PENDAHULUAN
1
CROPWAT adalah decision support system yang dikembangkan oleh
Divisi Land and Water Development FAO berdasarkan metode Penman-Monteith,
untuk merencanakan dan mengatur irigasi. CROPWAT dimaksudkan sebagai alat
yang praktis untuk menghitung laju evapotranspirasi standar, kebutuhan air
tanaman dan pengaturan irigasi tanaman. Dari beberapa studi didapatkan bahwa
model Penmann-Monteith memberikan pendugaan yang akurat sehingga FAO
merekomendasikan penggunaannya untuk pendugaan laju evapotranspirasi
standar dalam menduga kebutuhan air bagi tanaman (Tumiar, Bustomi, Agus :
2012).
Dalam memenuhi kebutuhan air khususnya untuk kebutuhan air di
persawahan maka perlu didirikan sistem irigasi dan bangunan bendung.
Kebutuhan air di persawahan ini kemudian disebut dengan kebutuhan air irigasi.
Untuk irigasi, pengertiannya adalah usaha penyediaan, pengaturan dan
pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi
permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi
tambak. Tujuan irigasi adalah untuk memanfaatkan air irigasi yang tersedia secara
benar yakni seefisien dan seefektif mungkin agar produktivitas pertanian dapat
meningkat sesuai yang diharapkan.
Air irigasi di Indonesia umumnya bersumber dari sungai, waduk, air tanah
dan sistem pasang surut. Salah satu usaha peningkatan produksi pangan
khususnya padi adalah tersedianya air irigasi di sawah-sawah sesuai dengan
kebutuhan. Kebutuhan air yang diperlukan pada areal irigasi besarnya bervariasi
sesuai keadaan. Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan evaporasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk
tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui
hujan dan kontribusi air tanah (Sosrodarsono & Takeda, 2003).
2
1.2 Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui besaran nilai curah hujan di lokasi sekitar kampus
dengan menggunakan alat ukur curah hujan manual.
2. Untuk menduga besaran evapotranspirasi dan kebutuhan air tanaman
berdasarkan Aplikasi Software Cropwat.
3. Untuk mengetahui besarnya debit air yang mengalir disaluran irigasi
dan menghitung waktu yang diperlukan untuk mengairi lahan sawah
yang telah ditentukan.
4. Untuk mengetahui sistem irigasi, cara pengoperasian pintu air, sumber
air irigasi dan luasan areal sawah yang dialiri.
5. Untuk mengetahui sistem pengelolaan sumber air lahan gambut yag
tepat dan tingkat kematangan gambut
6. Untuk mengetahui pHtanah yang terletak di lingkup lahan pertanian
disekitar UIN SUSKA.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
4
sehingga biji tersebut dapat tumbuh. Ikatan hidrogen juga menyebabkan air
mempunyai kapasitas panas yang tinggi sehingga dapat berfungsi sebagai tempat
penaungan panas yang efektif. Pada waktu musim panas air menampung panas
dan pada waktu musim dingin mengeluarkannya perlahan, sehingga menjaga level
temperatur yang stabil yang penting bagi iklim dan kehidupan. Air juga
memerlukan energi yang banyak untuk menguap sehingga memoderasi panas dari
matahari, menjaga temperatur ekosistem air, dan menjaga temperatur organisme
dari ekses panas.
Setiap tanaman memiliki kebutuhan air yang berbeda-beda menurut jenis
tanaman dab umur tanaman. Bila ditinjau dari respon tanaman terhadap air
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu tanaman aquatic, tanaman semi aquatic, dan
tanaman tahan kering. Kebutuhan air pada tanaman sedikit pada masa awal
tanaman dan meningkat saat mengalami fase pembungaan dan berbuah,
kebutuhan air mulai berkurang saat buah mulai masak. Kebutuhan air dianggap
disesuaikan dengan umur tanaman dan fase pertumbuhan tanaman. Misalnya pada
tanaman padi kelembaban dianggap baik 30% pada fase vegetatif, kelembaban
yang berlebih dapat menghambat pertumbuhan tunas, meskipun dapat menekan
pertumbuhan rumput pengganggu. Maka dari itu kebutuhan air perlu diatur. Untuk
menentukan kebutuhan air tanaman dikenal ada empat metode yaitu, perhitungan
evapotranspirasi menurut Blaney Criddle, Metoda Radiasi, Penman Metoda Panci
Evaporasi dan aplokasi cropwat. Yang dimaksud evapotranspirasi adalah jumlah
dari evaporasi dan transpirasi secara bersama-sama. Evaporasi atau penguapan
adalah berubahnya air menjadi uap dan bergeraknya dari permukaan tanah atau
permukaan air ke udara sedangkan transpirasi merupakan penguapan melaliu
tanaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi antara lain suhu
udara, suhu air, kecepatan angin, kelembaban udara, tekanan udara, sinar
matahari, kelembaban tanah, dan kemungkinan menjadi layu. Karena banyak
faktor-faktor yang mempengarhi evapotranspirasi maka untuk menghitung laju
evapotranspirasi dengan rumus-rumus sebetulnya sangat sulit. Tetapi karna
sulitnya menghitung nilai evepotranspirasi dengan rumus-rumus, justru banyak
penyelidik dslsm malam masalah ini mengutarakan rumus-rumus. Terasa
kemudian bahwa hasil pada pengukuran pada suatu tempat tidak cocok untuk
5
digeneralisasikan bagi daerah luas, demikian pula untuk masing-masinh rumus
bisa digunakan, memerlukan data pokon yang berbeda-beda akibat adanya
perbedaan cara pendekatan pada masalah ini, oleh para peneliti pembuat rumus
yang bersangkutan. Jadi penentuan nilai evapotranspirasi berdasarkan perhitungan
menurut rumus tertentu perlu dengan kesadaran bahwa nilai itu merupakan nilai
pendekatan. Karena mendapatkan hasil pengukuran yang teliti dilapangan sangat
sulit, maka metode pendekatan kebutuhan air bagi tanaman itu perlu digunakan
dan seringkali dipakai pada suatu kondisi iklim dan agronomi yang berbeda
dengan kondisi ditempatrumus yang bersangkutan diformulasikan.
6
Debit air adalah jumlah air yang mengalir dalam suatu penampang tertentu
(sungai/saluran/mata air). Pemilihan pengukuran debit air : (1) dibagian sungai
yang relatig lurus, (2) jauh dari pertemuan cabang sungai (3) tidak ada tumbuhan
air, (4) aliran tidak turbelent, (5) aliran tidak melimpah melewati tebing sungai,
pengukuran debit air sangat dipengaruhi oleh kecepatan arus air. Kecepatan arus
yang berkaitan dengan pengukuran debit air ditentukan oleh kecepatan gradien
permukaan, tingkat kekerasan, kedlaman, dan lebar perairan.
7
lapisan gumpalan-gumpalan tanah. Tujuan irigasi secara langsung adalah
membasahi tanah, agar dicapai suatu kondisi tanah yang baik untuk pertumbuhan
tanaman dalam hubungannya dengan prosentase kandungan air dan udara diantara
butit tanah, tanam yang dukan kali. Pemberian air juga mempunyai sebagai
pengangkut bahan-bahan pupuk jenis-jenis.
Jenis-jenis irigasi akan mendaptkan :
1. Irigasi permukaan
Irigasi permukaan merupakan sistem irigasi yang menyadap air langsung
di sungai melalui bangunan bendung maupun melalui bangunan pengambilan
bebas (free intake) kemudian air irigasi di alirkan secara gravitas melalui saluran
sampai kelahan pertanian. Disini dikenal saluran primer, sekunder, dan tersier.
Pengaturan air ini dilakukan dengan pintu air. Prosesnya adalah gravitasi, tanah
yang tinggi akan mendapat air lebih dulu.
2. Irigasi Lokal
Sistem ini air distribusikan dengan cara pipanisasi. Disini juga berlaku
gravitasi, dimana lahan yang timggi mendapat air lebih dahulu. Namun air yang
disebar hanya terbatas sekali atau secara lokal.
3. Irigasi dengan Penyemprotan
Penyemprotan biasanya menggunakan penyemprot air atau sprinkel. Air
yang disemprot aka seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas, daun
akan basah lebih dahulu, kemudian menetes keakar.
4. Irigasi Tradisional dengan Ember
Di sini diperlukan tenaga kerja secara perorangan yang banyak sekali. Di
samping itu juga pemborosan tenaga kerja yang harus menenteng ember.
8
produktivitas yang tinggi dan berkelanjutan. Pemanfaatan lahan gambut untuk
pertanian berkelanjutan harus dimulai dari perencanaan penataan lahan yang
disesuaikan dengan karakteristik lahan gambut setempat, dan komoditas yang
akan dikembangkan. Lahan gambut memiliki daya hantar hidrolik yang tinggi,
baik secara vertikal maupun horizontal. Oleh karena itu, saluran drainase sangat
menentukan kondisi muka air tanah. Kunci pengendalian muka air tanah adalah
mengatur dimensi saluran drainase, terutama kedalamannya, dan mengatur muka
air. Menurunkan muka air tanah ssangat diperlukan untuk menjaga kondisi media
perakaran tetap dalam kondisi aerob. Namun penurunan yang lebih besar
menyebabkan gambut mengalami kerusakan. Oleh karena itu muka air tanah harus
dikendalikan agar akar tanaman cukup mendapatkan oksigen, tetapi gambut tetap
harus lembab untuk menghindari emisi yang besar dan gambut mengering.
Pengendalian air dengan mengatur tingg air disaluran drainase dengar
mangatur pintu air adalah salah satu tindakan mitigasi emosi CO2 yang terjadi.
Hasil penelitian Wosten dalam Hooijer et al. (2006) menunjukkan bahwa laju
emisi berbanding lurus dengan kedalaman drainase. Rieyel dan Page (2005)
menunjukkan linier antara kedalaman muka air tanah dengan emisi korban
bersifat spesifik lokasi. Agus et al. (2009) menunjukkan bahwa laju emisi
meningkat dengan pola logaritmik dengan makin meningkatkan kedalaman muka
air tanah. Oleh karena mengatur muka air tanah pada tingkat yang aman untuk
tanaman dan minimal emisinya merupakan tindakan metigasi kerusakan lahan
yang sangat efektif.
Rumpang dalam Noor (2010) mengemukakan antara penggunaan jenis
tanaman dengan emisi. Hal ini tentu berakaitan dengan kedalaman air tanah yang
dibutuhkan oeh masing-masing jenis tanaman. Salah satu komponen penting
dalam mengatur tata air lahan gambut adalah bangunan pengendali berupa pintu
air atau canal blocking di setiap saluran. Pintu air berfungsi untuk mengatur muka
air tanah, disesuikan dengan kebutuhan tanaman. Mengingat gambut memiliki
daya hantar hidroik yang tiinggi, maka dalam satu saluran diperlukan beberapa
pintu canal blocking membentuk cascade. Kondisi gambut yang terdrainase juga
akan mempercepat terjadinya dekomposisi yang berarti akan mempercepat
terjadinya kematangan gambut. Gambut yang matang akan memberikan
9
keuntungan dalam proses bididaya tanaman, namun disisi lain akan mempercepat
terjadinya penyusutan pada gambut itu sendiri.
10
III. MATERI DAN METODE
11
3.3 Metode Praktikum
3.3.1 Mengukur Curah Hujan
1. Siapkan alat pengukur curah hujan dan perlengkapan tambahan
2. Cari tempat atau lapangan luas yang tidak ternaungi dan dataran yang
tidak bergelombang
3. Pasang alat pengukur curah hujan (Ombrometer) dengan ketinggian
1,5 meter dari permukaan tanah dengan menggunakan bambu atau
kayu
4. Pasang bambu atau kayu untuk menjadi tiang penyangga Ombrometer
5. Tancapkan bambu atau kayu penyangga yang telah dipasang dengan
Ombrometer kedalam tanah ±20-30 cm
6. Amati dan catat curah hujan setiap kali hujan dan setelah selesai hujan
pada pukul 08.00 WIB sampai selesai dengan cara melihat jumlah air
yang tertampung pada gelas ukur yang terdapat di dalam Ombrometer.
12
7. F : Jadwal penanaman yang menunjukkan bagaimana tanaman ditanam
dengan waktu yang tepat
8. G : Bagimana pola tanam yang dapat memberikan produktivitas lahan
yang optimal
9. H : Skema penanaman yang baik sehingga hasil yang diperoleh sasuai
dengan apa yang dharapkan dan meminimalisir dampak kegagalan
panen
10. Menginput data iklim (bisa secara manual atau dengan memanfaatkan
basis data yang disediakan oleh FAO, di mana software Cropwat 8.0
perlu didukung dengan software Climwat 2.0)
a. Pilih negara yang menjadi tujuan, kemudian klik menu yang
menunjukkan tampilan cuaca dari stasiun negara terpilih
13
b. Buka software Cropwat 8.0 untuk meninput data iklim pada menu
Climate/Eto. Klik menu open data iklim yang telah diexport dari
Climwat akan secara otomatis terisi pada tabel
11. Masukkan data rata-rata curah hujan efektif pada menu rain dengan
memilih menu yang sama seperti langkah sebelumnya
14
12. Masukkan data tanaman dengan menginputkan nama tanaman yang
ingin dibudidayakan, kemudian secara otomatis tabel data akan terisi
berdasarkan pada database yang telah disediakan
13. Masukkan data tanah dari lahan yang akan dibudidayakan dengan
mengklik menu soil menyesuaikan dengan keadaan aktual maupun
berdasarkan pada database yang telah disediakan
15
14. Data mengenai kebutuhan irigasi, curah hujan efektif disertai dengan
periode penanaman dapat diketahui setelah mengklik menu Crop water
requierment (CWR)
16
15. Keterkaitan dari setiap data yang diinput dapat dilihat melalui menu
Chart yang akan menampilkan hubungan yang saling mempengaruhi
antara tiap faktor yang menentukan nilai irigasi bagi tanaman tertentu
17
3.3.3 Pengukuran Debit Air Saluran Terbuka dan Menghitung Lama
Waktu Irigasi
1. Memilih saluran irigasi yang dekat dengan sawah, dipilih lokasi yang
lurus dengan perubahan lebar sungai, dalam air dan gradien yang kecil
2. Menetapkan dua buah titik (patok) tampat pengamatan
3. Pelampung dilemparkan/ditaruh perlahan diatas air dengan jarak 5-10
meter dari sebelah hulu titik pengamatan
4. Waktu tempuh pelampung antara dua titik pengamatan tersebut diatas
dicatat dengan menggunakan stopwatch
5. Kecepatan aliran dapat diperoleh dengan membagi jarak tempuh
dengan waktu tempuh pelampung antara dua titik pengamatan
6. Untuk mengukur luas penampang melintang aliran maka bagian
penampang aliran melintang tersebut dibagi atas beberapa bagian
(sesuai dengan lebar dan kondisi aliran dasar air). Hal ini bertujuan
untuk memperoleh hasil penghitungan yang mendekati luas
sebenarnya
7. Luas dari bagian-bagian tersebut merupakan luas pemampang aliran
melintang
8. Pengukuran kecepatan aliran air dilakukan sebanyak 3-5 kali
18
9. Menghitung berapa waktu yang dibutuhkan untuk mengairi sawah
(luasan diukur dilapangan)
19
kepada pihak petugas dari Dinas Bina Margan dan mintalah waktu
kepada yang bersangkutan untuk wawancara singkat
12. Terakhir ucapkan terimakasih kepada pihak Dinas Bina Marga yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk mendampingan dalam
pelaksanaan praktikum tersebut
20
3.3.6 Menentukan pH Tanah Secara Sederhana
1. Ambil sedikit sampel tanah dan air aqua dengan perbandingan 1:1
2. Masukkan kedalam gelas aqua
3. Aduk hingga bener-benar terhomogen
4. Biarkan hingga beberapa menit hingga campuran air dan tanah tersebut
memisah (tanahnya mengendap)
5. Setelah airnya agak jernih masukkan ujung kertas lakmus atau pH
Indikator kedalam campuran tadi (sekitar 1 menit) tetapi jangan sampai
mengenai tanahnya. Tunggu beberap saat sampai kertas lakmus atau
pH indikator berubah warna. Setelah warnanya stabil, cocokkan warna
yang diperoleh oleh kertas lakmus atau pH indikator tadi dengan bagan
warna petunjuknya.
21
DAFTAR PUSTAKA
Allen, R.G., L.S. Pereira, D. Raes, and M. Smith. 1998. Crop Evapotranspiration:
Guidelines for computing crop water requirements. Irrigation and
Drainage Paper 56, Food and Agriculture Organization of the United
Nations, Rome. 300 hlm.
Herliyani et al, 2012. Identifikasi Saluran Primer dan Sekunder Daerah Irigasi
Kunyit Kabupaten Tanah Laut. Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri
Banjarmasin. Jurnal Intekna Tahun XII, No 2 : 132-139.
Musa, N. 2012. Penentuan Masa Tanam Jagung (Zea mays L.) Berdasarkan Curah
Hujan dan Analisis Neraca Air di Kabupaten Pohuwato.Jurnal JATT. Vol.
1 No. 1. Hlm 23-27.
Soil Survey Staff. 1999. Soil Taxonomy. A Bacis System of Soil Classification
for Making and Interpreting Soil Surveys. Second Edition. Agr. Handb.
436, Natural Resources Conservation Service-USDA.
22
Sosrodarsono, Suyono, Takeda, Kensaku. 2003. Hidrologi untuk Pengairan.
Pradna Paramita, Jakarta.
Van den Ban, A.W., & Hawkins, H.S., 199, Penyuluhan Pertanian, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
23
LAMPIRAN
24