Anda di halaman 1dari 21

Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi
 Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan antara atrium kanan
dengan atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup ( Markum, 1991).
 ASD adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan. (Sudigdo
Sastroasmoro, 1994).
 Atrial Septal Defect (ASD) adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang
(defek) pada septum interatrial yang terjadi karena kegagalan fusi septum
interatrial semasa janin. ( id. Wikipedia.org).
 Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang
memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang
memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat
atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui
sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat.
(http://askep.blogspot.com/2008/04/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.html )
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa
Atrial Septal Defect ( ASD ) penyakit jantung bawaan dimana terdapat lubang (
defek ) pada sekat atau septum interatrial yang memisahkan atrium kiri dan kanan
yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatial semasa janin.

2. Epidemiologi

Di antara berbagai kelainan bawaan (congenital anomaly) yang ada,


penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan yang paling sering
ditemukan. Di Amerika Serikat, insidens penyakit jantung bawaan sekitar 8-10
dari 1000 kelahiran hidup, dengan sepertiga di antaranya bermanifestasi sebagai
kondisi kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan
pertama kehidupan berakhir dengan kematian penderita. Di Indonesia, dengan
populasi 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan terdapat
sekitar 30.000 penderita PJB.
3. Etiologi

Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor
yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Faktor Prenatal
a. Ibu menderita infeksi Rubella
b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu

2. Faktor genetik
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b. Ayah atau ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain

4. Patofisiologi

Penyakit dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan
banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi trotogen yang tidak diketahui dalam
trisemester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin. Pertama
kehidupan status, saat struktur kardiovaskuler terbentuk kecuali duktus arteriosis
paten yaitu saluran normal untuk status yang harus menututp dalam beberapa hari
pertama.
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek
sekat ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan
kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium
kanan 5 mmHg) . Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada
ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt
besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah
yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis. Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik., dengan adanya kenaikan
tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan
tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu
bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis
relatif katup pulmonal ). Pada valvula trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan,
sehingga disini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar
bising diastolik.
Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis,
maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan
akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi
kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan
ASD II. Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga
darah dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan
atrium kanan pada waktu systole. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II.
Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi
darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi
hipoksemi dan sianosis.
( Pathway terlampir )

5. Klasifikasi

Berdasarkan bentuk anatomisnya Atrial Septal Defect dapat dibedakan


menjadi 3 , yaitu:
 Defek Sinus Venosus, yaitu defek yang terletak di bagian superior dan posterior
sekat, sangat dekat dengan vena kava superior dan juga dekat dengan salah satu
muara vena pulmonalis.
 Defek Sekat Sekundum, yaitu defek ini terletak di tengah sekat atrium. Defek ini
juga terletak pada foramen ovale.
 Defek Sekat Primum, yaitu defek ini terletak dibagian bawah sekat primum,
dibagian bawah hanya di batasi oleh sekat ventrikel, dan terjadi karena gagal
pertumbuhan sekat primum. Defek sekat primum dikenal dengan ASD I, Defek
sinus Venosus dan defek sekat sekundum dikenal dengan ASD II

6. Manifestasi Klinis

a. Bayi
 Sianosis umum, khususnya membran mukosa, bibir dan lidah, kunjungtiva, area
vaskularisasi tinggi, dispnea, khususnya setelah kerja fisik seperti makan,
menangis dan mengejan.
 Keletihan.
 Pertumbuhan dan perkembangan buruk
 Kadang-kadang mengalami infeksi saluran pernafasan.
 Kesulitan makan.
 Diastolik meningkat.
 Sistolik Rendah.
 Bising jantung tak normal.
 Palpitasi.
b. Anak – anak
 Kerusakan pertumbuhan dan perkembangan.
 Tubuh lemah, keletihan.
 Nafas tersengal – tersengal dan dipsnea saat aktivitas.
 Kardiomegali.
 Diastolik meningkat.
 Sistolik Rendah
 Bising jantung tak normal
 Palpitasi.

7. Komplikasi

 Gagal jantung.
 Penyakit pembuluh darah paru.
 Endokardititis.
 Aritmia.

8. Pemeriksaan Penunjang

 Foto torak :Terlihat kardiomegali akibat pembesaran atrium dan ventrikel kanan.
Segmen pulmonal menonjol dan vaskularisasi paru meningkat (pletora). Pada
kasus lanjut dengan hipertensi pulmonal, gambaran vaskularisasi paru mengurang
di daerah tepi (pruned tree). Dan menunjukan adanya komplikasi atau tidak.
 Ekokardiogram:Ekokardiogram M-mode memperlihatkan dilatasi ventrikel
kanan dan septum interventrikular yang bergerak paradoks. Ekokardiogram 2
dimensi dapat memperlihatkan lokasi dan besarnya defek interatrial (pandangan
subsifoid yang paling terpercaya). Prolaps katup mitral dan regurgitasi sering
tampak pada defek septum atrium yang besar. Posisi katup mitral dan trikuspid
sama tinggi pada defek septum atrium primum dan bila ada celah pada katup
mitral juga dapat terlihat. Ekokardiogram menentukan lokasi defek, ukuran defek,
arah dan gradien aliran, perkiraan tekanan ventrikel kanan dan pulmonal,
gambaran beban volume pada jantung kiri, keterlibatan katup aorta atau trikuspid
serta kelainan lain. Ekokardiografi Doppler memperlihatkan aliran interatrial yang
terekam sampai di dinding atrium kanan. Rasio aliran pulmonal terhadap aliran
sistemik juga dapat dihitung. Ekokardiografi kontras dikerjakan bila Doppler tak
mampu memperlihatkan adanya aliran interatrial.
 Angiogram ventrikel kiri pada defek septum atrium sekundum tampak normal,
tapi mungkin terlihat prolaps katup mitral yang disertai regurgitasi. Pada defek
septum atrium primum, terlihat gambaran leher angsa (goose-neck appearance)
akibat posisi katup mitral yang abnormal. Regurgitasi melalui celah pada katup
mitral juga dapat terlihat. Angiogram pada vena pulmonalis kanan atas dapat
memperlihatkan besarnya defek septum atrium.
 EKG : deviasi aksis ke kiri pada ASD primum dan deviasi aksis ke kanan pada
ASD secundum, RBBB, RVH.
 Kateterisasi jantung : prosedur diagnostic dimana kateter radiopaque dimasukan
kedalam atrium jantung melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan
fluoroskopi atau intensifikasi pencitraan; pengukuran tekanan darah dan sampel
darah memberikan sumber-sumber informasi tambahan. Kateterisasi jantung
dilakukan bila defek interatrial pada ekokardiogram tak jelas terlihat atau bila
terdapat hipertensi pulmonal. Pada kateterisasi jantung terdapat peningkatan
saluran oksigen di atrium kanan dengan peningkatan ringan tekanan ventrikel
kanan dan arteri pulmonalis. Bila telah terjadi penyakit vaskuler paru, tekanan
arteri pulmonalis sangat meningkat sehingga perlu dilakukan tes dengan
pemberian oksigen 100% untuk menilai reversibilitas vaskuler paru.

9. Penatalaksanaan

Kebanyakan pasien ASD tidak menunjukkan keluhan. Pada bayi sebelum usia
3 bulan, defek berukuran < 3 mm umumnya akan menutup spontan.
Bagaimanapun juga apabila lubang tersebut besar maka operasi untuk menutup
lubang tersebut dianjurkan guna mencegah terjadinya gagal jantung atau kelainan
pembuluh darah pulmonal. Pengobatan pencegahan dengan antibiotik sebaiknya
diberikan setiap kali sebelum penderita menjalani tindakan pencabutan gigi untuk
mengurangi resiko terjadinya endokarditis infektif.

10. Prognosis

Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi
bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung
ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun. Tindakan
operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat)
memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka kematian
operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Pada penderita yang menjalani operasi di
usia kurang dari 11 tahun menunjukkan ketahanan hidup pasca operasi mencapai
98%. Semakin tua usia saat dioperasi maka ketahanan hidup akan semakin
menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan
tekanan pada pembuluh darah paru. Namun demikian, tindakan operasi tetap
memerlukan masa pemulihan dan perawatan di rumah sakit yang cukup lama,
dengan trauma bedah (luka operasi) dan trauma psikis serta relatif kurang nyaman
bagi penderita maupun keluarganya. Hal ini memacu para ilmuwan untuk
menemukan alternatif baru penutupan ASD dengan tindakan intervensi non bedah
(tanpa bedah jantung terbuka), yaitu dengan pemasangan alat Amplatzer Septal
Occluder (ASO).

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan untuk menemukan data yang dapat mendukung data yang
diperoleh dari riwayat kesehatan. Informasi dasar diperoleh pada saat pasien baru
datang. Bagi pasien jantug akut, pemeriksaan dapat dimulai dengan pengukuran
tanda – tanda vital secara rutin. Selain hal tersebut, pengkajian jantung juga harus
pula berisi evaluasi sebagai berikut :
 Efektivitas jantung sebagai pompa
 Volume dan tekanan pengisian
 Curah jantung
 Mekanisme kompensasi
Faktor yang menunjukan bahwa jantung tidak mampu berkontraksi secara
memadai atau berfungsi secara efektif sebagai pompa adalah penurunan serta
tekanan darah, nadi, pembesaran jantung, adanya murmur dan adanya irama galop
( bunyi jantung abnormal ). Jumlah darah yang mengisi atrium dan ventrikel serta
tekanan yang terjadi dapat diperkirakan dengan derajat distensi vena jugularis dan
ada atau tidaknya kongesti paru, edema perifer dan perubahan tekanan darah
postural yang terjadi saat bangun atau berdiri. Curah jantung dicerminkan oleh
frekuensi jantung, dan lain – lain. Hal yang harus diperiksa atau diperhatikan saat
pengkajian pada pasien dengan gangguan pada kardiovaskulernya adalah :
a. Keadaan umum : Observasi tingkat distress pasien. Tingkat kesadaran harus
dicatat dan dijelaskan. Evaluasi terhadap kemampuan pasien untuk berpikir secara
logis sangat penting dilakukan karena merupakan cara untuk menentukan apakah
oksigen mampu mencapai otak.
b. Pemeriksaan tekanan darah : Sebagai indikator adanya penurunan curah jantung,
ketegangan arteri, volume, laju serta kekentalan.
c. Pemeriksaan nadi : mencerminkan volume sekuncup dan tahanan vaskuler
sistemik. Tekanan nadi dapat dijadikan sebagai indikator non invansif
kemampuan pasien mempertahankan curah jantung. Bila tekanan nadi pada pasie
jantung turun sampai dibawah 30 mmHg maka perlu dilakukan pnegkajian
kardiovaskuler lebih lanjut.
d. Tangan : Pada pasien jantung, yang berikut merupakan temuan yang paling
penting untuk diperhatikan saat memeriksa ekstremitas atas :
1) Sianosis perifer : dimana kulit tampak kebiruan, menunjukan penurunan
kecepatan aliran darah ke perifer, sehingga perlu waktu yang lama bagi
hemoglobin untuk desaturasi.
2) Pucat : dapat menandakan anemia atau peningkatan tahanan vaskuler sistemik.
3) Waktu pengisian kapiler : dilakukan dengan menekan ujung jari dengan kuat dan
lepaskan dengan cepat. Repurfusi yang melambat dapat menunjukan kecepatan
aliran darah perifer yang melambat.
4) Temperatur dan kelembaban tangan : Pada keadaan stress, akan terasa dingin dan
lembab. Pada syok jantung, tangan sangat dingin dan basah akibat stimulus sistem
saraf simpatis dan mengakibatkan vasokontriksi.
5) Edema : meregangkan kulit dan membuatnya susah dilipat.
6) Penurunan turgor kulit : terjadi pada dehidrasi dan penuaan.
7) Penggadaan ( clubbing ) jari tangan : menunjukan desaturasi hemoglobin kronis
pada penyakit jantung kongeniital.
e. Kepala dan leher : difokuskan pada pengkajian bibir dan cuping telinga untuk
mengetahui adanya sianosis perifer atau kebiruan. Selain itu juga dlakukan
pengkajian pada vena jugularis apakah ada distensi atau tidak.
f. Jantung : jantung diperiksa langsung dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi dinding dada. Pendekatan sistemik merupakan dasar pengkajian yang
seksama. Pemeriksaan dinding dada dilakukan pada pada enam daerah di bawah
ini :
 Daerah aorta – ruang interkostal kedua pada sternum kanan
 Daerah pulmonal – ruang interkostal kedua pada sternum kiri
 Titik Erb – ruang interkostak ketiga pada sternum kiri
 Daerha trikuspid atau ventrikel kanan – ruang interkostal empat dan lima pada
sternum kiri.
 Daerah apeks atau ventrikel kiri – ruang interkostal kelima pada sternum.
 Daerah epigastrik – di bawah prosesus xifoideus.
Pemeriksaan pada jantung meliputi :
1) Inspeksi dan palpasi
Dengan cara sistemis, setiap daerah perikardium diinspeksi dan dipalpasi. Pada
saat diinspeksi akan ditemukan deformitas dinding dada. Pencahayaan dari
samping dapat membantu pemeriksa memeriksa pulsasi yang kecil. Terdapat
impuls normal yang jelas dan terletak tepat di atas apeks jantung. Murmur, bila
sangat keras dapat dipalpasi dan teraba oleh tangan pemeriksa sebagai sensasi “
mendengkur “. Fenomena ini dinamakan thrill dan pasti menunjukan adanya
patologi yang bermakna pada jantung. Thrill juga dapat dipalpasi di atas
pembuluh darah bila ada obstruksi aliran darah yang bermakna, dan akan terjadi
di atas arteri karotis bila ada penyempitan katup aorta.
2) Perkusi
Secara normal hanya batas jantung kiri yang dapat dideteksi pada perkusi. Batas
kanan terletak di bawah batas batas kanan sternum dan tidak dapat
dideteksi.Perkusi boleh tidak dilakukan kecuali bila pemeriksa menemukan
pergeseran impuls apikal dan mencurigai pembesaran jantung.
3) Auskultasi
Untuk menentukan bunyi jantung abnormal atau tidak. Daerah yang harus di
auskultasi antar lain daerah aorta, daerah pulmonal, titik Erb, daerah trikuspidalis,
dan daerah apeks.
g. Kaki dan tungkai : kebanyakan pada pasien yang mengalami gangguan pada
jatungnya akan mengalami penyakit vaskuler perifer atau edema perifer akibat
gagl ventrikel kanan. Maka harus dikaji dikaji sirkulasi arteri perifer dan aliran
balik vena.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan volume sekuncup
jantung
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, deformitas dada yang
ditandai dengan dispnea ( sesak nafas ), penyimpangan dada.
3. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kerusakan transport
oksigen ditandai dengan sianosis, warna kulit pucat, dispnea, perubahan
temperatur kulit.
4. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen.
5. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis : penimbunan asam laktat,
kardiomegali.
6. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan nutrisi yang tidak adekuat yang ditandai dengan pasien pasien tidak
mampu menelan atau menyusui.
7. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai
oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
8. Cemas keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
9. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan barier tidak adekuat.
10. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi otak sekunder terhadap
hipoksia jaringan.
11. PK : Hipoksemia
3. Perencaan Keperawatan
Dx 1 : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan penurunan curah jantung dapat
teratasi dengan kriteria hasil :
 Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit,
RR: 16-20 x/menit, TD: 100/60-140/90 mmHg.
 Melaporkan pemnurunan episode dipsnea.
 Tidak terjadi aritmia.
 Denyut dan irama jantung teratur.
Intervensi Keperawatan
a. Pantau tanda dan gejala penurunan curah jantung seperti:
 Peningkatan/ ketidakteraturan frekuensi nadi
 Peningkatan frekuensi pernafasan
 Penurunan tekanan darah
 Bunyi abnormal dari jantung dan paru-paru.
 Perubahan tingkat kesadaran.
 Kulit dingin lembab sianosis atau berbercak-bercak.
 Penurunan SaO2.
 Nadi perifer lemah.
 Tekanan arteri pulmonal yang abnormal.
 Perubahan EKG.
Rasional: penurunan curah jantung dapat menyebabkan ketidak cukupan suplai
oksigen dalam darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.
Penurunan volume sirkulasi dapaat meyebabkan menurunnya perfusi dari ginjal
dan menyebabkan penurunan perfusi jaringan dengan respon kompensasi tubuh
berupa penurunan jumlah sirkulasi pada ekstremitas dan peningkatan nadi serta
frekuensi pernafasan. Perubahan tingkat kesadaran kemungkinan disebabkan
perfusi yang rendah pada otak.
b. Kaji perubahan pada sensoris, contoh letargi, cemas dan depresi.
Rasional : penurunan curah jantung dapat mengakibatkan tidak efektifnya perfusi
serebral.
c. Berikan istirahat semi rekumben pada tempat tidur atau kursi
Rasional : Istirahat fisik harus dipertahankan selama gagal jantung kongestif akut
atau refraktori untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan
kebutuhan atau konsumsi oksigen miokardium dan aktivitas berlebihan.
d. Berikan cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai dengan indikasi, hindari cairan
garam.
Rasional : karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri klien tidak dapat
mentoleransi peningkatan beban awal (preload). Klien juga mengeluarkan sedikit
natrium yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokardium.
DX 2: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola nafas kembali efektif
dengan kriteria hasil :
 Pasien tidak mengalami sesak
 Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit,
RR: 16-20 x/menit, TD: 100/60-140/90 mmHg.
Intervensi keperawatan :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan kerja
nafas.
b. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi (posisi semi fowler).
Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
c. Tindakan kolaborasi dengan memberikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan/mencegah iskemia.
d. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
e. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik

DX 3 : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan perfusi jaringan kembali


normal dengan kriteria hasil :
 CRT < 3 detik.
 Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit,
RR: 16-20 x/menit, TD: 100/60-140/90 mmHg.
Intervensi Keperawatan :
a. Auskultasi TD, bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk,
berdiri bila memungkinkan.
Rasional: hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan disfungsi ventrikel,
hipertensi juga merupakan fenomena umum berhubungan dengan pengeluaran
katekolamin.
b. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer dan diaforesis secara teratur.
Rasional: mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan tahanan perifer.
c. Catat murmur
Rasional: menunjukkan aliran darah dalam jantung (kelainan katup, kerusakan
septum tertutup)
d. Kaji kualitas peristaltik, jika perlu pasang selang nasogastrik.
Rasional: mengatahui pengaruh hipoksia terhadap fungsi saluran pencernaan dan
dampak penurunan elektrolit.

DX 4 : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien dapat beraktivitas dalam


batas kemampuannya dengan kriteria hasil :
 Pasien tidak merasa kelelahan, kelemahan.
 Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit,
RR: 16-20 x/menit, TD: 100/60-140/90 mmHg.

Intervensi Keperawatan :
a. Kaji toleransi klien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut : frekuensi
nadi 20 x/mnt diatas frekuensi istirahat; catat peningkatan TD; dispnea; nyeri
dada; kelelahan berat dan kelemahan; berkeringat; pusing; atau pingsan.
Rasional : Parameter menunjukkan respon fisiologis klien terhadap stress aktivitas
dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja/jantung.
b. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas
Rasional : Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk menunjukkan tingkat
aktivitas individual.
c. Dorong klien dalam berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.
Rasional : Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan
mencegah kelemahan.
d. Bantu klien untuk memilih aktivitas sesuai usia, kondisi dan kemampuan.
Rasional : Melatih klien agar dapat bertoleransi terhadap aktivitas
e. Berikan periode istirahat setelah melakukan aktivitas
Rasional : Mencegah kelelahan berkepanjangan.

DX 5 : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan rasa nyeri berkurang


dengan kriteria hasil :
 Melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 1-3 dari 10 skala nyeri.
 Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit,
RR: 16-20 x/menit, TD: 100/60-140/90 mmHg.
 Wajah klien tampak rileks.
Intervensi Keperawatan :
a) Kaji ulang nyeri klien (PQRST)
Rasional : Memantau dan memberikan gambaran umum mengenai karakteristik
nyeri klien dan indikator dalam melakukn intervensi selanjutnya.

b) Usahakan menciptakan lingkungan yang aman dan tenang.


Rasional : Menurunkan reaksi terhadap rangsangan eksternal atau kesensitifan
terhadap cahaya dan menganjurkan klien untuk beristirahat.
c) Lakukan metode penatalaksanaan nyeri : relaksasi progresif, distraksi, dan nafas
dalam.
Rasional : Membantu menurunkan stimulasi sensasi nyeri.
d) Lakukan latihan gerak aktif dan pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati.
Rasional : Membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan
nyeri/ rasa tidak nyaman.
e) Kolaborasi: berikan analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan: narkotika
merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga
menyulitkan pengkajian.

DX 6 : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan ketidakseimbangan


nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi, dengan kriteria hasil:
 Intake nutisi adekuat.
 Peningkatan berat badan.
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji ulang kemampuan klien dalam menelan pada anak dan gangguan menyusui
pada bayi.
Rasional : Menentukan kemampuan menelan klien dan mencegah risiko aspirasi.
b. Auskultasi bising usus , amati penurunan atau hiperaktivitas usus.
Rasional : Bising usus menentukan respon pemberian makanan atau terjadinya
komplikasi misalnya ileus.
c. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Mengevaluasi efektivitas dari asupan makanan.

d. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi yang sering, sajikan makanan
dalam keadaan hangat, lingkungan yang tenang.
Rasional : Meningkatkan intake nutrisi, klien dapat berkonsentrasi makan tanpa
adanya distraksi dari luar.
e. Tingkatkan hygene mulut.
Rasional : Hygene mulut dapat meningkatkan nafsu makan sehingga keadekuatan
nutrisi dapat tercapai.
f. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam memberikan diet tinggi energi dan protein.
Rasional: Memberikan asupan nutrisi tinggi energi dan tinggi protein akan
meningkatan pertumbuhan .

DX 7: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien mengikuti kurva


pertumbuhan berat badan dan tinggi badan. Anak mempunyai kesempatan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan usia dengan kriteria hasil :
 Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat.
 Anak melakukan aktivitas sesuai usia.
 Anak tidak mengalami isolasi sosial.
Intervensi Keperawatan :
a) Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang.
Rasional: diharapkan dengan konsumsi diet tinggi nutrisi pertumbuhan yang
adekuat tercapai.
b) Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan
Rasional: untuk menentukan kecenderungan pertumbuhan.
c) Dorong aktivitas yang sesuai usia.
Rasional: melalui aktivitas yang sesuai misalnya bermain, diharapkan klien dapat
tumbuh dan berkembang semampunya.
d) Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi
seperti anak yang lain.
Rasional: sosialisasi merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak
e) Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas karena anak
akan beristirahat bila lelah.
Rasional: Memberikan kesempatan anak berkreativitas dalam melakukan aktivitas
sesuai usia.

DX 8 : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan hilang/


berkurang, dengan kriteria hasil:
 Keluarga mampu memahami perasaannya, menyatakan cemas berkurang.
 Keluarga memahami mengenai prosedur tindakan yang diberikan.
Intervensi Keperawatan :
a. Bantu keluarga mengekspresikan perasaan marah, kehilangan ataupun cemas.
Rasional : Cemas berkelanjutan mempengaruhi kesehatan anak.
b. Observasi tanda verbal dan nonverbal kecemasan, berikan penjelasan kepada
keluarga bahwa kecemasan yang ditunjukkan kepada anak akan mempengaruhi
psikologi anak.
Rasional : Reaksi verbal/ nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan
gelisah.
c. Hindari konfrontasi.
Rasional : Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama,
dan mungkin memperlambat penyembuhan.
d. Mulai lakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Berikan lingkungan yang
tenang dan suasana penuh istirahat.
Rasional : Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
e. Orientasikan keluarga terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
Berikan informasi yang akurat mengenai penyakit serta tindakan yang
pengobatan yang dilakukan.
Rasional : Orientasi informasi dapat menurunkan kecemasan.
DX 9 : Setelah diberikan asuhan keperawatan klien tidak menunjukkan tanda-
tanda infeksi, dengan kriteria hasil:
 Anak bebas dari infeksi .
 Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
Intervensi Keperawatan :
a. Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi.
Rasional : Meminimalisir terjadinya infeksi.
b. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh
meningkat.
c. Beri istirahat yang adekuat.
Rasional : Istirahat yang mencukupi dapat membantu menuningkatan imunitas
tubuh.
d. Beri nutrisi optimal untuk mendukung pertahanan tubuh alami.
Rasional : Dengan adanya asupan nutrisi yang adekuat atau optimal dapat
meningkatkan sistem imun sehingga dapat mencegah timbulnya

DX 10 : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan klien bebas dari cedera


dengan kriteria hasil :
 Klien tidak mengalami cedera.
 Menunjukkan perilaku yang mampu menghindari aktivitas-aktivitas
yang menghindari cedera.
Intervensi Keperawatan :
a. Berikan keamanan pada pasien dengan memberi bantuan pada penghalang
tempat tidur.
Rasional : Meningkatkan keamanan di sekitar klien.
b. Pertahankan tirah baring selama fase akut. Gerakkan dengan bantuan sesuai
membaiknya keadaan.
Rasional : Menurunkan resiko terjatuh / trauma
c. Atur lingkungan sekitar pasien, jauhkan benda-benda yang dapat menimbulkan
kecelakaan.
Rasional : Meminimalkan resiko cedera, memberikan perasaan aman bagi pasien.
d. Awasi / temani pasien saat melakukan aktivitas.
Rasional : Mengontrol kegiatan pasien dan menurunkan bahaya keamanan

DX 11 : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan komplikasi dapat


dihindari, dengan kriteria hasil:
 AGD menunjukkan hasil dalam batas normal.
 Irama dan frekuensi pernafasan teratur.
Intervensi Keperawatan.
a. Pantau tanda-tanda ketidakseimbangan asam-basa:
 AGD.
 Peningkatan dan ketidakteraturan nadi serta tanda-tanda peningkatann frekuensi
pernafasan.
 Perubahan status kesadaran.
Rasional: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya.
b. Evaluasi efek posisi klien terhadap oksigenasi dan gunakan nilai AGD
Rasional : Tindakan ini akan meningkatkan ventilasi abnormal.
c. Pantau EKG
Rasional :Hipoksemia sebagai pencetus terjadinya ketidakteraturan irama
jantung.
d. Hindarkan asap dan bau yang menyengat dari ruangan klien.
Rasional : Iritasi daari saluran pernafasan dapat mengeksaserbasi gejala-gejala.

4. Evaluasi
DX 1 : - Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit,
RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
- Melaporkan pemnurunan episode dipsnea
- Tidak terjadi aritmia
- Denyut dan irama jantung teratur
DX 2 : - Pasien tidak mengalami sesak
- Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit,
RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
DX 3 : - TTV dalam batas normal
- CRT < 3 detik
DX 4 : - Pasien tidak merasa kelelahan, kelemahan.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit,
RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
DX 5 : - Melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 1-3 dari 10 skala nyeri.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit,
RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
- Wajah klien tampak rileks.
DX 6 : - Intake nutisi adekuat.
- Peningkatan berat badan.
DX 7 : - Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat.
- Anak melakukan aktivitas sesuai usia.
- Anak tidak mengalami isolasi sosial
DX 8 : - Keluarga mampu memahami perasaannya, menyatakan cemas berkurang.
- Keluarga memahami mengenai prosedur tindakan yang diberikan.
DX 9 : - Anak bebas dari infeksi.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
DX 10 : - Klien tidak mengalami cedera.
- Menunjukkan perilaku yang mampu menghindari aktivitas-aktivitas
yang menghindari cedera.
DX 11 : - AGD menunjukkan hasil dalam batas normal.
- Irama dan frekuensi pernafasan teratur.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous . (2008 ). Asuhan Keperawatan pada Anak, Retreived Selasa, 6 April 2010
from: Http://askep.blogspot.com/2008/04/asuhan-keperawatan-pada-anak-
dengan.html
Anonymous. (2010 ). Atrial Septal Defect, Retreived Selasa 6 April 2010 from:
http://Id.Wikipedia.Org

Carpenito, Lynda Juall.1998.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.


Jakarta: EGC

Doengoes, E.M,dkk.2002.Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Mutaqin, Arief. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler.Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer, Suzanne C dan Bare , Brenda. G.2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Vol.3. Jakarta :EGC


Diposting oleh NURSINGHEALTHY


Reaksi:

0 komentar:

Posting Komentar

Link ke posting ini

Buat sebuah Link

Posting Lama Beranda


Copyright 2010 Nursing-Healthy. All rights reserved. Powered by Luggage
Presented by Dallas Hotels, Coded: EZwpthemes.

Anda mungkin juga menyukai