Anda di halaman 1dari 11

NAMA : KOMANG HARUM PATMAWATI

NIM : 1705521009
PRODI : ARSITEKTUR
MATKUL : ARSITEKTUR DAN PRILAKU

TINJAUAN TEORI

1.1 Personal Space


Personal space merupakan bagian dari individu begitu juga privasi, setiap individu manusia
pasti memiliki ruang personal dan privasi yang berbeda. Perbedaan ruang personal dan privasi ini
dipengaruhi beberapa faktor seperti, faktor budaya, tipe kepribadian,umur ,dan jenis kelamin.
Setiap individu pasti menginginkan interaksi yang nyaman dimana itu dipengaruhi oleh ruang
personal dan privasi itu sendiri. Personal space mengatur seberapa dekat kita berinteraksi dengan
orang lain, berpindah, bergerak bersama kita dan meluas serta menyempit sesuai dengan situasi
dimana kita berada. Individu tersebut selalu menjadi pusat dari personal spacenya. Personal space
adalah teritori yang ditandai secara fisikal, teritorialitas merupakan suatu proses berdasarkan
kelompok, sedangkan personal space lebih kepada proses individual.
Menurut Robert Sommer (Halim, 2005) mengemukakan bawha Personal space itu seperti
gelembung atau bulatan yang tak terlihat, mengelilingi dan dibawa-bawa oleh suatu organisme dan
ada di antara dirinya dan orang lain, yaitu bufer zone atau jarak individu dengan yang lain yang
tidak terbagi.

Gambar 1a. Ruang personal setiap individu, Gambar 1b. Gangguang


ruang personal binatang terhadap manusia.
Sumber ( Wilson, 1984)
.
Faktor-Faktor Yang Memperngaruhi Ruang Personal

1. Jenis kelamin
2. Umur
3. Tipe kepribadian
4. Latar Belakang Budaya
5. Rasa Aman/Ketakutan
6. JarakSosial
7. Trauma
8. Gangguan Psikologi atau Kekerasan
9. Kondisi Kecacatan
10. Persaingan/Kerjasama
11. Kekuasaan dan Status
12. Pengaruh Lingkungan Fisik

Jenis-Jenis Ruang Personal

Gifford dan Price (1979) mengusulkan adanya 2 jenis ruang personal, yaitu ruang personal alfa
dan ruang personal beta.

1. Ruang Personal Alfa


Ruang personal alfa menurt Gifford dan Price merupakan jarak objektif yang terukur antara
individu yang berinteraksi dan ruang personal beta sebagai suatu pengalaman subjektif dalam
proses mengambil jarak.
2. Ruang Personal Beta
Ruang personal beta menurut Gifford dan Price merupakan kepekaan seseorang terhadap jarak
dalam bersosialisasi. Menurut penelitian Gifford dan Price, jarak ruang personal beta ini 24% lebih
besar dari pada ruang personal alfa.

Beberapa Jarak Ruang Personal

Edward Hall (1963) membshi jarak-jarak ruang personal dalam empat jenis yaitu :

 Jarak intim, fase dekat ( 0.00-0.15m) dan fase jauh (0.15-0.50m)


 Jarak personal, fase dekat (0.50-0.75m) dan fase jauh (0.75-1.20m)
 Jarak sosial, fase dekat (1.20-2.10m) dan fase jauh (2.10-3.60m)
 Jarak publik, fase dekat (3.60-7.50m) dan fase jauh ( >7.50m)

Ruang Personal Dan Desain Arsitektur

Ruang personal dimiliki oleh setiap orang. Dengan kata lain, ruang personal ini merupakan
bagian dari kemanusiaan seseorang. Berbagai rumusan menjelaskan kurangnya ruang personal
berarti kurangnya jarak interpersonal. Hal ini dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman, rasa tidak
aman, stress, adanya ketidakseimbangan, komunikasi yang buruk, den segala kendala pada rasa
kebebasan. Jadi, ruang personal berperan dalam menentukan kualitas hubungan seorang individu
dengan individu lainnya.

Pengetahuan akan ruang personal dapat melengkapi informasi bagi seorang arsitek agar
lebih peka terhadap kebutuhan ruang para pemakai ruang. Terhadap sejumlah penelitian yang
memusatkan pengamatannya pada peran ruang personal dalam lingkungan dan kebanyakan
mencakup pengamatan pada tatanan perabot, terutama di ruang-ruang public, seperti perpustakaan,
bandara, sekolah, dan perkantoran.

Peran suatu ruang personal terhadap desain arsitektur dapat dibagi menjadi dua, sebagai
berikut:

a. Ruang Sosiopetal (Sociopetal)


Istilah sosiopetal merujuk pada suatu tatanan desain arsitektur yang mampu memfasilitasi
interaksi sosial. Tatanan sosiopetal yang paling umum adalah meja makan, tempat anggota
keluarga berkumpul mengelilingi meja makan dan saling berhadapan satu sama lain.
Selain tata perabot, pembentukan ruang pun akan sangat berperan dalam
keberhasilan dalam keberhasilan membentuk ruang sosiopetal.
b. Ruang Sosiofugal (Sosiofugal)
Istilah sosiopetal merujuk pada suatu tatanan desain arsitektur yang mampu mengurangi
interaksi sosial. Tatanan sosiofugal biasanya sering ditemukan pada ruang tunggu.
Misalnya pada ruang tunggu stasiun kereta api atau bandara tempat para pengunjung
duduk saling membelakangi.
2.1 Teritorialitas
Teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat tempat
yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan ciri pemilikannyadan pertahanan dari
serangan orang lain. Manusia berakal mendudukkan teritory sebagai wilayah kekuasaan dan
pemilikan yang merupakan organisasi informasi yang berkaitan dengan identitas kelompok.
Irwin Altman (1975) membagi teritori menjadi tiga kategori dikaitkan dengan keterlibatan
personal, involvement, kedekatan dengan kehidupan sehari hari individu atau kelompok dan
frekuensi penggunaan. Pembentukan kawasan teritotial adalah mekanisme perilaku untuk
mencapai privasi tertentu. Kalau mekanisme ruang personal tidak memperlihatkan dengan jelas
batas-batasan antar diri dengan orang lain, maka pada teritorialitas batas-batas tersebut nyata
dengan tempat yang relative tetap.

Karakter Teritorial

Menurut Lang (1987), terdapat 4 karakter dari territorial tersebut yaitu meliputi:

 Kepemilikan atu hak dari suatu tempat


 Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
 Hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar
 Pengatur dari berbagai fungsi , mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis sampai
kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan – kebutuhan estetika

Territorial dapat di bagi menjadi beberapa bagian yang meliputi:

 Teritorial Primer Territorial yang dipergunakan untuk secara khusus dari kepemilikannya.
 Teritorial Sekunder Territorial yang dipergunakan untuk setiap orang dengan pemakaian dan
pengontrolan oleh perorangan.
 Teritorial Umum Territorial yang dipergunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan-
aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana territorial umum itu berada.

Menurut Altman teritorialitas dibagi berdasarkan derajat privasi, afiliasi, dan kemungkinan
pencapaian menjadi tiga; teritori primer, teritori sekunder, dan teritori publik:
Teritori primer, adalah tempat-tempat yang sangat pribadi sifatnya, hanya boleh dimasuki oleh
orang-orang yang sudah sangat akrab atau yang sudah mendapatkan izin khusus. Jenis teritori ini
dimiliki serta dipewrgunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggaran terhadap teritori utama
ini akan mengakibatkan timbulnya perlawanan dari pemiliknya dan ketidakmampuan untuk
mempertahankan teritori ini akan mengakibatkan masalah yang serius terhadap aspek psikologis
pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitasnya. Contoh : pekarangan, ruang tidur, ruang
kerja.

Teritori sekunder, adalah tempat-tempat yang dimiliki bersama oleh sejumlah orang yang sudah
cukup saling mengenal. Jenis teritori ini lebih longgar pemakaiannya dan pengontrolan oleh
perorangan. Sifat territorial sejunder adalah semi-publik. Contoh : toilet, sirkulasi lalu intas di
dalam kantor

Teritori publik, adalah tempat-tempat yang terbuka untuk umum. teritorial umum dapat digunakan
secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat. Pada prinsipnya setiap orang
diperkenankan untuk berada di tempat tersebut. Contoh : gednung bioskop, ruang kuliah, pusat
perbelanjaan dll

Fungsi Teritorialitas

1. Personalisasi dan penandaan.


Personalisasi dan penandaan seperti memberi nama, tanda atau menempatkan di lokasi
strategis, bisa terjadi tanpa kesadaran teritorialitas. Seperti membuat pagar batas, memberi
nama kepemilikan. Penandaan juga dipakai untuk mempertahankan haknya di teritori publik,
seperti kursi di ruang publik atau naungan.
2. Agresi.
Pertahanan dengan kekerasan yang dilakukan seseorang akan semakin keras bila terjadi
pelanggaran di teritori primernya dibandingkan dengan pelanggaran yang terjadi diruang
publik. Agresi bisa terjadi disebabkan karena batas teritori tidak jelas.
3. Dominasi dan Kontrol.
Dominasi dan kontrol umumnya banyak terjadi di teritori primer. Kemampuan suatu tatanan
ruang untuk menawarkan privasi melalui kontrol teritori menjadi penting.
3.1 Kesesakan dan Kepadatan
Kesesakan Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu
tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil,
Perbedaan pengertian antara crowding (kesesakan) dengan density (kepadatan) sebagaimana yang
telah dibahas terdahulu tidaklah jelas benar, bahkan kadang-kadang keduanya memiliki pengertian
yang sama dalam merefleksikan pemikiran secara fisik dari sejumlah manusia dalam suatu
kesatuan ruang.
Menurut Altman (1975), Heimstra dan McFarling (1978) antara kepadatan dan kesesakan
memiliki hubungan yang erat karena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat
menimbulkan kesesakan, tetapi bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan kesesakan.
Kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan kesesakan pada individu (Heimstra dan McFarling,
1978; Holahan, 1982).
Kepadatan atau density ternyata mendapat perhatian yang serius dari para ahli psikologi
lingkungan. Menurut Sundstrom, kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan
(dalam Wrightsman & Deaux, 1981). Atau sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau
wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstradan McFarling, 1978; Stokols
dalam Schmidt dan Keating, 1978). Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah
manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya
(Sarwono, 1992).

Pengaruh Kepadatan dan Kesesakan terhadap Prilaku Manusia

Menurut Heimstra dan Mc Farling (dalam Prabowo, ) kepadatang memberikan akibat bagi
manusia baik secara fisik, sosial maupun psikis.

a. Akibat fisik
Reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan
penyakit fisik lain.
b. Akibat sosial Adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya
kriminalitas dan kenakalan remaja.
c. Akibat psikis
 Stres, kepadatan tinggi dapat menumbuhkan perasaan negatif, rasa cemas, stres dan perubahan
suasana hati. Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung untuk menarik
diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
 Perilaku menolong (perilaku prososial), kepadatan tinggi juga menurunkan keinginan individu
untuk menolong atau meberi bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang
tidak dikenal.
 Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk
mengerjakan tugas-tugasnya pada saat tertentu.
 Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustasi dan
kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi.
DATA OBJEK

Nama Objek : Pasar Banyuasri Buleleng

Alamat : Jl.Ahmad Yani, Banyuasri, Singaraja, Kec. Buleleng. Kab. Buleleng

Jenis Bangunan : Bangunan Publik

Fungsi bangunan : Pasar Tradisional

STUDI KASUS

I. Personal Space dan Privasi pada Pasar Banyuasri Buleleng

Salah satu contoh dari personal distance adalah hubungan antara penjual dan pembeli. Pada Pasar
Banyuasri Buleleng terjadi interaksi antara pembeli dan penjual. Interaksi antara pembeli dan
penjual merupakan salah satu contoh dari
personal distance karena adanya sentuhan
kontak fisik antara pembeli dan penjual
dalam interaksinya. Hubungan ini bisa
dipengaruhi karena faktor kebudayaan dan
daerah asal yang sama.

Gambar 2. Interaksi Jual Beli di Pasar Banyuasri


Buleleng
.
Privasi adalah keadaan dimana individu ingin menyendiri
dan tidak terlalu mengekspose diri ke luar. Seperti contoh
ini seorang penjual yang hanya melayani pembeli dari
balik meja saja karena ada rahasia atau privasi yang ingin
dijaga agar orang lain tidak mengetahui.
Gambar 3. Privasi dari Seorang Pedagang
.
II. Teritorialitas pada Pasar Buleleng
Gambar disamping adalah salah satu area
teritorial berupa area publik tempat
bertemunya pembeli dan penjual Pasar
Banyuasri. Area ini merupakan teritori
publik dimana pada Pasar Banyuasri
Buleleng terjadi interaksi antara penjual
dan pembeli yang tidak saling mengenal.
Walaupun tidak saling mengenal, tetapi Gambar 3. Area Jual Beli di Pasar Banyuasri
pedagang tidak merasa terganggu akan Buleleng

kehadiran orang lain. .

Selain area pedagangan dan jual beli, teritori juga terdapat pada area
parkir. Teritori yang terjadi adalah teritori publik. Area ini di
khususkan untuk parkir kendaraan dari pengunjung. Hanya kendaraan
roda 2 yang diperbolehkan parkir area ini. Jika terdapat mobil yang
parkir pada area ini, maka akan terjadi pelanggaran teritori.

Gambar 4. Area Parkir


Pasar Banyuasri
Buleleng
.
III. Kepadatan Dan Kesesakan pada Pasar Buleleng
Kesesakan dan kepadatan terjadi pada area penjual. Para pembeli yang memenuhi area penjual
pada pasar sampai bersentuhan fisik karena terlalu sesaknya sirkulasi pada area tersebut.
Kesesakan dan kepadatan ini
berpengaruh terhadap psikis
seseorang. Dalam keadaan sesak
seperti gambar disamping,
seseorang akan gampang stres dan
mudah marah sehingga rentan
terjadinya keributan.

Gambar 5. Kesesakan Pada Area Pasar


.
Pada beberapa titik di Pasar
Banyuasri merupakan area terbuka
dan tidak tertutup atap sehingga angin
dan kebisingan berdampak langsung
kepada orang yang beraktivitas pada
area tersebut. Kebisingan dapat
berasal dari interaksi antara pedagang
dan pembeli atau dari jalan raya.
Kebisingan ini berdampak kepada
Gambar 6. Kesesakan Pada Area Pasar
psikis seseorang. Dengan kebisingan
yang tinggi seseorang akan mudah merasa stres. Pada area yang tertutupi atap, suhu di area pasar
menjadi sangat panas. Panas ini berasal dari panas matahari dan panas yang dikeluarkan oleh
masing-masing individu. Dengan berkumpulnya individu dengan ruang yang tidak memadai akan
menyebabkan ruangan akan terasa panas. Panas ini dapat berpengaruh terhadap psikis individu
seperti pusing dan stress.
DAFTAR PUSTAKA

Austin, Daniel; Cross, Robin M; Hayes, Tamara; Kaye, Jeffrey. (2014). Regularity and
Predictability of Human Mobility in Personal Space. Scholarly Journals. 9(2).

Kusyanto, Mohammad. “Kajian Area Parkir Sepeda Motor Plaza Simpanglima SemarangDitinjau
dari Perilaku Pengunjung.” Tatal 6.1 (2015)

Altman, Irwin. “The environment and Social Behavior: Privacy, Personal Space, Territory, And
Crowding.” (1975)

Anda mungkin juga menyukai