Anda di halaman 1dari 42

DAFTAR ISI

PENGERTIAN SISTEM KEKEBALAN TUBUH .............................. 1


GARIS PERTAHANAN TUBUH PERTAMA .................................... 7
RESPONS IMUN ...................................................................…………..3
KELAINAN RESPONS IMUN .............................................................. 5
REGULASI SISTEM IMUN .................................................................13
GANGGUAN REGULASI SISTEM IMUN .........................................14
RESPONS IMUN INNATE/NON-SPESIFIK/ALAMI ...................... 16
RESPONS IMUN ADAPTIF ................................................................ 18
FUNGSI KOMPONEN SISTEM IMUN ............................................. 27
RESPONS IMUN DALAM INFLAMASI ............................................ 44
RESPONS IMUN PADA JARINGAN TRANSPLANTASI ............... 51
IMUNOLOGI TUMOR ......................................................................... 62
ANTIGEN TUMOR ................................................................................64
MEKANISME IMUNOLOGI SITOTOKSITAS
SEL TUMOR ...........................................................................................65
PENOLAKAN SEL TUMOR TERHADAP IMUNOLOGI
SITOTOKSISITAS ..................................................................................68
HUBUNGAN RESPONS IMUN, USIA, DAN
TINGGINYA INSIDENSI KANKER .................................................. 70
TEORI IMUN SURVEILAN ................................................................ 71
STRATEGI IMUNOTERAPI UNTUK PASIEN KANKER .......... ….71

1
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SYSTEM KEKEBALAN TUBUH

Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh


luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme.
Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh
terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing
lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi
tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang
menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem
kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya
sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis
kanker.
Sistem imun adalah serangkaian molekul, sel dan organ yang bekerja sama
dalam mempertahankan tubuh dari serangan luar yang dapat mengakibatkan
penyakit, seperti bakteri,jamur dan virus. Kesehatan tubuh bergantung pada
kemampuan sistem imun untuk mengenali dan menghancurkankan serangan ini.
jadi kalo kelainan sistem imun berarti kemampuan untuk mempertahankan
kekebalan tubuh terganggu sehingga mudah diserang penyakit. Sistem Imun
(bahasa Inggris: immune system) adalah sistem pertahanan manusia sebagai
perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan
organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga
berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti
yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi menjadi tumor.
Sistem Kekebalan Tubuh dan Antibodi
Sistem kekebalan tubuh kita bertugas untuk melindungi kita dari penyakit apa
pun yang setiap hari menyerang kita.Antibodi adalah protein yang dibuat oleh

2
sistem kekebalan tubuh ketika benda asing ditemukan di tubuh manusia.
Bersama dengan bagian sistem kekebalan tubuh yang lain, antibodi bekerja
untuk menghancurkan penyebab penyakit, yaitu bakteri, jamur, virus, dan
parasit.Sistem kekebalan tubuh kita membuat antibodi yang berbeda beda sesuai
dengan kuman yang dilawannya. Ada antibodi husus untuk semua penyakit,
termasuk HIV. Antibodi khusus HIV inilah yang terdeteksi keberadaannya ketika
hasil tes HIVkita dinyatakan positif.
B. DAYA PERTAHANAN TUBUH DIHADAPKAN DENGAN BIBIT PENYAKIT
Bila seseorang ditulari sesuatu bibit penyakit belum tentu orang itu akan
menjadi sakit. Hal ini masih bergantung pada 3 (TIGA) hal:
1. Virulensi (keganasan) bibit penyakit.
2. Jumlah bibit penyakit yang masuk
3. Daya tahan tubuh oarang tersebut
C. PERTAHANAN TUBUH MENGHADAPI PENYAKIT
tubuh yang setiap harinya berhubungan dengan mikroba pathogen, baik
yang ada di lingkungannya atau yang melekat pada tubuh. Mempunyai daya
pertahanan untuk menjaga agar tetap sehat yang disebut daya tahan tubuh.
Daya tahan tubuh ini dapat dibagi menjadi dua:
1. hal- hal yang dapat mencegah masuknya mikroba patogen dari luar
2. hal-hal yang membuat bibit penyakit yang sudah masuk kedalam
jaringan tubuh menjadi tidak berdaya.
D. ANTIGEN DAN ANTIBODY
Antigen adalah zat yang dapat merangsang dibentuknya antibodi bila
dimasukkan kedalam jaringan tubuh. Antigen dapat berupa bakteri, virus, atau
toxinnyan .
Antibodi adalah zat yang dihasilkan tubuh setelah dimasuki suatu anti gen .
antibodi ini dapat berupa antibakteri, antivirus ataupun antitoxin bergantung
dari antigen yang masuk.

3
E. SIFAT ANTIGEN :
1. Antigen adalah makromolekul, dapat berupa polipeptida, poli sakarida,
atau glikoprotein.
2. Tidak mudah hancur atau terurai oleh cairan cairan tubuh( darah limpa
dan sebagainya.
F. SIFAT-SIFAT ANTIBODY
1. Terdiri dari zat yang menempel pada gamma globulin.
2. Berada dalam keadaan larut dalam cairan badan (serum).
3. Dapat direaksikan dengan antigen secara spesifik
4. Dibuat sel plasma dalam reticulo endothelial sistem( sum- sum tulang,
kelenjar limpha,liver, lien).
5. Antibodi bersifat thermolabil dan tidak tahan bila kena sinar matahari,
karena it harus di simpan pada tempat yang dingin dan gelap.
G. MACAM –MACAM KEKEBALAN
Menurut cara diperolehnya zat anti kekebalan dibagi dalam:
1. kekebalan aktif yaitu kekebalan yang diperoleh, dimana tubuh orang
tersebut aktif membuat zat anti.
2. Kekebalan pasif yaitu kekebalan yang diperoleh karena orang tersebut
mendapat zat anti dari luar.
H. FUNGSI SYSTEM IMUN
1. Pembentuk kekebalan tubuh.
2. Penolak dan penghancur segala bentuk benda asing yang masuk ke
dalam tubuh.
3. Pendeteksi adanya sel abnormal, infeksi dan patogen yang
membahayakan.
4. Penjaga keseimbangan komponen dan fungsi tubuh.

4
I. KOMPOSISI SISTEM KEKEBALAN TUBUH
Sel-sel sistem kekebalan tubuh adalah sel darah putih atau
leukosit.Tugasnya adalah untuk membunuh organisme yang menyebabkan
infeksi dan penyakit dalam tubuh. Leukosit dibentuk di berbagai bagian tubuh
seperti timus , limpa (limpa), dan sumsum tulang .Ada dua jenis leukosit:
1. Fagosit – Sel-sel ini tampaknya menyerang organisme. Neutrofil adalah
bentuk paling umum dari fagosit. Fungsi utama mereka adalah untuk
melawan bakteri.
2. Limfosit – Sel-sel ini yang pertama dan bertugas mencari organisme
dan membantu untuk memerangi mereka. Limfosit dimulai di sumsum
tulang secara aktif mencari organisme penyebab penyakit dalam
tubuh.
J. MACAM –MACAM SISTEM KEKEBALAN TUBUH
a. Kekebalan alam (natural immunity) sudah ada sejak lahir.
faktor-faktor antimikroba yg membantu kekebalan alam:
1. kulit : kulit yang utuh menjadi salah satu garis pertahanan
pertama karena sifatnya yang permeable terhadap infeksi berbagai
organisme. Terdiri dari lapisan tanduk yang tidak mudah ditembus
oleh benda asing kecuali jika kulit dalam keadaan terluka.Asam
lemak dan keringat yang dihasilkan oleh kelenjar di kulit juga akan
mencegah benda asing masuk kedalam tubuh.
2. selaput lender : membrane mukosa mensekresi mucus untuk
menjebak mikroba dan partikel asing lainnya serta menutup masuk
jalurnya bakteri/virus. Merupakan hasil sekresi dari sel yang
terdapat di sepanjang saluran pernapasan dan saluran pencernaan
.Pada saluran pernapaan, Selaput lendir berfungsi dalam
menangkap bakteri / benda asing yang masuk kedalam tubuh
melalui saluran pernapasan.Contoh : Selaput lender pada hidung.

5
Selaput lender pada saluran pencernaan berfungsi sebagai
rintangan yang melindungi sel diluar system pencernaan.
3. Fagositosis : sel leukosit polimorf dan sel makrofag dapat
melakukan fagositosis kuman, kuman ini masuk ked lm fagosom
yang kemudian bergabung dengan granula lisosom membentuk
fagolisosom yang mampu menghanurkan kuman.
4. reaksi radang : timbul terhadap kuman dan kerusakan pada jaringan
menimbulkan dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah kapiler. Akiatnya adalah keluarnya sel polimorf dan makrofag
ke dalam sela sela jaringan dan transudasi serum yang mengandung
beberapa factor yang bersifat bakterisid : Protein C-reaktif ( zat yg
dapat mengendapkan C karbohidrat kuman pneumokokus dengan
adanya ion Ca ++ ) dan properdin ( bekerjasama dengan system
komplemen dan ion mg++ data menghancurkan kuman melalui
aktivitas jalan metabolism alternative reaksi komplemen)
5. interferon : zat anti virus bersifat tdk khas yg dapat menghambat
reflikasi virus di dalam sel.
b. Kekebalan (acguired immunity) didapat selama hidup
Kekebalan di dapat : bahan asing yang masuk ke dalam jaringan tubuh,
mungkin berupa kuman, virus atau toksin. Bahan asing yang masuk kedalam
tubuh disebut (antigen). Dalam tubuh dibentuk bahan disebut (antibodi),
antibodi yang termasuk zat imunoglobulin dan disuntikan ke dalam orang lain
dan akan memberi proteksi kepada orang lain.
Pada dasarnya, ada tiga macam strategi pertahanan tubuh:
1) Barier •sikal (kulit dan mukosa yang utuh) dan kimia (asam lambung);
2) Respons imun alami (innate/non-spesi•k), misal fagositosis;
3) Respons imun adaptif (didapat/

6
spesi•k). Pada se bagian besar kasus, pertahanan terhadap patogen penyerang
yang merusak dapat dilakukan oleh barier •sikal dan respons imun alami, tetapi
bila tidak berhasil, respons imun adaptif akan diaktivasi.

7
GARIS PERTAHANAN TUBUH PERTAMA
Kulit utuh merupakan proteksi utama yang penting dan ber peran sebagai barier
•sik untuk menghentikan invasi mikro organisme dan substansi lain. Sekret kulit,
seperti asam keringat dan asam lemak dari kelenjar lemak, berperan dalam meng
hancurkan dan mengurangi pertumbuhan bakteri pada per mukaan kulit.
Populasi mikro!ora normal yang berkolonisasi pada permukaan kulit akan
menghambat pertumbuhan mikro organisme patogen potensial dengan cara
mengompetisi ruang dan makanan yang tersedia. Membran mukosa, seperti
mukosa pencernaan, pernapasan, urinari, dan reproduksi, berfungsi untuk
melindungi tubuh dari invasi mikroorganisme asing. Urin dan sekret mukosa
akan mendorong dan mengeluarkan mikroorganisme ke arah luar tubuh.
Barier kimia dilakukan, misal oleh enzim antimikroba, lisosim, dalam pernapasan,
air mata, saliva, hidung, dan asam lambung.Setiap hari tubuh manusia dapat
terkontaminasi dengan beratus-ratus bakteri yang dapat memasuki tubuh
melalui berbagai cara, misalnya melalui konsumsi makanan, tetapi ham pir
semuanya dimatikan oleh mekanisme pertahanan tubuh. Begitu pun tiap hari
manusia mengonsumsi beratus-ratus bakteri dan lagi-lagi hampir semuanya
mati dalam saliva atau asam lambung. Dalam keadaan ini, saliva atau asam
lambung me rupakan media pertahanan tubuh. Namun, kadang-kadang satu
bakteri dapat Strategi Pertahanan Tubuh lolos dan me nyebabkan keracunan
makanan. Dalam hal ini, suatu efek yang sangat nyata dari kegagalan sistem
imun, yang dapat terlihat adalah mual dan diare, ke duanya merupakan dua
gejala yang sangat umum terjadi.Selain itu, setiap hari manusia menghirup
ribuan bakteri dan virus yang ada di udara. Sistem imun memerangi bahan
patogen ini tanpa masalah. Kadang bakteri dapat mengalahkan sistem imun
dan tubuh terserang demam, !u, atau keadaan yang lebih buruk lagi. Demam
atau !u merupakan suatu tanda yang dapat terlihat dari kegagalan kerja sistem
imun untuk menghentikan agen penyebab. Bila tubuh kemudian sembuh dari

8
demam atau Flu, ini menjadi tanda bahwa sistem imun tubuh mampu
menghilangkan agen penyerang sesudah men dapatkan pengalaman
dari kekalahan sebelumnya. Sebaliknya, bila sistem imun tidak melakukan
sesuatu, tubuh tidak akan sembuh dari demam atau apapun juga.

RESPONS IMUN
Sistem imun bekerja setiap saat dengan beribu cara yang ber beda,tetapi tidak
terlihat. Suatu hal yang menyebabkan tubuh benarbenar menyadari kerja
sistem imun adalah di saat sistem imun gagal karena beberapa hal. Tubuh
juga menyadari saat sistem imun bekerja dengan menimbulkan efek samping
yang dapat dilihat atau dirasakan. Contohnya, saat bagian tubuh ada yang
terluka, bakteri dan virus memasuki tubuh melalui luka. Sistem imun
mengadakan respons dan menghilangkan agen penyerang sementara bagian
tubuh yang terluka menjadi sembuh. Pada kasus yang jarang terjadi, sistem
imun gagal dan luka meradang, terinfeksi, dan biasanya terisi nanah (pus).
Radang dan nanah merupakan efek samping dari kerja sistem imun. Contoh lain,
saat digigit nyamuk, timbul merah, bengkak, dan gatal. Kesemuanya ini
merupakan tanda-tanda yang dapat terlihat dari kerja sistem imun.

KELAINAN RESPONS IMUN


Dapat terjadi banyak masalah dari kerja sistem imun yang keliru atau tidak
diharapkan, contohnya alergi, diabetes melitus, artritis reumatoid, penolakan
jaringan transplantasi, AIDS (Acquired Immune De!ciency Syndrome), dan tumor
ganas limfoma. Alergi hanyalah merupakan kerja sistem imun yang berlebihan
terhadap suatu rangsang tertentu yang bagi orang lain tidak mengakibatkan hal
demikian. Diabetes melitus (DM) disebabkan oleh sistem imun yang secara
tidak tepat menyerang sel pankreas dan merusaknya. Penyakit radang sendi
(artritis reumatoid) disebabkan oleh kerja sistem imun yang tidak sewajarnya
pada jaringan sendi. Kegagalan transplantasi organ disebabkan oleh kerja sistem

9
imun berlebih, dan sering kali menolak organ yang ditrans plantasikan tersebut.
Pada AIDS, kelainan fungsi imun terjadi karena sel yang bekerja dalam sistem
imun berkurang baik dalam jumlah maupun fungsinya, seperti sel makrofag dan
sel T, karena kerja virus. Kelainan dalam bentuk peningkatan jumlah dan
fungsi sel-sel sistem imun, selain terjadi pada alergi dan keadaan
hipersensitivitas, dapat pula terjadi pada tumor ganas, misalnya limfoma.Ada
beberapa penyakit yang ditandai dengan de•siensi sistem imun. Contohnya, AIDS
yang disebabkan oleh HIV (HumanImmunode!ciency Virus), yang menurunkan
meka nisme pertahanan imun hospes oleh adanya infeksi oleh virus ini dan
perubahan sel-sel kunci sistem imun. Makrofag adalah sasaran utama, virus
hidup dan memperbanyak diri dalam makrofag. Virus menghentikan
aktivitas makrofag tetapi tidak membunuhnya. Di samping itu, virus
menginvasi sel T-helper secara langsung atau melalui makrofag yang terinfeksi.
Sel T-helper secara normal mengaktivasi sistem imun termasuk makrofag. Sel
T-helper yang terinfeksi akan terbunuh, sehingga tidak dapat memberi sinyal
kepada makrofag untuk memerangi infeksi tertentu. Makrofag yang terinfeksi
tidak akan berfungsi wajar untuk memerangi penyakit, sekalipun sel-sel
makrofag ini diberi sinyal oleh sel T-helper. Akibatnya, penderita menjadi peka
terhadap organisme yang dalam keadaan normal tidak pernah menimbulkan
penyakit (patogen oportunistik). Pneumocystis Carinii, meningitis, sarkoma
Kaposi dan kandi diasis merupakan tanda utama AIDS.
FUNGSI KOMPONEN SISTEM IMUN
Ada 2 tipe utama dari sel-sel sistem imun spesipik, yaitu sel T dan sel B.
Keduanya berasal dari sel-sel prekusor sumsum tulang embrionik yang
kemudian dimodipikasi secara spesipik; yang melalui timus menjadi sel T, yang
melalui bursa limfatikus dalam sumsum tulang, hati, limpa, atau usus
menjadi sel B.Baik sel T maupun sel B beredar dalam darah dan jaringan limfoid
seperti kelenjar limfe. Ada beberapa sel T, termasuk sel T-helper, supresor, dan
killer. Sel B berkembang menjadi sel plasma yang membentuk antibodi. Sel T-

10
helper mengontrol dan menjalankan sistem imun spesi•k dan memerintah sel-sel
lain. Sesudah antigen dihasilkan oleh makrofag, sel T akan menerima atau
mengikat antigen dengan suatu reseptor spesi•k pada permukaan sel. Sel T
yang terstimulasi akan mengeluarkan mediator kimiawi yang dinamakan
limfokin, interleukin, dan interferon. Mediator ini akan mendorong proliferasi
sel imun. Pelepasan mediator kimiawi menyebabkan sel B menjadi sel
plasma. Sel plasma membentuk antibodi, suatu protein spesi•k yang terikat
pada bahan penyebab. Antibodi dinamakan imunoglobulin, dijumpai dalam
serum dan merupakan komponen cairan humoral utama. IgG yang
merupakan 80% dari antibodi tubuh, merupakan imunoglobulin yang paling
banyak. Antibodi yang disekresi oleh kelenjar liur adalah IgA (13%) dan
sangat berperan dalam pertahanan permukaan mukosa. IgM (6%)
merupakan antibodi yang mengaktifkan sistem komplemen. IgD (1%) terlibat
dalam immunetolerance. IgE (1%) terlibat dalam reaksi hipersensitivitas imediat,
antibodi ini menyebabkan sel mast melepaskan hitamin dalam jumlah besar,
menyebabkan vasodilatasi berat. Interferon yang dilepaskan oleh sel T, akan
menyebabkan makrofag diaktivasi sedemikian rupa sehingga dapat memfagosit
lebih baik dan mematikan benda asing dengan lebih e•sien. Pada saat
bersamaan, sel B dan sel T-sitotoksik diaktivasi. Sel-sel ini menjadi banyak dan
dapat mengenali antigen pada permukaan sel yang terinfeksi oleh benda asing.
Sel T-sitotoksik menginjeksi protein ke dalam membran sel yang akan
membentuk lubang dalam membran, menyebabkan bagian dalam sel terbuka
dan mematikan sel. Di samping mematikan sel-sel yang terinfeksi dengan
organisme terutama virus, sel T-sitotoksik dapat mematikan sel-sel tumor.
Tumor dapat mempunyai antigen yang berbeda dari dirinya sendiri dan sel T-
itotoksik dapat menyerang sel-sel tumor. Sistem imun pada saat serangan
organisme yang pertama akan mencapai aktivitas seluler dan humoral yang
ebat dalam periode sekitar 1 minggu dan berakhir selama beberapa minggu.
Dengan terbunuhnya organisme, terjadi penurunan serangan oleh sistem imun

11
ini. Sel T-supresor menghentikan sistem ini dengan mengirimkan tanda untuk
menekan aktivitas sitotoksis dan aktivitas pembentukan antibodi. Sel T-
supresor ini juga menekan terjadinya perubahan sel T menjadi sitotoksik dan
mencegah tubuh menyerang dirinya sendiri. Sebelum sel T dan sel B hilang,
terbentuk sel-sel memori yang beredar dalam darah dan sistem limfatik untuk
bertahun-tahun lamanya. Kemudian bila organisme menyerang lagi, sel-sel
emori ini segera mengenali antigen tersebut dan segera menyerangnya,
termasuk di dalamnya adalah antibodi dalam serum, mukus, saliva, dan air
ata sehingga penyerang dapat mengenalinya dari semua pintu masuk. Peran
entral pada semua tipe respons imun dilakukan oleh CD4+ sel T-helper.
Antigen Presenting Cells
Memproses dan menyajikan antigen ke limfosit-T, contoh: sel dendritik,
makrofag, sel B
Sel Natural Killer (NK)
Membunuh sel tumor dan sel terinfeksi virus, merupakan sel limfosit namun
bukan sel limfosit-B dan T, kurang spesi!k dan kurang memori
Sel Limfosit-B (sel B)
Mengekspresikan antibodi pada permukaan sel yang dapat berikatan dengan
antigen dan berdiferensiasi menjadi sel plasma sebagai sel pembentuk antibodi
Sel Plasma Bentuk limfosit-B yang menyekresi antibodi
Sel T- sitotoksik (Sel T-Killer, Sel Tc)
Turunan sel limfosit-T (CD8+) yang mengenali antigen asing (yang diekspresikan
pada sel dan yang berikatan dengan molekul MHC-1) dan membunuhnya
dengan melepaskan sitokin perforin dan limfotoksin. Sel T sitotoksik juga
melepas sitokin lain yang menstimula si fagositosis dan menghambat replikasi
virus

12
Sel T-helper (Th, T4)
Turunan sel limfosit-T (CD4+) yang membentuk sitokin untuk menstimulasi
respons imun yang dimediasi sel (CMI) dan respons imun yang dimediasi
antibodi (AMI)
Sel T-memori Berkembang sesudah paparan pertama oleh antigen tertentu.
Menetap dalam sirkulasi dan mengenali anti-gen semula sampai bertahun-tahun
sesudah paparan pertama serta merespons dengan sangat cepat dan e!sien
pada paparan kedua dan selanjutnya
Sel T-supresor Sel yang menurunkan respons imun
IL-1 Terutama berasal dari sel makrofag, berperan dalam terjadinya demam,
aktivasi sel T, dan makrofag
IL-2 Disekresi oleh sel T-helper, ko-stimulator proliferasi sel T-helper, sel T-
sitotoksik dan sel B, mengakitvasi sel NK
IL-4 Diproduksi oleh sel T, sel B dan makrofag. Turut dalam aktivasi sel B,
diferensiasi sel TH2, dan supresi sel TH1
IL-5 Terutama berasal dari sel T-helper dan sel mast. Fungsi utama mengaktivasi
kemoatraksi dari eosino!l
IL-6 Terutama berasal dari sel makrofag, endotel, dan sel T. Berperan dalam
mensintesis protein fase akut dalam hati. Menginduksi proliferasi sel
pembentuk antibodi
Interferon
(IFN)Dibentuk oleh sel makrofag, limfosit, dan NK. Merupakan aktivator
makrofag yang utama. Berperan dalam mengaktivasi sel NK dan meningkatkan
respons AMI dan CMI serta mempunyai aktivitas antivirus.
Tumor Necrosis
Factor (TNF)Terutama berasal dari sel makfrofag dan T-helper. Sitotoksis
terhadap sel tumor. Meningkatkan aktivitas sel fagosit

13
Limfotoksin (LT)
Disekresi oleh sel T-sitoksik. Membunuh sel oleh aktivasi rangkaian enzim sel
yang menginduksi endonuklease untuk mendegradasi DNA sel (apoptosis)
Perforin
Disekresi oleh sel T-sitotoksik dan NK. Membentuk struk tur tubular yang
melubangi lapisan lemak dari sel target sehingga menyebabkan lisis osmotis
Transforming Growth Factor (TGF )
Dibentuk oleh sel T dan monosit. Menghambat proliferasi sel T dan B serta
menghambat aktivitas sel NK

FUNGSI KOMPONEN SISTEM IMUN


1. Fungsi Leukosit
a. Kemotaksis
Begitu leukosit memasuki jaringan ikat, sel ini harus mampu ber migrasi dan
menempati jaringan yang terluka.
b. Fagositosis
Contoh sel fagosit adalah sel neutro•l, monosit, dan makrofag. Seperti tipe
lain dari sel darah putih, sel fagosit berasal dari sel pumca (stem) pluripoten
dalam sumsum merah tulang. Neutro•l dan monosit/makrofag merupa kan sel
yang cukup e•sien dalam fagositosis sehingga dinamakan fagosit profesional.
Fagositosis oleh neutro•l lebih bersifat primitif dari pada fagositosis oleh
makrofag dalam sistem imun. Sel fagosit tertarik ke tempat infeksi oleh proses
kemotaksis. Contoh faktor kemotaksis adalah produk dari mikrobial, sel
jaringan Kemotaksin Sumber
dan leukosit yang rusak, komponen komplemen (misal
C5a), dan sitokin tertentu.Fagositosis merupakan proses multitahap dengan sel
fagosit memakan dan merusak agen infeksius. Fagositosis merupakan proses
pencernaan partikel (dalam ukuran yang dapat terlihat oleh mikroskop
cahaya) oleh sel.

14
c. Pemprosesan dan penyajian antigen
Molekul MHC
Molekul MHC merupakan suatu tempat pada lengan pendek kromosom 6
(6p21.3) yang mengode sejumlah molekul termasuk molekul MHC kelas I, II, dan
III yang terlibat dengan pengikatan antigen, pemprosesan, dan penyajiannya.
Ada 2 tipe utama molekul self-MHC yang juga dinamakan HLA (Human Leucocyte
Antigen), yaitu molekul MHC kelas I dan molekul MHC kelas IISemua sel
memproses dan menyajikan antigen yang berasal dari sel (antigen intrasel)
pada molekul MHC kelas I. Molekul MHC kelas I ditemukan pada semua sel tubuh
kecuali pada sel eritrosit. Molekul MHC kelas I menyajikan antigen intrasel TCR
pada sel T CD8+, dan sel NK.Molekul MHC kelas III meliputi faktor komplemen
B, C2, dan C4.Antigen yang berasal dari sumber di luar sel di-sajikan oleh sel
penyaji antigen khusus (APC, Antigen Precenting Cell) pada molekul MHC kelas
II. Ada 3 APC khusus, yaitu sel dendritik periferal, derivat monosit, dan sel B.
Molekul MHC kelas II ditemukan hanya pada permukaan sel penyaji antigen
(APC, Antigen Presenting Cell) seperti sel makrofag, sel B, dan sel dendritik.
Molekul MHC kelas II berperan penting dalam penyajian antigen eksogen ke
reseptor sel T pada sel T-helper CD4+. Sel-sel ini khusus menyajikan
antigen ke sel T CD4+yang mengenali antigen pada molekul MHC kelas II. Ini
merupakan hal penting karena CD4+ sel T mengontrol proliferasi sel T lain dan
sel B. Sel penyaji antigen khusus memroses antigen dan mengekspresikannya
pada molekul MHC kelas II (misal, HLA-DP, HLA=DQ, HLA-DR). Antigen
ekstrasel ini diproses oleh fagositosis dan menghasilkan molekul peptida pada
molekul MHC kelas II di permukaan sel. Molekul MHC kelas I, II dan III pada
manusia ber-sifat pleomor•k berdasarkan adanya variasi gen tertentu. Ini
menyebabkan antigen yang terikat pada molekul MHC kelas I dan II seseorang
belum tentu terikat pada individu lain. Adanya pleomor•k merupakan faktor
pertimbangan ada tidaknya penolakan yang signi•kan dalam transplantasi

15
sehingga ada istilah histokom pa-tibilitas. Bila jaringan donor tidak cocok
dengan MHC, akan terjadi bermacam-macam antigen baru yang

2. Neutrofil dan Monosit/Makrofag


Neutro•l dan monosit merupakan sel fagositik dari leukosit. Perbedaan
mendasar dari keduanya adalah neutro•l mengalami diferensiasi hampir
lengkap dalam sumsum tulang selama 14 hari, sedangkan monosit keluar
dari sumsum tulang sesudah 2 hari dalam keadaan yang relatif tidak dewasa dan
berdiferensiasi dalam jaringan.
3. Limfosit
Tiga tipe utama limfosit dibedakan berdasarkan pada reseptor antigennya,
menjadi limfosit-T, limfosit-B, dan sel pembunuh alami (NK, natural killer). Dalam
darah, sel B dan sel T ber-sifat tidak aktif dan berukuran kecil (8-10 µm). Sel NK
dapat berdiferensiasi secara luas dalam sumsum tulang dan tampak dalam darah
sebagai suatu limfosit besar bergranular. Dengan diameter >15 µm, sel
menjadi lebih besar dari sel leukosit lainnya dalam darah.
Limfosit-T (sel T)
Limfosit-T merupakan 80-90% limfosit darah tepi. Juga dijumpai di daerah
parakorteks kelenjar limfe. Pengaktifan limfosit-T sama dengan limfosit-B.
Limfosit ini mempunyai reseptor permukaan untuk antigen, membentuk sel T-
memori dan limfokin (untuk merespons rangsangan antigen), dan mempunyai
imunoglobulin permukaan dalam jumlah lebih sedikit.Limfosit-T mengenali
berbagai antigen dengan mengguna kan kompleks transmembran bera•nitas
lemah yaitu reseptor antigen sel T (TCR, T-cell antigen receptor).
Limfosit T(sel T) terdiri dari beberapa jenis dan mempunyai fungsi masing-
masing yaitu:
 Cytotoxic cell (Tc) berfungsi menghasilkan racun (toxin) yang akan
menghancurkan mikroba,sel kanker atau sel yang sedang terinfeksi virus.

16
 Helper cell (Th) yang menghasilkan protein yang akan membantu B.
lymphocyte sehingga berkembang menjadi sel plasma yang akan
menghasilkan antibody.
 Killer cell (Tk) yang menghasilkan racun yang akan menghancurkan
mikroba, sel kanker atau sel yang sedang terinfeksi virus
 Supressor cell (Ts) yang menghasilkan protein yang menekan
(menghambat) pengeluaran protein oleh limposit Th
Limfosit-B (sel B)
Limfosit-B ditemukan dalam sumsum tulang, folikel limfoid, pulpa putih dari
limpa, dan merupakan 10-20% limfosit darah perifer. Namanya berasal dari
bursa of fabricus (organ burung yang bertanggung jawab untuk pembentukan
produksi limfosit-B).Limfosit-B membantu mengontrol antigen ekstraselular,
seperti bakteri, jamur, dan virion. Limfosit-B mengenali anti-gen yang bervariasi
dengan menggunakan reseptor antigen sel B (BCR, B-cell antigen receptor)
yang merupakan reseptor antigen bera•nitas kuat. Sel B berikatan dengan
reseptor permukaan IgM, IgD untuk mengikat antigen sehingga terjadi
proliferasi limfosit-B, membentuk ekspansi klonal.
4. Antibodi
Antibodi merupakan protein (imunoglobulin). Dihasilkan oleh sel plasma yang
berasal dari proliferasi dan diferensiasi sel B yang terjadi setelah kontak
dengan antigen. Diklasi•kasikan berdasarkan kegunaannya, yang utama
adalah antibodi netralisasi yang berfungsi untuk melawan toksin, melapisi
bakteri dengan opsonin untuk membantu proses fagositosis antibodi dengan
mengikat bakteri.IgA merupakan antibodi utama dalam saliva, berfungsi
menghalangi perlekatan bakteri ke epitel mulut, faring, dan gastrointestinal. IgD,
berperan sebagai reseptor antigen di permukaan limfosit. IgE ditemukan
dengan jumlah sangat sedikit dalam serum, berpartisipasi dalam reaksi
hiper-sensitivitas tipe I. IgG merupakan pertahanan utama terhadapAntibodi
tersusun oleh 2 lengan berat dan lengan ringan. Bagian dari lengan yang unik dan

17
berubah-ubah membiarkan antibodi mengenali antigen yang
sesuai.mikroorganisme dan toksin. IgM adalah antibodi pertama yang
disekresikan untuk merespons rangsangan antigen
5. Sel Pembunuh Alami (NK)
Sel NK merupakan subpopulasi limfosit yang berperan penting dalam
respons imun alami dengan memediasi efek sitotoksis dalam sel target dan
dengan melepas sitokin (IFN dan TNF). Sel NK mengenali dan membunuh sel
tumor tertentu dan sel yang terinfeksi virus. Jumlah NK meningkat dengan
meningkatnya usia, tetapi kapasitas toksisitasnya menurun, yang
menyebabkan menurunnya respons sitotok-sisitas ter hadap antigen pada agen
infeksi atau terhadap sel tumor pada usia tua Tidak seperti limfosit-T atau
limfosit-B, sel NK kurang spesi•k dan kurang memori, tetapi dapat menginduksi
lisis spontan dari sel terinfeksi virus dan sel tumor dengan menyekresi
perforin dan enzim litik lainnya.
6. Komplemen
Komplemen merupakan suatu rangkaian interaksi dari sekitar 30 membran yang
berhubungan dengan reseptor sel dengan glikoprotein serum yang larut. Ada 3
jalur utama aktivasi komplemen, dua di antaranya
diinisiasi oleh mikroba dalam keadaan tidak adanya antibodi,
jalur ini dinamakan jalur alternatif atau jalur lectin. Jalur
ketiga diinisiasi oleh isotipe antibodi tertentu yang melekat
pada antigen, pengaktifan jalur ini dinamakan jalur klasik.
Komplemen memicu inflamasi dengan membentuk:Substansi
* vasoaktif yang dinamakan kinin-like, C2a, yang menginduksi sakit,
meningkatkan permeabilitas dan pelebaran pembuluh darah
* C3a, C4a, dan C5a yang berperan meningkatkan reaksi in!amasi dengan
menstimulasi pelebaran arteri, pe le-pasan histamin oleh sel mast dan baso•l,
serta kemotaksis sel neutro•l

18
* Molekul yang dinamakan ana•latoksin, C3a, dan C5a yang menghasilkan
ana•laksis dengan menginduksi sekret sel mast
* Kemotaksin, C5a yang menarik leukosit dan menstimulasi sekresi fagosit
* C5b-C6, C7, C8, C9 berperan dalam memicu lisis sel dengan membentuk
kompleks dengan membran yang diserang
* Fragmen C3b merupakan opsonin penting yang menyelubungi permukaan
sel patogen. Opsonin C3b terikat pada agregasi molekul, partikel atau sel, yang
membuat fagosit mampu mencernanya. Sel fagosit (makrofag, monosit,
neutro•l) mempunyai reseptor C3b yang mem-bantu pemusnahan patogen
dengan memicu fagositosis
7. Sitokin
Sitokin merupakan protein hormon yang kurang spesi•k dan lebih terlokalisasi
dibanding hormon endokrin serta dapat menstimulasi atau menghambat
fungsi normal sel. Baik sistem imun selular maupun humoral dikoordinasi
oleh sitokin (60 sitokin).Sitokin terbagi dalam beberapa famili, termasuk inter-
leukin, interferon, tumor necrosis factor, colony stimulating factor, dan kemokin
yang mengatur migrasi sel di antara dan di dalam jaringan.
8. Interleukin
Ada 22 interleukin (IL-1 sampai IL-22). IL-1, disekresi oleh makrofag dan
monosit, menstimulasi respons in!amasi dan mengaktivasi limfosit. IL-2,
diproduksi oleh limfosit T-helper, menstimulasi proliferasi dari T-helper, T-
sitotoksik dan limfosit-B, serta mengaktivasi sel NK.IL-10 dan TGF, merupakan
imunosupresan, menghambat respons sitotoksis sistem imun (sel T dan sel
makrofag) terhadap antigen tumor dan agen infeksi. Obat yang memblok aksi
imunosupresi IL-10 dan TGF pada sistem imun merupakan substansi yang
berperan penting dalam terapi kanker manusia. Obat yang menstimulasi fungsi
IL-10 dan TGF, ber guna untuk menekan respons imun patologis seperti pada
penyakit autoimun, alergi, dan penolakan transplantasi.

19
9. Interferon
Interferon merupakan sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi oleh:
makrofag yang diaktifkan, sel NK, berbagai sel tubuh yang mengandung inti dan
dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus. INF berperan dalam antivirus,
menginduksi sel di sekitar sel terinfeksi virus, menjadi resisten terhadap
virus, mengaktifkan sel NK untuk memusnahkan sel terinfeksi virus, dan
menyingkirkan sumber infeksi

RESPONS IMUN DALAM INFLAMASI


Mikroorganisme menggunakan beberapa cara untuk meng hindar dari sistem
imun hospes: merusak antibodi atau hidup dalam sel fagosit; membuat variasi
atau mengganti antigen; mengakibatkan imunosupresi respons imun spesi•k
dan non-spesi•k. Kerusakan jaringan tubuh oleh infeksi mikroba, bahan •sis
(panas, benda tajam), dan kimiawi (luka bakar asam) menimbulkan peristiwa
kompleks respons •siologi non-spesi•k (in!amasi) yang bertujuan untuk:
Melokalisasi infeksi dan mencegah penyebaran mikroba pe􀁳฀ -nyerang, 􀁳฀
Memobilisasi sel imun (sel neutro• dan monosit) serta molekul dari darah ke
area infeksi, 􀁳฀ Menetralisasi toksin, dan􀁳฀ Mereparasi dan menggantikan
jaringan yang rusak.
Peran Pembuluh Limfe dan Kelenjar Limfe pada Inflamasi
Sistem limfatik dan kelenjar limfe berfungsi untuk mengairi sehingga
cairan limfe berakumulasi dalam matriks ekstravaskular. Kelenjar limfe mewakili
pertahanan sekunder tubuh bila respons in!amasi lokal mengalami kegagalan
dalam menetralkan agen penyebab. Pembuluh limfe juga digunakan untuk
mengantarkan antigen dan limfosit dari bagian tepi ke kelenjar limfe yang lebih
di tengah tempat berkumpulnya sel T, B, dan sel penyaji antigen. Jumlah
pembuluh limfe hampir sebanyak kapiler. Katup-katup pembuluh limfe
mengatur arah aliran limfe dari distal ke proksimal.Aliran limfe akan
meningkat pada keadaan in!amasi. Aliran limfe berperan dalam resolusi

20
respons radang dan membasahi dalam bentuk cairan edema yang juga
mengandung sisa leukosit Imunopatologi yang keluar dari pembuluh darah dan
sisa sel yang berasal dari ruang ekstravaskular. Sayang sekali, cairan limfe ini
dapat juga merupakan saluran untuk penyebaran bahan jejas sehingga dapat
terjadi in!amasi sekunder yang melibatkan saluran limfatik (limfangitis) atau
kelenjar getah bening regional (limfadenitis). Contohnya, pada infeksi tangan,
dapat meluas ke aliran limfatik lengan di atasnya (limfangitis) dan kelenjar getah
bening ketiak dapat membesar (limfadenitis). Untungnya, pertahanan sekunder
ini sering dapat mengatasi daerah infeksi, meskipun kadang-kadang
berlebihan sehingga organisme infeksius dapat tercurah melalui aliran limfatik
yang secara progresif membesar dan mencapai aliran darah, menyebabkan
terjadinya bakteriemia.

Respons Imun pada Sifilis


Selama infeksi awal dengan Treponema pallidum, antibodi terdeteksi saat
termanifestasinya chancre. IgG dan IgM menetap dalam waktu lama pada
pasien yang tidak mendapat perawatan. Tidak jelas bagaimana organisme ini
dapat menetap saat terjadi respons imun yang sangat kuat. Mungkin hal ini
karena lapisan luar dari treponema yang virulen sedemikian padat sehingga
melindunginya terhadap efek dari perlekatan dengan antibodi. Pada pasien
yang mendapatkan pengobatan, kadar IgM berkurang tetapi IgG menetap
sampai bertahun-tahun. Si•lis berlanjut melalui stadium-stadium klinis meskipun
antibodi dalam tubuh penderita menetap.Pada si•lis stadium awal, imunitas
yang dimediasi sel terhambat. Limfosit tampak berkurang responsnya terutama
terhadap antigen treponema. Namun, individu dengan si•lis sekunder dan tersier
stadium lanjut menunjukkan imunitas dimediasi sel terhadap antigen
treponema. Seperti diketahui, antigen terponema ini dapat menghambat
migrasi leukosit pada penderita si•lis. Jadi berarti, baik imunitas dimediasi sel

21
maupun imunitas dimediasi antibodi tidak cukup memberikan perlindungan
terhadap si•lis. Walaupun demikian, pasien yang tidak mendapat pengobatan
mempunyai daya resistensi relatif terhadap si•lis dan perkembangan chancre
yang mengikuti infeksi sekunder jarang terjadi pada pasien ini.

Respons Imun pada Penyakit Periodontal


Antigen mikroba memasuki jaringan gingiva dan terjadi interaksi dari substansi
asing ini dengan antibodi spesi•k pada gingiva. Penelitian imuno"uoresen
membuktikan bahwa ada kompleks antigen-antibodi dan pengendapan C3
pada jaringan gingiva. Interaksi ini mengaktivasi komplemen dan mekanisme
kerusakan jaringan lain di samping antibodi memberi efek perlindungan
dengan menetralkan toksin bakteri atau enzim melalui peningkatan fagositosis
dan pemusnahan mikroorganisme dalam plak. Penderita periodontitis kronis
dewasa menunjukkan titer antibodi terhadap P. gingivalis yang secara
signi•kan lebih tinggi dibandingkan penderita gingivitis atau juvenile
periodontitis. Sebaliknya titer antibodi A. actinomycetemcomitans yang terlihat
pada penderita juvenile periodontitis lebih tinggi dibanding pada penderita
periodontitis kronis dewasa. Ini sesuai dengan pola mikroorganisme yang
ditemukan pada penderita. Aktivasi komplemen merupakan mekanisme penting
dalam proses in"amasi lokal yang terjadi pada penyakit periodontal. Aktivasi
jalur klasik oleh kompleks antigen-antibodi atau jalur alternatif dengan
substansi seperti endotoksin akan membentuk fragmen komplemen yang
mempunyai potensi biologis. Aktivasi kedua jalur ini menghasilkan
pembentukan C3a dan C5a yang dapat meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah, di samping daya kemotaksis dari C5a terhadap neutro•l dan monosit.
Mekanisme kerusakan jaringan lainnya dimana komplemen berperan signi•kan
adalah pelepasan enzim litik oleh neutro•l, stimulasi pelepasan limfokin oleh
limfosit-B, dan aktivasi prostaglandin yang memediasi resorpsi tulang.
Pembentukan mediator radang ini berkontribusi secara signi•kan dalam radang

22
kronis dan kerusakan jaringan pada penyakit periodontal.Aktivasi komplemen
pada kelainan periodontal terjadi melalui jalur klasik dengan adanya antigen
dan antibodi spesi•k Imunopatologi seperti IgG atau IgM. Antigen poten atau
substansi asing me-masuki jaringan gingiva dan menyensitisasinya untuk
membentuk antibodi spesi•k. Antigen bakteri ditemukan pada jaringan
periodontal yang mengalami in"amasi dan juga terbukti adanya titer antibodi
yang signi•kan terhadap antigen bakteri tersebut yang berasal dari mikro"ora
periodontal. Interaksi antara antibodi spesi•k dan antigen bakteri baik dalam
jaringan gingiva maupun poket periodontal menyebabkan aktivasi komplemen
jalur klasik dan pembentukan mediator radang. Aktivasi jalur alternatif dapat
juga terjadi pada penyakit periodontal. Bakteri Gram negatif yang dominan
dalam periodontitis, mengandung endotoksin pada membran luarnya.
Endotoksin berpotensi sebagai aktivator dalam jalur alternatif. Produk dari
bakteri Gram positif termasuk actinomycetes dan streptokokus juga
mengaktivasi komplemen dalam keadaan absennya antibodi spesi•k. Aktivasi
jalur alternatif akan membentuk mediator in"amasi yang sama seperti yang
dihasilkan oleh aktivasi jalur klasik seperti C3a dan C5a. Pada penyakit
periodontal, cairan sulkus gingiva berubah dari transudat serum menjadi eksudat
dan kecepatan alirannya meningkat. C3 keluar dari cairan sulkus gingiva lesi
periodontal berat. Ada korelasi yang kuat antara jumlah C3 yang keluar dengan
beratnya in"amasi dan kerusakan jaringan yang terjadi. Pengeluaran
komplemen berkurang secara signi•kan bersamaan dengan dilakukannya
pengobatan penyakit periodontal.CMI merupakan faktor penting dalam
patogenesis penyakit periodontal. Pada lesi gingiva awal, respons selular ditandai
oleh banyaknya limfosit berukuran kecil atau medium bersamaan dengan
limfoblas. Respons selular merupakan tanda hipersen sitivitas lambat. Pada lesi
periodontal kronis, sel plasma pembentuk antibodi banyak ditemukan di samping
sel T.CMI diawali oleh limfosit-T ketika terpapar oleh antigen yang sesuai,
yang mensensitisasi dan mengubahnya serta mereplikasinya. Sel T yang sudah

23
berubah ini melanjutkan sirkulasinya dalam saluran limfatik dan darah ke
jaringan atau organ lain. Bila sel T bertemu dengan antigen spesi•k akan
membentuk limfokin yang langsung merusak jaringan. Limfokin juga
mengaktivasi sel monosit lain untuk merusak jaringan. Sel hospes yang
mempunyai antigen di permukaannya merupakan subjek reaksi sitotoksik
yang dimediasi langsung oleh sel T. Limfokin mempunyai beberapa efek
merusak jaringan termasuk •broblas, pelarutan serabut kolagen, dan stimulasi
resorpsi tulang. Limfosit menghasilkan faktor penghambat migrasi yang
menghambat migrasi makrofag. Limfotoksin (LT) dihasilkan oleh sel limfosit
yang tersensitisasi pada penderita penyakit periodontal dan bersifat sitotoksik
terhadap •broblas gingiva. LT tidak dibentuk oleh limfosit dari penderita yang
tidak mengalami penyakit periodontal maupun limfosit yang tak terstimulasi
pada penderita dengan penyakit periodontal.Limfokin atau sitokin lainnya yang
disebut OAF (Osteoclast Activating Factor) ditemukan pada penderita penyakit
perio-dontal. OAF menginduksi aktivitas osteoklas dalam tulang. Aktivitas
OAF dibedakan dari parathormon (suatu metabolit vitamin D aktif) dan
berbeda dari prostaglandin. OAF homolog dengan Il-1Kerusakan tulang alveolar
merupakan tanda karakteristik dari penyakit periodontal tingkat lanjut.
Hubungan pasti antara resorpsi tulang alveolar dengan plak gigi sudah diketahui,
namun bagaimana cara tulang mengalami resorpsi belum dipahami secara
lengkap. Beberapa jalur yang mungkin terjadi telah diuraikan dimana
pembentukan plak gigi memberikan akses ke tulang alveolar dan
menyebabkan resorpsi tulang. Pembentukan plak dapat menstimulasi sel
progenitor dalam periodontium untuk berdiferensiasi menjadi osteoklas.
Kompleks bahan dari kuman dan enzim hidrolitik dari plak berperan langsung
dalam dekalsi•kasi tulang dan hidrolisis matrik, organik.
Respons Imun terhadap Virus
Virus tidak selalu membunuh sel yang terinfeksi. Virus dapat
menimbulkan mekanisme pertahanan non-spesi•k pada hospes dan yang paling

24
berperan adalah dengan menginduksi interferon. Respons imun baik humoral
maupun selular berperan dalam pengen dalian infeksi virus. Protein yang
disandikan virus biasanya merupakan sasaran dari respons imun. Imunitas
humoral melindungi hospes terhadap infeksi ulang oleh virus yang sama.
Antibodi menetralkan dan menahan dimulainya infeksi virus pada tahap
perlekatan atau pelepasan selubung. Antibodi sekretori IgA berperan penting
dalam perlindungan terhadap infeksi virus melalui saluran napas atau cerna. Sel
yang terinfeksi virus dilisis oleh limfosit T-sitotoksik yang mengenali
polipeptida virus pada permukaan sel.

RESPONS IMUN PADA JARINGAN TRANSPLANTASI


Sejak transplantasi jaringan diperkenalkan, sudah disadari bahwa akan
terjadi penolakan jaringan transplantasi yang berasal dari orang lain.
Transplantasi jaringan menghasilkan kondisi klinis dengan aspek peran sistem
imun merupakan hal penting yang perlu diperhatikan.Studi di era tahun 1940-
1950 menyatakan bahwa penolakan jaringan transplantasi merupakan
fenomena imunologi karena memperlihatkan spesi•sitas dan memori serta
dimediasi oleh sel limfosit. Pada respons imun terhadap transplantasi, sistem
imun merespons bukan terhadap mikroba (seperti lazimnya), tetapi terhadap
sel non-infeksius yang dianggap sebagai benda asing. Pada transplantasi,
respons imun merupakan penghalang keberhasilan transplantasi. Oleh karena
itu, metode penekanan respons imun menjadi tujuan dari ahli imunologi.
Respons imun normal terhadap organ atau jaringan transplantasi yang berasal
dari individu yang tidak kompatibel menyebabkan terjadinya penolakan
transplantasi. Penolakan terjadi sebagai hasil reaksi radang yang merusak
jaringan transplantasi. Sel imun dalam jaringan atau organ transplantasi dapat
menyerang dan merusak jaringan hospes, menyebabkan terjadinya penyakit
.graft vs host..

25
Antigen Jaringan Transplantasi
Antigen jaringan transplantasi sebagai benda asing diekspresikan pada hampir
setiap sel yang ditransplantasi dari seorang ke orang lain, dan merupakan
substansi khusus yang menginduksi respons imun terhadap sel jaringan
transplantasi yang berbeda dari sel hospes. Pada uji coba transplantasi
antar hewan dengan galur(strain) sejenis dan berbeda, ditunjukkan bahwa
jaringan transplantasi di antara galur sejenis dapat diterima, sebaliknya jaringan
transplantasi di antara galur berbeda ditolak. Hasil ini menunjukkan bahwa
penolakan jaringan transplantasi ditentukan oleh gen yang diturunkan, yang
produksinya diekspresikan pada semua jaringan.
Induksi Respons Imun Melawan Jaringan Transplantasi
Induksi respons imun yang dimediasi sel T melawan jaringan transplantasi
sama halnya dengan respons penolakan sistem imun terhadap jaringan tumor.
Sel T pada resipien dapat mengenali alloantigen donor pada graf dengan
berbagai cara, bergantung pada sel-sel dalam graf mengekspresikan
alloantigen-nya. Sel T Imunopatologi resipien dapat mengenali molekul MHC
alogenik pada graf yang diekspresikan oleh sel penyaji antigen (APC, antigen
precenting cell) graf atau oleh APC hospes. Ketika sel T-resipien mengenali
molekul MHC alogenik donor pada APC graf, sel T diaktivasi dan proses ini
dinamakan presentasi langsung alloantigen (direct allorecognition). Presentasi
langsung hanya terjadi bila graf berisi APCs yang berasal dari donor seperti
misalnya, sel-sel dendritik. Presentasi langsung menstimulasi terjadinya sel T
aloreaktif yang mengenali dan menyerang sel-sel graf. Namun, bila graf tidak
berisi APC bagaimana dapat menstimulasi sel T. Pada keadaan ini, mungkin sel
graf dicerna oleh APC resipien dan alloantigen donor diproses dan disajikan oleh
molekul MHC pada APC resipien, proses ini dinamakan indirect allorecognition
(presentasi alloantigen tidak langsung) dan proses ini sama dengan presentasi
silang dari antigen tumor.

26
Klasifikasi Penolakan Graft
Penolakan graf berdasarkan pada gambaran klinis dan patologisnya
diklasi•kasi menjadi penolakan hiperakut, akut, dan kronis. Klasi•kasi ini
ditentukan dari pihak klinikus dan ditetapkan berdasarkan uji waktu yang sangat
nyata. Klasi•kasi ini dimediasi oleh tipe respons imun yang khusus.
Penolakan hiperakut
Penolakan hiperakut terjadi dalam waktu beberapa menit sesudah
transplantasi dan ditandai oleh trombosis pembuluh darah graf, iskemi, dan
nekrosis graf. Penolakan hiperakut dimediasi oleh antibodi (yang beredar
dalam darah) yang spesi•k terhadap antigen pada sel endotel grafyang sudah
ada sebelum transplantasi, kemungkinan karena transfusi sebelumnya dan
reaksi melawan alloantigen pada sel darah yang ditransfusi. Antibodi ini terikat
pada antigen endotel pembuluh darah graf, mengaktivasi komplemen dan
sistem pembekuan darah, dan menyebabkan jejas pada endotel dan
pembentukan beku darah.
Penolakan akut
Penolakan akut terjadi dalam hitungan hari atau minggu sesudah
transplantasi dan merupakan penyebab utama dari kegagalan dini graf.
Penolakan akut dimediasi terutama oleh sel T yang bereaksi melawan
.alloantigen. dalam graf. Sel T ini dapat merupakan CTL yang langsung
merusak sel graf donor atau sel T yang Imunopatologi bereaksi menolak sel
pembuluh darah graf yang berakhir pada kerusakan pembuluh darah.Antibodi
juga mempunyai kontribusi dalam penolakan akut. Terapi imunosupresi akhir-
akhir ini didesain terutama untuk mencegah dan mengurangi penolakan yang
dimediasi sel T.
Penolakan kronis
Merupakan bentuk lambat dari kerusakan graf yang terjadi setelah
berbulan-bulan atau tahun dan berakhir pada kehilangan fungsi graf yang
progresif. Dapat bermanifestasi sebagai •brosis graf atau penyempitan

27
pembuluh darah bertahap (arteriosklerosis).Keadaan ini disebabkan oleh sel T
yang bereaksi melawan graf .alloantigen. dan menyekresi sitokin yang
menstimulasi proli ferasi dan aktivitas •broblas dan sel otot halus pembuluh
darah dalam graf. Oleh karena terapi penolakan akut telah mengalami
kemajuan, penolakan kronis dapat menjadi penyebab utama ke gagalan graf.

Pencegahan dan Pengobatan Penolakan Graf


Kunci utama pencegahan dan pengobatan pada penolakan transplantasi
organ adalah imunosupresi yang didesain terutama untuk menghambat aktivasi
dan fungsi efektor sel T. Obat imunosupresi yang paling banyak dipakai di
klinik transplantasi adalah siklosporin yang berfungsi memblok fosfatase sel
T yang dibutuhkan untuk mengaktifkan transkripsi faktor NFAT (nuclear factor
of activated cell T) sehingga menghambat transkripsi gen sitokin dalam sel T.
Pengembangan siklosporin sebagai obat yang bermanfaat membuka era baru
dalam transplantasi jantung, hati, dan paru.Banyak bahan imunosupresi lain yang
digunakan untuk melengkapi atau menggantikan siklosporin. Semua obat ini
menangani problem imunosupresi nonspesi•k (misalnya, obat menghambat
respons berlebihan pada graf) sehingga pasien yang diobati dengan obat
imunosupresi menjadi rentan terhadap infeksi terutama infeksi mikroba
intrasel dan meningkatkan insidensi kanker terutama yang disebabkan oleh
virus onkogen.Kesesuaian allel HLA donor dan resipien berperan penting dalam
meminimalkan penolakan graf selama periode sebelum tersedianya
siklosporin di klinik. Meskipun demikian, imunosupresi menjadi begitu efektif
pada keadaan kesesuaian HLA tidak dianggap penting pada banyak tipe
transplantasi organ, terutama karena resipien sering kali menjadi sangat sakit
bila harus menunggu donor yang paling sesuai.Tujuan jangka panjang ahli
imunologi transplantasi adalah menginduksi toleransi imunologi yang spesi•k
untuk graf .alloantigen.. Bila ini tercapai, penerimaan graf tanpa menutup atau
mengunci respons imun lain pada hospes dapat dilakukan. Kendala besar dalam

28
transplantasi adalah kurangnya organ donor yang cocok sehingga
xenotransplantasi merupakan solusi yang memungkinkan.
Transplantasi Darah
Transplantasi sel darah dinamakan transfusi dan ini merupakan bentuk
tertua dari transplantasi di klinik kedokteran. Penghalang utama transfusi
adalah adanya grup antigen darah asing, prototipenya adalah antigen ABO.
Antigen-antigen ini diekspresikan oleh sel darah merah, sel endotel, dan banyak
tipe sel lain. Molekul ABO adalah glycosphingolipid yang berisikan inti glikan yang
melekat dengan sphingolipid. Nama A dan B merujuk pada .gula terminal. (N-
acetylgalactosamine dan galaktosa). AB berarti mengandung keduanya dan O
berarti tidak mengandung satu pun. Individu yang mengekspresikan 1
kelompok antigen darah bersifat toleran terhadap antigen tersebut tetapi
mengandung antibodi melawan kelompok lainnya.
Transplantasi Sumsum Tulang
Penggunaan transplantasi sumsum tulang semakin meningkat untuk
memperbaiki kerusakan hematopoeitik atau untuk mengembalikan sel
sumsum tulang yang rusak oleh penyinaran dan kemoterapi kanker. Sistem
imun bereaksi sangat kuat menolak sel sumsum tulang alogenik sehingga
keberhasilan transplantasi membutuhkan kesesuaian HLA yang sangat akurat
dari donor dan resipien. Bila sel T alogenik dewasa ditransplantasi bersama sel
sumsum tulang, sel T dewasa dapat menyerang jaringan resipien dan
menimbulkan reaksi klinis serius yang dinamakan penyakit graft versus hostes.
Meskipun graf sukses, resipien sering mengalami imunode•siensi berat
sementara sebelum sistem imun mereka pulih kembali. Di luar semua
masalah yang terjadi, transplantasi sel sumsum tulang menjadi hal yang
sangat menarik untuk terapi berbagai penyakit dan merupakan suatu metode
.penggantian gen.

29
IMUNOLOGI TUMOR
Peran penting lain dari sistem imun adalah mengidenti•kasi dan
menghilangkan tumor atau kanker. Meningkatnya respons imun pada
penderita kanker merupakan petanda baik yang menjanjikan untuk
pengobatan. Kanker merupakan kondisi keganasan klinis yang saat ini makin
meningkat insidensinya. Dalam kaitannya dengan respons pertahanan tubuh
terhadap adanya kondisi klinis ini, aspek peran sistem imun merupakan hal
penting yang perlu diperhatikan. Sebagai contoh, sekitar 40% insidensi tumor
ganas pembuluh darah sarkoma Kaposi dijumpai pada penderita AIDS.
Sarkoma Kaposi juga dapat mengenai pasien penerima organ transplantasi yang
sedang mendapatkan terapi imunosupresif dosis tinggi. Akhir-akhir ini diketahui
beberapa faktor yang berhubungan dengan perkembangan kanker pada
manusia termasuk rokok, alkohol, diet, polusi udara, bahan infeksi (virus
dan bakteri), kimiawi, radiasi, dan faktor turunan. Terpaparnya sel normal
dengan faktor ini menyebabkan mutasi gen yang luas seperti: gen supresor
tumor sebagai gen yang mengode faktor per tumbuhan; reseptor faktor
pertumbuhan; faktor motilitas dan invasi yang menyebabkan terjadinya
transformasi keganasan dari sel normal melalui ekspresi atau pelepasan
produk abnormal atau produk normal dengan kadar tinggi.Seharusnya, sistem
imun yang berfungsi normal dapat mencegah insidensi dari kanker. Namun,
kenyataannya tumor mampu berkembang pada pasien dengan keadaan imun
normal. Hal ini mengindikasikan bahwa imunitas terhadap tumor seringkali
lemah dan mudah sekali dikalahkan oleh cepatnya pertumbuhan tumor. Fungsi
•siologis sistem imun adaptif adalah mencegah pertumbuhan sel yang
mengalami transformasi atau merusaknya sebelum menjadi tumor yang
berbahaya Aktivitas ini dinamakan .immune survelaince..

30
Sistem Imun dan Kanker
Insidensi kanker meningkat pada usia lanjut bersamaan dengan
penyakit infeksi karena kemampuan sistem imun untuk mengenali dan
memengaruhi respons imun yang kuat terhadap patogen menjadi berkurang
seiring bertambahnya usia. Insidensi kanker juga meningkat pada pasien
imunosupresi seperti pada pasien yang sedang mendapat terapi obat
sitotoksik dan pasien AIDS.Respons imun terhadap tumor atau kanker berarti
sistem imun merespons bukan terhadap mikroba (seperti lazimnya), tetapi
terhadap sel non-infeksius yang dianggap sebagai benda asing. Marker
antigen tumor sebagai benda asing diekspresikan pada hampir setiap sel
penderita yang menjadi target transformasi malignan. Marker antigen ini bekerja
melalui mekanisme khusus yang menginduksi respons imun terhadap tipe-tipe
sel kanker yang berbeda tersebut. Namun, umumnya sel kanker hampir
identik dengan sel tubuh sehat sehingga e•siensi sistem imun lebih rendah
dalam hal memerangi tumor atau kanker dibanding dengan memerangi bahan
infeksius. Di samping itu, mayoritas antigen tumor atau kanker manusia adalah
antigen terkait tumor (tumor associated antigen) dan diekspresikan dalam
jumlah lebih kecil dalam sel normal. Tumor ganas dapat menimbulkan respons
in"amasi kronis yang tidak ada hubungannya dengan nekrosis ataupun
infeksi dari jaringan tumor itu sendiri meskipun in•ltrat in"amasi terutama
sel T dan makrofag, yang diduga memediasi respons imun serta antigen yang
menimbulkan respons sel-sel tersebut tidak dapat diident•kasi. Adanya sel
jaringan limfoid dan makrofag dalam stroma jaringan kanker menunjukkan
suatu reaksi terhadap anti gen tumor, meskipun efektivitasnya dalam membatasi
pertumbuhan kanker masih dipertanyakan.

31
ANTIGEN TUMOR
Bila sistem imun seseorang mampu bereaksi melawan suatu tumor,
berarti tumor harus mengekspresikan antigen yang dapat terlihat sebagai
.nonself . oleh sistem imun penderita. Tumor ganas mengekspresikan
bermacam-macam molekul yang dapat dikenali oleh sistem imun sebagai
antigen asing. Sel yang mengalami transformasi neoplastik mengekspresikan
antigen yang tidak ditemukan pada sel normal. Bagi sistem imun, antigen ini
tampak sebagai benda asing dan keberadaannya menyebabkan sel-sel imun
menyerang sel tumor.

MEKANISME IMUNOLOGI SITOTOKSISITAS SEL TUMOR


Respons utama dari sistem imun terhadap tumor adalah merusak
sel abnormal menggunakan sel T sitotoksik, kadang dengan
bantuan sel T-helper

􀁳฀ Sitotoksisitas dimediasi sel T


Sel makrofag mampu mengidenti•kasi sel kanker. Sel makrofag bersatu
dengan sel kanker dan memasukkan toksinnya untuk membunuh sel kanker.
Sel penyaji antigen hospes (APC) mencerna sel tumor dan antigen sel tumor
diproses serta diekspresikan oleh MHC kelas I dan molekul MHC kelas II
sehingga antigen tumor dikenali oleh sel T CD8+ dan sel T CD4+ seperti setiap
protein lain yang diekspresikan oleh APC profesional. Pada saat bersamaan,
APC profe sional mengekspresikan ko-stimulator yang memberikan sinyal
kedua untuk aktivasi sel T. Proses ini dikenal dengan nama .presentasi silang
atau cross-priming.. Konsep .pre sentasi silang. dipakai untuk mengembangkan
metode vak sinasi melawan tumor. Begitu sel T CD8+ berdiferensiasi menjadi
efektor CTLs, akan mampu membunuh sel kanker dan mengekspresikan
antigen relevan tanpa persyaratan untuk ko-stimulasi. Dengan demikian, CTLs
mungkin diinduksi oleh presentasi silang antigen tumor oleh sel penyaji

32
antigen hospes, tetapi CTL efektif memerangi jaringan tumor
tersebut.Mekanisme imun lain dapat berperan memerangi tumor. Respons anti-
tumor dari sel T CD4+ dan antibodi dapat dideteksi pada pasien, tetapi kurang
dipercaya bahwa respons ini melindungi individu terhadap pertumbuhan
tumor.
Sitotoksisitas dimediasi sel natural killer (NK􀁳฀ )
Pada dasarnya, sel NK membunuh sel tumor dengan cara yang sama
dengan sel T-sitotoksik, terutama bila sel tumor mengandung sedikit molekul
MHC kelas 1 pada permukaannya dibanding dengan sel normal yang
merupakan fenomena umum dari suatu tumor. Tidak seperti limfosit T atau
limfosit B, sel NK kurang spesi•k dan kurang memori, tetapi dapat menginduksi
lisis spontan dari sel tumor dengan menyekresi perforin dan enzim litik lainnya.
Sel NK mempunyai aktivitas membunuh sel tumor yang tidak bergantung pada
sensitisasi sebelumnya dan mempunyai efek mematikan lebih hebat. Sel NK
dapat menginduksi ADCC (antibody-dependent cell mediated-cytotoxicity) pada
sel target dengan mengikatnya pada bagian Fc antibodi. Sel tumor yang resisten
terhadap aksi NK dapat dilisis oleh NK yang diaktivasi oleh interleukin IL-2.
Aktivasi NK melalui cara ini dinamakan LAK (lymphokine activated killer).
Percobaan in vitro menunjukkan bahwa makrofag yang teraktivasi bersama
sel NK mampu membunuh sel tumor, tetapi peran proteksi dari mekanisme
efektor ini dalam jaringan tumor seseorang belumlah jelas.
Sitotoksisitas dimediasi sel makrofag 􀁳฀
Sel makrofag mengenali sel kanker, bersatu dengan sel kanker,
memasukkan toksinnya ke dalam sel kanker untuk membunuhnya. Sel
makrofag mampu membunuh sel kanker dengan cara non-spesi•k, tetapi
perannya dalam mengontrol tumor ganas tidak jelas. Percobaan in vitro bahkan
menunjukkan bahwa ada faktor yang berasal dari makrofag yang dapat
menstimulasi proliferasi sel tumor. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut,
makrofag dapat memicu pertumbuhan tumor saat sel-sel tumor

33
mengeluarkan sitokin yang dapat menarik makrofag yang kemudian
membentuk sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan yang mengakibatkan
pertumbuhan dari tumor itu sendiri. Selain itu, kombinasi keadaan hipoksia
dalam tumor dan pembentukan sitokin oleh makrofag akan menginduksi sel-sel
tumor untuk mengurangi pembentukan protein yang mencegah metastasis dan
dengan demikian menyebabkan terjadinya penyebaran sel-sel kanker. 􀁳฀

Sitotoksisitas dimediasi sel bergantung antibodi (ADCC)


Antigen tumor dapat meningkatkan respons antibodi humoral tetapi
antibodi (imunoglobulin) sendiri tidak dapat membunuh sel tumor. Antibodi
dapat berpartitispasi dalam ADCC sehingga antibodi terikat baik pada antigen
tumor maupun pada reserptor Fc dari sel efektor yang akan membawa sel
efektor langsung berkontak dengan target. Sel efektor dapat merupakan sel
limfosit T sitotoksik, sel makrofag, ataupun sel neutro•l

Sitotoksisitas dimediasi komplemen


Kadang-kadang antibodi dibentuk untuk melawan sel tumor yang
membuat sel tumor dihancurkan oleh sistem komplemen. Sel tumor yang
diselubungi dengan antibodi spesi•k dapat dilisis oleh aktivasi komplemen

PENOLAKAN SEL TUMOR TERHADAP IMUNOLOGI SITOTOKSISITAS


Terbentuk dan berkembangnya suatu tumor atau keganasan yang
terdeteksi secara klinis menunjukkan bahwa sel tumor mampu menghindar
dari dikenali dan dirusak oleh sistem imun. Dari pemeriksaan biopsi dan serum
terbukti bahwa pasien kanker mampu menghasilkan respons CMI dan AMI
namun bukti akhir-akhir ini me nyatakan bahwa respons imun sangat lemah
dalam efektivitasnya memusnahkan semua sel tumor atau hanya mampu
mengenalinya saja. Respons imun sering gagal dalam mengamati pertumbuhan

34
tumor karena respons imun ini menjadi tidak efektif atau karena tumor menolak
serangan sistem imun. Penolakan sel tumor ter-hadap efek sitotoksitas sistem
imun dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:
􀁳a. Variasi antigen tumor
Sebagian besar antigen tumor adalah antigen terkait tumor (.tumor
associated antigen.) dan dijumpai dalam jumlah yang lebih rendah pada sel
normal serta memiliki kemampuan imunogenik yang rendah. Respons imun
melawan tumor dapat lemah karena banyak antigen tumor yang merupakan
bahan imunogenik lemah. Hal ini karena antigen tumor hanya sedikit berbeda
dari .self antigen.
b.Menurunnya ekspresi dari antigen yang sangat imunogenik
Banyak tumor menghentikan ekspresi antigen yang merupakan target
dari serangan sistem imun. Tumor demikian dinamakan .varian kehilangan
antigen tumor. sehingga sel tumor terus tumbuh dan menyebar.
c. Menurunnya ekspresi molekul MHC kelas 1
Molekul MHC kelas I penting untuk pengenalan antigen dan pembunuhan
sel tumor oleh sel T-sitotoksik CD8+. Ada tumor yang menghentikan ekspresi
molekul MHC kelas I sehingga tidak dapat mengekspresikan antigen terhadap
sel T CD8+ sehingga sel NK mengenali ketiadaan molekul MHC kelas I dengan
menyiapkan mekanisme membunuh MHC kelas I yang bukan sel tumor. Sel
tumor cenderung kekurangan molekul permukaan yang bertindak sebagai ko-
stimulator yang diperlukan untuk aktivasi sel T. Misalnya, kekurangan molekul
MHC kelas I pada permukaan sel tumor yang mem-buatnya tidak terdeteksi oleh
sel T sitotoksik. Antigen yang disajikan oleh APC ke sel T dalam keadaan
absennya sinyal ko-stimulator atau sitokin mitogenik menyebabkan keadaan
absennya respons imun (anergi imunologi).
􀁳฀ Mekanisme menyingkirkan respons imun oleh sel tumor
Dalam perkembangannya, tumor membentuk mekanisme untuk
menyingkirkan respons imun. Misalnya, sel ganas mengekspresikan faktor

35
imunosupresi yang bervariasi yang membuatnya mampu menghentikan respons
imunologi terhadap tumor. Contohnya: menyekresi sitokin TGF-ß, yang
menekan respons imun melalui penekanan aktivitas makrofag dan limfosit.
Pelepasan sitokin (TGF-ß dan IL-10) oleh sel tumor dan sel T akan menekan
respons terhadap sel kanker dan menyebabkan terjadinya suatu keadaan tumor
tolerance.

􀁳฀ Imunotoleran
Imunotoleran terjadi terhadap antigen tumor sehingga sistem imun tidak
lagi menyerang sel tumor. Sering kali pertumbuhan tumor melampaui
pertahanan sistem imun

HUBUNGAN RESPONS IMUN, USIA, DAN TINGGINYA INSIDENSI KANKER


Meningkatnya akumulasi mutasi gen dengan bertambahnya usia
merupakan salah satu faktor yang berperan pada meningkatnya insidensi kanker
pada usia tua. Karena insidensi kanker meningkat cepat pada usia tua, penuaan
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan kanker manusia. Akhir-
akhir ini terbukti bahwa malfungsi sistem imun berperan dalam
meningkatnya insidensi kanker. Penjelasannya adalah bahwa dengan
meningkatnya usia, semakin tinggi kemungkinan terjadi kerusakan respons
imun sehingga kerentanan terhadap infeksi meningkat, respons terhadap vaksin
tidak mencukupi, dan kadar kelainan autoimun tinggi. Jumlah sel NK meningkat
dengan meningkatnya usia, tetapi kapasitas toksisitasnya menurun sehingga
terjadi penurunan respons sitotoksisitas terhadap antigen sel tumor pada usia
tua. Satu perubahan yang umum terjadi pada usia tua, yaitu penurunan CMI
meskipun tak ada perubahan signi•kan pada AMI dan respons imun innate pada
usia tua. Penurunan CMI seperti yang dimediasi oleh sel T-helper CD4+ akan
mengurangi keseluruhan respons imun melawan sel kanker. Penurunan CMI
pada usia tua disebabkan oleh fenomena multifaktor di bawah ini:

36
􀁳฀ berkurangnya populasi limfosit-T istirahat dan peningkatan populasi sel T-
memori antigen spesi•k,
􀁳฀ respons sel T yang buruk terhadap mitogen, dan berkurangnya ekspresi
molekul ko-stimulator (misal CD28) pada sel T bersamaan dengan meningkatnya
molekul reseptor inhibitor pada sel T-helper CD4+

TEORI IMUN SURVEILAN


Sistem imun secara konstan berpatroli di seluruh tubuh terhadap sel
tumor yang dikenali sebagai benda asing untuk dimusnahkan sebelum tumor
terdeteksi secara klinis. Pernyataan ini dibuktikan ber dasarkan fakta bahwa
tumor yang diin•ltrasi oleh banyak sel imun (limfosit-T CD8+, makrofag, NK)
mempunyai per tahanan yang lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa sel imun
bertanggung jawab terhadap peningkatan pertahanan pasien. Teori imun
surveilan juga didukung oleh bukti bahwa insiden kanker lebih tinggi pada usia
tua dan periode neonatal, saat respons imun kurang e•sien. Juga pada
kenyataan bahwa insidensi kanker lebih tinggi pada penderita
imunode•siensi, misalnya pada pasien AIDS. Sekitar 40% penderita infeksi HIV
akan terserang keganasan seperti Sarkoma Kaposi atau limfoma. Insidensi tumor
tertentu meningkat pada transplantasi organ yang diberi imunosupresor dan
regresi tumor yang terjadi sesudah diberi obat anti-imunosupresor membuktikan
bahwa sistem imun berperan penting sebagai pertahanan tubuh. Regresi
spontan dari tumor ganas terjadi pada melanoma, karsinoma sel ginjal,
neuroblastoma, limfoma, dan hepatoselular yang menunjukkan bahwa sistem
imun berperan sangat penting

STRATEGI IMUNOTERAPI UNTUK PASIEN KANKER


Saat ini pengobatan untuk kanker yang sudah menyebar (yang tidak
dapat lagi dibedah) bergantung pada kemoterapi dan radiasi, keduanya
mempunyai efek merusak pada jaringan normal. Oleh karena respons imun

37
sangat spesi•k, diharapkan nantinya imunitas spesi•k terhadap tumor dapat
digunakan untuk memberantas tumor tanpa melukai pasien. Imunoterapi
terhadap tumor tetap merupakan tujuan utama ahli imunologi dan banyak
pendekatan terapi dicoba pada hewan coba dan manusia. Imunoterapi bagi
pasien kanker bertujuan untuk mem persiapkan proteksi terhadap sel kanker,
baik dengan meningkatkan respons imun melawan sel kanker atau dengan
mengoreksi dan menghilangkan toleransi melawan antigen tumor dengan meng-
gunakan sistem imun pasien sendiri. Strategi utama dalam imunoterapi kanker
bertujuan untuk menyiapkan efektor antitumor (antibodi dan sel T) pasien,
mengaktifkan imunitas pasien melawan tumor, dan menstimulasi respons
imun anti-tumor dari pasien sendiri.
Namun, vaksinasi terhadap antigen tumor yang menetap harus dilakukan pada
usia muda saat sistem imun paling e•sien dalam mengenali dan merusak antigen
asingAkhir-akhir ini telah dikembangkan beberapa tipe vaksin kanker
termasuk vaksin yang berisi:
1. Sel tumor autolog yang utuh (berasal dari pasien itu sendiri) atau sel
tumor alogenik yang utuh (berasal dari pasien lain), dimodi•kasi dengan
perubahan •sik, modi•kasi gen (dengan IL-2), atau mencampur dengan adjuvants
(misal, pada BCG dengan suatu strain M.bovis) yang mendorong respons sistem
imun melawan sel tumor manusia.
2. Ekstrak kasar sel tumor.
3. Ekstrak yang sudah dimurnikan (contoh, gangliosid pada
melanoma).
4. Peptida (contoh, protein yang diperoleh dari melanoma)
5. Protein yang dipanaskan tinggi.
6. Sel dendritik yang dirangsang oleh antigen tumor, molekul ko-
stimulator dan sitokin.
7. Vaksin yang berbasis DNA dan RNA.
8. Anti-idiopatik antibodi sebagai deputy/utusan antigen.

38
9. Pendekatan yang dinamakan .imunoterapi selular adaptif . sedang
dicobakan pada beberapa kanker metastasis yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan sel T yang agaknya berisi CTL tumor spesi•k yang dapat
menemukan sel tumor dan kemudian merusaknya. Limfosit-T dapat di isolasi
dari darah atau in•ltrat tumor dari seorang pasien, dibiakkan dalam
perbenihan dengan faktor pertumbuhan, dan diinjeksikan kembali ke dalam
jaringan tubuh pasien. Banyak strategi stimulasi imunitas anti-tumor
berdasarkan pada pemahaman yang mendalam mengenai aktivasi limfosit dan
regulasinya. Ide menarik yang mendorong respons imun hospes melawan
tumor adalah menghilangkan sinyal penghambatan normal dari limfosit-T. Pada
model hewan coba, ternyata memblok reseptor inhibitor sel T CTLA-4
menghasilkan respons imun yang kuat melawan jaringan tumor yang
ditransplantasi.
10. Pada beberapa pendekatan yang telah dilakukan ternyata gen sitokin
dapat diekspresikan pada sel tumor dan digunakan untuk imunisasi pasien
sehingga dengan cara ini diharapkan respons sel T terhadap antigen tumor
menjadi meningkat. Prinsip yang sama dilakukan pada pemberian sel tumor yang
mengekspresikan ko-stimulator B7 sebagai vaksin tumor.
11. Pendekatan pemanfaatan substansi yang memblok aksi
imunosupresi IL-10 dan TGF pada sistem imun berperan penting dalam terapi
kanker manusia mengingat IL-10 dan TGF bersifat imunosupresan dan
menghambat respons sitotoksis sistem imun (sel T dan makrofag) terhadap
antigen tumor.
12. Vaksin mungkin diresepkan sebagai protein yang dikombinasi.
13. Pendekatan vaksinasi lain, menggunakan plasmid berisi
komplemen DNA (cDNA) mengkode suatu antigen tumor. Menyuntikkan
plasmid menyebabkan cDNA terekspresi dalam sel hospes, termasuk sel APC
yang mengambil alih fungsi plasmid. Sel hospes membentuk antigen tumor,
jadi menginduksi respons sel T spesi•k.

39
14. Perhatian akhir-akhir ini difokuskan pada mengembangkan sel
dendritik dari individu (dengan mengisolasi prekusor sel dari darah dan
membiakkannya dalam perbenihan dengan faktor pertumbuhan),
menghasilkan sel dendritik terhadap antigen tumor, dan menggunakannya
sebagai vaksin. Diharapkan sel dendritik mengandung antigen tumor sehingga
akan menyerupai jalur normal dari presentasi silang (cross presentation) dan
akan membentuk CTL melawan sel tumor. Kapasitas luar biasa dari sel dendritik
untuk menangkap dan memproses antigen tumor bersama dengan kapasitasnya
untuk menyajikan fragmen antigen tersebut, (dengan molekul MHC kelas I dan
kelas II) kepada sel T CD4+ dan sel T CD8+ serta mengaktifkan respons imun
merupakan dasar dari sumber vaksin kanker manusia yang ideal
15. FDA (Food Drug Administration) US, 2006 telah mengem-
bangkan vaksin Gardasil untuk HPV yang dapat melindungi
wanita terhadap kanker serviks, lesi prakanker dan kutil
genital
16. Vaksin HPV yang sangat imunogenik dan memberikan proteksi
dengan membentuk antibodi terhadap anti-HPV mem punyai potensi
mengurangi insiden kanker servik sebesar 70% Antigen tumor yang menetap
akan dikenali dan diingat oleh sel-B dan sel-T memori yang telah ada dalam
sistem imun. Ini dapat dijadikan dasar teori untuk pencegahan kanker
manusia. Kemajuan dalam imunologi tumor, biologi selular dan molekular dari
kanker, bersama dengan kemajuan teknologi rekayasa genetika dan
perkembangan antibodi monoklonal dalam penggunaannya secara rutin
melalui pendekatan imunologi untuk pencegahan dan pengobatan kanker
manusia merupakan hal penting yang akan segera terwujud.

Sistem Imun pada Pasien Kemoterapi


Semua sel imun tubuh (neutro•l, limfosit, monosit, NK) berkembang dari sel
punca dalam sumsum tulang. Dalam sumsum tulang, ada 1 sel punca untuk tiap

40
100.000 sel darah. Neutro merupakan 54-63% populasi leukosit. Sumsum tulang
membentuk 1011 neutro•l/hari. Pada individu normal, jumlah neutro•l tak
dipengaruhi oleh usia. Neutro•l hidup singkat dalam sirkulasi.Neutro•l
merupakan sel imun pertama yang sampai di tempat infeksi dan garis
pertahanan pertama melawan invasi patogen. Limfosit sangat penting untuk
memediasi respons imun adaptif terhadap antigen intra dan ekstrasel termasuk
sel kanker. Setiap hari, 1000 juta limfosit mati dan diganti oleh sel punca
dalam sumsum tulang. Efek samping yang paling umum dan berbahaya dari
kemoterapi dan radioterapi intensif adalah supresi sumsum tulang sehingga
sebagai konsekuensinya terjadi pengurangan jumlah sel leukosit dalam darah
(leukopenia) khususnya neutropenia yang merupakan komplikasi umum dari
kemoterapi kanker dan menyebabkan 4-21% kematian pada pasien kanker.

41
REFERENSI
1. http://duniakeperawatandanstorytina.blogspot.com/2016/05/babi-
pendahuluan-1.html
2. https:id.m.wikipedia.org/wiki/Sistem_imun
3. Seri Buku Kecil Hiv-Aids
4. Buku Penerbitan EGC Sistem Kekebalan Tubuh Oleh drg Janti
Sudiono,MDSc
5.

42

Anda mungkin juga menyukai