Konsep Dasar Penyakit
Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan antara atrium kanan
dengan atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup ( Markum, 1991).
ASD adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan. (Sudigdo
Sastroasmoro, 1994).
Atrial Septal Defect (ASD) adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang
(defek) pada septum interatrial yang terjadi karena kegagalan fusi septum
interatrial semasa janin. ( id. Wikipedia.org).
Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang
memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang
memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat
atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui
sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat.
(http://askep.blogspot.com/2008/04/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.html )
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa
Atrial Septal Defect ( ASD ) penyakit jantung bawaan dimana terdapat lubang (
defek ) pada sekat atau septum interatrial yang memisahkan atrium kiri dan kanan
yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatial semasa janin.
2. Epidemiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor
yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Faktor Prenatal
a. Ibu menderita infeksi Rubella
b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetik
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b. Ayah atau ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain
4. Patofisiologi
Penyakit dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan
banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi trotogen yang tidak diketahui dalam
trisemester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin. Pertama
kehidupan status, saat struktur kardiovaskuler terbentuk kecuali duktus arteriosis
paten yaitu saluran normal untuk status yang harus menututp dalam beberapa hari
pertama.
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek
sekat ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan
kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium
kanan 5 mmHg) . Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada
ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt
besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah
yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis. Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik., dengan adanya kenaikan
tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan
tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu
bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis
relatif katup pulmonal ). Pada valvula trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan,
sehingga disini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar
bising diastolik.
Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis,
maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan
akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi
kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan
ASD II. Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga
darah dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan
atrium kanan pada waktu systole. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II.
Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi
darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi
hipoksemi dan sianosis.
( Pathway terlampir )
5. Klasifikasi
6. Manifestasi Klinis
a. Bayi
Sianosis umum, khususnya membran mukosa, bibir dan lidah, kunjungtiva, area
vaskularisasi tinggi, dispnea, khususnya setelah kerja fisik seperti makan,
menangis dan mengejan.
Keletihan.
Pertumbuhan dan perkembangan buruk
Kadang-kadang mengalami infeksi saluran pernafasan.
Kesulitan makan.
Diastolik meningkat.
Sistolik Rendah.
Bising jantung tak normal.
Palpitasi.
b. Anak – anak
Kerusakan pertumbuhan dan perkembangan.
Tubuh lemah, keletihan.
Nafas tersengal – tersengal dan dipsnea saat aktivitas.
Kardiomegali.
Diastolik meningkat.
Sistolik Rendah
Bising jantung tak normal
Palpitasi.
7. Komplikasi
Gagal jantung.
Penyakit pembuluh darah paru.
Endokardititis.
Aritmia.
8. Pemeriksaan Penunjang
Foto torak :Terlihat kardiomegali akibat pembesaran atrium dan ventrikel kanan.
Segmen pulmonal menonjol dan vaskularisasi paru meningkat (pletora). Pada
kasus lanjut dengan hipertensi pulmonal, gambaran vaskularisasi paru mengurang
di daerah tepi (pruned tree). Dan menunjukan adanya komplikasi atau tidak.
Ekokardiogram:Ekokardiogram M-mode memperlihatkan dilatasi ventrikel
kanan dan septum interventrikular yang bergerak paradoks. Ekokardiogram 2
dimensi dapat memperlihatkan lokasi dan besarnya defek interatrial (pandangan
subsifoid yang paling terpercaya). Prolaps katup mitral dan regurgitasi sering
tampak pada defek septum atrium yang besar. Posisi katup mitral dan trikuspid
sama tinggi pada defek septum atrium primum dan bila ada celah pada katup
mitral juga dapat terlihat. Ekokardiogram menentukan lokasi defek, ukuran defek,
arah dan gradien aliran, perkiraan tekanan ventrikel kanan dan pulmonal,
gambaran beban volume pada jantung kiri, keterlibatan katup aorta atau trikuspid
serta kelainan lain. Ekokardiografi Doppler memperlihatkan aliran interatrial yang
terekam sampai di dinding atrium kanan. Rasio aliran pulmonal terhadap aliran
sistemik juga dapat dihitung. Ekokardiografi kontras dikerjakan bila Doppler tak
mampu memperlihatkan adanya aliran interatrial.
Angiogram ventrikel kiri pada defek septum atrium sekundum tampak normal,
tapi mungkin terlihat prolaps katup mitral yang disertai regurgitasi. Pada defek
septum atrium primum, terlihat gambaran leher angsa (goose-neck appearance)
akibat posisi katup mitral yang abnormal. Regurgitasi melalui celah pada katup
mitral juga dapat terlihat. Angiogram pada vena pulmonalis kanan atas dapat
memperlihatkan besarnya defek septum atrium.
EKG : deviasi aksis ke kiri pada ASD primum dan deviasi aksis ke kanan pada
ASD secundum, RBBB, RVH.
Kateterisasi jantung : prosedur diagnostic dimana kateter radiopaque dimasukan
kedalam atrium jantung melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan
fluoroskopi atau intensifikasi pencitraan; pengukuran tekanan darah dan sampel
darah memberikan sumber-sumber informasi tambahan. Kateterisasi jantung
dilakukan bila defek interatrial pada ekokardiogram tak jelas terlihat atau bila
terdapat hipertensi pulmonal. Pada kateterisasi jantung terdapat peningkatan
saluran oksigen di atrium kanan dengan peningkatan ringan tekanan ventrikel
kanan dan arteri pulmonalis. Bila telah terjadi penyakit vaskuler paru, tekanan
arteri pulmonalis sangat meningkat sehingga perlu dilakukan tes dengan
pemberian oksigen 100% untuk menilai reversibilitas vaskuler paru.
9. Penatalaksanaan
Kebanyakan pasien ASD tidak menunjukkan keluhan. Pada bayi sebelum usia
3 bulan, defek berukuran < 3 mm umumnya akan menutup spontan.
Bagaimanapun juga apabila lubang tersebut besar maka operasi untuk menutup
lubang tersebut dianjurkan guna mencegah terjadinya gagal jantung atau kelainan
pembuluh darah pulmonal. Pengobatan pencegahan dengan antibiotik sebaiknya
diberikan setiap kali sebelum penderita menjalani tindakan pencabutan gigi untuk
mengurangi resiko terjadinya endokarditis infektif.
10. Prognosis
Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi
bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung
ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun. Tindakan
operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat)
memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka kematian
operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Pada penderita yang menjalani operasi di
usia kurang dari 11 tahun menunjukkan ketahanan hidup pasca operasi mencapai
98%. Semakin tua usia saat dioperasi maka ketahanan hidup akan semakin
menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan
tekanan pada pembuluh darah paru. Namun demikian, tindakan operasi tetap
memerlukan masa pemulihan dan perawatan di rumah sakit yang cukup lama,
dengan trauma bedah (luka operasi) dan trauma psikis serta relatif kurang nyaman
bagi penderita maupun keluarganya. Hal ini memacu para ilmuwan untuk
menemukan alternatif baru penutupan ASD dengan tindakan intervensi non bedah
(tanpa bedah jantung terbuka), yaitu dengan pemasangan alat Amplatzer Septal
Occluder (ASO).
2. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan volume sekuncup
jantung
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, deformitas dada yang
ditandai dengan dispnea ( sesak nafas ), penyimpangan dada.
3. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kerusakan transport
oksigen ditandai dengan sianosis, warna kulit pucat, dispnea, perubahan
temperatur kulit.
4. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen.
5. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis : penimbunan asam laktat,
kardiomegali.
6. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan nutrisi yang tidak adekuat yang ditandai dengan pasien pasien tidak
mampu menelan atau menyusui.
7. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai
oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
8. Cemas keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
9. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan barier tidak adekuat.
10. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi otak sekunder terhadap
hipoksia jaringan.
11. PK : Hipoksemia
3. Perencaan Keperawatan
Dx 1 : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan penurunan curah jantung dapat
teratasi dengan kriteria hasil :
Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit,
RR: 16-20 x/menit, TD: 100/60-140/90 mmHg.
Melaporkan pemnurunan episode dipsnea.
Tidak terjadi aritmia.
Denyut dan irama jantung teratur.
Intervensi Keperawatan
a. Pantau tanda dan gejala penurunan curah jantung seperti:
Peningkatan/ ketidakteraturan frekuensi nadi
Peningkatan frekuensi pernafasan
Penurunan tekanan darah
Bunyi abnormal dari jantung dan paru-paru.
Perubahan tingkat kesadaran.
Kulit dingin lembab sianosis atau berbercak-bercak.
Penurunan SaO2.
Nadi perifer lemah.
Tekanan arteri pulmonal yang abnormal.
Perubahan EKG.
Rasional: penurunan curah jantung dapat menyebabkan ketidak cukupan suplai
oksigen dalam darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.
Penurunan volume sirkulasi dapaat meyebabkan menurunnya perfusi dari ginjal
dan menyebabkan penurunan perfusi jaringan dengan respon kompensasi tubuh
berupa penurunan jumlah sirkulasi pada ekstremitas dan peningkatan nadi serta
frekuensi pernafasan. Perubahan tingkat kesadaran kemungkinan disebabkan
perfusi yang rendah pada otak.
b. Kaji perubahan pada sensoris, contoh letargi, cemas dan depresi.
Rasional : penurunan curah jantung dapat mengakibatkan tidak efektifnya perfusi
serebral.
c. Berikan istirahat semi rekumben pada tempat tidur atau kursi
Rasional : Istirahat fisik harus dipertahankan selama gagal jantung kongestif akut
atau refraktori untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan
kebutuhan atau konsumsi oksigen miokardium dan aktivitas berlebihan.
d. Berikan cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai dengan indikasi, hindari cairan
garam.
Rasional : karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri klien tidak dapat
mentoleransi peningkatan beban awal (preload). Klien juga mengeluarkan sedikit
natrium yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokardium.
DX 2: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola nafas kembali efektif
dengan kriteria hasil :
Pasien tidak mengalami sesak
Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit,
RR: 16-20 x/menit, TD: 100/60-140/90 mmHg.
Intervensi keperawatan :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan kerja
nafas.
b. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi (posisi semi fowler).
Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
c. Tindakan kolaborasi dengan memberikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan/mencegah iskemia.
d. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
e. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji toleransi klien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut : frekuensi
nadi 20 x/mnt diatas frekuensi istirahat; catat peningkatan TD; dispnea; nyeri
dada; kelelahan berat dan kelemahan; berkeringat; pusing; atau pingsan.
Rasional : Parameter menunjukkan respon fisiologis klien terhadap stress aktivitas
dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja/jantung.
b. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas
Rasional : Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk menunjukkan tingkat
aktivitas individual.
c. Dorong klien dalam berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.
Rasional : Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan
mencegah kelemahan.
d. Bantu klien untuk memilih aktivitas sesuai usia, kondisi dan kemampuan.
Rasional : Melatih klien agar dapat bertoleransi terhadap aktivitas
e. Berikan periode istirahat setelah melakukan aktivitas
Rasional : Mencegah kelelahan berkepanjangan.
d. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi yang sering, sajikan makanan
dalam keadaan hangat, lingkungan yang tenang.
Rasional : Meningkatkan intake nutrisi, klien dapat berkonsentrasi makan tanpa
adanya distraksi dari luar.
e. Tingkatkan hygene mulut.
Rasional : Hygene mulut dapat meningkatkan nafsu makan sehingga keadekuatan
nutrisi dapat tercapai.
f. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam memberikan diet tinggi energi dan protein.
Rasional: Memberikan asupan nutrisi tinggi energi dan tinggi protein akan
meningkatan pertumbuhan .
4. Evaluasi
DX 1 : - Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit,
RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
- Melaporkan pemnurunan episode dipsnea
- Tidak terjadi aritmia
- Denyut dan irama jantung teratur
DX 2 : - Pasien tidak mengalami sesak
- Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit,
RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
DX 3 : - TTV dalam batas normal
- CRT < 3 detik
DX 4 : - Pasien tidak merasa kelelahan, kelemahan.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit,
RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
DX 5 : - Melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 1-3 dari 10 skala nyeri.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit,
RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
- Wajah klien tampak rileks.
DX 6 : - Intake nutisi adekuat.
- Peningkatan berat badan.
DX 7 : - Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat.
- Anak melakukan aktivitas sesuai usia.
- Anak tidak mengalami isolasi sosial
DX 8 : - Keluarga mampu memahami perasaannya, menyatakan cemas berkurang.
- Keluarga memahami mengenai prosedur tindakan yang diberikan.
DX 9 : - Anak bebas dari infeksi.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
DX 10 : - Klien tidak mengalami cedera.
- Menunjukkan perilaku yang mampu menghindari aktivitas-aktivitas
yang menghindari cedera.
DX 11 : - AGD menunjukkan hasil dalam batas normal.
- Irama dan frekuensi pernafasan teratur.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous . (2008 ). Asuhan Keperawatan pada Anak, Retreived Selasa, 6 April 2010
from: Http://askep.blogspot.com/2008/04/asuhan-keperawatan-pada-anak-
dengan.html
Anonymous. (2010 ). Atrial Septal Defect, Retreived Selasa 6 April 2010 from:
http://Id.Wikipedia.Org
Mutaqin, Arief. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler.Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C dan Bare , Brenda. G.2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Vol.3. Jakarta :EGC
0 komentar:
Posting Komentar