Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kehilangan adalah suatu kondisi individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada, kemudian menjdi tidak ada, bik terjadi sebagian atau
keseluruhan (Anna Keliat, 2009). Kehilangan merupakan pengalaman yang
pernh dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan.
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan
yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas,
susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.
NANDA 2018 merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka
diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan
seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional
sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu
kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipeini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

B. Proses Kehilangan
1. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan –individu
memberi makna positf – melakukan kompensasi dengan kegiatan positif –
perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).
2. Stressor internal atau eksternal –gangguan dan kehilangan – individu
memberi makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi –
diekspresikan ke dalam diri – muncul gejala sakit fisik.
3. Stressor internal ataueksternal –gangguan dan kehilangan – individu
memberi makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi –
diekspresikan ke luar diri individu – kompensasi dengan perilaku
konstruktif – perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).
4. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan –individu
memberi makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlku agresi –
diekspresikan ke luar diri individu – kompensasi dengan perilaku
destruktif -- merasa bersalah – ketidakberdayaan.

C. Fase – fase Kehilangan


1. Fase Pengingkaran (denial)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok,
tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi,
dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, “Itu
tidak mungkn”. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit
terminal , akan terus menerus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih,
lemah, puct, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat,
menangis, gelish, tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut dapat
berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.
2. Fase Marah (anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat
yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya,
orang-orang tertentu atau ditujukan pada dirinya sendiri. Tidak jarang dia
menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar dn menolak pengobatan.
Respon fisik yang terjadi pada fase ini adalah muka merah, nadi cepat,
gelisah, susah tidur dan tangan mengepal.
3. Fase Tawar Menawar (bergaining)
Apabila individu telh mampu mengungkapkan rasa marahnya
secara intensif makan ia akan maju ke fase tawar menawar dengan
memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-
kata “Kalau saja kejadian ini bisa ditunda maka saya akan sering
berdo’a”. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka
pernyataan sebagai berikut sering dijumpai, “Kalau saja yng sakit bukan
anak saya”
4. Fase Depresi (depression)
Individu dalam fse ini sering menunjukkan sikap antara lain
menarik diri, tidak mau berbicara, kadang-kadang sebagai pasien yang
sangat baik dan penurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan
keputusasaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering
diperlihatkan adalah menolak makan, susah tidur, letih, serta dorongan
libido menurun.
5. Fase Penerimaan (acceptance)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasan kehilangan. Pikiran
selalu terpusat kepada objek atau orang hilang akan mulai berkurang atau
hilang, individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya,
gambaran tentang objek atau orang yang hilang mulai dilepaskan atau
secara bertahap perhatian beralih pada objek yang baru. Fse menerima ini
biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti, “Saya betul-betul
menyayangi baju saya yang hilang tapi baju saya yang baru manis juga”,
atau “Apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada
fase damai atau penerimaan, maka ia dapat mengakhiri proses berduka dan
mengatasi perasaan kehilangnnya secara tuntas. Tetapi apabila individu
tetap berada dalam satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan,jika
mengalami kehilangan lagi maka sulit baginya untuk masuk pada fase
peneriman.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan
a. Potensial proses berduka yang tidak terealisasikan berhubungan dengan
kematian ibu.
b. Fiksasi berduka pada fase depresi berhubungn dengan amputasi kaki
kiri.
c. Potensial respon berduka yang berkepanjangan berhubungan dengan
proses berduka sebelumnya yang tidak tuntas.
2. Intervensi
a. Bina dan jalin hubungan saling percaya.
b. Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang
menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil
hikmahnya.
c. Identifikasi kemungkinan yang menghambat proses berduka.
d. Kurangi atau hilangkan faktor proses berduka.
e. Beri dukungan terhadap respon kehilangan pasien.
f. Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga.
Tujuan jangka panjang: Agar individu beperan aktif melalui proses
berduka secara tuntas.
Tujuan jangka pendek:
a. Mengungkapkan perasaan duka
b. Menjelaskan makna kehilangan orang atau objek.
c. Membagi rasa dengan orang yang berarti.
d. Menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan damai.
e. Membina hubungan baru yang bermakna dengan objek atau orang yang
baru.
3. Implementasi
a. Mendorong pasien untuk mengungkapkan pengingkarannya tanpa
memaksa untuk menerima kenyataan.
b. Mendengarkan dengan penuh minat dan perhatian apa yang dikatakan
oleh pasien.
c. Menjelaskan kepada pasien, bahwa perasaan tersebut wajar terjadi pada
orang yang mengalami kehilangan.
d. Membantu pasien untuk memakai mekanisme koping yang lain seperti
menangis atau bicara.
e. Mengikutsertakan orang yang berarti bagi pasien untuk menjelaskan
apa yang telah terjadi.
f. Meningkatkan kesadaran pasien secara bertahap tentang kenyataan
kehilangan yang dihadapi.
g. Memberi dukungan atas usaha pasien unruk mencoba menerima
kenyataan.
h. Membantu pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya.
i. Menjawab semua pernyatan pasien dengan singkat dan jelas.
j. Memberi dukungan secara non verbal.

Anda mungkin juga menyukai