Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI

A. MASALAH UTAMA
Ganguan persepsi sensori : halusinasi

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Definisi
Halusinasi meruakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren : persepsi palsu.
(Prabowo, 2014).
Halusinasi adaah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsnagan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati & Hartono, 2012).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalamai perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada. (Damaiyanti, 2012).
Dari pengertian tiga dipinisi diatas, Halusinasi merupakan gangguan
pasien dalam mempersepsikan persepsi sensori/persepsi panca indra yang
salah tampa adanya rangsangan dari luar.

2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu mislnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan pasien
Tidak mampu mandiri sehjak kecil, mudah frustasi, hilangnya percaya
diri dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di ingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebih dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat
stress berkepanjangan menyebabakan teraktivasinya neutransmitter
otak.
4) Faktor Psikologi
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus padapenyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyataa menuju alam hayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwaanak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalamai skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh padapenyakit ini (Prabowo, 2014).
b. Faktor Presipitasi
1) Biologis
Gangguan dalam momunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan
Ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterprestasikan.
2) Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap tress yang berinteraksi terhadap stresosor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menamggapi
stress (Prabowo, 2014).
4) Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan nyata dan tidak.
a) Dimensi fisik
Halusianasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalamwaktu
yang lama.
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusianasi itu terjadi, isi dari
halusinasi dapat berupa peritah memaksa dan menakutkan. Klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi
ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usha dari ego sendiri
untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal
yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengotrol semua perilaku
klien.
d) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan
kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah
halusinasiberupa ancaman, dirinya atau orang lain individu
cenderung keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses
interkasi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga
klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi
tidak berlangsung.
e) Dimensi spiritual
Secara spiritualklien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama
sirkardiannya terganggu (Damaiyanti, 2012)
3. Jenis
Haluinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu,
diantaranya:
a. Halusinasi Pendengaran ( akustik, audiotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara-
suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
b. Halusinasi Pengihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pencaran cahaya,
gambaraan geometrik, gambar kartun dan/ atau panorama yang luas dan
komplesk. Bayangan bias bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi Penghidu (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yamg ditandai dengan adanya bau
busuk, amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses.
Kadang-kadang terhidu bau harum. Biasnya berhubungan dengan stroke,
tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya sara sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi Pengecap (Gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,
amis, dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine (Yosep Iyus, 2007).
g. Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya
sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom obus parietalis.
Misalnya sering merasa diringa terpecah dua.
2) Derelisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu yang
dialaminya seperti dalam mimpi (Damaiyanti, 2012).
4. Rentang Respon
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Respon
neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran logis,
persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon
maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial. Rentang respon
dapat digambarkan sebagai berikut:

Rentang Respon Neurobiologist


Respon adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Pikiran kadang Menyimpang kelainan pikiran

Persepsi akurat Ilusi Halusinasi


Emosi konsisten Reaksi emosional Ketidakmampuan
Perilaku sesuai Perilaku tidak azim Emosi
Hubunngan sosial Mengalami
Ketidakteraturan Menarik diri

Rentang respon neurobiologis (Stuart and Sundeen, 1998)

Rentang Respon
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma social
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah
tersebut. Respon adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli
4) Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
b. Respon psikosossial Meliputi :
1) Proses piker terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indra
3) Emosi berlebih atau berkurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.
c. Respon maladapttif
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan lingkungan, ada
pun respon maladaptive antara lain :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakin ioleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan social.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.
4) Perilaku tidak terorganisi rmerupakan sesuatu yang tidak teratur
5) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai
suatu kecelakaan yang negative mengancam (Damaiyanti,2012).

5. Proses Terjadinya Halusinasi


Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase memiliki
karakteristik yang berdeda yaitu:
a. Fase I : Comferting (ansietas sedang : halusinasi meyenagkan)
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini pasien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. Fase II : Condeming (ansietas berat : halusinasi menjadi menjijikan)
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas
kendali dan mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumberdipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital ( denyut
jantung, pernapasan, dan tekanan darah), asyik dengna pengalaman
sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan
reaita.
c. Fase III : Controlling (ansietas berat : pengalaman sensori menjadi
berkuasa)
Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini pasien sukar berhubungan
dengan orang ain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah
dari orang ain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutamajika akan berhubungan dengan orang lain.
d. Fase IV : Conquering (panik : umumnya menjadi melebur dengan
halusinasinya)
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah
halusinasi. Di sni terjadi perikalu kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu
berespon lebih dari 1 orang. Kondisi pasien sangan membahayakan
(Prabowo, 2014).

6. Tanda dan Gejala


Perilaku paisen yang berkaitan dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan respon verba
lambat
c. Menarik diri dari orang lain,dan berusaha untuk menghindari diri dari
orang ain
d. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak
nyata
e. Terjadi peningkatan denyut ajntung, pernapasan dan tekanan darah
f. Perhatian dengan lingkunganyang kurang atau hanya beberapa detik dan
berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.
g. Curiga, bermusuhan,merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya)
dan takut
h. Sulit berhubungan dengan orang lain
i. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung,jengkel dan marah
j. Tidak mampu mengikuti perintah
k. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton.
(Prabowo, 2014)
7. Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran
keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien
dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat
penting didalam hal merawat pasien, menciptakan lingkungan keluarga yang
kondusif dan sebagai pengawas minum obat
a. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita
skizofrenia yang menahun,hasilnyalebih banyak jika mulai diberi dalam
dua tahun penyakit.Neuroleptika dengan dosis efek tiftinggi bermanfaat
pada penderita psikomotorik yang meningkat.
KELAS KIMIA NAMA GENERIK DOSIS HARIAN
(DAGANG)

Fenotiazin Asetofenazin (Tidal) 60-120 mg


Klopromazin 30-800 mg
(Thorazine) 1-40 mg
Flufenazine
(Prolixine, Permit) 30-400 mg
Mesoridazin ( 12-64 mg
Serentil) 15-150 mg
Perfenazin (Trialon) 40-1200 mg
Prokloperazin 150-800 mg
(Compazine) 2-40 mg
Promazine (Sparine) 60-150 mg
Tiodazin (Mellani)
Trifluopromazine
(Stelazine)
Trifluopromazine
(Vesprin)
Toksanten Kloproktisen 75-600 mg
(Tarctan) 8-30 mg
Tioktiksen (Navane)
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Didraindolon Molindone (Moban) 225-225
b. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan
kejang grand mall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik
melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi
neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
c. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu
karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan
pasien kembali kemasyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk
mendorong pasien bergaul dengan orang lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri karena dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama, seperti therapy modalitas yang
terdiridari:
Terapi aktivitas
1) Terapi music
Focus ; mendengar ; memainkan alat musik ; bernyanyi. yaitu
menikmati dengan relaksasi music yang disukai pasien.
2) Terapi seni
Focus: untuk mengekspresikan perasaan melalui beberapa
pekerjaan seni.
3) Terapi menari
Focus pada: ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
4) Terapi relaksasi
Belajar dan praktik relaksasi dalam kelompok
Rasional : untuk koping/perilaku mal adaptif/deskriptif meningkatkan
partisipasi dan kesenangan pasien dalam kehidupan.
5) Terapi social
Pasien belajar bersosialisai dengan pasien lai
6) Terapi kelompok
a) Terapi group (kelompok terapeutik)
b) Terapi aktivitas kelompok (adjunctive group activity therapy)
c) TAK Stimulus Persepsi; Halusinasi
Sesi 1 : Mengenal halusinasi
Sesi 2 ; Mengontrol halusinasi dengan menghardik
Sesi 3 ; Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
Sesi 4 ; Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
Sesi 5 ; mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
7) Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam keluarga( Home
Like Atmosphere).(Prabowo, 2014)
8. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan Effect

Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Cor Problem

Isolasi sosial : Menarik diri Causa


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan dan
merupakan proses yang sistematis untuk mengumpulkan data, menganalisa dan
menentukan diagnosa keperawatan.
Prilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya, apakah halusinasinya merupakan halusinasi pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan, peraba, kinesthetik atau chanesthetik.
Apabila perawat mengidentifikasikan adanya tanda-tanda dan prilaku halusinasi,
maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui
jenis halusinasinya saja, validasi imformasi tentang halusinasinya sangat
diperlukan meliputi :
1. Isi halusinasi yang dialami klien
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata
apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar atau bentuk
bayangan yang dilihat oleh klien, bila halusinasinya adalah halusinasi
penglihatan, bau apa yang tercium untuk halusinasi bau atau hirup, rasa apa
yang dikecap, untuk halusinasi pengecapan, atau merasakan apa yang
dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan.
2. Waktu dan frekuensi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman
halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu atau sebulan pengalaman
halusinasi itu muncul. Bila memungkinkan klien diminta menjelaskan kapan
pesisnya waktu terjadi halusinasi tersebut. Imformasi ini penting untuk
mengidentifikasikan pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien
perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi.
3. Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang di alami klien sebelum
mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien
kejadian yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga
dapat mengobservasi apa yang dialami klien menjelang muncul halusinasi
untuk memvalidasi pernyataan klien.
4. Respon klien
Adapun data yang didapatkan pada klien dengan perubahan persepsi sensori
antara lain :
a. Data subyektif
Menyatakan mendengar suara-suara dan melihat sesuatu yang tidak nyata,
tidak percaya terhadap lingkungan, sulit tidur, tidak dapat memusatkan
perhatian dan konsentrasi, merasa berdosa, menyesal dan bingung
terhadap halusinasinya, perasaan tidak aman, merasa cemas, takut dan
kadang-kadang panik, kebingungan.
b. Data obyektif
Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata, pembicaraan
kacau kadang tidak masuk akal, sulit membuat keputusan, tidak perhatian
terhadap perawatan dirinya, sering menyangkal dirinya sakit atau kurang
menyadari adanya masalah, ekpresi wajah sedih, ketakutan atau gembira,
klien tampak gelisah, insght kurang, tidak ada minat untuk makan.
Dari data tersebut diatas, kemudian didapatkan rumusan masalah sehingga
ditemukan diagnosa keperawatan

Masalah
NO Data Subyektif Data Obyektif
Keperawatan
1 Gangguan sensori a. Menyatakan mendengar a. Tidak dapat
persepsi : Halusinasi suara-suara dan melihat membedakan hal yang
sesuatu yang tidak nyata nyata dan tidak nyata
b. Tidak percaya terhadap b. Pembicaraan kacau
lingkungan kadang tidak masuk
c. Sulit tidur akal
d. Tidak dapat c. Sulit membuat
memusatkan perhatian keputusan
dan konsentrasi d. Tidak perhatian
e. Merasa berdosa terhadap perawatan
f. Menyesal dan bingung dirinya
terhadap halusinasinya e. Sering menyangkal
g. Perasaan tidak aman dirinya sakit atau
h. Merasa cemas kurang menyadari
i. Takut dan kadang- adanya masalah
kadang panik f. Ekpresi wajah sedih
j. Kebingungan. g. Ketakutan atau gembira
h. Klien tampak gelisah
i. Kontak mata kurang
j. Tidak ada minat untuk
makan.
2 Harga Diri Rendah a. Mengungkapkan ingin a. Merusak diri sendiri
diakui jati dirinya b. Merusak orang lain
b. Mengungkapkan tidak c. Menarik diri dari
ada lagi yang peduli hubungan sosial
c. Mengungkapkan tidak d. Tampak mudah
bias apa-apa tersinggung
d. Mengungkapkan dirinya e. Tidak mau makan dan
tidak berguna tidak tidur
e. Mengkritik diri sendiri f. Perasaan malu
g. Tidak nyaman jika jadi
pusat perhatian
3 Risiko Tinggi a. Klien memberi kata-kata a. Mata merah, wajah
mencederai diri ancaman. agak merah, nada
sendiri, orang lain, b. Mengatakan benci dan suara tinggi dan keras,
dan lingkungan kesal kepada seseorang. bicara menguasai,
ekspresi wajah,
pandangan tajam,
merusak, dan
melempar barang-
barang.
b. Klien suka membentak
dan menyerang orang
yang mengusiknya jika
sedang kesal,
melukai/merusak
barang-barang dan
tidak mampu
mengendalikan diri.
4 Defisit perawatan a. Mengungkapkan tidak a. Badan bau
diri pernah mandi b. Pakaian kotor
b. Mengungkapkan tidak c. Rambut dan kulit kotor
pernah menyisir rambut d. Kuku panjang dan
c. Mengungkapkan tidak kotor
pernah menggosok gigi e. Gigi kotor dan mulut
d. Mengungkapkan tidak bau
pernah memotong kuku f. Penampilan tidak rapi
e. Mengungkapkan tidak g. Tidak bisa
pernah berhias menggunakan alat
f. Mengungkapkan tidak mandi
bisa menggunakan alat
mandi/kebersihan diri
B. POHON MASALAH

Risiko tinggi mencederai diri sendiri, orang


lain, dan lingkungan
(AKIBAT)

Gangguan Sensori Persepsi (Halusinasi) Defisit Perawatan


(COR PROBLEM) Diri

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah (HDR)


(ETIOLOGI)

Gambar 2. Pohon Masalah Cor Problem Gangguan Sensori Persepsi :


Halusinasi

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
2. Harga Diri Rendah (HDR)
3. Risiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
4. Defisit Perawatan Diri
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI
Tgl No.Dx Dx. Keperawatan Perencanaan
Tujuan Kriteria hasil Intervensi
Gangguan Sensori TUM :
Persepi : halusinasi Klien dapat mengontrol
(lihat/dengar/penghidu halusinasi yang
/ raba/ kecap) dialaminya

TUK 1 : 1. Setelah …x interaksi klien 1. Bina hubungan saling percaya dengan


Klien dapat membina menunjukkan tanda – tanda menggunakan prinsip komunikasi terapeutik:
hubungan saling percaya peraca terhadap perawat :
dengan perawat a. Ekspresi wajah a. Sapa klien dengan ramah, baik verbal
bersahabat, maupun non verbal.
b. Menunjukkan rasa b. Perkenalkan nama, nama panggilan, dan
senang, tujuan perawat berkenalan
c. Ada kontak mata c. Tanyakan nama lengkap dan nama
d. Mau berjabat tangan, panggilan kesukaan klien
e. Mau menyebutkan d. Buat kontrak yang jelas
nama e. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji
f. Mau menjawab salam, setiap kali interaksi
g. Klien mau duduk f. Tunjukkan sikap empati dan menerima
berdampingan dengan klien apa adanya
perawat g. Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan
h. Bersdia dasar klien
mengungkapkan h. Tanyakan perasaan klien dan masalah
masalah yang dihadapi. yang dihadapi klien
i. Dengarkan dengan penuh perhatian
ekspresi perasaan klien
TUK 2 : 2. Setelah …x interaksi klien 2.1 Adakan kontrak sering dan singkat secara
Klien dapat mengenal menyebutkan : bertahap
halusinasinya a. Isi 2.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan
b. Waktu halusinasinya ( halusinasi
c. Frekuensi lihat/dengar/penghidu / raba/ kecap), jika
d. Situasi dan kondisi yang menemukan klien yang sedang halusinasi :
menimbulkan halusinasi a. Tanyakan apakah klien mengalami
sesuatu (halusinasi
lihat/dengar/penghidu/raba/kecap)
b. Jika klien menjawab ya, tanyakan apa
yang sedang dialaminya.
c. Katakana bahwa perawat percaya klien
mengalami hal tersebut, namun perawat
sendiri tidak mengalaminya (dengan
nada bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi).
d. Katakana bahwa ada klien lain yang
mengalami hal yang sama.
e. Katakana bahwa perawat akan
membantu klien.
Jika klien tidak sedang berhalusinasi
kliarifikasi tentang adanya pengalaman
halusinasi. Diskusikan dengan klien:
f. Isi, waktu, dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang, sore, malam,
atau sering dan kadang – kadang)
g. Situasi dan kondisi yang menimbulkan
atau tidak menimbulkan halusinasi.

2. Setelah … x interaksi, klien 2.3 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan
menyatakan perasaan dan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan
responnya saan mengalami untuk mengungkapkan perasaannya.
halusinasi : 2.4 Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan
a. Marah untuk mengatasi masalah tersebut
b. Takut 2.5 Diskusikan tentang dampak yang akan
c. Sedih dialaminya bila klien menikmati
d. Senang halusinasinya
e. Cemas
f. Jengkel
TUK 3 : 3.1 Setelah … x interaksi klien 3.1 Identifikasi bersama klien cara atau tindakan
Klien dapat mengontrol menyebutkan tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi
halusinasinya yang biasanya silakukan (tidur, marah, menyibukkan diri, dll)
untuk mengendalikan 3.2 Diskusikan cara yang digunakan klien :
halusinasinya a. Jika cara yang digunakan adaptif, beri
3.2 Setelah … x interaksi klien pujian.
menyebutkan cara baru b. Jika cara yang digunakan maladaptive,
mengontrol halusinasi diskusikan kerugian tersebut.
3.3 Setelah … x interaksi klien 3.3Diskusikan cara baru untuk memutus /
dapat memilih dan mengontrol timbulnya halusinasi
memperagakan cara a. Katakana pada diri sendiri bahwa ini
mengatasi halusinasi tidak nyata (“saya tidak mau
(dengar, lihat, penghidu, dengar/lihat/penghidu/raba/kecap pada
raba, kecap) saat halusinasi terjadi)
3.4 Setelah … x interaksi klien b. Menemui orang lain
melaksanakan cara yang (perawat/twman/anggota keluarga) untuk
telah dipilih untuk menceritakan tentang halusinasinya.
mengendalikan c. Membuat dan melaksanakan jadwal
halusinasinya kegiatan sehari – hari yang telah disusun.
3.5 Setelah … x interaksi klien d. Meminta keluarga/teman/perawat
mengikuti terapi aktivutas menyapa jika sedang berhalusinasi.
kelompok. 3.4 Bantu klien memilih cara yang sudah
dianjurkan dan latih untuk mencobanya.
3.5 Beri kesempatan untuk melakukan car yang
sudah dipilih atau dilatih
3.6 Pantau pelaksanaan yang sudah dipilih dan
dilatih, jika berhasil beri pujian
3.7 Anjurkan klien mengikutu terapi aktivitas
kelompok, orientasi realita, stimulasi
persepsi.

TUK 4 : 4.1 Setelah … x pertemuan 4.1 Buat kontrak dengan keluarga untuk
Klien dapat dukungan keluarga, keluarga pertemuan
dari keluarga dalam menyatakan setuju untuk 4.2 Diskusikan dengan keluarga (pada saat
mengontrol mengikuti pertemuan pertemuan keluarga/ kunjungan rumah)
halusinasinya denga perawat a. Pengertian halusinasi
4.2 Setelah … x interaksi b. Tanda dan gejala halusinasi’
keluarga menyebutkan c. Proses terjasinya halusinasi
pengertian, tanda dan d. Cara yang dapat dilakukan klien dan
gejala, proses terjadunya keluarga untuk memutuskan halusinasi
halusinasi, dan tindakan e. Obat – obatan halusinasi
untuk mengendalikan f. Cara merawat anggota keluarga yang
halusinasi halusinasi dirumah (beri kegiatan,
jangan biarkan sendiri, makan
bersama, bepergian bersama,
memantau obat – obatan dan cara
pemberiannya untuk mengatasi
halusinasi)
g. Beri informasi waktu kontrol ke rumah
sakit dan bagaimana cara mencari
bantuan jika halusinasi tidak dapat
diatasi dirumah
TUK 5 : 5.1 Setelah … x interaksi klien 5.1 Diskusikan dengan klien tentang manfaat
Klien dapat menyebutkan : dan kerugian tidak minum obat, nama,
memanfaatkan obat a. Manfaat minum obat warna, dosis, cara, efek terapi, dan efek
dengan baik b. Kerugian tidak minum samping penggunaan obat
obat 5.2 Pantau klien saat penggunaan obat
c. Nama, warna, dosis, 5.3 Beri pujian jika klien menggunakan obat
efek terapi dan efek dengan benar
samping obat 5.4 Diskusikan akibat berhenti minum obat
5.2 Setelah … x interaksi klien tanpa konsultasi dengan dokter
mendemonstrasikan 5.5 Anjurkan klien untuk konsultasi kepada
penggunaan obat dengan dokter/ perawat jika terjadi hal – hal yang
benar tidak diinginkan.
5.3 Setelah … x interaksi klien
menyebutkan akibat
berhenti minum obat
tanpa konsultasi dokter
DAFTAR PUSTAKA
Kusumawati & Hartono, 2012).
Kusumawati F dan Hartono Y. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Iyus, Y. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT refika Aditama.


Mukhripah Damayanti, Iskandar . (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:
Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai