhu’
Al-maudhu’ adalah isim maf’ul dari(‫وضعا‬-‫يضع‬-‫ )وضع‬menurut bahasa seperti
‫( اآلسقاط‬meletakan atau menyimpan),‫ ( االقتراءواالحتالف‬mengada- ada atau membuat-
buat) dan ( ditinggalkan) sedangkan pengertian hadist maudhu’ menurut istilah Al-
Hadist adalah hadist yang disandarkan pada Rasulullah SAW secara dibuat- buat dan
dusta, padahal beliau tidak mengatakan,dan memperbuat.4
Contoh hadist maudhu’ yaitu

”sesuatu yang pertama kali di ciptakan adalah akal”


Hadis ini di hukumi oleh imam adz-dzahab rahimullah dan syaikh al-albani
rahimahullah sebagai hadis yang batil dan palsu.

Menurut saya (Istya Donna Ali), hadist maudhu’ adalah hadist yang dinisbahkan
(disandarkan) kepada Rasulullah SWA, yang sifatnya dibuat-buat dan diada-adakan
padahal Rasulullah sendiri tidak melakukannya. Dari definisi diatas bahwa hadist
maudhu’ pada dasarnya adalah kebohongan atau segaja diada-adakan lalu
dinisbahkan kepada Rasulullah SWA, hadist maudhu adalah seburuk-buruknya hadist
Menurut saya (Nur Nailis), hadist maudhu’ adalah hadist buatan dan hadist palsu
yang dinisbahkan seakan-akan berasal dari Nabi SWA, hadist maudhu’ sering
dimasukka kedalam jenis hadist dha’if yang disebabkan oleh tidak memenuhi syatar
keadalian periwayat, sementara ada sebagian ulama yang tidaak memasukka hadist
maudhu’ kedalam jenis hadist dha’if yang tetap merupakan bagian tersendiri.

4
Munzier, Ilmu Hadist, (Jakarta: raja grapindo persada,1996), hal. 135
5

B. Macam- macam hadist dha’if


Ada beberapa penyebab atau sebab yang menjadi suatu hadist menjadi hadist dha’if:
a. Hadist dha’if yang disebabkan putusnya sanad
1. hadist mursal yaitu hadist yang disandarkan kepada Rasulullah oleh tabi’in
tanpa menyebutkan nama sahabat yang membawa hadist tersebut, dengan kata
lain didalam hadist mursal seorang tabi’in berkata “ nabi berkata atau nabi
berbuat begini begitu…” padahal tabi’in tidak bertemu Nabi. Menurut
ulama hadist, apa yang diriwayatkan oleh “sahabat kecil” ( sahabat yang
ketika Rasuullah wafat, ia masih kecil ) seperti Ibnu Abbas, di mana ia tidak
mendengar langsung dari Nabi, disebut Mursal Shahabi apabila Sahabat yang
menyaksikan Nabi tidak disebut namanya.5 Hanya saja, hadist yang
berpredikat Mursal Shahabi dianggap Maushul (bersambung dari Nabi)
karena para Shahabi itu terkadang saling meriwayatkan hadist antar mereka.
Sahabat itu dinilai ‘adil, dan tanpa menyebut nama mereka seperti dalam
kasus hadis Mursal Shahabi tidak berbahaya.
Contohnya :

Artinya:”perhatikanlah yang lima sebelum datang yang lima, mudamu sebelum


tua, sehatmu sebelum sakit, kayamu sebelum miskin, masa luangmu sebelum
sibuk, dan masa hidupmu sebelum meninggal.”6

Hadis ini di riwayatkan Tarmidzi, Baihaqi, Ahmad, bersumber dari ‘Amr bin
Maimun adalah dha’if, yaitu mursal. Hanya sja dha’ifnya ringan karna sanadnya
tidak bersambung.

5
Zuhri Muh, Hadist Nabi…, hal. 97

6
Nawawi Imam, Hadist Dha’if…, hal. 38
6

2. hadist munqathi’ yaitu hadist yang sanadnya terdapat salah seorang yang
digugurkan (tidak disebutkan namanya) baik di ujung maupun di pangkal,
dengan demikian hadist mursal termasuk bagian dari hadist munqathi’7. ‘Ajjaj
al-Khathib mengambil contoh hadist munqathi’ sebagai berikut

3. hadist mu’dhal yaitu hadist yang didalam sanadnya terdapat dua orang atau
lebih yang secara berturut- turut tidak disebutkan namanya. Misalnya,
perkataan seorang penulis atau pembicara dari kalangan fuqoha “Rasulullah
bersabda begini begitu…” adalah mu’dhal. Karena antara dia dengan
Rasulullah terdapat banyak periwayat yang tidak disebutkan/dibuang.
4. hadist mudallas tadlis menurut bahasa artinya “menyimpan aib” misal
menyimpan cacat barang dagangan agar tidak ketauan pembeli disebut tadlis,
dan yang dimaksud dengan mudallas adalah hadist yang disembunyikan
(cacatnya).

b. Hadist yang disebabkan oleh cacat periwayatannya


1. hadist matruk yaitu hadist yang diriwayatkan melalui hanya satu jalur yang
didalamnya terdapat seorang periwayat yang tertuduh pendusta, fasiq atau
banyak yang lalai. Dusta itu boleh jadi dalam soal meriwayatkn hadist
maupun soal lain. hadits semacam ini disebut matruk bukan maudhu’, karna
periwayat tersebut baru dicurigai berdusta meriwakatkan hadits, bukan
terbukti telah membuat hadits
2. hadist mu’allal yaitu hadist yang kelihatannya tidak mengandung cacat (sanad
atau matan, atau keduanya), setelah diadakan penelitian mendalam ternyata
ada cacatnya. Pada umumnya, cacat itu pada sanad. Misalnya, “menyambung”
sanad yang sebenarnya terputus. Sedangkan cacat pada matan, seringkali

7
Zuhri Muh, Hadist Nabi…, hal. 97
7

mengambil bentuk penambahan kalimat oleh periwayat atas teks hadits,


seolah-olah, tambahan itu termasuk matan hadits.8
3. hadist munkar yaitu hadist yang diriwayatkan oleh orang yang lemah yang
menyalahi riwayat orang yang lebih terpercaya daripadanya. Namun
demikian, ada ulama lain yang mendefinisikan hadist munkar ialah hadist
yang diriwayatkan oleh hanya seorang periwayat, baik menyalahi riwayat lain
atau tidak, bahkan boleh jadi periwayat yang sendirian dalam meriwayatkan
sebuah hadis itu tsiqah
4. hadist syadz yaitu hadist yang diriwayatkan oleh orang terpercaya, tetapi
bertentangan dengan hadist yang diriwayatkan oleh orang yang lebih
terpercaya lagi. Jadi sebuah hadist disebut syadz apabila terdapat di dalamnya
periwayatan yang menyendiri dan bertentangan. Sementara hadist yang lebih
kuat sebagai bandingannya disebut mahfuzh. Misalnya sebuah hadist yang
mendeskripkan perkataan nabi tentang sesuatu, tetapi periwayat lain yang
lebih kuat mengatakan bahwa itu adalah perbuatan beliau bukan perkataan.
Beda hadist munkar demgan syadz, kalau hadis munkar diriwayatkan oleh
orang terpercaya.9

C. Cara Proses Periwayatan Hadist

Cara yang digunakan dalam proses periwayatan hadist antara lain:

1. Mendengar
Maksudnya seorang perawi menerima hadis dari gurunya melalui pendengaran
langsung. Cara ini merupakan cara terbaik diantara cara-cara yang lain.10 Lafaz
yang menisyaratkan bahwa seseorang meriwayatkan secara mendengar adalaah
lafaz : Sami’tu (Aku sudah mendengar).

8
Ibid, hal. 98
9
Ibid, hal. 98
10
Abdul Wahid,Muhammad Zaini, Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadist, (Banda Aceh: peNA, 2016), hal. 131
8

2. Membaca
Maksudnya adalah seorang perawi meembaca suatu hadis kepada seseorang
guru atau dibacakan hafalan kepada guru, atau memperhatikan pembacaan
seseorang yang membacanya, baik dari kitabnya maupun dari hafalannya. Lafaz
yang digunakan dalam jenis periwayatan ini adalah Qara’tu fulan, dan sejenisnya.
3. Ijazah
Ijazah menurut bahasa berarti: memotong, melaksanakan, membenarkaan,
seperti ajazal aqda’, dia membenarkan Aqad (dia menyatakan sahnya aqad itu).
Dalam istiah ulaama hadist, ijazah didefinisikan seseorang guru mengizinkan
kepada seseorang untuk meriwayatkan hadistnya atau kekurangan-kekurangannya.
Dalam hal ini diperluka empat unsur Mujiz,yaitu syeikh yang memberikan ijazah;
mujaz, yang meneima ijazah ; mujazbih, kita atau juz dan seumpamannya serta;
lafadz ijazah, yaitu ibarat yang menunjukan kepada keizinan periwayatan.
4. Munawalah (memberi) maksudnya adalah seorang guru memberi kepada seorang
murid kitab asli yang didengar dari gurunya, atau satu salinan yang sudah
dicontohkan seraya ia berkata “inilah hadist- hadist yang aku telah dengar dari si
fulan, maka riwayatkanlah dia dari padaku dan aku telah ijazahkan kepada engkau
meriwayatkannya”. Munawalah terbagi lagi kepada: munawalah yang menyertai
ijazah dan munawalah yang tidak menyertai ijazah.11
5. Mukatabah( menulis) maksudnya seseorang guru menuliska hadistnya untuk orang
yang berada disisinya, atau untuk orang yang jauh dan dikirim surat kepadanya,
baik dia tulis sendiri ataupun ia suruh orang lain untuk menulisnya. Mukatabah
terbagi dua, yaitu mukataba disertai ijazah dan mukatabah yang tidak disertai
ijazah. Lafad yang digunakan dalam mukatabah haddatsani fulan katabahu (telah
diceritakan kepada aku oleh si fulan secara tertulis).
6. I’lam, yang dimaksud disini bukan memberitahukan, memberi khabar, atau
mendapati seseorang ebih mengetahui. Tetapi yang dikehendaki adalah seseorang
guru memberitahukan kepada seseorang thalib bahwa sesuatu hadis atau sesuatu
kitab, itulah riwayatnya dari gurunya si fulan tanpa diizinkan si thalib
meriwayatkannya..

11
Ibid, hal. 131
9

7. Wasiat, jarang terjadi maksud wasiat dalam konteks inilah adalah penegasan
seseorang guru sewaktu hendak berpergian atau menghadapi saat- saat
kematiannya, yaitu berwasiat kepada seseorang tentang kitab tertentu yang
diriwayatkannya.
8. Wijadah ( penemuan) bentuk ini adalah sumber hadist yang tidak diketahui orang
Arab pada umumnya. Para ulama ahli hadist menjadikannya suatu metode
pengambilan ilmu dari shahifah bukan dengan cara mendengar, ijazah maupun
munamalah, misalnya seseorang menemukan sebuah hadist tertulis dari seorang
guru yang ia jumpai, yang lalu ia tulis ulang kemudian ia sampaikan. Atau dia
memang tidak pernah menjumpai guru tersebut akan tetapi ia yakin bahwa tulisan
itu miliknya.12

12
Ibid, hal. 131

Anda mungkin juga menyukai