Anda di halaman 1dari 13

REFARAT

SYOK HIPOVOLEMIK

Disusun Oleh:

ROHMAH YENI SAPUTRI

19360032

KEPANITERAAN KLINIS ILMU KESEHATAN BEDAH


RSUD DR RM DJOELHAM DJOELHAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
TAHUN 2019
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh
yang serius seperti perdarahan yang masif, trauma atau luka bakar yang berat (syok
hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri
yang tak terkontrol (syok septik), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau
akibat respons imun (syok anafilaktik).

Syok hipovolemik merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi


jaringan yang disebabkan gangguang kehilangan akut dari darah (syok hemorragic) atau
cairan tubuh yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Penyebab terjadinya syok
hipovolemik diantaranya adalah diare, luka bakar, muntah, dan trauma maupun perdarahan
karena obsetri. Syok hipovolemik merupakan salah satu syok dengan angka kejadian yang
paling banyak dibandingkan syok lainnya.

Syok hipovolemik pada umumnya terjadi pada negara dengan mobilitas penduduk
yang tinggi karena salah satu penyebabnya adalah kehilangan darah karena kecelakaan
kendaraan. Sebanyak 500.000 pasien syok hipovolemik pada wanita karena khasus
perdarahan obsetri meninggal pertahunnya dan 99% terjadi pada negara berkembang.
Sebagian besar penderita meninggal setelah beberapa jam terjadi perdarahan karena tidak
mendapat perlakuan yang tepat dan adekuat. 1

Penatalaksanaan syok hipovolemik dapat dilakukan mulai dari saat terjadinya


kejadian, apabila pasien mengalami trauma, untuk menghindari cedera lebih lanjut vertebra
servikalis harus diimobilisasi, memastikan jalan napas yang adekuat, menjamin ventilasi,
memaksimalkan sirkulasi dan pasien segera dipindahkan ke rumah sakit. Keterlambatan saat
pemindahan pasien ke rumah sakit sangat berbahaya.

Salah satu terapi yang tepat untuk penatalaksanaan syok hipovolemik adalah terapi
cairan yang akan berdampak pada penurunan angka mortalitas pasien. Akan tetapi terapi
cairan yang tidak tepat akan menyebabkan pasien mengalami edema paru dan gangguan
elektrolit.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui definsi, epideminologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
diagnosis, pencegahan dan manajemen, serta prognosis syok hipovolemik.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Syok secara tradisional sering diartikan sebagai hipoksia pada jaringan karena
kurangnya perfusi. Syok umumnya dikatakan sebagai hipoksia, namun kata disoksia lebih
tepat digunakan. Hipoksia merujuk kepada kurangnya oksigenasi, sedangkan disoksia adalah
kondisi dimana metabolism sel dibatasi oleh penyebaran oksigen yang kurang atau
abnormal. Pada tingkat seluler, kondisi hipoksia akan menyebabkan kegagaln fungsi
mitokondria, perubahan pada membran sel, pelepasan radikal bebas, produksi sitokin, dan
mengakibatkan beberapa reaksi inflamasi.2

Hypovolemic shock atau syok hipovolemik dapat didefinisikan sebagai berkurangnya


volume sirkulasi darah dibandingkan dengan kapasitas pembuluh darah total. Hypovolemic
shock merupakan syok yang disebabkan oleh kehilangan cairan intravascular yang umumnya
berupa darah atau plasma. Kehilangan darah oleh luka yang terbuka merupakan salah satu
penyebab yang umum, namun kehilangan darah yang tidak terlihat dapat ditemukan di
abdominal, jaringan retroperitoneal, atau jaringan di sekitar retakan tulang. Sedangkan
kehilangan plasma protein dapat diasosiasikan dengan penyakit seperti pankreasitis,
peritonitis, luka bakar dan anafilaksis. 2

2.2 Epidemiologi
Menurut WHO cedera akibat kecelakaan setiap tahunnya menyebabkan terjadinya 5
juta kematian di seluruh dunia. Angka kematian pada pasien trauma yang mengalami syok
hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang lengkap mencapai 6%. Sedangkan
angka kematian akibat trauma yang mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan
peralatan yang kurang memadai mencapai 36%. 1

Dalam sebuah penelitian yang dilaksanakan oleh Yamaguchi dan Hopper (1964), dari
10 kasus ada 3 kasus dimana pasien mengalami syok yang disebabkan oleh komplikasi dari
sindrom nefrotik. Di Indonesia sendiri, angka kematian penderita hypovolemic shock akibat
Demam Berdarah dengan ranjatan (dengue shock syndrome) yang disertai dengan
perdarahan yaitu berkisar 56 sampai 66 jiwa ditahun 2014. 3
2.3 Etiologi
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya volume plasma
di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik), trauma yang
menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh non fungsional, dan
dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat. Kasus-kasus syok
hipovolemik yang paling sering ditemukan disebabkan oleh perdarahan sehingga syok
hipovolemik dikenal juga dengan syok hemoragik. Perdarahan hebat dapat disebabkan oleh
berbagai trauma hebat pada organ-organ tubuh atau fraktur yang yang disertai dengan luka
ataupun luka langsung pada pembuluh arteri utama. 2

2.4 Patofisiologi
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan
menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan curah
jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian
pada beberapa organ: 4-5

2.4.1 Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak
melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus gastrointestinal. Kebutuhan
energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel
organ itu tidak mampu menyimpan cadangan energi. Sehingga keduanya sangat bergantung
akan ketersediaan oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat
untuk waktu yang melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial
rata-rata (mean arterial pressure/MAP) jatuh hingga 60 mmHg, maka aliran ke organ akan

turun drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu. 4-5

2.4.2 Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan
kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom tubuh yang
mengatur perfusi serta substrak lain. 4-5

2.4.3 Kardiovaskular
Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel
dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah
jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume sekuncup dan
frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang pada
akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi jantung sangat
bermanfaat namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan
curah jantung. 4-5

2.4.4 Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi peningkatan
absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati di dalam usus. Hal
ini memicu pelebaran pembuluh darah serta peningkatan metabolisme dan bukan
memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung. 4-5

2.4.5 Ginjal
Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi
terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak terjadi
kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat
yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi.
Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada
saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi
laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan vasopresin bertanggung
jawab terhadap menurunnya produksi urin. 4-5

2.5 Manifestasi Klinis


Klasifikasi perdarahan berdasarkan persentase volume darah yang hilang:

a. Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)

• Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.


• Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan.
• Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10%

b. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)

• Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan tekanan
nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan .

• Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang menyebabkan
peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah
diastolik.
b. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)

• Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik,
oligouria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau agitasi.
• Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah kehilangan
darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik.
• Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian
darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.

b. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)

• Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi


menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang
keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.
• Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.

2.6 Diagnosis
Hypovolemic shock diakibatkan umumnya karena kehilangan darahb ataupun cairan
tubuh pada tubuh manusia yang mengakibatkan jantung kekurangan darah untuk disirkulasi
sehingga dapat mengakibatkan kegagalan organ. Kehilangan darah ini dapat diakibatkan
karena trauma akut dan perdarahan, baik secara eksternal ataupun internal. Gejala-gejala
yang dimiliki bergantung pada persentase darah yang hilang dari seluruh darah yang dimiliki
pasien, namun ada beberapa gejala umum yang dimiliki oleh seluruh penderita hypovolemic
shock. Pada umumnya, pasien yang menderita hypovolemic shock memiliki tekanan darah
yang rendah (dibawah 100mmHg) dan suhu tubuh yang rendah pada bagian-bagian tubuh
perifer. Tachycardia (diatas 100 bpm), brachycardia (dibawah 60 bpm), dan tachypnea juga
umumnya terjadi pada pasien-pasien yang menderita hypovolemic shock. Kandungan
haemoglobin yang relatif kurang (<=6g/l) pada darah juga dapat menjadi pertanda adanya
perdarahan dan dapat membantu dalam mendeteksi hypovolemic shock. Pasien juga
umumnya memiliki kegangguan kesadaran dan mengalami kebingungan/kemarahan yang
diakibatkan oleh gangguan pada sistem saraf akibat kurangnya darah. 6

Pasien yang menderita hypovolemic shock dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan
persentase volume darah yang hilang dari seluruh tubuh pasien, dan gejala yang dialami oleh
tiap kategori pasien disajikan dalam tabel berikut: 7
Gejala yang dimiliki pasien
Persentase darah yang hilang dari seluruh
volume darah pasien
<15%
Respons tachycardia minim
Perubahan TD umumnya tidak
signifikan
15-40%
Tachycardia
Hypotensi
Periferal Hypofusion
Kesadaran pasien terganggu
>40% Kemampuan tubuh menkompensasi

kehilangan darah sudah pada batasnya

(Haemodynamic

compensation pada ambang batas)


Kesadaran pasien terganggu
Tachycardia
Hypotensi

2.7 Prevensi dan Manajemen


2.7.1 Manajemen dan Terapi
Ketika mendapati seseorang yang menunjukan gejala gejela hipovolemia maka yang
pertama harua dilakukan adalah mencari bantuan medis,sembari menunggu bantuan medis
datang Berikan pertolongan pertama pada penderita hipovolemia, perlu digaris bawahi
bahwa penangan pertama yang tepat pada penderita hipovolemia sangat dibutuhkan karena
dapat menghindari kematian pada penderita. Berikut hal hal atau langkah langkah untuk
memberi pertolongan pertama pada penderita: 8

1. Jangan memberi cairan apapun pada mulut penderita contoh memberi minum
2. Periksa ABC (airway, breathing, circulation)
3. Buat pasien merasa nyaman dan hangat, hal ini dilakulan agar mencegah hipotermia pada
pasien
4. Bila ditemukan adanya cedera pada kepala, leher atau punggung jangan memindahkan
posisinya
5. Apabila tampak adanya perdarahan eksternal maka segera lakukan penekanan pada lokasi
perdarahan dengan menggunakan kain atau handuk, hal ini dilakukan untuk meminimalisir
volume darah yang terbuang. Jika dirasa perlu kain atau handuk dapat diikatkan
6. Jika ditemukan benda tajam masih menancap pada tubuh penderita jangan dicabut hal ini
ditakutkan akan menyebabkan perdarahan hebat
7. Beri sanggaan pada kaki 45° atau setinggi 30 cm untuk meningkatkan peredaran darah. Saat
akan dipindahkan ke dalam ambulans usahakan posisi kaki tetap sama
8. Jika adanya cedera pada kepala atau leher saat akana dinaikan menuju ambulan berulah
penyangga khusus terlebih dahulu.

2.7.2 Field Care

Saat bantuan medis datang dan penderita dibawa menggunakn ambulan, berikan oxygen
pada pasien untuk mempertahankan suplai oksigen ke jaringan. Terapi cairan intravena
biasanya dilakukan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang, nmun cairan intravena todak
dapat mengankut darah sehingga tetap disarankan untuk segera mendapatkan transfusi
darah. Selain oemberian cairan intravena sering pula dilakukan metode permissive
hypotension metode ini diutamakan bagi penderita trauma atau yang lebih dikenal sebagai
terapi cairan restriktif, metode ini digunakan agar tekanan darahbsistolik meningkattanpa
mencapai tekanan darah normal dengan tujuan pencegahan terlarutnya faktor pembekuan
secara berlebih.9

2.8 Prognosis
Pada umumnya, Hypovolemic shock dapat menyebabkan kematian meskipun sudah
diberikan penanganan medis. Faktor usia juga merupakan faktor yang mempengaruhi
Hypovolemic shock, biasanya orang-orang yang sudah lanjut usia jika mengalami
Hypovolemic shock akan sulit ditangani dan disembuhkan. Hypovolumic shock dapat
disembuhkan jika segera diberikan penanganan atau tindakan meskipun tidak menutup
kemungkinan dapat menyebabkan kematian terhadap orang tersebut.
Hypovolemi shock biasanya tergantung dari hal-hal berikut: 10

1. Banyaknya darah yang hilang


2. Kecepatan penggantian cairan tubuh
3. Kondisi kesehatannya
4. Penyakit atau luka yang menyebabkan perdarahan

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
menuju ke organ-organ vital tubuh, sehingga mengakibatkan disfungsi organ dalam tubuh.
Salah satunya adalah syok hipovolemik, syok hipovolemik. Syok hipovolemik merupakan syok
yang terjadi akaibat berkurangnya volume plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi
akibat perdarahan hebat (hemoragik). Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian
pembuluh darah rata-rata dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang
menimbulkan penurunan curah jantung (heart pulse rate). Ketika heart pulse rate turun,
ketahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk meningkatkan tekanan sistemik guna
menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot,
kulit dan khususnya traktus gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan
metabolisme di jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu
menyimpan cadangan energi. Jika hal ini terus berlanjut maka satu persatu organ tubuh akan
mati dan berujung dapat menyebabkan kematian.

3.2 Saran
Bagi korban yang terkena syok, utamanya syok yang bersifat hipovolemik harus
mendapatkan penangana secara langsung, Karena jika tidak dapat ditangani secara cepat
dan tepat, maka satu persatu organ mengalami disfungsi dan mati sehingga berujung pada
kematian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kakunsi, Yane D., Killing, Maykel, and Deetje, Supit. Hubungan pengetahuan perawat dengan
penanganan pasien syokhipovolemik di ugd rsud pohuwato.
Buletin Sariputra. 2015;5(3):90-96.

2. Lamm, Ruth L., and Coopersmith, Craig M. 2012. Comprehensive Critical Care:Adult.
Chapter 10. Illinois: Society of Critical Care Medicine.

3. Yamauchi, Hiroshi, and Hopper, James. Hypovolemic shock and hypotension as a


complication in the nephrotic syndrome. Annals of Internal Medicine.
1996;60:242-254.

4. Wijaya, IP. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed VI. Interna Publishing. Jakarta.

5. Worthley. IG, Shock: A Review of pathophysiology and management.


Department of critical care medicine. Flinders medical centre. Adelaide.

2000;2:55-65.

6. Queensland Ambulance Service. 2016. Clinical Practice Guidelines:


Trauma/Hypovolaemic Shock. Queensland;. Diakses pada [13 Oktober 2016].

Tersedia pada

[https://ambulance.qld.gov.au/docs/clinical/cpg/CPG_Hypovolaemic%20shoc k.pdf]

7. Pascoe S, Lynch J. 2016. Management of Hypovolaemic Shock in the Trauma


Patient. Diakses pada [13 Oktober 2016]. Tersedia pada

[http://www.aci.health.nsw.gov.au/__data/assets/pdf_file/0006/195171/Hypov
olaemicShock_FullReport.pdf]

8. First Aid Guide and Emergency Treatment Instructions. Saporo fire bureau. Available at
[https://www.city.sapporo.jp]. Diakses pada [10 oktober 2016].

9. Fitria, Cemy Nur. 2012. Syok dan Penangannya.

10. Jun Wang, Teresa Liang, Luck Louis, Savvas Nicolaou, Patrick D. Mc
Laughlin. Hypovolemic Shock Complex in the Trauma Setting: A Pictorial Review.
Canadian Association of Radiologists. 2013;64:156-163. Tersedia pada
[http://sciencedirect.com].

Anda mungkin juga menyukai