Anda di halaman 1dari 94

PENGEMBANGAN MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER

(NHT) DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK


MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI
MATEMATIS SISWA

(Tesis)

Oleh

YOLA CITRA LUFTIANINGTYAS

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK

PENGEMBANGAN MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER


(NHT) DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI
MATEMATIS SISWA

Oleh

Yola Citra Luftianingtyas

Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa salah satunya disebabkan


oleh penerapan model pembelajaran yang kurang tepat. Siswa merasa sulit
memahami permasalahan matematika yang disajikan dalam bentuk soal cerita,
gambar, bagan, tabel, diagram, dan grafik. Permasalahan tersebut merupakan
alasan dilakukannya penelitian ini. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah
untuk menghasilkan produk berupa pengembangan model Numbered Heads
Together (NHT) dengan pendekatan kontekstual dan mengetahui efektivitasnya
untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian dan pengembangan (research and development)
mengikuti langkah-langkah Borg dan Gall. Teknik pengumpulan data
menggunakan observasi, wawancara, angket, dan tes. Data yang diperoleh pada
penelitian ini dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif
diuji menggunakan Uji Mann Whitney-U. Subjek penelitian adalah siswa kelas
VII SMP Negeri 20 Bandar Lampung tahun pelajaran 2017/2018. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa (1) model NHT dengan pendekatan kontekstual memiliki
kategori valid dan praktis, dan (2) model NHT dengan pendekatan kontekstual
efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

Kata-kata kunci: model Numbered Heads Together (NHT), pendekatan


kontekstual, kemampuan komunikasi matematis
ABSTRACT

DEVELOPMENT OF NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) MODELS


WITH CONTEXTUAL APPROACH TO IMPROVE STUDENTS
MATHEMATICAL COMMUNICATION ABILITY

By

Yola Citra Luftianingtyas

The low mathematical communication ability of students, one of which was


caused by the implementation of inappropriate learning models. Students find it
difficult to understand mathematical problems that are presented in the form of
story problems, pictures, charts, tables, diagrams, and graphs. These problems
was the reason for this research. The purpose of this study was to produce
products in the form of developing Numbered Heads Together (NHT) models
using a contextual approach and knowing their effectiveness to improve students
mathematical communication ability. This study used research and development
methods (research and development) following the steps of Borg and Gall. Data
collection techniques used observation, interviews, questionnaires, and tests. The
data obtained in this study were analyzed descriptively quantitative and
qualitative. Quantitative data were tested using the Mann Whitney-U test. The
research subjects were students of grade 7th SMPN 20 Bandar Lampung in the
academic year of 2017/2018. The results showed that (1) the NHT model using a
contextual approach had a valid and practical category, and (2) the NHT model
used an effective contextual approach to improve students' mathematical
communication ability.

Key words: Numbered Heads Together (NHT) model, contextual approach,


mathematical communication ability
PENGEMBANGAN MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER
(NHT) DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI
MATEMATIS SISWA

Oleh

Yola Citra Luftianingtyas

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar


MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Program Magister Pendidikan Matematika


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
Judul Tesis : PENGEMBANGAN MODEL NUMBERED
HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN
PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN
KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

Nama Mahasiswa : Yola Citra Luftianingtyas

Nomor Pokok Mahasiswa : 1623021016

Program Studi : Magister Pendidikan Matematika

Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Een Yayah Haenilah, M.Pd. Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd.


NIP 19620330 198603 2 001 NIP 19690914 199403 1 002

Ketua Jurusan Ketua Program Studi Magister


Pendidikan MIPA Pendidikan Matematika

Dr. Caswita, M.Si. Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd.


NIP 19671004 199303 1 004 NIP 19690914 199403 1 002
MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Een Yayah Haenilah, M.Pd. ......................

Sekretaris : Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd. ......................

Penguji
Bukan Pembimbing Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd. ......................

Dr. Caswita, M.Si. ......................

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd.


NIP 19620804 198905 1 001

3. Direktur Program Pascasarjana

Prof. Drs. Mustofa, M.A., Ph.D.


NIP 19570101 198403 1 020

4. Tanggal Lulus Ujian : 10 Januari 2019


PERNYATAAN TESIS MAHASISWA

Denga ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Tesis dengan judul “PENGEMBANGAN MODEL NHT DENGAN

PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA” adalah karya saya

sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atas karya penulis lain dengan

cara tidak sesuai nrma etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik

atau yang disebut plagiarisme.

2. Hak intelektual atas karya saya ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas

Lampung.

Atas pernyataan saya ini apabila dikemudian hari ditemukan adanya

ketidakbenaran, saya bersedia menangung akibat dan sanksi yang diberikan

kepada saya sesuai hokum yang berlaku.

Bandar Lampung, Januari 2019


Yang Menyatakan

Yola Citra Luftianingtyas


NPM. 1623021016
SANWACANA

Alhamdulillahi Robbil „Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha

Pengasih dan Maha Penyayang, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “Pengembangan Model

NHT dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa” sebagai syarat untuk mencapai gelar Magister

pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini

tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih yang tulus ikhlas kepada:

1. Ibu Dr. Een Yayah Haenilah, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang telah

sabar, bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan

perhatian, motivasi, inspirasi, dan semangat kepada penulis demi ter-

selesaikannya tesis ini.

2. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II sekaligus

Ketua Program Studi Magister Pendidikan Matematika yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, sumbangan pemikiran,

kritik, dan saran selama penyusunan tesis sehingga tesis ini menjadi lebih

baik.

ii
3. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku Dosen Pembahas yang telah

memberikan masukan, kritik, dan saran kepada penulis.

4. Bapak Dr. Caswita, M. Si. selaku Dosen Pembahas II yang telah memberikan

masukan, kritik, dan saran kepada penulis.

5. Bapak Prof. Drs. Mustofa, M.A., Ph.D., selaku Direktur Program

Pascasarjana Universitas Lampung, beserta staf dan jajarannya yang telah

memberikan perhatian dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis.

6. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan FKIP Universitas

Lampung, beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada

penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Bapak Sumpono dan Ibu Dwi Tulasih kedua orang tua yang kubanggakan,

yang selalu memberikan motivasi, semangat, serta doa dalam menyelesaikan

tesis ini.

8. Suamiku Setio Handayani dan anakku Raffana Ezra Yosela yang selalu

mendukung dan memberikanku semangat dalam menyelesaikan tesis ini

9. Ibu Dr. Adelina Hasyim, M.Pd., sebagai validator pengembangan model serta

perangkat pembelajaran dalam penelitian ini yang telah banyak memberikan

saran dan masukan untuk memperbaiki pengembangan model ini agar

menjadi lebih baik.

10. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd. sebagai validator LKK dalam penelitian

ini yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk memperbaiki

LKK ini agar menjadi lebih baik.

iii
11. Ibu Mella Triana, M.Pd. sebagai validator instrumen tes kemampuan

komunikasi matematis yang telah memberikan masukan yang sangat

mendukung.

12. Bapak dan Ibu dosen pendidikan matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

13. Ibu Dra. Listadora, M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 20 Bandar Lampung

beserta Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan izin dan

kemudahan selama penelitian.

14. Ibu Nurwana, S.Pd., selaku guru SMP Negeri 20 Bandar Lampung yang telah

memberikan izin dan kemudahan selama penelitian.

15. Siswa kelas VII dan VIII SMP N 20 Bandar Lampung yang selalu semangat.

16. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.

Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada

penulis, mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga tesis

ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, Januari 2019

Penulis

Yola Citra Luftianingtyas

iv
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Pasuruan Kecamatan Penengahan Kabupaten Lampung

Selatan Provinsi Lampung, pada tanggal 23 September 1994. Penulis merupakan

anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sumpono dan Ibu Dwi

Tulasih.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Gembor 3 Kabupaten

Tanggerang pada tahun 2005, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1

Penengahan Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2008, pendidikan menengah

atas di SMA Negeri 1 Penengahan Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2011.

Pada tahun 2011 penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Program Studi Pendidikan Matematika dan memperoleh gelar sarjana pada

tahun 2015. Penulis melanjutkan pendidikan pada program studi Pasca Sarjana

Pendidikan Matematika Universitas Lampung pada tahun 2016.


MOTTO

“Tingkatkan potensi yang ada,

Maksimalkan waktu yang tersisa

Demi mereka yang kau cintai dan mencintaimu

karena Allah SWT”

(Yola Citra L.)


PERSEMBAHAN

Dengan Mengucap Alhamddulillahirobbil’alamin


Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta dan kasih
sayangku kepada :

Ayah tercinta (Sumpono) dan Ibu tercinta (Dwi Tulasih) yang


telah membesarkan, mendidik, mencurahkan kasih sayang,
dan selalu mendoakan kebahagiaan dan kesuksesanku.

Suamiku tercinta (Setio Handayani) partner terbaikku yang


selalu mencurahkan kasih sayang dan menyemangatiku
serta anakku tersayang (Raffana Ezra Yosela) terima kasih
telah menemani Bunda selama pembuatan tesis ini.

Kedua adikku tersayang Dela Nowinda Citra dan Willyana


Natsara Citra yang selalu menghiburku dan mendoakanku

Para pendidik dengan ketulusan dan kesabarannya dalam


mendidik dan membinaku

Sahabat-sahabat seangkatan selama menempuh pendidikan


yang telah memberikan warna setiap harinya.

dan

Almamater Universitas Lampung tercinta.


DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ......................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ ix

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 8
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 8
D. Kegunaan Penelitian ..................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Belajar ................................................................................. 10
1. Teori Belajar Konstruktivisme.................................................. 10
2. Teori Perkembangan Kognitif Piaget ....................................... 11
3. Teori Belajar Bermakna Ausubel ............................................. 12
4. Teori Experiental Learning ...................................................... 12
B. Pendekatan Kontekstual ............................................................... 13
C. Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) ............. 17
D. Kemampuan Komunikasi Matematis ........................................... 23
E. Rancangan Model Pembelajaran NHT dengan
Pendekatan Kontekstual ................................................................ 27
F. Penelitian yang Relevan ............................................................... 29
G. Kerangka Pikir............................................................................... 31
H. Definisi Konseptual ....................................................................... 34
I. Definisi Operasional ..................................................................... 35
J. Hipotesis Penelitian ....................................................................... 36

III. METODE PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 37
B. Jenis Penelitian .............................................................................. 37
C. Desain Penelitian .......................................................................... 38
D. Subjek Penelitian .......................................................................... 39
1. Subjek Studi Pendahuluan ........................................................ 39

v
2. Subjek Validasi Model Pembelajaran....................................... 39
3. Subjek Uji Coba Lapangan Awal ............................................. 39
4. Subjek Uji Coba Lapangan ....................................................... 40
E. Prosedur Penelitian ....................................................................... 40
1. Penelitian dan Pengumpulan Data ............................................ 41
2. Merencanakan Penelitian .......................................................... 41
3. Pengembangan Desain .............................................................. 42
4. Uji Coba Lapangan Awal ......................................................... 48
5. Revisi Hasil Uji Coba ............................................................... 49
6. Uji Coba Lapangan ................................................................... 50
F. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 51
1. Angket....................................................................................... 51
2. Observasi Proses Pembelajaran ................................................ 51
3. Wawancara................................................................................ 52
4. Tes............................................................................................. 52
G. Instrumen Penelitian ..................................................................... 52
1. Instrumen Nontes ...................................................................... 52
2. Instrumen Tes ........................................................................... 54
H. Teknik Analisis Data .................................................................... 60
1. Analisis Data Pendahuluan ....................................................... 60
2. Analisis Validitas Perangkat Pembelajaran .............................. 60
3. Analisis Kepraktisan Model dan Perangkat Pembelajaran ....... 61
4. Analisis Efektivitas Pembelajaran Menerapkan Model NHT
dengan Pendekatan Kontekstual .......................................... 63

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian ............................................................................. 69
B. Pembahasan ........................................................................................107
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .............................................................................................123
B. Saran ...................................................................................................124
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1 Nilai UN Matematika SMPN 20 Bandar Lampung .................... 4
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran NHT Dengan
Pendekatan Kontekstual .............................................................. 29
Tabel 3.1 Desain Uji Coba Produk Penelitian............................................. 50
Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis ........ 55
Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran .......................................... 58
Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda................................................. 59
Tabel 3.5 Hasil Uji Coba Soal Kemampuan Komunikasi Matematis
Pertemuan 1................................................................................. 59
Tabel 3.6 Hasil Uji Coba Soal Kemampuan Komunikasi Matematis
Pertemuan 2................................................................................. 59
Tabel 3.7 Hasil Uji Coba Soal Kemampuan Komunikasi Matematis
Pertemuan 3................................................................................. 59
Tabel 3.8 Hasil Uji Coba Soal Kemampuan Komunikasi Matematis
Pertemuan 4................................................................................. 60
Tabel 3.9 Interpretasi Kriteria Penilaian Validitas Instrumen..................... 61
Tabel 3.10 Interval Nilai Tiap Kategoti Penilaian Kepraktisan .................... 62
Tabel 3.11 Kriteria N-Gain ........................................................................... 63
Tabel 3.12 Rekapitulasi N-Gain Kelas Eksperimen...................................... 64
Tabel 3.13 Rekapitulasi N-Gain Kelas Kontrol ............................................ 64
Tabel 3.14 Rekapitulasi Uji Normalitas data Pretest .................................... 65
Tabel 3.15 Rekapitulasi Uji Normalitas data Posttest................................... 65
Tabel 4.1 Hasil Penilaian Pengembangan Model NHT dengan
Pendekatan Kontekstual dan Perangkat Pembelajaran................ 89
Tabel 4.2 Interpretasi angket Kepraktisan................................................... 91
Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Penilaian Angket Kepraktisan ...................... 91
Tabel 4.4 Interpretasi Lembar Observasi Respon Siswa............................. 92
Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Lembar Observasi Respon Siswa ................. 92
Tabel 4.6 Sintak Model NHT Menggunakan Pendekatan Kontekstual ...... 96
Tabel 4.7 Data Skor Kemampuan Awal Komunikasi Matematis Siswa ..........103
Tabel 4.8 Hasil Uji Mann Whitney-U Kemampuan Awal Komunikasi
Matematis Siswa ..............................................................................103
Tabel 4.9 Data Skor Kemampuan AkhirKomunikasi Matematis Siswa ..........104
Tabel 4.10 Hasil Uji Mann Whitney-U Kemampuan Akhir Komunikasi
Matematis Siswa ..............................................................................105
Tabel 4.11 Data Indeks Gain Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa ................................................................................................107

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 3.1 Alur Desain Penelitian .............................................................. 38
Gambar 3.2 Model ADDIE ........................................................................... 44
Gambar 4.1 Desain Pengembangan Model NHT dengan
Pendekatan Kontekstual............................................................ 74
Gambar 4. 2 Desain Pengembangan NHT dengan Pendekatan
Kontekstual ............................................................................... 98

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
A. Perangkat Pembelajaran
A.1 Silabus ......................................................................................... 132
A.2 RPP .............................................................................................. 147
A.3 LKPD ........................................................................................... 165

B. Instrumen Penelitian
B.1 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ................... 186
B.2 Pedoman Penskoran Penilaian Kemampuan Komunikasi
Matematis ................................................................................... 190
B.3 Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis............................ 191
B.4 Kunci Jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ......... 198

C. Analisis Data
C.1 Analisis Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ....... 206
C.2 Analisis Reliabilitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 210
C.3 Analisis Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Komunikasi
Matematis..................................................................................... 214
C.4 Analisis Daya Beda Tes Kemampuan Komunikasi Matematis.... 218
C.5 Data Kemampuan Komunikasi Matematis ................................... 222
C.6 Uji Normalitas Data Kemampuan Awal dan Akhir Komunikasi
Matematis .................................................................................... 224
C.7 Uji Mann Whitney-U Data Kemampuan Awal dan Akhir
Komunikasi Matematis ................................................................ 226
C.8 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ..... 232
C.9 Analisis Validasi Pengembangan Model NHT dengan Pendekatan
Kontekstual ................................................................................. 236
C.10 Analisis Validasi Silabus Model NHT dengan Pendekatan
Kontekstual .................................................................................. 237
C.11 Analisis Validasi RPP Model NHT dengan Pendekatan
Kontekstual .................................................................................. 238
C.12 Analisis Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ....... 239
C.13 Analisis Validasi Lembar Kerja Kelompok ................................. 240
C.14 Analisis Kepraktisan Model NHT dengan Pendekatan
Kontekstual ................................................................................. 241
C.15 Analisis Respon siswa Dalam Penerapan Model NHT dengan
Pendekatan Kontekstual .............................................................. 245

ix
D. Lembar Penilaian Ahli dan Angket
D.1 Lembar Penilaian Kevalidan Model NHT dengan
Pendekatan Kontekstual............................................................... 250
D.2 Lembar Penilaian Kevalidan Silabus............................................ 253
D.3 Lembar Penilaian Kevalidan RPP ................................................ 256
D.4 Lembar Penilaian Kevalidan LKK ............................................... 259
D.5 Lembar Penilaian Kevalidan Instrumen Tes Kemampuan
Komunikasi Matematis ................................................................ 262
D.6 Lembar Angket Kepraktisan Guru .............................................. 265
D.7 Lembar Observasi Respon Siswa ................................................ 273
D.8 Lembar Penilaian Diskusi Kelompok .......................................... 281
D.9 Surat Izin Penelitian Pendahuluan ............................................... 289
D.10 Surat Izin Penelitian .................................................................... 290

x
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu upaya mengembangkan potensi manusia. Melalui

pendidikan, manusia bukan hanya dibina, tetapi juga dilatih agar memiliki

keterampilan sehingga mampu menjadi pribadi yang terampil, kreatif, dan

inovatif. Pendidikan dapat diperoleh melalui lembaga formal maupun non formal.

Pendidikan melalui lembaga formal dapat diperoleh di sekolah, sedangkan

pendidikan non formal dapat diperoleh dari kegiatan di luar sekolah, contohnya

kursus keterampilan maupun kegiatan komunitas yang ada di sekitar lingkungan.

Pendidikan formal yang diperoleh di sekolah, mempelajari bermacam macam

mata pelajaran. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah adalah

matematika.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh siswa

di setiap jenjang pendidikan. Matematika terorganisasi secara sistematik,

berkaitan dengan logika-logika sehingga untuk membuktikan sebuah dalil, semua

akan bermula dari definisi. Selain berkaitan dengan definisi, matematika juga

berkaitan dengan lambang-lambang dan simbol-simbol. Jadi, matematika

merupakan ilmu pengetahuan eksak yang memiliki karakteristik antara lain,

sistematik, berkaitan dengan definisi, logika, lambang, serta simbol-simbol.


2

Selain memiliki karakteristik sebagai ilmu yang berkaitan dengan definisi, logika,

lambang, serta simbol, matematika juga merupakan salah satu cabang ilmu

pengetahuan yang memiliki nilai guna sebagai sebuah alat komunikasi. Hal ini

sesuai dengan pendapat Wahyudin (2001) mengenai kebergunaan matematika

yang menjelma menjadi alat komunikasi yang tangguh, singkat, padat, dan tidak

memiliki makna ganda. Definisi, lambang, serta simbol yang ada dalam

matematika memiliki makna yang jelas, hal ini membuat matematika berguna

sebagai alat komunikasi yang tangguh terutama dalam proses pembelajaran

matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh peserta didik

menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000), adalah

kemampuan komunikasi (communication). Selain itu, Permendiknas No. 22

Tahun 2006 menyebutkan tujuan mata pelajaran matematika untuk semua jenjang

pendidikan dasar dan menengah salah satunya adalah agar peserta didik mampu

“mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah”. Kemampuan ini merupakan salah satu

kemampuan yang sangat penting untuk dikembangkan mengingat karakteristik

matematika yang memuat simbol, lambang, tabel, dan grafik sehingga siswa

mampu memahami setiap konsep matematika dengan tepat serta mampu

mengorganisasikan proses berpikir matematisnya baik berupa lisan maupun

tulisan.

Karakteristik matematika yang memuat simbol, lambang, tabel, dan grafik

membuat banyak siswa Indonesia berpikir bahwa matematika adalah pelajaran

yang sulit. Data terbaru PISA Tahun 2015 menunjukkan bahwa Indonesia meraih
3

skor 386 dan berada pada peringkat ke-64 dari 72 negara peserta, skor tertinggi

diraih oleh Singapura dengan perolehan skor 564 (OECD, 2016). Data tersebut

menunjukkan bahwa kemampuan matematis siswa Indonesia masih tergolong

rendah.

Rendahnya kemampuan matematis siswa di Indonesia dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah kurangnya siswa

dalam mengembangkan kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan dalam

bentuk soal cerita yang mengandung masalah kontekstual. Permasalahan

matematika yang digunakan PISA merupakan jenis soal cerita, sehingga siswa

diharuskan dapat memahami maksud soal tersebut untuk menentukan

penyelesaiannya. Selain itu, soal-soal yang digunakan oleh PISA diawali dengan

penyajian permasalahan yang diambil dari kehidupan sehari-hari. Dari

permasalahan tersebut, siswa diminta untuk mampu memahami serta mengubah

dalam bahasa matematika untuk menentukan solusi. Apabila kemampuan

komunikasi matematis siswa kurang baik maka siswa akan kesulitan untuk

menerjemahkan maksud soal tersebut.

Masalah yang sama ditemukan juga di SMP Negeri 20 Bandar Lampung. Hasil

wawancara yang dilakukan terhadap guru matematika di SMP Negeri 20 Bandar

Lampung menunjukkan bahwa kemampuan siswa menerjemahkan makna soal

cerita cukup heteregon, tapi cenderung lemah. Selain itu, berdasarkan data hasil

rerata nilai UN Matematika pada Tabel 1.1dari tahun 2015-2017 siswa SMP

Negeri 20 Bandar Lampung mengalami penurunan (Puspendik, 2018). Jenis soal-

soal UN banyak yang merupakan jenis soal cerita atau pun soal yang
4

menampilkan gambar maupun tabel, sehingga siswa harus mampu

menerjemahkan maksud dari soal tersebut untuk menentukan solusi.

Tabel 1.1 Nilai UN Matematika SMP Negeri 20 Bandar Lampung Tahun


2015-2017

Tahun Nilai UN Matematika


2015 66,05
2016 41,49
2017 36,29
Sumber : Puspendik 2018

Data pada Tabel 1.1 menunjukkan bahwa kemampuan matematis siswa SMP

Negeri 20 Bandar Lampung masih rendah. Soal UN tahun 2017 banyak yang

disajikan dalam bentuk soal cerita dan siswa cenderung merasa kesulitan untuk

menentukan penyelesaiannya. Selain itu, kemampuan siswa dalam menerjemah-

kan gambar, tabel, atau pun diagram masih kurang baik. Kurangnya kemampuan

ini akan berpengaruh pada tingkat pemikiran siswa, sehingga kemampuan

komunikasi matematis siswa perlu ditingkatkan untuk menunjang meningkatnya

kemampuan berpikir tingkat tinggi yang lainnya.

Untuk menyikapi permasalahan rendahnya kemampuan komunikasi matematis

siswa, diperlukan adanya inovasi proses pembelajaran. Inovasi yang dilakukan ini

diharapkan mampu untuk menciptakan suasana belajar yang nyaman dan mampu

memotivasi siswa untuk terus belajar, sehingga siswa mampu mengembangkan

kemampuan berpikirnya, khususnya kemampuan komunikasi matematis. Proses

pembelajaran yang seperti itu dapat tercipta apabila guru mampu memilih model

pembelajaran maupun bahan ajar yang tepat sehingga mampu meningkatkan

kemampuan komunikasi matematis siswa.


5

Model pembelajaran yang digunakan sebaiknya mampu membuat suasana belajar

menjadi lebih menyenangkan bagi siswa, sehingga siswa tidak merasa bahwa

matematika merupakan pelajaran yang sulit. Model pembelajaran tersebut juga

hendaknya mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa,

sehingga permasalahan matematika berbentuk soal cerita ataupun tabel tidak

menjadi masalah bagi siswa. Selain itu, diharapkan guru mampu memfasilitasi

siswa untuk memahami permasalahan matematika yang diambil dari kehidupan

sehari-hari siswa agar pembelajaran menjadi lebih bermakna. Dengan demikian,

siswa tidak merasa terbebani dalam proses pembelajaran. Siswa juga menjadi

mampu menyelesaikan permasalahan matematika yang diambil dari masalah di

kehidupan sehari-hari.

Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat diterapkan pada proses

pembelajaran matematika yang dapat membuat suasana belajar menjadi lebih

nyaman bagi siswa, salah satunya adalah model kooperatif. Menurut Lie (2008)

bahwa “model pembelajaran kooperatif adalah sistem pengajaran yang memberi

kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan semua siswa dalam

tugas-tugas terstruktur”. Adanya kegiatan kerjasama kelompok dapat membuat

suasana belajar menjadi nyaman. Model pembelajaran kooperatif juga dapat

melatih siswa untuk mengembangkan kemampuan mengemukakan pendapat dan

menerima pendapat dari orang lain.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru di SMP Negeri 20 Bandar Lampung,

guru pernah menerapkan model pembelajaran kooperatif. Namun, masih banyak

kendala yang terjadi saat proses pelaksanaan pembelajaran. Saat proses diskusi

kelompok, banyak siswa yang tidak antusias, sehingga siswa hanya bergurau
6

dengan temannya. Hanya satu atau dua orang siswa yang mau mengerjakan tugas

yang diberikan guru pada proses diskusi kelompok. Hal ini mengakibatkan hanya

beberapa siswa yang memahami materi pelajaran. Siswa yang lainnya hanya

mengandalkan teman sekelompoknya yang memiliki kemampuan tinggi untuk

menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Permasalahan ini membuat guru

harus lebih selektif dalam memilih tipe model pembelajaran berkelompok.

Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran NHT

(Numbered Head Together). Menurut Kagan (2006) bahwa NHT merupakan salah

satu model pembelajaran peer teaching yang menekankan pembelajaran antar

teman sebaya. Salah satu langkah yang terdapat dalam NHT yaitu guru menunjuk

secara acak salah satu siswa untuk memberikan jawaban dari permasalahan yang

diajukan oleh guru. Langkah ini akan membuat setiap siswa mempersiapkan

jawaban apabila dirinya yang terpilih untuk memberikan jawaban. Adanya

langkah ini membuat siswa tidak selalu bergantung pada kelompoknya. Siswa

mendiskusikan proses penyelesaian masalah bersama-sama, dan setiap siswa

wajib memahaminya. Hal tersebut merupakan salah satu kelebihan model

kooperatif tipe NHT.

Kekurangan model NHT sesuai teori awal ditemukannya, adalah permasalahan

yang disajikan oleh belum bersifat kontekstual, melainkan soal-soal latihan yang

terpaku pada buku teks. Hal ini membuat siswa hanya terbiasa menyelesaikan soal

latihan. Kemampuan siswa mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,

diagram, atau media lain menjadi tidak berkembang secara optimal. Oleh karena

itu, diperlukanlah sebuah inovasi model pembelajaran yang mampu

mengoptimalkan kemampuan tersebut. Inovasi model pembelajaran dapat


7

dilakukan dengan penggunaan bahan atau media ajar yang inovatif atau

menyandingkan model dengan sebuah pendekatan pembelajaran yang mampu

memfasilitasi peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.

Pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat juga mampu membantu guru

untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Terdapat berbagai

macam pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan, salah satunya adalah

pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual membantu guru mengaitkan

materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata. Pada pendekatan ini, siswa

dilatih mengalami pembelajarannya sesuai dengan pengalaman yang mereka

miliki untuk membangun sebuah konsep baru. Hal itu membuat siswa mengalami

proses belajarnya sendiri, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Penerapan pendekatan pembelajaran ini juga akan membantu siswa membiasakan

diri menerjemahkan permasalahan kehidupan sehari-hari ke dalam bahasa

matematika. Hal ini diperkirakan akan meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis siswa.

Berdasarkan latar belakang tersebut, pengembangan model pembelajaran menjadi

hal yang penting dilakukan untuk guru. Pengembangan model pembelajaran yang

tepat diharapkan mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

Diantara berbagai jenis model pembelajaran, model pembelajaran NHT

(Numbered Heads Together) dengan pendekatan kontekstual diharapkan dapat

menjadi sebuah solusi yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis siswa. Model pembelajaran NHT melatih siswa untuk mampu bekerja

sama, berdiskusi, sehingga secara tidak langsung membiasakan siswa untuk

mengomunikasikan gagasan, ide, atau pendapat yang dimilikinya kepada


8

temannya, diiringi dengan pendekatan kontekstual yang mampu mengembangkan

kemampuan siswa menyelesaikan permasalahan matematika berkaitan dengan

kehidupan sehari-hari.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah proses dan hasil pengembangan model NHT dengan

pendekatan kontekstual yang memenuhi kriteria valid dan praktis yang dapat

diterapkan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa?

2. Apakah pembelajaran model NHT hasil pengembangan dengan pendekatan

kontekstual efektif meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menghasilkan produk berupa model NHT dengan pendekatan kontekstual

yang mencakup sintak/langkah pembelajaran, sistem sosial, prinsip reaksi,

sistem pendukung, serta dampak pembelajaran dan dampak pengiring

pembelajaran yang valid dan praktis untuk meningkatkan kemampuan

komunikasi matematis siswa.

2. Mengetahui efektivitas pembelajaran pengembangan model NHT dengan

pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis siswa.
9

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini ada dua, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai tahapan dan proses

pengembangan model NHT menggunakan pendekatan kontekstual untuk

meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siwa. Selain itu penelitian ini

diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan kajian bagi penelitian serupa di

masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

Memberikan masukan kepada guru atau praktisi pendidikan dalam

mengembangkan model NHT menggunakan pendekatan kontekstual sehingga

dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Belajar

Terdapat bermacam-macam definisi belajar menurut para ahli. Menurut Sagala

(2011) belajar adalah “kegiatan individu mengolah bahan ajar untuk memperoleh

pengetahuan, perilaku, dan keterampilan”. Menurut Siregar (2010) belajar adalah

“suatu aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam interaksi dengan

lingkungannya dan menghasilkan perubahan yang sifatnya relatif konstan”. Jadi,

belajar dapat diartikan sebagai kegiatan individu untuk menghasilkan perubahan,

baik perubahan pengetahuan, perilaku, maupun keterampilan.

Sebagai seorang guru, hendaknya memahami teori belajar yang melandasi

penerapan suatu model atau pendekatan pembelajaran yang digunakan di kelas.

Menurut Siregar (2010) teori belajar menaruh perhatian pada hubungan diantara

variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Teori-teori belajar yang

melandasi model NHT dan pendekatan kontekstual antara lain sebagai berikut.

1. Teori Belajar Kontruktivisme

Menurut Siregar (2010) “teori kontruktivisme memahami belajar sebagai proses

pembentukan (konstruksi) pengetahuan oleh si belajar itu sendiri”. Hal ini sesuai

dengan pendapat Trianto (2011) yang menyatakan “bahwa dalam teori ini siswa

harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi yang kompleks,


11

mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama, dan merevisinya apabila

aturan-aturan itu tidak sesuai lagi”. Jadi dapat disimpulkan, teori ini melatih siswa

untuk melakukan konstruksi pengetahuan dengan menemukan sendiri dan guru

tidak hanya bertugas memberikan informasi kepada siswa. Teori ini melatih siswa

untuk berusaha memecahkan masalah dengan menerapkan pengetahuan yang

dimilikinya. Menurut Schunk (2012) bahwa:

Konstruktivisme harus dievaluasi bukan pada apakah premisnya benar atau


salah. Konstruktivisme lebih menekankan pada pentingnya menentukan
proses di mana siswa membangun pengetahuan dan bagaimana faktor sosial,
perkembangan, dan instruksional dapat mempengaruhi proses itu.

Menurut Driver dan Oldham (dalam Siregar 2010) terdapat beberapa ciri-ciri

belajar konstruktivisme antara lain orientasi, elisitasi, restrukturisasi ide,

penggunaan ide baru dalam berbagai situasi, dan review. Aliran ini menunjukkan

bahwa pengetahuan akan terbentuk secara terus menerus. Pengetahuan selalu

mengalami proses reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.

Pengetahuan dapat dikontruksi dengan memanfaatkan indera yang ada dalam

tubuh. Menurut Siregar (2010) manusia dapat mengetahui sesuatu dengan melihat,

mendengar, menjamah, membau, dan merasakan. Vygotsky dalam Danuerbroto

(2015) menyatakan bahwa perkembangan kognitif dipengaruhi oleh lingkungan

sosial budaya. Jadi, untuk mengontruksi pengetahuan, peran sosial budaya cukup

berpengaruh.

2. Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Menurut Trianto (2011) teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme

yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak


12

secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui

pengalaman dan interaksi. Menurut teori Piaget pengalaman dan interaksi yang

dilakukan oleh seorang individu akan membantu terjadinya perubahan

pengembangan. Piaget dalam Siregar (2010) menyatakan bahwa “proses belajar

terdiri dari tiga tahapan yaitu asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi

(penyeimbangan)”. Proses belajar yang dilakukan juga harus sesuai dengan tahap

perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Siregar (2010) menyebutkan “tahap

perkembangan kognitif menurut Piaget antara lain tahap sensorimotor (anak usia

1,5-2 tahun), praoperasional (2-8 tahun), tahap operasional konkret (usia 7/8 tahun

sampai 12/14 tahun), dan tahap operasional formal (14 tahun ke atas)”. Semakin

tinggi tingkat kognitif seseorang, maka semakin abstrak cara berpikirnya.

3. Teori Belajar Bermakna Ausubel

David Ausubel adalah ahli yang terkenal dengan teori belajar bermakna. Menurut

Trianto (2011) faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa

yang telah diketahui siswa. Dalam hal ini, guru dituntut memiliki logika yang

baik, sehingga mampu memilih materi yang berkaitan dan memahami

pengetahuan awal siswa untuk menunjang proses belajar bermakna. Siregar

(2010) berpendapat bahwa guru harus memiliki pengetahuan yang sangat baik

agar mampu menemukan informasi yang abstrak, umum, dan inklusif yang

mewadahi apa yang diajarkan.

4. Teori Experiental Learning

Experiental Learning merupakan teori yang dikembangkan oleh David A. Kolb.

Menurut Kolb (2013):


13

Learning arises from the resolution of creative tension among these four
learning modes. This process is portrayed as an idealized learning cycle or
spiral where the learner “touches all the bases”—experiencing (CE),
reflecting (RO), thinking (AC), and acting (AE)—in a recursive process that
is sensitive to the learning situation and what is being learned. Immediate or
concrete experiences are the basis for observations and reflections. These
reflections are assimilated and distilled into abstract concepts from which
new implications for action can be drawn.

Maksudnya adalah pengalaman langsung adalah dasar dari pembentukan konsep-

konsep abstrak. Kolb juga menggambarkan siklus pembelajaran yang ideal atau

spiral di mana pembelajar menyentuh semua dasar yaitu pengalaman (Concreate

Experience), merefleksikan (Reflective Observation), berpikir (Abstract

Conceptualization), dan bertindak (Active Experimentation). Pengalaman

merupakan awal dari proses pembelajaran. Setelah itu, siswa akan mampu

merefleksikan dan berpikir berdasarkan pengalaman yang telah dimiliki. Adanya

proses itu membuat siswa mampu melakukan sebuah tindakan dalam proses

pembelajaran yang nantinya akan menghasilkan pengalaman baru lainnya.

B. Pendekatan Kontekstual

Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal, selain pemilihan model

pembelajaran yang tepat, diperlukan pula pemilihan pendekatan pembelajaran

yang tepat sehingga suasana pembelajaran menjadi lebih nyaman. Menurut

Rusman (2012) pendekatan diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang

terhadap proses pembelajaran. Menurut Sanjaya (2008) pendekatan merupakan

langkah awal pembentukan suatu ide dalam memandang suatu masalah. Pendapat

lainnya dikemukakan oleh Sagala (2011) bahwa pendekatan pembelajaran

merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran, apakah guru

akan menjelaskan suatu pengajaran dengan materi bidang studi yang sudah
14

tersusun dalam urutan tertentu, atau dengan menggunakan materi yang berkaitan.

Jadi, pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai cara guru memilih kegiatan

pembelajaran sebagai langkah awal pembentukan suatu ide dalam memandang

suatu masalah. Berbagai macam pendekatan pembelajaran memiliki fungsi yang

sama, yaitu mempermudah guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang

maksimal.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan dalam mata pelajaran

matematika adalah pendekatan kontekstual. Sagala (2011) menyatakan bahwa

pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan

materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata serta mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam

kehidupan sehari-hari. Pendapat lain dikemukakan oleh Trianto (2011) yang

mengatakan bahwa materi pelajaran akan lebih bermakna apabila siswa

mempelajari materi yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan

menemukan arti di dalam proses pembelajarannya. Hal ini akan membuat

pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Jika siswa sudah memahami materi

yang dipelajarinya, mereka akan lebih mudah menerapkan konsep-konsep yang

telah dipelajari terhadap masalah-masalah yang berkaitan baik dalam konteks

bidang matematika, bidang nyata maupun dalam disiplin ilmu lainnya.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Johnson (2006) bahwa kekuatan, kecepatan,

dan kecerdasan otak (IQ) tidak lepas dari faktor lingkungan atau faktor konteks,

karena ada interface antara otak dan lingkungan. Pendapat tersebut menguatkan

bahwa siswa akan lebih cepat menguasai materi atau konsep apabila disajikan

melalui konteks kehidupan siswa.


15

Definisi lain mengenai pendekatan kontekstual menurut Johnson (2006) yaitu

suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna

dengan cara menghubungkan muatan akademis dengan pengalaman kehidupan

sehari-hari siswa. Selain itu, menurut Sa’ud (2006) pendekatan kontekstual adalah

suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan

siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan

menghubungkan dengan kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat

menerapkan dalam kehidupannya. Dari berbagai pendapat tersebut, pendekatan

kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan siswa untuk

terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran dengan menghubungkan

pengalaman siswa sehari-hari dengan materi atau konsep yang akan dipelajari.

Menurut Yamin (2013) komponen utama pendekatan kontekstual adalah

kontruktivisme, questioning, inquiry, learning community, modeling, reflection,

dan authentic assesment. Penjelasan tujuh komponen pendekatan kontekstual oleh

Daryanto dan Rahardjo (2012) yaitu sebagai berikut.

1. Kontruktivisme
 Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar
pada pengetahuan awal
 Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan
penerima pengetahuan
2. Inquiry
 Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
 Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
3. Questioning (bertanya)
 Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai
kemampuan berpikir siswa
 Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang
berbasis inquiry
4. Learning community (masyarakat belajar)
 Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar
 Bekerjasama dengan orang lain lebih baik dari pada belajar sendiri
 Tukar pengalaman
16

 Berbagi ide
5. Modeling (pemodelan)
 Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan
belajar
 Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
6. Reflection (refleksi)
 Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari
 Mencatat apa yang telah dipelajari
 Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
7. Authentic assesment (penilaian yang sebenarnya)
 Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
 Penilaian produk (kinerja)
 Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual

Menurut Siregar (2010) terdapat tujuh komponen yang menyusun pendekatan

kontekstual antara lain sebagai berikut, membangun hubungan untuk menemukan

makna (relating), melakukan sesuatu yang bermakna (experiencing), belajar

secara mandiri, kolaborasi (collaborating), berpikir kritis dan kreatif (applying),

mengembangkan potensi individu (transfering), standar pencapaian yang tinggi.

Sedangkan, menurut Depdiknas (2003) pendekatan kontekstual memiliki tujuh

komponen, yaitu; konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar,

pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya. Komponen-komponen yang

menyusun pendekatan kontekstual mampu melatih kemampuan dan keterampilan

siswa. Pendekatan kontekstual mengadopsi teori belajar kontruktivisme, dimana

siswa membangun sendiri konsep berdasarkan pengalaman kehidupan sehari-

harinya.

Langkah-langkah untuk menerapkan ketujuh komponen pendekatan kontekstual

tersebut menurut Hosnan (2014) adalah sebagai berikut.

1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan


cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
17

4. Ciptakan “masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok).


5. Hadirkan “model” sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Hosnan (2014) juga mengungkapkan kelebihan dan kelemahan pendekatan

kontekstual. Kelebihan pendekatan kontekstual adalah pembelajaran menjadi

lebih bermakna dan riil, pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan

penguatan konsep kepada siswa. Sedangkan kelemahan model pembelajaran

pendekatan kontekstual adalah guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi,

guru hanya memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau

menerapkan sendiri ide-ide.

Penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran akan mempermudah siswa

untuk mempelajari materi yang diberikan. Siswa akan diajak berpikir dari

menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan situasi nyata. Siswa akan

menggunakan pengalaman yang dimilikinya untuk memahami materi yang

diajarkan sehingga pembelajaran dapat lebih bermakna.

C. Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)

Pada proses pembelajaran, seorang guru seharusnya dapat menguasai berbagai

model pembelajaran, agar proses pembelajaran di kelas menjadi lebih nyaman dan

menarik. Melalui model pembelajaran, siswa akan menguasai berbagai informasi

dan ketrampilan. Menurut pendapat Suprijono (2011) melalui model pembelajaran

guru dapat membantu siswa untuk memperoleh informasi, ide, ketrampilan, cara

berpikir dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran dilakukan untuk

merencanakan aktivitas belajar mengajar di kelas.


18

Trianto (2011) mengemukakan bahwa model pembelajaran memiliki makna yang

lebih luas dari strategi, metode, atau prosedur. Menurut Warsono (2012) bahwa

model pembelajaran adalah model yang dipilih dalam pembelajaran untuk

mencapai tujuan pembelajaran dan dilaksanakan dengan suatu sintaks (langkah-

langkah yang sistematis dan urut) tertentu. Menurut Arends (1997) “The term

teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its

goals, syntax, environment, and management system.” Maksud dari pernyataan

tersebut adalah istilah model pengajaran mengacu pada pendekatan khusus

terhadap instruksi yang mencakup tujuan, sintaks pembelajaran, lingkungan, dan

sistem manajemennya. Selain itu, menurut menurut Joyce, Weil, and Calhaoun

(2009) menyatakan bahwa suatu model pembelajaran dapat dianalisis sesuai

dengan empat konsep inti operasional model yang mencirikan, yaitu:

1. Sintaksis (urutan aktivitas belajar dan mengajar)

2. Sistem sosial (peran serta hubungan antara siswa dan guru)

3. Prinsip reaksi (cara guru memandang dan merespons siswa terhadap apa yang

dilakukan)

4. Sistem pendukung (persyaratan dan dukungan apa yang diperlukan).

Selain konsep inti operasional model, ada komponen lain, yaitu:

1. Tujuan dan asumsi

2. Dampak pembelajaran dan dampak pengiring pembelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas, model pembelajaran adalah kerangka konseptual

sebagai pedoman perancang pembelajaran dan pengajar dalam merencanakan

sebuah proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model


19

pembelajaran memiliki komponen yaitu sintak, sistem sosial, prinsip reaksi,

sistem pendukung, serta tujuan dan asumsi, dampak pembelajaran dan dampak

pengiring pembelajaran. Setiap komponen tersebut berkaitan satu sama lain.

Salah satu jenis model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Menurut Trianto

(2011) NHT pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan. Spencer Kagan

mengembangkan NHT berdasarkan pembelajaran yang dilakukan oleh Russ

Frank. Menurut Kagan (2003) bahwa NHT merupakan salah satu contoh dari

pembelajaran peer teaching. Lie (2008) menjelaskan bahwa NHT memberikan

kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan

mempertimbangkan jawaban yang paling tepat dari sebuah permasalahan yang

ditampilkan. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Ngatini (2012) bahwa model

pembelajaran NHT mengajarkan kepada siswa agar dapat bekerja sama dan selalu

siap untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan guru. Jadi,

NHT merupakan model pembelajaran yang mengajarkan siswa dapat bekerja

sama untuk menentukan solusi yang nantinya setiap siswa mampu

mempertanggungjawabkan solusi dari suatu permasalahan.

Tujuan NHT menurut Trianto (2011) adalah untuk melibatkan lebih banyak siswa

dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek

pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Selain itu, tujuan lain

penerapan model NHT menurut Huda (2011) adalah meningkatkan kesempatan

kepada siswa untuk saling sharing ide-ide untuk mempertimbangkan jawaban

yang paling tepat dan meningkatkan semangat kerja sama antar siswa. Setiap
20

siswa diminta untuk mengemukakan pendapat sesuai dengan pemahaman yang

dimiliki untuk menemukan sebuah solusi. Penggunaan model pembelajaran ini

diharapkan mampu membuat siswa terbiasa dalam mengkomunikasikan gagasan,

pendapat, dan ide.

Langkah-langkah NHT menurut Kagan (2003) yaitu sebagai berikut.

...teacher was asking a question, having the students interact, and then giving a
signal to indicate which student in each team had a right to respond. If that
student was the first to jump up, be called on, and respond correctly, the
student earned a point for a team. If not, another team would have the
opportunity to win the point...

Maksudnya, tahapan NHT menurut Kagan (2003) adalah guru memberikan

pertanyaan, selanjutnya siswa akan saling berinteraksi, kemudian memberi isyarat

untuk menunjuk perwakilan siswa dari setiap kelompok untuk menanggapi.

Pembelajaran NHT menekankan kerja sama dimana setiap anggota kelompok

harus memahami jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh guru. Selanjutnya

guru akan menunjuk salah seorang anggota kelompok secara acak dan anggota

kelompok tersebut bertanggungjawab atas penilaian yang diberikan kepada

kelompoknya. Kelompok yang dibentuk bersifat heterogen, yaitu setiap anggota

kelompok memiliki kemampuan matematis yang berbeda. Hal ini sesuai dengan

pendapat Kagan (2006) bahwa NHT merupakan salah satu model pembelajaran

peer teaching yang menekankan pembelajaran antar teman sebaya, sehingga

diperlukan kelompok yang bersifat heterogen.

Aqib (2013) menjelaskan langkah-langkah NHT adalah sebagai berikut, langkah

pertama siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam kelompok mendapat

nomor. Selanjutnya guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok


21

mengerjakannya. Kemudian, kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan

memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui

jawabannya. Setelah itu, guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang

dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka. Langkah selanjutnya, melihat

tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.

Langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan. Guru bersama dengan siswa

menarik kesimpulan hasil pembelajaran pada pertemuan tersebut.

Langkah-langkah pembelajaran model NHT menurut Suprijono (2009) yaitu

model ini diawali dengan penomoran. Guru membagi kelompok-kelompok dalam

satu kelas. Satu kelompok terdiri dari 4-5 orang tergantung jumah siswa setiap

kelas. Setelah itu, guru membagi nomor sejumlah siswa pada setiap kelompok.

Langkah selanjutnya, guru memberikan beberapa pertanyaan yang harus dijawab

dan didiskusikan oleh masing-masing kelompok. Setelah itu guru memanggil

siswa yang memiliki nomor sama dari tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan

memberi jawaban atas pertanyaan yang telah diterimanya dari guru. Jawaban yang

telah dibacakan oleh siswa lalu dibahas lebih mendalam agar siswa dapat

menemukan jawaban sebagai pengetahuan yang utuh.

Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan

model NHT menurut Kurniasih (2015) antara lain, dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa, memperdalam pemahaman siswa, melatih tanggung jawab, dan rasa

percaya diri siswa. Model pembelajaran ini menuntut siswa untuk mampu

mempertanggungjawabkan solusi dari permasalahan yang diberikan kepada

kelompok, siswa berlatih untuk membangun konsep sendiri melalui pengalaman


22

yang dimiliki. Selain itu, siswa juga terlatih untuk bertanggung jawab. Model

pembelajaran ini juga mampu mengembangkan rasa ingin tahu siswa,

meningkatkan rasa percaya diri siswa, dan setiap siswa termotivasi untuk

menguasai materi. Sejalan dengan pendapat Sayun (2013) terjadi pemahaman

konsep terpadu pada siswa yang mengikuti model pembelajaran NHT melalui

diskusi (tukar informasi) dalam kelompoknya, siswa yang memahami konsep

secara padu dapat dikatakan sudah mengalami proses belajar bermakna. Selain

memiliki kelebihan, model pembelajaran ini juga memiliki kelemahan.

Kelemahan model NHT berdasarkan hasil penelitian Rozalia (2018) yaitu

penerapan model pembelajaran ini membutuhkan banyak waktu sehingga kurang

tepat diterapkan pada kelas dengan jumlah siswa yang banyak.

Pada model NHT, setiap siswa bertanggungjawab akan dirinya sendiri dan

kelompoknya. Guru memilih secara acak siswa yang akan diberikan pertanyaan

ataupun menjawab hasil dari diskusi kelompok tersebut. Model ini juga mampu

memotivasi siswa untuk berperan aktif dalam membangun sendiri pemahaman

yang dimiliki.

Berdasarkan kajian di atas, yang dimaksud model NHT dalam penelitian ini

adalah model pembelajaran berkelompok, dimana setiap anggota kelompok

memiliki koding yang berupa nomor. Penomoran dilakukan oleh guru dengan

nomor yang berbeda dalam satu kelompok. Pembelajaran dilakukan berkelompok

dengan tujuan agar setiap siswa mampu berperan aktif dalam menyampaikan

gagasan, ide, atau pendapat. Langkah yang dilakukan dalam pembelajaran ini

antara lain penomoran, mengajukan pertanyaan, berpikir bersama, memanggil


23

nomor anggota dan menjawab pernyataan yang diajukan oleh guru sekaligus

mempresentasikan hasilnya, penarikan kesimpulan, dan pemberian penghargaan.

D. Kemampuan Komunikasi Matematis

Dalam proses kehidupan, kita tidak akan terlepas dari suatu kegiatan yang disebut

dengan komunikasi. Manusia dikenal sebagai makhluk sosial, maka sudah

sewajarnya bahwa komunikasi dianggap sebagai hal yang penting dalam

menjalani kehidupan. Menurut Rakhmat (2007) komunikasi adalah peristiwa

sosial yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia lain. Tanpa

adanya proses komunikasi, kehidupan tidak akan berjalan dengan baik. Maka

dengan kata lain komunikasi merupakan suatu kegiatan untuk menyebarkan

informasi yang kita miliki sehingga orang lain dapat mengetahui apa yang kita

ketahui.

Salah satu kemampuan yang diukur dalam pembelajaran matematika adalah

kemampuan komunikasi matematis. NCTM (2000) mengungkapkan bahwa

komunikasi matematis merupakan suatu cara peserta didik untuk mengungkapkan

ide-ide matematis mereka baik secara lisan, tertulis, gambar, diagram,

menggunakan benda, menyajikan dalam bentuk aljabar, atau menggunakan simbol

matematika. Menurut Asikin (2013) yang dinamakan kemampuan komunikasi

matematis adalah “suatu kecakapan seseorang dalam menghubungkan pesan-

pesan dengan membaca ataupun mendengarkan, selanjutnya bertanya, kemudian

mengkomunikasikan letak masalah serta mempresentasikan dalam pemecahan

masalah”. Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis

adalah kemampuan siswa untuk mengungkapkan ide-ide matematis secara lisan


24

maupun tulisan yang berupa gambar, simbol, atau diagram, selanjutnya bertanya

dan kemudian mempresentasikan pemecahan masalahnya.

Kemampuan komunikasi matematis mempengaruhi kemampuan matematis yang

lain, seperti kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, maupun kemampuan

representasi matematis. Sebuah konsep dapat tertanam dengan baik apabila

seseorang mampu menerjemahkan dengan baik. Selain itu, tingginya kemampuan

komunikasi matematis seorang siswa akan akan mempengaruhi cara siswa

tersebut dalam memahami sebuah masalah.

Kemampuan komunikasi memberikan kesempatan siswa untuk mengungkapkan

ide-ide dan mengutarakan pendapatnya dalam sebuah diskusi kelompok. Hal ini

sesuai dengan pendapat Hosnan (2014) yang menyatakan bahwa kecakapan

komunikasi (communication skill) merupakan salah satu kecakapan berpikir yang

menjadi tuntutan dunia masa depan yang harus dimiliki anak. Kemampuan ini

melatih siswa untuk memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi secara

efektif dalam berbagai betuk dan isi secara lisan maupun tulisan. Siswa juga

diberikan kesempatan untuk memanfaatkan kemampuan yang dimilikinya seperti

mengutarakan ide-ide pada saat berdiskusi secara berkelompok dengan teman dan

menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru.

Setiap kemampuan yang menjadi tujuan pembelajaran memiliki peranan penting.

Begitu juga dengan kemampuan komunikasi matematis, Clark (2005) berpendapat

bahwa komunikasi matematis memiliki beberapa peranan penting dalam

pembelajaran matematika, antara lain sebagai alat untuk mengeksploitasi ide

matematika dan membantu kemampuan siswa dalam melihat berbagai keterkaitan


25

materi matematika. Selanjutnya komunikasi matematis berperan sebagai alat

untuk mengukur pertumbuhan dan merefleksikan pemahaman matematika pada

siswa, sehingga dapat diketahui sampai dimana pemahaman siswa terhadap suatu

konsep. Komunikasi matematis juga berperan sebagai alat mengorganisasikan dan

mengkonsolidasi pemikiran matematika siswa. Mengkonstruksikan pengetahuan

matematika, pengembangan pemecahan masalah, peningkatan penalaran,

menumbuhkan rasa percaya diri, serta peningkatan keterampilan sosial.

Komunikasi matematika memiliki tujuan salah satunya dapat mengekspresikan

ide-ide yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyudin (2008)

komunikasi matematika memiliki tujuan yaitu mengekspresikan ide-ide matematis

dengan cara berbicara, menulis, dan mendemostrasikan dengan gambar, serta

dengan menggunakan kosakata, notasi, dan struktur matematis untuk

mempresentasikan ide-ide, mendeskripsikan hubungan-hubungan, dan membuat

model situasi-situasi. Dilihat dari beberapa peranan yang telah dikemukakan,

terlihat bahwa komunikasi matematis memiliki peranan yang sangat penting

dalam pelaksanaan proses pembelajaran serta tujuan pembelajaran.

Berkaitan dengan komunikasi matematis, Principles and Standards for School

Mathematics (NCTM, 2000) menyebutkan bahwa standar kemampuan yang

seharusnya dikuasai oleh siswa adalah sebagai berikut:

1. Mengorganisasi dan mengkonsolidasi pemikiran matematika dan

mengkomunikasikan kepada siswa lain

2. Mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas kepada siswa

lain, guru, dan lainnya


26

3. Meningkatkan atau memperluas pengetahuan matematika siswa dengan cara

memikirkan pemikiran dan strategi siswa lain

4. Menggunakan bahasa matematika secara tepat dalam berbagai ekspresi.

Menurut Sumarmo (2013) kemampuan komunikasi matematis siswa meliputi:

1. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram menjadi ide matematika

2. Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematis secara lisan atau tulisan dengan

objek nyata, gambar, grafik dan aljabar

3. Menyatakan kejadian sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika

4. Mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika

5. Membaca dengan pemahaman atau penulisan matematis

6. Membuat dugaan, membuat argumen, merumuskan definisi dan generalisasi

7. menjelaskan dan mengajukan pertanyaan tentang matematika yang telah

mereka pelajari.

Pada penelitian ini, kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti adalah

kemampuan komunikasi tertulis yang meliputi kemampuan menggambar

(drawing), ekspresi matematika (mathematical expression), dan menulis (written

texts) dengan indikator kemampuan komunikasi tertulis yang dikembangkan

antara lain, 1. menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah

menggunakan gambar, bagan, tabel, dan secara aljabar, 2. menjelaskan ide,

situasi, dan relasi matematik secara tulisan, dan 3. menggunakan bahasa

matematika dan simbol secara tepat.


27

E. Rancangan Model Pembelajaran NHT Dengan Pendekatan Kontekstual

Tahapan penelitian dan pengembangan sistem pembelajaran dapat dianalisis dari

serangkaian tugas seorang pendidik dalam melaksanakan tugas pokoknya mulai

dari merancang, melaksanakan sampai dengan mengevalusi suatu proses

pembelajaran. Pada penelitian ini, akan dikembangkan model pembelajaran NHT.

Model NHT merupakan salah satu model pembelajaran berkelompok yang tidak

ditujukan secara khusus untuk penerapan pembelajaran matematika. Pada awal

ditemukannya, model pembelajaran NHT dilakukan untuk pembelajaran bahasa

sehingga pada model ini tidak ditekankan secara kuat adanya proses kontruksi

pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman siswa. Model ini menekankan

kerja sama antar setiap anggota kelompok dan setiap anggota kelompok harus

bertanggungjawab akan kelompoknya. Hal ini merupakan salah satu alasan

dilakukan pengembangan model NHT yang bertujuan untuk menyampaikan

proses pembelajaran matematika yang mengutamakan konstruksi pengetahuan

siswa. Oleh karena itu, dirancang pengembangan model pembelajaran NHT

dengan pendekatan kontekstual.

Model pembelajaran NHT dengan pendekatan kontekstual menganut teori

konstruktivisme. Teori ini menyatakan bahwa siswa melakukan konstruksi

pengetahuan dengan menemukan sendiri berdasarkan pengalaman yang mereka

miliki. Selain itu, model pembelajaran ini juga menganut teori perkembangan

kognitif Piaget yang menyatakan bahwa terjadinya perubahan perkembangan

seorang individu dipengaruhi oleh pengalaman dan interaksi yang dilakukan

individu tersebut. Oleh sebab itu, pembelajaran menggunakan model NHT dengan
28

pendekatan kontekstual diharapkan akan menjadi lebih bermakna karena

konstruksi pengetahuan dilakukan oleh siswa, sesuai dengan teori belajar

bermakna Ausubel.

Model pembelajaran NHT dengan pendekatan kontekstual menekankan kerja

sama antar anggota kelompok. Proses ini melatih siswa saling bertukar pendapat

untuk mencari solusi dari permasalahan yang diajukan oleh guru. Apabila solusi

tersebut sudah ditemukan, setiap anggota kelompok harus memahaminya.

Tujuannya adalah ketika guru menunjuk salah seorang anggota kelompok,

anggota kelompok tersebut mampu mempresentasikan solusi permasalahan di

depan guru dan kelompok yang lainnya.

Agar pelaksanaan pengembangan model NHT dengan pendekatan kontekstual

dapat berjalan dengan efektif, sebagai tahap awal pembelajaran perlu diadakan

observasi yang dilaksanakan guru untuk mengetahui kemampuan awal dan

pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa. Pengetahuan awal yang dimiliki siswa

digunakan untuk menentukan kebutuhan siswa. Guru dapat mempersiapkan

scaffolding yang sesuai sebagai penunjang proses konstruksi pengetahuan siswa.

Maka dari itu, guru perlu mengetahui pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa.

Langkah-langkah pembelajaran NHT yang dikembangkan dengan pendekatan

kontekstual, dapat dilaihat pada Tabel 2.1.


29

Tabel.2.1 Langkah-langkah Pembelajaran NHT Dengan Pendekatan


Kontekstual

Tahapan NHT Tanpa Pengembangan NHT dengan Pengembangan


Pembelajaran
1. Persiapan  Mempersiapkan siswa untuk belajar dengan memberikan apersepsi dan
motivasi
2. Penomoran  Pembagian kelompok dengan 4-5 orang anggota kelompok
 Pemberian nomor kepada siswa dalam setiap kelompok
 Kelompok yang dibentuk bersifat heterogen, dari jenis kelamin, suku, ras,
budaya, dan kemampuan belajar.
3. Mengajukan  Guru mengajukan pertanyaan  Guru mengajukan pertanyaan yang
Pertanyaan berupa soal yang diperoleh mengaitkan pengalaman kehidupan
dari buku. sehari-hari siswa
 Pertanyaan berupa permasalahan
bersifat kontruktivis (membangun
pemahaman siswa).
4. Berpikir  Siswa berdiskusi untuk  Siswa berdiskusi untuk menentukan
bersama menentukan solusi solusi
 Siswa dituntun untuk menemukan
sendiri dengan memanfaatkan
pengalaman yang mereka miliki.
 Guru memberikan pemodelan
 Setiap anggota kelompok harus
memahami solusi penyelesaian yang
telah ditemukan
5. Memanggil  Guru memanggil nomor secara acak untuk memberikan jawaban
nomor dan  Nomor yang lain bersiap untuk memberikan tanggapannya
memberikan
jawaban
6. Memberi  Salah satu siswa dari setiap kelompok diminta untuk menyamapaikan
Kesimpulan kesimpulan
 Guru bersama siswa yang lain akan menanggapi dan memberikan
kesimpulan secara umum
7. Memberi  Guru memberikan  Guru memberikan penghargaan pada
Penghargaan penghargaan pada kelompok kelompok melalui skor jawaban,
berdasarkan skor jawaban keaktifan berdiskusi, dan keterampilan
siswa bertanya siswa.

F. Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian terkait pengembangan model NHT dengan pendekatan

kontekstual untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis antara lain

penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2014) model pembelajaran NHT

memberikan hasil belajar yang lebih baik dari model pembelajaran konvensional.

Hal ini menandakan bahwa pembelajaran NHT mampu meningkatkan hasil


30

belajar siswa. Didukung oleh hasil penelitian Jamilah (dalam Rahmawati 2014)

bahwa siswa dengan kemampuan komunikasi matematis tinggi mempunyai

prestasi belajar yang lebih baik dari siswa dengan kemampuan komunikasi

matematis sedang dan rendah, begitu juga siswa dengan kemampuan komunikasi

matematis sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari siswa dengan

kemampuan komunikasi matematis rendah. Rahmalia (2012) juga menegaskan

hasil penelitiannya bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa selama

diterapkannya model pembelajaran kooperatif teknik Numbered Head Together

lebih baik secara signifikan dibandingkan kemampuan komunikasi matematis

siswa pada pembelajaran konvensional.

Selain itu, berkaitan dengan pendekatan kontekstual, hasil penelitian dari

Mahendrawan (2014) menyatakan bahwa penerapan pendekatan kontekstual dapat

meningkatkan hasil belajar matematika siswa, diperkuat dengan hasil penelitian

dari Sugandi (2015) yang menunujukkan bahwa kemampuan komunikasi

matematis siswa yang menggunakan pendekatan kontekstual lebih baik daripada

kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pendekatan

konvensional. Penelitian Anggreini (2013) juga mendapatkan hasil yang relatif

sama, yaitu pencapaian dan peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi

matematik siswa yang memperoleh pendekatan kontekstual dan strategi formulate

share listen create (FSLC) lebih baik daripada pencapaian dan peningkatan

kemampuan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.


31

G. Kerangka Pikir

Kemampuan komunikasi matematis adalah salah satu kemampuan yang sangat

penting untuk ditingkatkan. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang

rendah akan berpengaruh pada kemampuan berpikir tingkat tinggi yang lainnya,

seperti kemampuan pemecahan masalah, berpikir kritis, berpikir kreatif, dan

kemampuan representasi matematis. Untuk mengetahui kemampuan komunikasi

matematis seorang siswa, dapat digunakan indikator pengukur kemampuan

komunikasi matematis. Indikator kemampuan komunikasi yang digunakan dalam

penelitian ini antara lain menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi

masalah menggunakan gambar, bagan, tabel, dan secara aljabar, menjelaskan ide,

situasi, dan relasi matematik secara tulisan, dan menggunakan bahasa matematika

dan simbol secara tepat. Salah satu cara meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis siswa adalah dengan melakukan pemilihan model pembelajaran dengan

pendekatan yang tepat.

Model pembelajaran adalah salah satu penunjang meningkatnya kemampuan

komunikasi matematis siswa. Guru diharapkan mampu memilih model

pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal.

Pemilihan model pembelajaran yang tepat mampu membuat suasana belajar

menjadi lebih menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara

maksimal.

Terdapat beberapa jenis model pembelajaran yang dapat digunakan. Salah satu

model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan

komunikasi matematis siswa adalah model pembelajaran Numbered Head


32

Together (NHT). Langkah-langkah dalam model NHT ini antara lain penomoran,

mengajukan pertanyaan, berpikir bersama, memanggil nomor anggota dan

memberikan jawaban, memberi kesimpulan, kemudian guru memberikan

penghargaan.

Pada model NHT yaitu di tahapan mengajukan pertanyaan, guru biasanya

menggunakan pertanyaan yang berupa soal-soal latihan yang diambil dari buku

teks dan tidak menyajikan permasalahan matematika yang berkaitan dengan

pengalaman sehari-hari siswa. Hal ini mengakibatkan siswa kurang terbiasa dalam

menyelesaikan permasalahan matematika yang berkaitan dengan kehidupan

sehari-hari. Siswa memandang permasalahan matematika yang berkaitan dengan

kehidupan sehari-hari yang biasanya disajikan dalam bentuk soal cerita

merupakan permasalahan rumit yang sulit untuk diselesaikan. Kemampuan siswa

dalam menerjemahkan tabel, simbol, gambar, dan lambang yang disajikan pada

permasalahan matematika juga rendah. Hal ini menjadi salah satu alasan untuk

melakukan inovasi pada model pembelajaran ini dengan cara memilih pendekatan

pembelajaran yang tepat agar kemampuan komunikasi matematis siswa dapat

berkembang secara optimal.

Pendekatan pembelajaran merupakan suatu titik tolak dalam proses pembelajaran.

Terdapat bermacam-macam jenis pendekatan pembelajaran, salah satunya adalah

pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual adalah pendekatan pembelajaran

yang menekankan siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran

dengan menghubungkan pengalaman siswa sehari-hari dengan materi atau konsep

yang akan dipelajari.


33

Pengembangan model NHT dengan pendekatan kontekstual merupakan inovasi

model pembelajaran yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan

komunikasi matematis siswa. Pertanyaan yang diajukan oleh guru diadopsi dari

kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini membuat siswa mampu mengembangkan

kemampuan untuk mengontruksi pengetahuannya dengan memanfaatkan

pengalaman yang mereka miliki. Siswa tidak selalu terpaku pada soal-soal latihan

yang hanya mengembangkan kemampuan berhitung. Pembelajaran yang

dilakukan siswa akan menjadi lebih bermakna ketika siswa mampu

mengkontruksi pengetahuannya sendiri.

Pada model NHT dengan pendekatan kontekstual ini, guru berperan menjadi

fasilitator. Guru akan membantu siswa dengan cara menampilkan sebuah model

apabila dinilai perlu. Model dapat berupa gambar, benda, alat, grafik, ataupun

yang lainnya. Model yang ditampilkan guru harus berkaitan dengan kehidupan

sehari-hari siswa. Hal ini bertujuan agar siswa lebih mudah membayangkan atau

memprediksi sifat-sifat dari model tersebut. Model yang ditampilkan guru

diharapkan mampu memberikan stimulus berpikir bagi siswa. Setiap siswa dapat

memberikan respon yang berbeda, kemudian siswa akan menyatukan pikiran

mereka dengan teman sekelompok dengan cara berdiskusi. Kemampuan siswa

mengemukakan pendapat secara lisan maupun tulisan dapat terlatih pada langkah

ini.

Model NHT dengan pendekatan kontekstual membiasakan siswa membangun

pemahamannya sendiri melalui pengalaman yang mereka miliki. Siswa akan

membangun pengetahuan baru dan pemahaman realitas sesuai pengalamannya.


34

Situasi yang dihadirkan untuk menggali konsep yang akan diajarkan ditampilkan

sesuai dengan kehidupan nyata. Pemanfaatan pengalaman yang dimiliki siswa dan

permasalahan yang diambil dari kehidupan sehari-hari akan membuat proses

pembelajaran menjadi lebih bermakna (meaningfull learning).

Berdasarkan uraian di atas, diharapkan bahwa pengembangan model NHT dengan

pendekatan kontekstual mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis

siswa. Perpaduan antara model NHT dengan pendekatan kontekstual ini akan

melatih siswa untuk terbiasa menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

kehidupan sehari-hari. Selain itu, siswa juga akan terlatih untuk bertanggung

jawab pada kemampuan dirinya sendiri.

H. Definisi Konseptual

Model NHT dengan pendekatan kontekstual merupakan model pembelajaran

berkelompok yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara

penuh dalam proses menghubungkan materi yang dipelajari dengan masalah di

kehidupan nyata. Model pembelajaran ini menyajikan permasalahan yang diambil

dari kehidupan sehari-hari siswa sehingga kemampuan komunikasi siswa dapat

terlatih. Pada model pembelajaran ini, akan diberikan sebuah pemodelan untuk

membantu siswa mengontruksi pengetahuannya. Pemodelan yang ditampilkan

guru diperoleh dari kehidupan sehari-hari yang dapat berupa gambar, alat, benda,

maupun grafik sehingga mampu mengembangkan kemampuan komunikasi

matematis siswa. Kemampuan komunikasi siswa adalah kemampuannya dalam

mengekspresikan gagasan-gagasan, ide-ide dalam bentuk gambar, diagram, tabel,

simbol matematika, ataupun sebaliknya.


35

I. Definisi Operasional

Berikut merupakan beberapa istilah yang perlu didefinisikan secara

operasional dengan maksud agar tidak terjadi kesalahan penafsiran:

1. Model NHT dengan pendekatan kontekstual adalah model pembelajaran

berkelompok dengan langkah pokok penomoran, mengajukan pertanyaan,

berpikir bersama, dan menjawab pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan dalam

model pembelajaran ini bersifat kontekstual, yaitu permasalahan diambil dari

pengalaman kehidupan sehari-hari siswa yang kemudian dikaitkan dengan

materi pembelajaran.

2. Kemampuan komunikasi matematis siswa adalah kemampuan siswa

menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah

menggunakan gambar, bagan, tabel, dan secara aljabar, menjelaskan ide,

situasi, dan relasi matematik secara tulisan, dan menggunakan bahasa

matematika dan simbol secara tepat.

3. Model pembelajaran NHT dengan pendekatan kontekstual dikatakan valid jika

persentase penilaian hasil validasi dari ahli desain pembelajaran lebih dari

76%.

4. Model pembelajaran NHT dengan pendekatan kontekstual dikatakan praktis

jika langkah-langkah dalam perencanaan pembelajaran dapat diterapkan pada

proses pembelajaran dan penilaian guru serta penilaian respon siswa termasuk

dalam kategori baik.

5. Model pembelajaran NHT dengan pendekatan kontekstual dikatakan efektif

jika kemampuan komunikasi matematis siswa setelah pembelajaran


36

menerapkan model pembelajaran NHT dengan pendekatan kontekstual lebih

baik dibandingkan dengan kemampuan komunikasi matematis siswa sebelum

menerapkan model pembelajaran NHT dengan pendekatan kontekstual. Selain

itu, peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menerapkan

model NHT dengan pendekatan kontekstual memiliki N-Gain lebih dari 0,3.

J. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, hipotesis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hipotesis Umum

Hasil pengembangan NHT dengan pendekatan kontekstual memenuhi kriteria

valid dan praktis serta efektif meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis siswa.

2. Hipotesis Khusus

a. Hasil pengembangan model NHT dengan pendekatan kontekstual

memenuhi kriteria valid.

b. Hasil pengembangan model NHT dengan pendekatan kontekstual

memenuhi kriteria praktis.

c. Hasil pengembangan model NHT dengan pendekatan kontekstual efektif

meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.


37

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 20 yang berada di Kecamatan Labuhan

Ratu Kota Bandar Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap

Tahun Pelajaran 2017/2018.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Research and Development (R & D) menurut Borg and

Gall (1989) atau dapat dikatakan sebagai penelitian pengembangan. Menurut Borg

and Gall (1989) “educational research and development is a process used to

develop and validate educational product” atau dapat diartikan bahwa penelitian

pengembangan pendidikan adalah sebuah proses yang digunakan untuk

mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Produk yang dimaksud

oleh Borg & Gall (1989) adalah tidak hanya berupa buku teks, film instruksional,

dan software komputer, tetapi juga metode pengajaran, dan program, selanjutnya

produk akan diuji dan direvisi sampai tingkat efektivitas yang ditentukan

sebelumnya tercapai. Produk yang dikembangkan pada penelitian ini adalah

model NHT dengan pendekatan kontekstual beserta perangkat pembelajaran yang

mendukung antara lain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja


38

Kelompok, dan instrumen tes kemampuan komunikasi matematis siswa bertujuan

untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

C. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada pengembangan model NHT dengan

pendekatan kontekstual menggunakan metode penelitian dan pengembangan

menurut Borg dan Gall (1989). Desain penelitian dalam penelitian ini dapat dilihat

pada Gambar 3.1.

Studi Pendahuluan
(Penelitian dan Perencanaan
Studi Literatur
Pengumpulan Data) Pengembangan Model

Draf Model:
Pengembangan Model Uji Validasi Ahli
Pengembangan Model
NHT dengan
NHT dengan
Pendekatan
Pendekatan
Kontekstual Uji Lapangan Awal
Kontekstual

Revisi Hasil Uji Penyempurnaan


Produk Uji Coba Uji Coba Lapangan
Coba Lapangan
Awal Lapangan Awal

Gambar 3.1 Alur Desain Penelitian (Borg & Gall, 1989)

Penelitian ini melibatkan satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol

pada tahap uji coba lapangan. Perlakuan yang diberikan pada kelompok

eksperimen adalah penerapan model NHT dengan pendekatan kontekstual.

Perlakuan yang diberikan pada kelompok kontrol adalah penerapan model NHT

yang umum dilakukan.


39

D. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 20 Bandar Lampung, pada semester

genap tahun pelajaran 2017/2018. Subjek dalam penelitian ini dibagi dalam

beberapa tahap berikut:

1. Subjek Studi Pendahuluan

Pada studi pendahuluan dilakukan beberapa langkah sebagai analisis kebutuhan,

yaitu observasi dan wawancara. Subjek pada saat observasi adalah siswa kelas VII

F dan VII H. Subjek pada saat wawancara adalah satu orang guru yang mengajar

matematika di kelas VII F dan VII H. Selain melakukan wawancara kepada guru,

peneliti juga melakukan wawancara kepada 6 orang siswa kelas VII.

2. Subjek Validasi Model Pembelajaran

Subjek validasi model beserta perangkat pembelajaran yang digunakan dalam

penelitian ini adalah satu orang dosen ahli desain pembelajaran. Subjek validasi

soal tes kemampuan komunikasi matematis dan Lembar Kerja Kelompok adalah

masing-masing satu orang dosen ahli materi.

3. Subjek Uji Coba Lapangan Awal

Subjek pada tahap ini adalah siswa yang belum pernah menerapkan pembelajaran

menggunakan model NHT dengan pendekatan kontekstual yaitu kelas VII F SMP

Negeri 20 Bandar Lampung.


40

4. Subjek Uji Coba Lapangan

Subjek pada tahap ini adalah seluruh siswa pada kelas VII F yang menerapkan

model pembelajaran NHT dengan pendekatan kontekstual, sedangkan kelas VII H

sebagai kelas kontrol yang menerapkan model pembelajaran NHT.

E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan atau Research

and Development (R&D). Penelitian pengembangan ini dilakukan dengan

mengacu pada prosedur R&D dari Borg dan Gall (1989) ada 10 langkah

pelaksanaan strategi penelitian dan pengembangan, yaitu:

1. Penelitian dan pengumpulan data (Research and information collecting).

2. Perencanaan (Planning).

3. Pengembangan desain/draf produk awal (Develop preliminary form of

product).

4. Uji coba lapangan awal (Preliminary field testing).

5. Revisi hasil uji coba lapangan awal (Main product revision).

6. Uji coba lapangan (Main field testing).

7. Penyempurnaan produk hasil uji coba lapangan (Operasional product

revision).

8. Uji pelaksanaan lapangan (Operasional field testing).

9. Penyempurnaan produk akhir (Final product revision).

10. Diseminasi dan implementasi (Dissemination and implementation).


41

Penelitian ini hanya akan dilakukan sampai pada langkah ke-6 (enam). Penjelasan

mengenai langkah penelitian dan pengembangan di atas sebagai berikut:

1. Penelitian dan pengumpulan data (Research and Information Collecting)

Langkah awal dalam melakukan studi pendahuluan adalah melakukan penelitian

dan pengumpulan data berkaitan dengan model pembelajaran yang diterapkan

guru di kelas VII F dan VII H. Wawancara dilakukan dengan guru tersebut terkait

dengan hasil observasi agar hasil pengamatan yang diperoleh lebih akurat dan

memperjelas beberapa hal mengenai kebutuhan siswa dalam pembelajaran dan

menentukan model pembelajaran yang tepat untuk mengatasinya. Analisis

terhadap kompetensi inti dan kompetensi dasar matematika, silabus matematika

kelas VII, indikator kemampuan komunikasi matematis dilakukan sebagai bahan

pertimbangan penyusunan materi dan evaluasi. Setelah melakukan pengumpulan

data dan menganalisis kebutuhan siswa, maka dilakukanlah pengembangan model

NHT dengan pendekatan kontekstual. Langkah selanjutnya melakukan studi

literatur terkait model NHT dengan pendekatan kontekstual. Kajian literatur

mengenai karakteristik model NHT dengan pendekatan kontekstual juga

dilakukan untuk merancang sintaks pembelajaran yang akan diaplikasikan dalam

kegiatan pembelajaran pada RPP.

2. Merencanakan Penelitian (Planning)

Setelah melakukan studi pendahuluan, kemudian dilanjutkan dengan

merencanakan penelitian. Berdasarkan studi pendahuluan diketahui kebutuhan

siswa dalam proses pembelajaran. Apabila digunakan model pembelajaran


42

berkelompok, tidak semua siswa dalam kelompok turut bekerja sama. Beberapa

siswa cenderung mengandalkan teman sekelompoknya yang memiliki

kemampuan lebih tinggi, sehingga siswa lain tidak memahami materi yang

sedang diajarkan. Siswa juga cenderung merasa kesulitan dalam menerjemahkan

permasalahan yang disajikan dalam bentuk soal cerita. Oleh karena itu,

direncanakan penelitian pengembangan model NHT dengan pendekatan

kontekstual.

3. Pengembangan Desain (Develop Preliminary of Product)

Berdasarkan hasil studi pendahuluan dan perencanaan penelitian di atas, peneliti

kemudian menyusun rancangan pengembangan model NHT menggunakan

pendekatan kontekstual yang di dalamnya termasuk perangkat pembelajaran

berupa Silabus, RPP, LKK, dan instrumen tes kemampuan komunikasi matematis

serta menentukan ahli desain pembelajaran dan ahli materi. Model pembelajaran

yang dimaksudkan dalam pembelajaran ini yaitu model NHT menggunakan

pendekatan kontekstual. Model pembelajaran ini selanjutnya didesain dengan

mencakup komponen-komponen model pembelajaran seperti yang telah diuraikan

dalam Bab II, yaitu mencakup tujuan dan asumsi, sintaks, sistem sosial, prinsip

reaksi, dan sistem pendukung dampak pembelajaran dan dampak pengiring.

Desain model pembelajaran tersebut selanjutnya disajikan dalam bentuk buku

model pembelajaran NHT menggunakan pendekatan kontekstual. Selain

komponen-komponen dari model pembelajaran, perangkat pendukung yaitu RPP

juga disajikan dalam buku model tersebut.

Perangkat pendukung yang lainnya yaitu LKK dan instrumen tes kemampuan
43

komunikasi matematis siswa. LKK berfungsi menuntun siswa bekerja sama dalam

kelompok untuk mengonstruksi pengetahuan baru dalam setiap pertemuan. Tes

kemampuan komunikasi matematis digunakan untuk mengetahui ketercapaian

model NHT menggunakan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan

kemampuan komunikasi matematis siswa. Dengan demikian, pada tahap desain

produk ini akan dihasilkan buku model pembelajaran dan RPP serta perangkat

pendukung (LKK dan instrumen tes kemampuan komunikasi matematis).

Selanjutnya untuk menilai kualitas model pembelajaran diperlukan instrumen

kualitas model pembelajaran. Instrumen tersebut meliputi instrumen kevalidan,

kepraktisan dan keefektifan. Sebelum model NHT hasil pengembangan beserta

perangkat pembelajaran diterapkan pada kelas uji coba lapangan awal, dilakukan

uji ahli, yaitu uji validasi yang dilakukan oleh dosen ahli desain pembelajaran.

Setelah model NHT hasil pengembangan dan perangkat pembelajaran dinyatakan

valid, maka dilakukan uji coba lapangan awal.

Desain pengembangan pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah ADDIE. Branch (2009) menggambarkan tahapan desain pengembangan

ADDIE seperti pada Gambar 3.2. Menurut Branch (2009):

ADDIE is an acronym for Analyze, Design, Develop, Implement, and


Evaluate. Creatingproducts using an ADDIE process remains one of
today’s most effective tools. Because ADDIE is merely a process that serves
as a guiding framework for complex situations, it is appropriate for
developing educational products and other learning resources.
44

Gambar 3.2 Model ADDIE (Branch, 2009)

Hal ini berarti bahwa pengembangan desain ADDIE adalah desain yang paling

efektif karena ADDIE hanyalah sebuah proses yang berfungsi sebagai kerangka

pemandu untuk situasi yang kompleks, dan tepat untuk mengembangkan produk

pendidikan dan sumber belajar lainnya. ADDIE merupakan singkatan dari

analyze, design, development, implementation, dan evaluation. Menurut Branch

(2009) ADDIE memiliki sebuah prinsip dasar untuk memfasilitasi lingkungan

pendidikan dalam mengkonstruk pengetahuan dan kemampuan siswa selama

pembelajaran. Seingga, model pengembangan ADDIE sesuai apabila diterapkan

dalam pengembangan pembelajaran. Berikut tahapan ADDIE dalam penelitian ini.

a. Analyze (Analisis)

Tahap analisis merupakan tahap dimana peneliti menganalisis perlunya

pengembangan model pembelajaran dan menganalisis kelayakan serta syarat-

syarat pengembangan. Tahapan analisis yang dilakukan penulis mencakup tiga hal
45

yaitu analisis kebutuhan, analisis kurikulum, dan analisis karakter peserta didik.

Secara garis besar tahapan analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut.

a) Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan dilakukan dengan terlebih dahulu menganalisis model

pembelajaran yang diterapkan sebagai informasi utama. Model pembelajaran yang

digunakan guru dalam proses pembelajaran bermacam-macam, tetapi guru

cenderung menerapkan model konvensional dengan metode ceramah dan tanya

jawab. Guru pernah menerapkan model pembelajaran kooperatif (berkelompok),

namun tujuan pembelajaran menjadi tidak tercapai secara optimal. Oleh karena

itu, akan ditentukan model pembelajaran yang perlu dikembangkan untuk

membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

b) Analisis Kurikulum

Analisis kurikulum dilakukan dengan memperhatikan karakteristik kurikulum

yang sedang digunakan dalam suatu sekolah. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar

pengembangan yang dilakukan dapat sesuai tuntutan kurikulum yang berlaku.

Kurikulum yang digunakan di SMP Negeri 20 Bandar Lampung adalah

Kurikulum 2013. Setelah mengetahui kurikulum yang digunakan di SMP Negeri

20 Bandar Lampung, kemudian peneliti mengkaji Kompetensi Dasar (KD) untuk

merumuskan indikator-indikator pencapaian kompetensi. KD yang digunakan

pada pengembangan pembelajaran ini adalah menganalisis hubungan antara data

dengan cara penyajiannya serta menyajikan dan menafsirkan data dalam bentuk

tabel, diagram garis, diagram batang dan diagram lingkaran.


46

c) Analisis Karakter Peserta Didik

Analisis ini dilakukan untuk melihat sikap peserta didik terhadap pembelajaran

matematika. Hal ini dilakukan agar pengembangan yang dilakukan sesuai dengan

karakter siawa. Siswa SMP Negeri 20 Bandar Lampung termasuk dalam kategori

siswa dengan kemampuan sedang. Siswa SMP Negeri 20 Bandar Lampung

khususnya siswa Kelas VII termasuk siswa yang masih senang bermain karena

siswa kelas VII masih berada dalam masa peralihan dari jenjang pendidikan dasar

ke jenjang pendidikan menengah. Ketika guru menerapkan pembelajaran

kooperatif dalam proses pembelajaran, banyak siswa yang kurang serius dalam

pembelajaran. Kegiatan diskusi kelompok sering disalahgunakan siswa untuk

bergurau dengan temannya. Permasalahan ini membuat tujuan pembelajaran

menjadi tidak tercapai.

Siswa SMP Negeri 20 Bandar Lampung juga memiliki kemampuan komunikasi

matematis yang masih rendah. Siswa sulit menerjemahkan maksud dari sebuah

gambar, diagram, atau pun tabel. Rendahnya kemampuan ini berpengaruh juga

kepada kemampuan siswa dalam memecahkan sebuah permasalahan matematika.

b. Design (Perancangan)

Tahap kedua dari model ADDIE adalah tahap perancangan. Menurut Branch

(2009) tujuan dari tahap desain adalah untuk memverifikasi produk yang akan

dikembangkan. Pada tahap ini mulai dirancang model pembelajaran yang akan

dikembangkan sesuai hasil analisis yang dilakukan sebelumnya. Selanjutnya,

tahap perancangan dilakukan dengan menentukan unsur-unsur yang diperlukan

dalam model pembelajaran. Peneliti juga mengumpulkan referensi yang akan


47

digunakan dalam mengembangkan model pembelajaran. Pada tahap ini, peneliti

juga menyusun instrumen yang akan digunakan untuk menilai model NHT hasil

pengembangan. Instrumen disusun dengan memperhatikan komponen-komponen

yang terdapat dalam sebuah model pembelajaran.

c. Development (Pengembangan)

Tahap pengembangan merupakan tahap realisasi produk. Pada tahap ini

pengembangan model NHT dilakukan sesuai dengan rancangan. Setelah itu,

model NHT hasil pengembangan akan divalidasi oleh dosen ahli desain

pembelajaran. Pada proses validasi, validator menggunakan instrumen penilaian

untuk menilai komponen-komponen yang terdapat dalam sebuah model

pembelajaran.

Validasi dilakukan hingga pada akhirnya model NHT hasil pengembangan

dinyatakan layak untuk diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Pada

tahap ini, peneliti juga melakukan analisis data terhadap hasil penilaian model

NHT hasil pengembangan yang didapatkan dari validator. Hal ini dilakukan untuk

mendapatkan nilai kevalidan model NHT hasil pengembangan.

d. Implementation (Implementasi)

Implementasi dilakukan secara terbatas pada sekolah yang ditunjuk sebagai

tempat penelitian, yaitu SMP Negeri 20 Bandar Lampung. Peneliti menerapkan

model NHT dengan pendekatan kontekstual di Kelas VII F dan mengamati respon

siswa dalam proses pembelajaran. Setelah proses pembelajaran selesai, siswa

melakukan tes menggunakan instrumen tes kemampuan komunikasi matematis.


48

Soal tersebut telah disusun berdasarkan indikator ketercapaian kompetensi dan

indikator kemampuan komunikasi matematis untuk melihat tingkat keefektifan

penggunaan model NHT dengan pendekatan kontekstual terhadap kemampuan

komunikasi matematis siswa. Pada tahap ini, peneliti juga melakukan penyebaran

angket kepraktisan kepada guru yang berisi tentang pelaksanaan proses

pembelajaran dalam menerapkan model NHT dengan pendekatan kontekstual. Hal

ini dilakukan untuk mendapatkan data terkait dengan nilai kepraktisan penerapan

model NHT dengan pendekatan kontekstual.

e. Evaluation (Evaluasi)

Pada tahap ini, peneliti melakukan revisi terakhir terhadap model NHT

menggunakan pendekatan kontekstual berdasarkan masukan yang didapat dari

angket respon guru dan respon siswa. Hal ini bertujuan agar model NHT

menggunakan pendekatan kontekstual benar-benar sesuai dan dapat digunakan

oleh sekolah yang lebih luas lagi.

4. Uji coba lapangan awal (Preliminary Field Testing)

Model dan perangkat pembelajaran yang telah dianalisis dan direvisi kemudian

diujicobakan di lapangan awal. Peneliti mengujicobakan model yang telah

dikembangkan kepada siswa kelas VII F SMP Negeri 20 Bandarlampung. Model

NHT menggunakan pendekatan kontekstual diterapkan di kelas VII F untuk

melihat peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan respon siswa dalam

proses pembelajaran.
49

Sebelum menerapkan model NHT dengan pendekatan kontekstual, siswa

diberikan soal tes kemampuan komunikasi matematis untuk mengetahui

kemampuan awal siswa. Setelah pembelajaran dengan menerapkan model NHT

menggunakan pendekatan kontekstual, siswa diberikan tes kemampuan

komunikasi matematis untuk mengetahui kemampuan akhir siswa. Apabila telah

diketahui kemampuan awal dan akhir komunikasi matematis siswa, selanjutnya

akan dihitung gain ternormalisasi untuk mengetahui peningkatan kemampuan

komunikasi matematis. Untuk mengetahui kepraktisan model NHT dengan

pendekatan kontekstual, peneliti memberikan angket yang berisi penilaian

kepraktisan model pembelajaran yang dikembangkan kepada guru. Angket

tersebut kemudian dianalisis dan dijadikan salah satu acuan untuk kembali

melakukan revisi dan penyempurnaan model yang dianggap sudah tepat.

5. Revisi hasil uji coba (Main product revision)

Revisi hasil uji coba lapangan awal dilakukan setelah pelaksanaan uji coba dengan

mengacu pada hasil analisis angket yang diberikan kepada siswa uji coba dan

guru. Selain itu, diamati pula respon siswa dalam proses pembelajaran. Apabila

respon siswa dalam proses pembelajaaran dinilai positif dan model NHT hasil

pengembangan yang memenuhi kriteria praktis, selanjutnya model NHT hasil

pengembangan siap untuk diujicobakan di kelas uji coba lapangan untuk menilai

efektivitas model tersebut.


50

6. Uji coba lapangan (Main field testing)

Pada tahap uji coba lapangan, desain penelitian yang digunakan adalah pretest-

postest control group design sebagaimana yang dikemukakan Fraenkel dan

Wallen (1993) sebagai berikut.

Tabel 3.1 Desain Uji Coba Produk Penelitian

Perlakuan
Kelompok
Pretest Model Pembelajaran yang Diterapkan Posttest
E Y1 NHT Menggunakan Pendekatan Kontekstual Y2
K Y1 NHT Y2

Keterangan :

E = kelas eksperimen
K = kelas kontrol
Y1 = dilaksanakan pretest instrumen tes kemampuan komunikasi matematis
Y2 = dilaksanakan posttest instrumen tes kemampuan komunikasi matematis

Sebelum melakukan uji coba produk, terlebih dahulu siswa pada kelas eksperimen

dan kontrol diberikan pretest dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal

siswa mengenai materi yang akan dipelajari. Produk yang berupa pengembangan

model NHT selanjutnya diujikan pada kelas eksperimen dengan cara

menerapkannya pada proses pembelajaran. Setelah siswa menerapkan

pembelajaran dengan model NHT menggunakan penekatan kontekstual, siswa

diberikan posttest untuk mengetahui efektivitas dari model pembelajaran yang

telah dikembangkan yang menitikberatkan pada peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa. Selain kelas eksperimen, kelas kontrol juga

diberikan posttest untuk melihat perbandingan antara kedua kelas.


51

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian dan pengembangan ini dilakukan

sebagai berikut.

1. Angket

Data mengenai kevalidan produk yang berupa pengembangan model beserta

perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pendukung diperoleh melalui

lembar validasi. Lembar validasi yang digunakan antara lain lembar penilaian

kevalidan komponen model pembelajaran, RPP, LKPD, dan tes kemampuan

komunikasi matematis. Data mengenai kepraktisan model NHT hasil

pengembangan diperoleh dari angket kepraktisan guru untuk mempertimbangkan

apakah model tersebut dapat diterapkan di kelas berdasarkan penilaian guru.

Selain diberikan kepada guru, angket kepraktisan model NHT menggunakan

pendekatan kontekstual diberikan pula kepada siswa.

2. Observasi proses pembelajaran

Observasi proses pembelajaran dilakukan untuk mengamati proses pembelajaran

matematika. Observasi dilakukan dengan cara mengisi lembar pengamatan atau

observasi proses pembelajaran matematika pada saat pembelajaran berlangsung.

Tujuan dilakukannya observasi adalah untuk mengetahui kebutuhan siswa sebagai

acuan dalam mengembangkan model pembelajaran.


52

3. Wawancara

Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh informasi verbal dan gambaran

menyeluruh mengenai suatu proses yang menjadi topik wawancara. Pada

penelitian ini, wawancara dilakukan kepada guru. Guru yang diwawancara adalah

guru matematika kelas VII.

4. Tes

Pada penelitian ini diberikan tes kepada peserta didik yaitu tes kemampuan

komunikasi matematis untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam

menggambar, mengekpresikan matematika, dan menulis yaitu memberikan

penjelasan secara matematis. Jenis tes yang diberikan berupa pretest dan posttest.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua jenis instrumen,

yaitu nontes dan tes. Instrumen – instrumen tersebut akan dijelaskan sebagai

berikut:

1. Instrumen Nontes

Instrumen nontes ini terdiri dari beberapa bentuk yang disesuaikan dengan

langkah–langkah dalam penelitian pengembangan. Instrumen nontes yang

digunakan pada penelitian ini antara lain lembar wawancara dan observasi, lembar

validasi RPP, LKPD, dan model pembelajaran, lembar pengamatan proses

pembelajaran, dan lembar uji coba peserta didik. Beberapa jenis instrumen nontes

dan fungsinya dijelaskan sebagai berikut:


53

a. Lembar wawancara dan observasi

Instrumen yang digunakan saat studi pendahuluan berupa lembar observasi dan

lembar wawancara. Lembar observasi digunakan saat melakukan pengamatan

mengenai kebutuhan model dalam pembelajaran. Lembar wawancara digunakan

untuk melakukan wawancara dengan guru setelah melakukan observasi dan

wawancara mengenai model yang digunakan saat pembelajaran matematika di

kelas.

b. Lembar Validasi Model dan Perangkat Pembelajaran

Instrumen dalam validasi model dan perangkat pembelajaran (Silabus, RPP, dan

LKK) diserahkan kepada ahli desain pembelajaran. Instrumen yang diberikan

berupa pernyataan dengan pilihan skor 1-4, serta dilengkapi dengan komentar dan

saran dari para ahli. Kriteria yang menjadi penilaian dari ahli materi terkait model

pembelajaran yaitu aspek, 1) sintak, 2) sistem sosial, 3) prinsip reaksi, dan 4)

dampak instruksional dan dampak pengiring.

Kriteria yang menjadi penilaian dari ahli materi terkait RPP antara lain, aspek 1)

identitas dan kelengkapan komponen, 2) rumusan indikator, 3) rumusan tujuan, 4)

alokasi waktu, 3) materi pembelajaran, dan 4) kegiatan pembelajaran.

Kriteria yang menjadi penilaian dari ahli materi terkait LKK yaitu aspek 1)

kesesuaian isi dengan standar isi, 2) kesesuaian isi dengan karakteristik model

NHT dengan pendekatan kontesktual, 3) kesesuaian syarat konstruksi, dan 4)

kesesuaian syarat teknis.


54

Tujuan pemberian skala ini adalah menilai kesesuaian perangkat pembelajaran

model NHT dengan pendekatan kontekstual dan kemampuan komunikasi

matematis.

c. Lembar Pengamatan Proses Pembelajaran

Instrumen ini digunakan untuk melihat respon peserta didik dalam proses

pembelajaran matematika yang menerapkan model NHT dengan pendekatan

kontekstual untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

Instrumen ini diberikan kepada pengamat pada saat proses pembelajaran, yakni

sebagai observer. Setiap langkah pada proses pembelajaran akan diamati dan

diobservasi.

d. Instrumen Penilaian Kepraktisan

Instrumen ini diberikan kepada guru yang mengajar subjek uji coba untuk

mengetahui bagaimana kepraktisan model pembelajaran NHT yang

dikembangkan. Instrumen yang diberikan berupa pernyataan skala likert dengan

empat pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS),

Sangat Tidak Setuju (STS).

2. Instrumen Tes

Instrumen ini berupa tes kemampuan komunikasi matematis. Tes ini diberikan

secara individual dan tujuannya adalah untuk mengukur kemampuan komunikasi

matematis. Penilaian hasil tes dilakukan sesuai dengan pedoman penilaian yang

diadaptasi dari Sofia (2013) pada Tabel 3.2. Sebelum digunakan, instrumen ini
55

diujicobakan terlebih dulu pada kelas lain untuk mengetahui validitas, reliabilitas,

tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal. Uji – uji tersebut dijelaskan sebagai

berikut.

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis

Menggambar Ekspresi Matematika Menulis


Skor
(Drawing) (Mathematical (Written Texts)
Expression)

0 Tidak ada jawaban


1 Membuat gambar, Menyampaikan ide, Penjelasan secara
diagram, atau tabel, membuat pendekatan matematis tidak masuk
kurang lengkap dan matematika kurang tepat dan akal tetapi penggunaan
salah. salah mendapatkan solusi simbol tepat
2 Membuat gambar, Menyampaikan ide, Penjelasan secara
diagram, atau tabel membuat pendekatan matematis masuk akal,
namun kurang lengkap matematika dengan namun tidak sistematis
tetapi mendekati benar, namun salah dalam dan penggunaan simbol
kebenaran. mendapatkan tepat
solusi
3 Membuat Membuat pendekatan Penjelasan secara
gambar, diagram, atau matematika dengan benar, matematis masuk akal,
tabel secara kemudian melaku-kan sistematis, namun
lengkap dan benar perhitungan atau terdapat kesalahan
mendapatkan solusi secara peng-gunaan simbol.
lengkap dan benar
4 - - Penjelasan secara
matematis masuk
akal dan jelas serta
tersusun secara
sistematis, dan
penggunaan simbol
tepat.
Skor
3 3 4
Maksimal
Sofia, (2013)

a. Validitas

Validitas yang dilakukan terhadap instrumen tes kemampuan komunikasi

matematis didasarkan pada validitas isi dan validitas empiris. Validitas isi dari tes

kemampuan kemampuan komunikasi matematis ini dapat diketahui dengan cara

membandingkan isi yang terkandung dalam tes kemampuan komunikasi

matematis dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan. Tes yang


56

dikategorikan valid adalah yang telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar

dan indikator yang diukur. Dengan asumsi bahwa guru sejawat yang mengajar

matematika mengetahui dengan benar kurikulum SMP, maka validitas instrumen

tes ini didasarkan pada penilaian guru tersebut.

Menurut Widoyoko (2012) teknik yang digunakan untuk menguji validitas

empiris ini dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment.

∑ (∑ )(∑ )
√( ∑ (∑ ) )( ∑ (∑ ) )

Keterangan:

= Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y


N = Jumlah Siswa
∑ = Jumlah skor siswa pada setiap butir soal
∑ = Jumlah total skor siswa
∑ = Jumlah hasil perkalian skor siswa pada setiap butir soal dengan total
skor siswa

Menurut Widoyoko (2012) penafsiran harga korelasi dilakukan dengan

membandingkan dengan harga kritik untuk validitas butir instrumen, yaitu 0,3.

Artinya apabila ≥ 0,3, nomor butir tersebut dikatakan valid dan memuaskan .

b. Reliabilitas

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali

untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Bentuk

soal tes yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe uraian. Menurut

Arikunto (2011) untuk mencari koefisien reliabilitas (r11) soal tipe uraian

menggunakan rumus Alpha yang dirumuskan sebagai berikut:


57

r =( )(∑)
11

Keterangan:

r 11 = Koefisien reliabilitas alat evaluasi


= Banyaknya butir soal
∑ = Jumlah varians skor tiap soal
= Varians skor total

Sudijono (2008) berpendapat bahwa suatu tes dikatakan baik apabila memiliki

nilai reliabilitas ≥ 0,70. Kriteria yang akan digunakan adalah memiliki nilai

reliabilitas ≥ 0,70. Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan reliabilitas soal

yang telah diujicobakan disajikan pada Tabel 3.5, Tabel 3.6, Tabel 3.7, dan Tabel

3.8. Hasil perhitungan reliabilitas soal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran

C.2.

c. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir

soal. Sudijono (2008) mengungkapkan untuk menghitung tingkat kesukaran suatu

butir soal digunakan rumus berikut.

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal


JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh
IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria

indeks kesukaran menurut Sudijono (2008) pada Tabel 3.3 sebagai berikut.
58

Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi
Sangat Sukar
Sukar
Sedang
Mudah
Sangat Mudah

d. Daya Pembeda

Daya beda suatu butir tes adalah kemampuan suatu butir untuk membedakan

antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Daya

beda butir dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya tingkat diskriminasi atau

angka yang menunjukkan besar kecilnya daya beda. Untuk menghitung daya

pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi

sampai siswa yang memeperoleh nilai terendah. Kemudian diambil 27% siswa

yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok atas) dan 27% siswa yang

memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah). Setelah itu baru dapat

ditentukan daya pembeda setiap butir soal. Sudijono (2008) mengungkapkan

menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan :

DP : indeks daya pembeda satu butir soal tertentu


JA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah
JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah
IA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)
Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi menurut Sudijono (2008)

berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam Tabel 3.4.


59

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi
Negatif ≤ DP ≤ 0,09 Sangat Buruk
0,10 ≤ DP ≤ 0,19 Buruk
0,20 ≤ DP ≤ 0,29 Agak baik, perlu revisi
0,30 ≤ DP ≤ 0,49 Baik
DP ≥ 0,50 Sangat Baik

Kriteria soal tes yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interpretasi baik,

yaitu memiliki nilai daya pembeda ≥ 0,30.

Tabel 3.5 Hasil Uji Coba Soal Kemampuan Komunikasi Matematis


(Pertemuan 1)
No. Tingkat
Reliabilitas Validitas Daya Pembeda Kesimpulan
Soal Kesukaran
1 0,70 (valid) 0,33 (baik) 0,69 (sedang) Dipakai
1b 0,70 (valid) 0,33 (baik) 0,45 (sedang) Dipakai
1c 0,82 0,77 (valid) 0,55 (sangat baik) 0,32 (sedang) Dipakai
1d (sangat tinggi) 0,58 (valid) 0,52 (sangat baik) 0,50 (sedang) Dipakai
2 0,88 (valid) 0,82 (sangat baik) 0,46 (sedang) Dipakai
3 0,70 (valid) 0,67 (sangat baik) 0,33 (sedang) Dipakai

Tabel 3.6 Hasil Uji Coba Soal Kemampuan Komunikasi Matematis


(Pertemuan 2)
No. Tingkat
Reliabilitas Validitas Daya Pembeda Kesimpulan
Soal Kesukaran
1 0,55 (valid) 0,48 (baik) 0,57 (sedang) Dipakai
1b 0,66 (valid) 0,71 (sangat baik) 0,50 (sedang) Dipakai
1c 0,86 0,82 (valid) 0,59 (sangat baik) 0,30 (sukar) Dipakai
1d (sangat tinggi) 0,84 (valid) 1 (sangat baik) 0,50 (sedang) Dipakai
2 0,74 (valid) 1 (sangat baik) 0,50 (sedang) Dipakai
3 0,69 (valid) 0,61 (sangat baik) 0,32 (sedang) Dipakai

Tabel 3.7 Hasil Uji Coba Soal Kemampuan Komunikasi Matematis


(Pertemuan 3)
No. Tingkat
Reliabilitas Validitas Daya Pembeda Kesimpulan
Soal Kesukaran
1 0,55 (valid) 0,33 (baik) 0,69 (sedang) Dipakai
1b 0,66 (valid) 0,38 (baik) 0,47 (sedang) Dipakai
1c 0,86 0,82 (valid) 0,49 (baik) 0,28 (sukar) Dipakai
1d (sangat tinggi) 0,84 (valid) 0,57 (sangat baik) 0,50 (sedang) Dipakai
2 0,74 (valid) 0,64 (sangat baik) 0,41 (sedang) Dipakai
3 0,69 (valid) 0,67 (sangat baik) 0,36 (sedang) Dipakai
60

Tabel 3.8 Hasil Uji Coba Soal Kemampuan Komunikasi Matematis


(Pertemuan 4)
No. Tingkat
Reliabilitas Validitas Daya Pembeda Kesimpulan
Soal Kesukaran
1 0,73 (valid) 0,33 (baik) 0,69 (sedang) Dipakai
1b 0,73 (valid) 0,33 (baik) 0,45 (sedang) Dipakai
0,72
1c 0,87 (valid) 0,69 (sangat baik) 0,39 (sedang) Dipakai
(tinggi)
2a 0,57 (valid) 0,52 (sangat baik) 0,48 (sedang) Dipakai
2b 0,87 (valid) 0,49 (sangat baik) 0,27 (sedang) Dipakai

H. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis kemudian digunakan untuk

merevisi model NHT dengan pendekatan kontekstualyang dikembangkan,

sehingga akan menhasilkan model NHT dengan pendekatan kontekstual yang

layak sesuai dengan kriteria yang ditentukan yaitu valid, praktis, dan efektif.

Teknik analisis data pada penelitian ini dijelaskan berdasarkan jenis instrumen

yang digunakan dalam setiap tahapan penelitian pengembangan, yaitu :

1. Analisis Data Pendahuluan

Data studi pendahuluan berupa hasil observasi dan wawancara dianalisis secara

deskriptif sebagai latar belakang diperlukannya pengembangan model

pembelajaran. Observasi dilakukan pada kelas VII SMP Negeri 20 Bandar

Lampung. Wawancara dilakukan pada guru mata pelajaran matematika yang

mengajar kelas VII dan siswa kelas VII.

2. Analisis Validitas Perangkat Pembelajaran

Data yang diperoleh saat validasi perangkat pembelajaran untuk menunjang

pengembangan model NHT menggunakan pendekatan kontekstual adalah hasil


61

penilaian validator terhadap perangkat pembelajaran melalui skala kelayakan.

Analisis yang digunakan berupa deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Data

kualitatif berupa komentar dan saran dari validator dideskripsikan secara kualitatif

sebagai acuan untuk memperbaiki perangkat pembelajaran dan model

pembelajaran. Data kuantitatif berupa skor penilaian ahli materi dari 1 sampai 4.

Arikunto (2016) mengungkapkan menghitung persentase penilaian hasil validasi

ditentukan dengan rumus:



P=

Keterangan:
P = presentase yang dicari
∑ = Jumlah nilai jawaban responden
∑ = Jumlah nilai ideal

Sebagai dasar pengambilan keputusan untuk merevisi produk yang dikembangkan

menggunakan kriteria penilaian yang dijelaskan pada Tabel 3.9

Tabel 3.9 Interpretasi Kriteria Penilaian Validitas Instrumen

Persentase Kriteria Validasi


76 - 100 Valid
56 - 75 Cukup Valid
40 - 55 Kurang Valid
0 - 39 Tidak Valid
Arikunto (2016)

3. Analisis Kepraktisan Model dan Perangkat Pembelajaran

Data kepraktisan model dan perangkat pembelajaran hasil pengembangan

diperoleh dari penilaian guru bidang studi terhadap perangkat pembelajaran

melalui skala kelayakan. Analisis yang digunakan berupa deskriptif kuantitatif

dan kualitatif. Data kualitatif berupa komentar dan saran dari guru dideskripsikan

secara kualitatif sebagai acuan untuk memperbaiki perangkat pembelajaran dan


62

model pembelajaran. Data kuantitatif berupa skor penilaian, dideskripsikan secara

kuantitatif menggunakan skala likert dengan 4 skala kemudian dijelaskan secara

kualitatif. Skala yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini adalah 4

skala, yaitu:

1) Skor 1 adalah kurang baik.

2) Skor 2 adalah cukup baik.

3) Skor 3 adalah baik.

4) Skor 4 adalah sangat baik.

Kategori penilaian dan interval menurut Khayati (2015) nilai untuk setiap kategori

ditunjukkan pada Tabel 3.10.

Tabel 3.10 Interval Nilai Tiap Kategori Penilaian Kepraktisan


No Kategori Penilaian Interval Nilai
1. Sangat Baik (S min + 3p) < S ≤ S maks
2. Baik (S min + 2p) < S < (S min + 3p -1)
3. Kurang (S min + p) < S < (S min + 2p -1)
4. Sangat Kurang (S min) < S < (S min + p -1)
Khayati (2015)

Keterangan:

S : Skor responden
P : Panjang interval kelas
S min : Skor terendah
S max : Skor tertinggi

Langkah-langkah menyusun kriteria penilaian di atas adalah

a) Menentukan jumlah interval, yaitu 4.

b) Menentukan rentang skor, yaitu skor maksimum dan skor minimum.

c) Menghitung panjang kelas (p) yaitu rentang skor dibagi jumlah kelas.

d) Menyusun kelas interval dimulai dari skor terkecil sampai terbesar


63

4. Analisis Efektivitas Pembelajaran Menerapkan Model NHT dengan


Pendekatan Kontekstual

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan tes

kemampuan komunikasi matematis sebelum dan setelah pembelajaran (pretest

dan posttest) pada kelas eksperimen. Data yang diperoleh dari hasil pretest dan

posttest kemampuan komunikasi matematis dianalisis untuk mengetahui besarnya

peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa setelah menggunakan

model NHT dengan pendekatan kontekstual dan sebelum menggunakan model

NHT dengan pendekatan kontekstual. Menurut Meltzer (2002) besarnya

peningkatan dihitung dengan rumus N-gain (g) yaitu :

Hasil perhitungan N-Gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan

klasifikasi dari Hake (1999) seperti terdapat pada Tabel 3.11

Tabel 3.11 Kriteria N-Gain

Gain (g) Kriteria


g > 0,7 Tinggi
0,3 < g ≤ 0,7 Sedang
g ≤ 0,3 Rendah

Pengolahan dan analisis data kemampuan komunikasi matematis dilakukan

dengan menggunakan uji statistik terhadap peningkatan kemampuan komunikasi

matematis (N-Gain) dari kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan bantuan

software Ms. Excel 2010 Berikut hasil perhitungan N-Gain dapat dilihat pada

Tabel 3.12. dan Tabel 3.13.


64

Tabel 3.12 Rekapitulasi N-Gain Kelas Eksperimen

No. Hasil Pretest dan Posttest Pertemuan ke- N-Gain Kriteria


1 1 0.63 Sedang
2 2 0,66 Sedang
3 3 0,46 Sedang
4 4 0,50 Sedang

Tabel 3.13 Rekapitulasi N-Gain Kelas Kontrol

No. Hasil Pretest dan Posttest Pertemuan ke- N-Gain Kriteria


1 1 0.47 Sedang
2 2 0,56 Sedang
3 3 0,36 Sedang
4 4 0,11 Rendah

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang didapat berasal dari

populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji ini menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov Z. Adapun hipotesis uji adalah sebagai berikut:

Ho : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Dalam Russefendi (1998), langkah-langkah pengujiannya adalah:

Pertama, mencari nilai Z untuk masing-masing data sampel dengan rumus sebagai

berikut:
̅

Keterangan:

angka pada data


̅ rata-rata data
s = standar deviasi
65

Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan persamaan Kolmogorov-Smirnov

sebagai berikut:

() ()

Keterangan:

Dn : Nilai hitung Kolmogorov Smirnov


Fn(xi) : Peluang harapan data ke i
F(xi) : Luas kurva z data ke i

Dengan menggunakan , nilai hitung Kolmogorov Smirnov terbesar

dibandingkan dengan nilai tabel Kolmogorov Smirnov. Jika nilai hitung

Kolmogorov Smirnov < nilai tabel Kolmogorov Smirnov, maka H0 diterima. Jika

nilai hitung Kolmogorov Smirnov ≥ nilai tabel Kolmogorov Smirnov, maka H0

ditolak. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-

Smirnov Z (K-S Z) menggunakan software SPPS versi 20. dengan kriteria

pengujian menurut Trihendradi (2005) yaitu jika nilai probabilitas (sig) dari Z

lebih besar dari , maka hipotesis nol diterima.

Tabel 3.14 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Pretest

Kelas Banyak Siswa Sig. Ho


Menerapkan Model NHT dengan
Pengembangan
30 0,000 Ditolak
0,05
Menerapkan Model NHT tanpa
Pengembangan
30 0,006 Ditolak

Tabel 3.15 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Posttest

Kelas Banyak Siswa Sig. Ho


Menerapkan Model NHT dengan
30 0,00 Ditolak
Pengembangan
0,05
Menerapkan Model NHT tanpa
30 0,20 Diterima
Pengembangan

Berdasarkan hasil uji normalitas kemampuan awal siswa, diperoleh nilai Sig.

kelas yang menerapkan model NHT dengan pengembangan sebesar 0,00 < 0,05
66

dan nilai Sig. kelas yang menerapkan model NHT tanpa pengembangan sebesar

0,006 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak, yaitu data tidak

berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Berdasarkan uji normalitas

kemampuan akhir siswa, diperoleh nilai Sig. kelas yang menerapkan model NHT

dengan pengembangan sebesar 0,00 < 0,05 dan nilai Sig. kelas yang menerapkan

model NHT tanpa pengembangan sebesar 0,20 > 0,05, sehingga dapat

disimpulkan bahwa H0 ditolak, yaitu data tidak berasal dari populasi yang

berdistribusi normal. Kedua data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi

normal mengakibatkan data tersebut tidak perlu di analisis homogenitasnya.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas variansi dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok

data memiliki variansi yang homogen atau tidak. Untuk menguji homogenitas

variansi maka dilakukan uji Levene. Adapun hipotesis untuk uji ini adalah:

Ho : (kedua kelompok populasi memiliki varians yang homogen)

H1 : (kedua kelompok populasi memiliki varians yang tidak homogen)

Dalam penelitian ini, uji homogenitas menggunakan uji Levene dengan software

SPSS versi 20.0 dengan kriteria pengujian adalah jika nilai probabilitas (Sig.)

lebih besar dari , maka hipotesis nol diterima (Trihendradi, 2005).

Berdasarkan hasil uji normalitas, diketahui bahwa data penelitian tidak berasal

dari populasi yang berdistribusi normal, sehingga uji homogenitas tidak

diperlukan. Setelah itu, peneliti cukup melakukan pengujian hipotesis.


67

c. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mngetahui efektifitas model NHT menggunakan

pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis

siswa. Berdasarkan uji normalitas diketahui bahwa data penelitian tidak berasal

dari populasi yang berdistribusi normal, sehingga dilakukan uji non parametric

Mann Whitney-U dengan hipotesis sebagai berikut.

H0 : (tidak ada perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa yang menerapkan model NHT menggunakan pendekatan

kontekstual dengan peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa yang menerapkan model NHT)

H1 :(ada perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa

yang menerapkan model NHT menggunakan pendekatan kontekstual

dengan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang

menerapkan model NHT)

Dalam Russefendi (1998), langkah-langkah pengujiannya adalah: Pertama, skor-

skor pada kedua kelompok sampel harus diurutkan dalam peringkat. Selanjutnya,

menghitung nilai statistik uji Mann-Whitney U, rumus yang digunakan adalah

sebagai berikut.

( )

( )

68

Keterangan:

na = jumlah sampel kelas eksperimen


nb = jumlah sampel kelas kontrol
= Rangking unsur a
= Rangking unsur b

Statistik U yang digunakan adalah U yang nilainya lebih kecil. Jika nilai U hitung

Utabel, maka hipotesis nol diterima dan jika Uhitung Utabel, maka hipotesis nol

ditolak. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan SPSS versi 20.0. untuk

melakukan uji Mann-Whitney U dengan kriteria uji menurut Trihendradi (2005)

adalah jika nilai probabilitas (Sig.) lebih besar dari , maka hipotesis nol

diterima. Jika hipotesis nol ditolak maka perlu dianalisis lanjutan untuk

mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematis siswa setelah yang

menerapkan model NHT menggunakan pendekatan kontekstual lebih tinggi

daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang tidak menerapkan model

NHT menggunakan pendekatan kontekstual. Adapun analisis lanjutan tersebut

menurut Ruseffendi (1998) menyatakan bahwa jika H1 diterima maka cukup

melihat data sampel mana yang rata-ratanya lebih tinggi.


123

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan Tentang Produk

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian yang telah diuraikan diperoleh

kesimpulan sebagai berikut.

1. Pengembangan model NHT dengan pendekatan kontekstual memenuhi kriteria

valid, praktis, dan efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis siswa.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan model NHT dengan pendekatan

kontekstual untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis antara

lain, adanya apersepsi berupa pertanyaan yang diberikan oleh guru,

permasalahan matematika yang disajikan guru diperoleh dari kehidupan sekitar

siswa dan bersifat konstruktivis dengan memanfaatkan pengalaman siswa,

adanya pemodelan yang diberikan oleh guru dan proses learning community

sebagai scaffolding bagi siswa, adanya penilaian authentic assessment berupa

penilaian lembar diskusi kelompok dan instrumen tes kemampuan komunikasi

serta proses menjawab pertanyaan dan proses penarikan kesimpulan sebagai

refleksi diri terhadap peningkatan indikator kemampuan komunikasi matematis

siswa.
124

B. Saran

Berdasarkan simpulan tersebut, penulis mengemukakan saran-saran sebagai

berikut.

1. Kepada guru, disarankan untuk memanfaatkan produk pembelajaran

matematika yang dikembangkan sebagai salah satu pembelajaran matematika

yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis

2. Model pembelajaran yang dikembangkan hanya terbatas pada materi

penyajian data SMP kelas VII semester 2 untuk memfasilitasi peningkatan

kemampuan komunikasi matematis, maka disarankan kepada peneliti lain

untuk mengembangkannya pada ruang lingkup materi yang lain, pada tingkat

satuan pendidikan yang berbeda, atau kemampuan yang difasilitasi berbeda.


DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Dian dan Utari Sumarmo. 2013. Meningkatkan Kemampuan


Pemahaman Dan Komunikasi Matematik Siswa Smk Melalui Pendekatan
Kontekstual Dan Strategi Formulate-Share-Listen-Create (Fslc). Jurnal
Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1,
Februari 2013. STKIP Siliwangi: Bandung.

Arends, Richardl. 1997. Classroom Instructional Management. New York: the


Mc Graw Hill Company.

Arikunto, Suharsimi. 2016. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi. 2011. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara.

Asikin, Mohammad. 2013. Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP


Dalam Setting Pembelajaran RME (Realistic Mathematics Education).
Jurnal Pendidikan Matematika. Unnes: Semarang.

Aqib, Z. 2013. Model-model, Media & Strategi Pembelajaran Kontekstual


(Inovatif). Bandung: YramaWidya.

Borg, W.R dan Gall, M.D. 1989. Educational Research and Introduction. New
York: Longman.

Branch, R. M. 2009. Instructional Design-The ADDIE Approach. New York:


Springer.

Chairani, Zahra. 2015. Scaffolding Dalam Pembelajaran Matematika. Math


Didactic Jurnal Pendidikan Matematika Vol 1 No 1. STKIP PGRI
Banjarmasin: Banjarmasin.

Chin, Cristine & Jinathan Osborne. 2008. Students' Questions: A Potential


Resource For Teaching And Learning Science. Journal Studien in Science
Education, 44(1), 1-39. DOI : 10.1080/03057260701828101.

Clark, Karen K, Jennifer Jacobs, Mary Ellen Pittman, and Hilda Borko. 2005.
Strategies for Building Mathematical Communicationin the Middle School
126

Classroom: Modeled in Professional Development, Implemented in the


Classroom. Current Issues in The Middle Level Education (2005) 11(2), 1-
12.

Dahar, Ratna Willis. 2011. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga.

Danuebroto, Sri Wulandari. 2015. Teori Belajar Konstruktivis Piaget Dan


Vygotsky. Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education
Volume 2 Nomor 3 Tahun 2015. PPPTK Matematika. Yogyakarta.

Daryanto dan Muljo Rahardjo. 2012. Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta:


Gava Media.

Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Sekolah Dasar. Jakarta:


Depdiknas.

Depdiknas .2006. Permendiknas No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta :


Depdiknas.

Fraenkel, Jack R dan Norman E. Wallen. 1993. How To Design and Evaluate
Research In Education. New York: McGraw-Hill Inc.
Hake, R, R. 1999.Analyzing Change/Gain Scores.AREA-D American Education
Research Association’s Devision.D, Measurement and Reasearch
Methodology. Diakses dari:http://www.physics.indiana.edu/~sdi/Analyzing-
Change-Gain.pdf.

Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Konstektual dalam Pembelajaran Abad


21 Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Bogor: Ghalia Indonesia.

Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Johnson, Elaine B. 2006. Contextual Teaching & Learning. Bandung: Mizan


Learning Center (MLC).

Joyce, Bruce dkk. 2009. Models of Teaching 8th edition. USA : Pearson.

Kagan, S. 2003. A Brief History of Kagan Structures. San Clemente, CA: Kagan
Publishing. Kagan Online Magazine, Spring 2003. www.KaganOnline.com

. 2006. Teach Less, Learn More. San Clemente, CA: Kagan Publishing.
Kagan Online Magazine, Fall 2006. www.KaganOnline.com

Khayati, Fitrotul. 2015. Pengembangan Modul Matematika Untuk Pembelajaran


Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Pada Materi Pokok Persamaan
Garis Lurus Kelas VIII SMP. Tesis. Universitas Sebelas Maret Surakarta,
Surakarta. 320 pp.
Kolb, David A. dan Kolb, Alice Y. 2013. The Kolb Learning Style Inventory 4.0
A Comprehensive Guide To The Theory, Psychometrics, Research On
127

Validity And Educational Application. Experience Based Learning Systems.


Tersedia : https://learningfromexperience.com/.

Kurniasih, Imas & Berlin Sani. 2015. Ragam Pengembangan Model


Pembelajaran. Jakarta: Kata Pena.

Lie, Anita 2008. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di


Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Mahendrawan, I Putu, I Wayan Suwatra, I Made Suarjana. 2014. Penerapan


Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika
Siswa Kelas V Sekolah Dasar No. 1 Tukadsumaga. Jurnal Mimbar PGSD
Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun
2014). Undikhsa: Bali.

Meltzer, D.E 2002. The Relationship between mathemathics Preparation and


Conceptual Leaarning Gain in Physics: A Possible “Hidden Variabel” in
Diagnostics Pretest Scores. In American Journal of Physics. [Online]. Vol.
70. Page (12) 1259-1268. Tersedia: http://www.physics.iastate.edu/-
per/docs/AJP-Des2002Vol.7012591268.pdf.

NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston: NCTM.

Ngatini. 2012. Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika tentang


Fungsi Melalui Model Pembelajaran NHT bagi Siswa SMP. Jurnal
Manajemen Pendidikan Volume 7, No. 2, Juli 2012.UMS: Surakarta.

OECD. 2016. PISA 2015 Results in Focus. New York: Columbia University.

Puspendik. 2018. Rekap hasil Ujian Nasional (UN) Tingkat Sekolah. Jakarta:
Kemendikbud. https://puspendik.kemdikbud. go.id/hasil-un/. Diakses 20
Januari 2018.

Rahmalia, Yosa. 2012. Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa


Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Numbered
Head Together(Nht). Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 1 No. 1
(2012)Part 3 : Hal. 52-58. UNP : Padang.

Rahmawati, Nurina Kurniasari, Budiyono,dan Dewi Retno Sari Saputro. 2014.


Eksperimentasi Model Pembelajaran Ttw Dan Nht Pada Materi Bangun
Ruang Sisi Datar Ditinjau Dari Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa.
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN: 2339-1685 Vol.2, No.10,
hal 1042-1055, Desember 2014. UNS: Surakarta.

Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rozalia, Hutri, Irwan, & Minora Longgom. 2018. Pengaruh Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Terhadap Kemampuan Pemahaman
128

Konsep Matematis Siswa Kelas VIII SMP Negeri 15 Padang. Jurnal


Pendidikan Matematika, Vol 7 No 1 hal 78-83. UNP: Padang.

Russefendi, E.T. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung:


IKIP Bandung Press.

Rusman, 2012. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme


Guru. Jakarta : RajaGrafindo Persada

Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan desain sistem pembelajaran. Jakarta:


Kencana Prenada Media Group.

Sa’ud, Udin Syaefuddin, dkk. 2006. Pembelajaran Terpadu. Bandung: UPI Press.

Sayun. 2013. Pengaruh Model Pemebelajaran Kooperatif Tipe NHT dan bentuk
Assesmen terhadap Prestasi Belajar Matematika. Jurnal. Program
Pascasarjana Universitas Ganesha.

Schunk, Dale. H. 2012. Learning Theories: An Educational Perspectives, 6th


Edition. New York: Pearson Education Inc.

Siregar, Eveline dan Hartini Nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor :
Ghalia Indonesia

Sofia, Eva. 2013. Kemampuan Komunikasi Dan Penalaran Matematis Serta


Karakter Siswa Sma Dalam Pembelajaran Dengan Strategi Brain Based
Learning.UPI : Bandung. [Tesis]. Tersedia: http://repository.upi.edu/3292/.

Sudijono, Anis. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

Sugandi, Asep Ikin. 2015. Penerapan Pendekatan Konstektual untuk


Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah serta
Disposisi Matematis Siswa SMA. Seminar Nasional Matematika Dan
Pendidikan Matematika Uny 2015. UNY : Yogyakarta.

Sumarmo, Utari dan Abdul Qohar. 2013. Improving Mathematical


Communication Ability and Self Regulation Learning Of Yunior High
Students by Using Reciprocal Teaching. IndoMS. J.M.E Vol. 4 No. 1
January 2013.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
129

The Critical Thinking Community (Foundation for Critical Thinking). 2009a.


Critical Thinking: Basic Questions & Answers. [Online]. Tersedia:
http://www.criticalthinking.org/aboutCT/CTquestionsAnswers.cfm. Diakses
pada 8 September 2018.

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovative-Progresif. Jakarta:


Kencana.

Trihendradi, Cornelius. 2005. Step by Step SPSS 13.0 Analisis Data Statistik.
Yogyakarta: Andi Offset.

Wahyudin. 2001. Belajar Tuntas dalam Pembelajaran Matematika Perlu


Dipertanyakan. Makalah Seminar Pendidikan Matematika. Bandung :UPI.

Wahyudin. 2008. Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran. Bandung: UPI.

Warsono & Hariyanto. 2012.Pembelajaran Aktif . Bandung : PT. Rosdakarya.

Eko Putro Widoyoko. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Yamin, H. Martinis. 2013. Strategi & Metode dalam Model Pembelajaran.


Jakarta: Referensi (GP Press Group).

Yunarti, Tina. 2009. Fungsi dan Pentingnya Pertanyaan Dalam Pembelajaran.


Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. UNY: Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai