Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

PEMERIKSAAN PA LIMFADENITIS TUBERCULOSIS

Dosen Pembimbing Klinik:


dr. Samuel Zacharias, Sp.B

Disusun Oleh:
YOHANES BASCO PANJI PRADANA
42190308

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT EMANUEL KLAMPOK


PERIODE 28 OKTOBER 2019 – 30 DESEMBER 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat ilmu bedah berjudul “limfadenitis
tuberkulosis ”. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian syarat kepaniteraan
klinik di Bagian Ilmu Bedah RS Bethesda pada program pendidikan dokter tahap profesi
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana.

Dengan penuh rasa hormat, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-
besarnya kepada :

1. dr. Samuel Zacharias, Sp.B. selaku dosen pembimbing klinik di RS Emanuel Klampok
yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan pengarahan dalam penyusunan referat
ini.
2. dr. Jaka Marjono, Sp.B. selaku dosen pembimbing klinik di RS Bethesda Yogyakarta
yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi dan pengarahan selama menjalani
kepaniteraan klinik.
3. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu mendukung dan memberikan semangat kepada
penulis dalam penyelesaian referat ini.
4. Teman-teman kelompok b periode I tahun 2019 atas segala dukungan dan bantuan
selama penyusunan referat dan selama menjalani program kepaniteraan klinik.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu, penulis sangat mengharapkan masukan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dan perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya ilmu kedokteran.

Yogyakarta, 22 oktober 2019

Yohanes basco panji

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menegakkan diagnosis limfadenitis tuberkulosis (TB) hingga saat ini masih
merupakan masalah. Kriteria diagnosis berdasarkan temuan klinis saja, hanya
menunjukkan angka sensitifi tas dan spesifi sitas yang rendah dan memungkinkan
terjadinya overdiagnosis terutama di negara-negara endemik TB.

Diagnosis berdasarkan pemeriksaan mikrobiologik dengan pulasan khusus


untuk basil tahan asam (BTA) juga menunjukkan angka sensitifi tas yang rendah
mengingat TB kelenjar kebanyakan bersifat pausibasiler, sementara pulasan BTA
hanya mampu mengidentifi kasi BTA dengan jumlah minimal lebih dari 104 per
sediaan atau 104 basil per ml spesimen.

Demikian juga halnya dengan biakan. Karena itu, WHO merekomendasikan


diagnosis TB kelenjar berdasarkan gambaran biopsi histopatologi, yaitu berupa
bangunan granuloma dengan nekrosis kaseosa

Karena mahal dan membutuhkan waktu lama, pemeriksaan biopsi


histopatologi seringkali digantikan dengan pemeriksaan fine needle aspiration
(FNA).
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan limfadenitis tb?
b. Apa saja etiologi dan patofisologi limfadenitis tb?
c. Bagaimana patofisiologi limfadenitis tb?
d. Apa saja gejala dari limfadenitis tb?
e. Bagaimana cara mendiagnosa limfadenitis tb dengan pemeriksaan patologi
anatomi?
f. Bagaimana tatalaksana limfadenitis tb ?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi limfadenitis tb.
b. Untuk mengetahui etiologi limfadenitis tb.
c. Untuk mengetahui patofisiologi limfadenitis tb.
d. Untuk mengetahui gejala limfadenitis tb.
e. Untuk mengetahui cara mendiagnosa limfadenitis tb.
f. Untuk mengetahui tata laksana limfadenitis tb.

2
3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Gambar 1. limfadenitis tb

Limfadenitis adalah manifestasi tuberkulosis ekstraparu yang paling seing terjadi.


Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening
yang disebabkan oleh basil tuberkulosis

2.2 Etiologi dan Patofisiologi

TB ekstraparu merupakan penyakit TB yang terjadi di luar paru, organ yang sering
diinfeksi oleh basil tuberkulosis adalah kelenjar getah bening, pleura, saluran kemih, tulang,
meningens, peritoneum dan perikardium. Limfadenitis TB adalah manifestasi lokal dari
penyakit sistemik. Hal ini bisa terjadi pada infeksi TB primer atau sebagai akibat dari
reaktivasi dari fokus aktif dan bisa langsung menyebar dari fokus yang berdekatan.

Infeksi primer terjadi pada paparan awal dari tuberkel basil. Dihirup dari droplet
nuklei yang berukuran cukup kecil untuk melewati pertahanan muco-silia pada bronkus dan
berlanjut ke alveoli. Sampai di paru, droplet ini akan di fagosit oleh makrofag dan akan
mengalami dua kemungkinan,

Pertama, basil TB akan ,mati akibat difagosit oleh makrofag. Kedua, basil TB akan
bertahan hidup dengan cara bermultiplikasi dalam makrofag sehingga basil TB akan dapat
menyebar secara limfogen, perkontinuitatum, bronkogen bahkan hematogen. Basil

4
berkembang biak di paru-paru yang disebut fokus Ghon. sistem limfatik mengalirkan basil ke
kelenjar getah bening hilus. Fokus Ghon dapat membentuk kompleks primer.

Infeksi dapat menyebar dari fokus primer ke getah bening regional. Dari nodus
regional, basil dapat terus menyebar melalui sistem limfatik ke kelenjar lain dan bisa
mencapai aliran darah kemudian dapat menyebar ke hampir semua organ tubuh. Hilus,
mediastinum dan lymphnodes paratrakeal adalah tempat pertama dari penyebaran infeksi dari
parenkim paru.

Limfadenitis TB merupakan penyebaran dari infeksi fokus primer dari tonsil, adenoid
sinonasal atau osteomyelitisdari tulang etmoid. TB primer dapat terjadi pada seseorang yang
terpapar basil tuberkulosis untuk pertama kalinya. Penyebaran basil TB secara limfogen
pertama kali menuju kelenjar limfe regional, dimana penyebaran basil TB tersebut
mengakibatkan reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe dan dan kelenjar limfe regional.

Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu sebelum
menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB akan
difagosit oleh makrofag dan dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di
leher.Peningkatan ukuran nodus dapat disebabkan oleh hal berikut ini :

1.Multiplikasi sel dalam node, termasuk limfosit, plasma sel, monosit atau histiosit.
2.Infiltrasi sel sel dari luar nodus, misalnya sel ganas atau neutrofil.
3. Drainase sumber infeksi oleh kelenjar getah bening

2.3 Gejala

Manifestasi klinis yang paling banyak timbul pada limfadenitis TB yaitu pembesaran
kelenjar getah bening yang lambat. Limfadenitis TB yang paling sering melibatkan kelenjar
getah bening servikalis, kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar mediastinal,
aksilaris, mesentrikus, portal hepatikus, perihepatik dan kelenjar inguinalis

Menurut Jones dan Campbell, limfadenopati tuberkulosis perifer dapat


diklasifikasikan kedalam lima stadium yaitu:7
a. Stadium 1 : pembesaran kelenjar yang berbatas tegas, mobile dan diskret.
b. Stadium 2 : pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksasi ke jaringan sekitar oleh
karena adanya periadenitis.

5
c. Stadium 3 : perlunakan di bagian tengah kelenjar (central softening) akibat pembentukan
abses.
d. Stadium 4 : pembentukan collar-stud abscess.
e. Stadium 5: pembentukan traktus sinus

Adapun gambaran klinis dari limfadenitis TB bergantung pada stadiumnya.


Pembengkakan yang terjadi biasanya tidak menimbulkan nyeri kecuali jika telah terjadi
infeksi sekunder bakteri, pembesaran kelenjar getah bening yang progresif atau konsidensi
dengan infeksi HIV. Abses kelenjar limfe dapat pecah dan akan terbentuk sinus yang tidak
menyembuh secara kronis dan membentuk ulkus

2.4 Diagnosis

Spesimen untuk pemeriksaan sitologi ini dapat diambil dari biopsi fine needle
aspiration (FNA) dari kelenjar limfe . lalu spesimen dikirim ke lab patologi anatomi dan pada
pemeriksaan dibawah mikroskop didapatkan hasil berikut

Gambaran sitologik FNA kelenjar getah bening leher.

A. Nekrosis kaseosa (NK) berdampingan dengan granuloma sel epitelioid (E),

B. Nekrosis kaseosa, ditandai dengan gambaran material amorfus (tanpa


struktur), terpulas eosinofilik

6
C. Granuloma sel epitelioid, Sel-sel epitelioid mempunyai ciri-ciri morfologik
sitoplasma luas berwarna eosinofilik, inti sel tampak memanjang dengan
kromatin halus. Sel-sel ini tampak berkelompok membentuk bangunan
granuloma

D. Beberapa sel epitelioid dapat mengalami fusi menjadi satu sel berukuran
besar disebut sel datia Langhans. Sel ini bersitoplasma luas eosinofilik, inti
banyak dan berderet di bagian tepi sel

2.5 Tatalaksana

Penatalaksanaan limfadenitis TB secara umum dibagi dua yaitu terapi farmakologis


dan non farmakologis.

Terapi farmakologis memiliki prinsip regimen obat yang sama dengan tuberkulosis
.OAT utama (first line Antituberculosis Drugs) dibagi menjadi dua berdasarkan sifatnya,

- Bakterisidal, golongan yang termasuk yaitu INH,rifampisin, pirazinamid dan Streptomisin-


- Bakteriostatik, golongan yang termasuk yaitu etambutol.

Terapi non farmakologis berupa pembedahan. Pembedahan dapat dipertimbangkan


seperti prosedur seperti

1.Biopsi eksisional untuk limfadenitis yang disebabkan oleh mycobacteria


atypical yang bisa mengubah nilai kosmetik dengan bedah eksisi,

2.Aspirasi, Insisi dan drainase

7
BAB III

KESIMPULAN

Limfadenitistuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening
yang disebabkan oleh basil tuberkulosis. Limfadenitis adalah manifestasi paling sering dari
TB ekstraparu

8
DAFTAR PUSTAKA

Masud KU, Wadood AU, Sanaullah, Baloch MA , Mirza J A , Sahibzada NJ. Role of FNA in
th e Diagnosis of Tuberculous Lymphadenitis. Biomedica. 2004;15:54-9.
McAdam AJ, Sharpe AH. Infectious Diseases. Dalam: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster
JC, penyunting. Pathologic Basis of Diseases. Edisi ke8. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2010. h. 366-72

Nataraj G, Kurup S, Pandit A, Mehta P. Correlation of fine needle aspiration cytology,


smear andculture in tuberculous lymphadenitis: a prospective study. Brief
Report. 2002; 48(2):113-6
Ohasi K, Takamori M, Wada A Diagnosis and treatment of the lymph node tuberculosis.
American Thoracic Association. 2014: 1-2
Sharma, S., K., Mohan, A., 2004, Extrapulmonary Tuberculosis. Department of Medicine, All
India Institute of Medical Sciences, New Delhi & Department of Emergency Medicine,
Sri Venkateswara Institute of Medical Sciences, Tirupati, India. Indian J Med Res 120:
316-353

Anda mungkin juga menyukai