Anda di halaman 1dari 24

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Data jumlah curah hujan (CH) rata-rata untuk suatu daerah tangkapan air
(catchment area) atau daerah aliran sungai (DAS) merupakan informasi yang
sangat diperlukan oleh pakar bidang hidroligi. Dalam bidang pertanian data CH
sangat berguna, misalnya untuk mengatur air irigasi, mengetahui neraca air lahan,
mengetahui besaran aliran permukaan (run off).
Menurut (Hutchinsin, 1970; Browning, 1987 dalam asdak C. 1995)
ketelitian hasil pengukuran CH tergantung pada variabilitas spasial CH
,maksudnya diperlakuan semakin banyak lagi penakar CH bila kita mengukur CH
di suatu daerah yang curah hujannya besar. Ketelitian akan semakin meningkat
dengan semakin banyak penakar yang dipasang, tetapi memerlukan biaya mahal
dan juga memerlukan banyak waktu dan tenaga dalam pencatatannya di lapangan.
Air sangat dibutuhkan sejak awal pertumbuhan dan pada saat pengisian
biji karena itu ketersediaan air merupakan faktor pembatas yang paling
menentukan pada usaha tani lahan kering. Tidak semua lahan dapat ditanami
sepanjang tahun sebab kemampuannya memanfaatkan air tanah terbatas,
walaupun faktor tanah dan potensi biologisnya memungkinkan atau tanamannya
peka terhadap cekaman kekeringan (Musa, 2012). Jumlah kebutuhan air memiliki
hubungan yang erat dengan evapotranspirasi tanaman (ETc) dan curah hujan (CH)
efektif. Jika jumlah CH efektif lebih besar dari evapotranspirasi tanaman, maka
kebutuhan air tercukupi. Sebaliknya, jika jumlah curah hujan lebih rendah dari
evapotranspirasi tanaman, maka kebutuhan air tidak tercukupi (Rizqiyah, 2013).
Untuk mengetahui evapotranspirasi tanaman adalah dengan
memperhatikan koefisien tanaman (K) dan evapotranspirasi standar (ET) (Allen
et. Al., 1998). CROPWAT merupakan software yang dikembangkan FAO sesuai
dengan rumus empiris Penman-Monteith untuk memperkirakan evapotranspirasi,
jadwal irigasi dan kebutuhan air pada pola tanam yang berbeda. Berdasarkan hasil
simulasi menunjukkan bahwa daerah yang kebutuhan airnya lebih besar dari peda
air yang diberikan, jumlah hasil yang kerang dapat dikurangi secara signifikan
dengan penerapan jadwal irigasi yang baik (Nazeer, 2009).

1
CROPWAT adalah decision support system yang dikembangkan oleh
Divisi Land and Water Development FAO berdasarkan metode Penman-Monteith,
untuk merencanakan dan mengatur irigasi. CROPWAT dimaksudkan sebagai alat
yang praktis untuk menghitung laju evapotranspirasi standar, kebutuhan air
tanaman dan pengaturan irigasi tanaman. Dari beberapa studi didapatkan bahwa
model Penmann-Monteith memberikan pendugaan yang akurat sehingga FAO
merekomendasikan penggunaannya untuk pendugaan laju evapotranspirasi
standar dalam menduga kebutuhan air bagi tanaman (Tumiar, Bustomi, Agus :
2012).
Dalam memenuhi kebutuhan air khususnya untuk kebutuhan air di
persawahan maka perlu didirikan sistem irigasi dan bangunan bendung.
Kebutuhan air di persawahan ini kemudian disebut dengan kebutuhan air irigasi.
Untuk irigasi, pengertiannya adalah usaha penyediaan, pengaturan dan
pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi
permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi
tambak. Tujuan irigasi adalah untuk memanfaatkan air irigasi yang tersedia secara
benar yakni seefisien dan seefektif mungkin agar produktivitas pertanian dapat
meningkat sesuai yang diharapkan.
Air irigasi di Indonesia umumnya bersumber dari sungai, waduk, air tanah
dan sistem pasang surut. Salah satu usaha peningkatan produksi pangan
khususnya padi adalah tersedianya air irigasi di sawah-sawah sesuai dengan
kebutuhan. Kebutuhan air yang diperlukan pada areal irigasi besarnya bervariasi
sesuai keadaan. Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan evaporasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk
tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui
hujan dan kontribusi air tanah (Sosrodarsono & Takeda, 2003).

2
1.2 Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui besaran nilai curah hujan di lokasi sekitar kampus
dengan menggunakan alat ukur curah hujan manual.
2. Untuk menduga besaran evapotranspirasi dan kebutuhan air tanaman
berdasarkan Aplikasi Software Cropwat.
3. Untuk mengetahui besarnya debit air yang mengalir disaluran irigasi
dan menghitung waktu yang diperlukan untuk mengairi lahan sawah
yang telah ditentukan.
4. Untuk mengetahui sistem irigasi, cara pengoperasian pintu air, sumber
air irigasi dan luasan areal sawah yang dialiri.
5. Untuk mengetahui sistem pengelolaan sumber air lahan gambut yag
tepat dan tingkat kematangan gambut
6. Untuk mengetahui pHtanah yang terletak di lingkup lahan pertanian
disekitar UIN SUSKA.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mengukur Curah Hujan


Data jumlah curah hujan (CH) rata-rata untuk suatu daerah tangkapan air
(catchment area) atau daerah aliran sungai (DAS) merupakan informasi yang
sangat diperlukan oleh pakar bidang hidroligi. Dalam bidang pertanian data CH
sangat berguna, misalnya untuk mengatur air irigasi, mengetahui neraca air lahan,
mengetahui besaran aliran permukaan (run off).
Untuk dapat mewakili besarnya (CH) rata-rata untuk suatu wilayah/daerah
diperlukan penakar CH dalam jumlah yang cukup. Semakin banyak penakar
dipasang di lapangan diharapkan dapat diketahui besarnya rata-rata CH yang
menunjukkan besarnya CH yang terjadi didaerah tersebut. Disamping itu juga
diketahui variasi CH disuatu titik pengmatan.
Menurut (Hutchinsin, 1970; Browning, 1987 dalam asdak C. 1995)
ketelitian hasil pengukuran CH tergantung pada variabilitas spasial CH
,maksudnya diperlakuan semakin banyak lagi penakar CH bila kita mengukur CH
di suatu daerah yang curah hujannya besar. Ketelitian akan semakin meningkat
dengan semakin banyak penakar yang dipasang, tetapi memerlukan biaya mahal
dan juga memerlukan banyak waktu dan tenaga dalam pencatatannya di lapangan.

2.2 Menghitung Evapotranspirasi Dan Kebutuhan Air Tanaman


Menggunakan Apikasi Software Cropwat
Kehidupan sangat bergantung dari sifat-sifat air yang unik dibanding
liquid yang lain. Sifat-sifat ini berasal dari struktur dan interaksi molekul air. Air
memiliki apa yang dinamakan ikatan hidrogen yang anehnya cukup kuat. Ikatan
ini memberikan air lebih struktur dari pada liquid yang lain, dan memberikan
kohesi yang tinggi yang membantu transport dalam tumbuhan. Ikatan ini juga
memberikan tegangan permukaan air yang cukup kuat, dan memberikan bentuk
butiran-butiran air. Demikian pula air mempunyai tingkat adhesi yang tinggi
dengan kebanyakan mineral. Imbibisi (proses masuknya air ke dalam struktur
berpori-por) membantu penyerapan air ke dalam biji dan memecahkan kulit biji

4
sehingga biji tersebut dapat tumbuh. Ikatan hidrogen juga menyebabkan air
mempunyai kapasitas panas yang tinggi sehingga dapat berfungsi sebagai tempat
penaungan panas yang efektif. Pada waktu musim panas air menampung panas
dan pada waktu musim dingin mengeluarkannya perlahan, sehingga menjaga level
temperatur yang stabil yang penting bagi iklim dan kehidupan. Air juga
memerlukan energi yang banyak untuk menguap sehingga memoderasi panas dari
matahari, menjaga temperatur ekosistem air, dan menjaga temperatur organisme
dari ekses panas.
Setiap tanaman memiliki kebutuhan air yang berbeda-beda menurut jenis
tanaman dab umur tanaman. Bila ditinjau dari respon tanaman terhadap air
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu tanaman aquatic, tanaman semi aquatic, dan
tanaman tahan kering. Kebutuhan air pada tanaman sedikit pada masa awal
tanaman dan meningkat saat mengalami fase pembungaan dan berbuah,
kebutuhan air mulai berkurang saat buah mulai masak. Kebutuhan air dianggap
disesuaikan dengan umur tanaman dan fase pertumbuhan tanaman. Misalnya pada
tanaman padi kelembaban dianggap baik 30% pada fase vegetatif, kelembaban
yang berlebih dapat menghambat pertumbuhan tunas, meskipun dapat menekan
pertumbuhan rumput pengganggu. Maka dari itu kebutuhan air perlu diatur. Untuk
menentukan kebutuhan air tanaman dikenal ada empat metode yaitu, perhitungan
evapotranspirasi menurut Blaney Criddle, Metoda Radiasi, Penman Metoda Panci
Evaporasi dan aplokasi cropwat. Yang dimaksud evapotranspirasi adalah jumlah
dari evaporasi dan transpirasi secara bersama-sama. Evaporasi atau penguapan
adalah berubahnya air menjadi uap dan bergeraknya dari permukaan tanah atau
permukaan air ke udara sedangkan transpirasi merupakan penguapan melaliu
tanaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi antara lain suhu
udara, suhu air, kecepatan angin, kelembaban udara, tekanan udara, sinar
matahari, kelembaban tanah, dan kemungkinan menjadi layu. Karena banyak
faktor-faktor yang mempengarhi evapotranspirasi maka untuk menghitung laju
evapotranspirasi dengan rumus-rumus sebetulnya sangat sulit. Tetapi karna
sulitnya menghitung nilai evepotranspirasi dengan rumus-rumus, justru banyak
penyelidik dslsm malam masalah ini mengutarakan rumus-rumus. Terasa
kemudian bahwa hasil pada pengukuran pada suatu tempat tidak cocok untuk

5
digeneralisasikan bagi daerah luas, demikian pula untuk masing-masinh rumus
bisa digunakan, memerlukan data pokon yang berbeda-beda akibat adanya
perbedaan cara pendekatan pada masalah ini, oleh para peneliti pembuat rumus
yang bersangkutan. Jadi penentuan nilai evapotranspirasi berdasarkan perhitungan
menurut rumus tertentu perlu dengan kesadaran bahwa nilai itu merupakan nilai
pendekatan. Karena mendapatkan hasil pengukuran yang teliti dilapangan sangat
sulit, maka metode pendekatan kebutuhan air bagi tanaman itu perlu digunakan
dan seringkali dipakai pada suatu kondisi iklim dan agronomi yang berbeda
dengan kondisi ditempatrumus yang bersangkutan diformulasikan.

2.3 Pengukuran Debit Air Saluran Terbuka Dan Menghitung Lama


Waktu Irigasi
Debit adalah banyaknya air yang mengalir persatuan waktu. Biasanya
banyak nya air yang mengalir diukur dalam satuan liter atau m³ dan satuan waktu
pengaliran adalah detik, menit, dan jam. Besarnya debit air yang mengalir
biasanya ditentukan oleh dua faktor yaitu luas pemampang lintang aliran air dan
kecepatan aliaran air. Secara matematis hal diatas dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Q = A x V .............(1)
Keterangan:
Q : Debit air, m³/det
A : Luas penampang lintang air yang mengalir (m²)
V : Kecepatan aliran air, m/det
Perairan utama adalah bagian permukaan bumi yang secara permanen atau
berkala digenangi oleh air, baik air tawar, air payau maupun air laut, mulai dari
garis pasang surut terendah ke arah dataran dan badan air tersebut terbentuk
secara alami atau buatan. Perairan umum tersebut diantaranya adalah sungai,
danau, waduk, rawa, goda, genangan air lainnya (telaga, kolong-kolong dan
legokan).
Air merupakan bagian esensial dari protoplasma dan dapat dikatakan
bahwa semua jenis kehidupan bersifat aquatik. Beberapa faktor tersedianya air
antara lain curah hujan, kelembaaban, penguapan, angin, suhu dan udara.

6
Debit air adalah jumlah air yang mengalir dalam suatu penampang tertentu
(sungai/saluran/mata air). Pemilihan pengukuran debit air : (1) dibagian sungai
yang relatig lurus, (2) jauh dari pertemuan cabang sungai (3) tidak ada tumbuhan
air, (4) aliran tidak turbelent, (5) aliran tidak melimpah melewati tebing sungai,
pengukuran debit air sangat dipengaruhi oleh kecepatan arus air. Kecepatan arus
yang berkaitan dengan pengukuran debit air ditentukan oleh kecepatan gradien
permukaan, tingkat kekerasan, kedlaman, dan lebar perairan.

2.4 Pengamatan Sistem Irigasi


Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan
pertanian. Dalam dunia modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat
dilakukan manusia. Pada zaman dahulu, jika persediaan air melimpah karena
tempat yang dekat dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi dilakukan
dengan mengalirkan air tersebut kelahan pertanian. Namun demikian, irigasi juga
bisa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah kemudian
menuangkan pada tanaman satu persatu. Untuk irigasi dengan metode seperti ini
di indonesia biasa disebut menyiram. Sebagaimana telah diungkapkan, dalam duni
modern ini sudah banyak cara yang dapat dilakukan untuk melakukan irigasi dan
ini sudah berlangsung sejak Mesir Kuno.
Irigasi merupakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan mendapatkan
air untuk sawah, ladang, perkebunan dan lain-lain usaha pertanian, rawa-rawa,
perikanan. Usaha tersebut menyangkut pembuatan saran dan prasarana untuk
membagi-bagikan air ke sawah-sawah secara teratur dan mebuang ait kelebihan
yang tidak diperlukan lagi untuk memenuhi tujuan pertanian. Masih sering kita
jumpai istilah irigasi irigasi ini diganti dengan istilah “(Pengairan)”. Untuk
sementara istilah irigasi kita anggap punya pengertian yang sama dengan istilah
pengairan.
Tujuan irigasu secara umum adalah menjamin keberhasilan produksi
tanaman dalam rangka menghadapi kekeringan jngka pendek, mendinginkan
tanah sehibgga dalam angka mengatapi mengutangi daya simpanan
mendingunkan tanah, akrab dengan pertumbuhan tanaman, mengurngi bahan
cekaman kekeringan, mencucu/melaritkan garam dan tanah, serta melakukan

7
lapisan gumpalan-gumpalan tanah. Tujuan irigasi secara langsung adalah
membasahi tanah, agar dicapai suatu kondisi tanah yang baik untuk pertumbuhan
tanaman dalam hubungannya dengan prosentase kandungan air dan udara diantara
butit tanah, tanam yang dukan kali. Pemberian air juga mempunyai sebagai
pengangkut bahan-bahan pupuk jenis-jenis.
Jenis-jenis irigasi akan mendaptkan :
1. Irigasi permukaan
Irigasi permukaan merupakan sistem irigasi yang menyadap air langsung
di sungai melalui bangunan bendung maupun melalui bangunan pengambilan
bebas (free intake) kemudian air irigasi di alirkan secara gravitas melalui saluran
sampai kelahan pertanian. Disini dikenal saluran primer, sekunder, dan tersier.
Pengaturan air ini dilakukan dengan pintu air. Prosesnya adalah gravitasi, tanah
yang tinggi akan mendapat air lebih dulu.
2. Irigasi Lokal
Sistem ini air distribusikan dengan cara pipanisasi. Disini juga berlaku
gravitasi, dimana lahan yang timggi mendapat air lebih dahulu. Namun air yang
disebar hanya terbatas sekali atau secara lokal.
3. Irigasi dengan Penyemprotan
Penyemprotan biasanya menggunakan penyemprot air atau sprinkel. Air
yang disemprot aka seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas, daun
akan basah lebih dahulu, kemudian menetes keakar.
4. Irigasi Tradisional dengan Ember
Di sini diperlukan tenaga kerja secara perorangan yang banyak sekali. Di
samping itu juga pemborosan tenaga kerja yang harus menenteng ember.

2.5 Pengolahan Sumber Daya Air Lahan Gambutirigasi kita anggak


punya pengertian
Lahan gambut tropis memiliki keragaman sifat fisik dan kimia yang besar,
baik secara spesial maupun vertikal. Karakteristiknya sangat ditentukan oleh
ketebalan gambut, substratum atau tanah mineral dibawah gambut, kematangan
dan ada tidaknya pengaayaan dari luapan sungai disekitarnya. Karakteristik lahan
seyogiannya dijadikan acuanarah pemanfaatan lahan gambut untuk mencapai

8
produktivitas yang tinggi dan berkelanjutan. Pemanfaatan lahan gambut untuk
pertanian berkelanjutan harus dimulai dari perencanaan penataan lahan yang
disesuaikan dengan karakteristik lahan gambut setempat, dan komoditas yang
akan dikembangkan. Lahan gambut memiliki daya hantar hidrolik yang tinggi,
baik secara vertikal maupun horizontal. Oleh karena itu, saluran drainase sangat
menentukan kondisi muka air tanah. Kunci pengendalian muka air tanah adalah
mengatur dimensi saluran drainase, terutama kedalamannya, dan mengatur muka
air. Menurunkan muka air tanah ssangat diperlukan untuk menjaga kondisi media
perakaran tetap dalam kondisi aerob. Namun penurunan yang lebih besar
menyebabkan gambut mengalami kerusakan. Oleh karena itu muka air tanah harus
dikendalikan agar akar tanaman cukup mendapatkan oksigen, tetapi gambut tetap
harus lembab untuk menghindari emisi yang besar dan gambut mengering.
Pengendalian air dengan mengatur tingg air disaluran drainase dengar
mangatur pintu air adalah salah satu tindakan mitigasi emosi CO2 yang terjadi.
Hasil penelitian Wosten dalam Hooijer et al. (2006) menunjukkan bahwa laju
emisi berbanding lurus dengan kedalaman drainase. Rieyel dan Page (2005)
menunjukkan linier antara kedalaman muka air tanah dengan emisi korban
bersifat spesifik lokasi. Agus et al. (2009) menunjukkan bahwa laju emisi
meningkat dengan pola logaritmik dengan makin meningkatkan kedalaman muka
air tanah. Oleh karena mengatur muka air tanah pada tingkat yang aman untuk
tanaman dan minimal emisinya merupakan tindakan metigasi kerusakan lahan
yang sangat efektif.
Rumpang dalam Noor (2010) mengemukakan antara penggunaan jenis
tanaman dengan emisi. Hal ini tentu berakaitan dengan kedalaman air tanah yang
dibutuhkan oeh masing-masing jenis tanaman. Salah satu komponen penting
dalam mengatur tata air lahan gambut adalah bangunan pengendali berupa pintu
air atau canal blocking di setiap saluran. Pintu air berfungsi untuk mengatur muka
air tanah, disesuikan dengan kebutuhan tanaman. Mengingat gambut memiliki
daya hantar hidroik yang tiinggi, maka dalam satu saluran diperlukan beberapa
pintu canal blocking membentuk cascade. Kondisi gambut yang terdrainase juga
akan mempercepat terjadinya dekomposisi yang berarti akan mempercepat
terjadinya kematangan gambut. Gambut yang matang akan memberikan

9
keuntungan dalam proses bididaya tanaman, namun disisi lain akan mempercepat
terjadinya penyusutan pada gambut itu sendiri.

2.6 Menentukan pH Tanah Secara Sederhana


pH tanah sangat penting untuk diketahui karena akan menentukan dapat
atau tidaknya unsur hara dalam tanah diserap oleh akar tanaman. pH adalah
tingkat keasaman atau kebasa-an suatu benda yang diukur dengan menggunakan
skala pH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai pHantara 0 hingga 7 dan sifat
basa mempunyai nilai pH 7 hingga 14. Sebagai contoh, jus jeruk dan air aki
mempunya pH antara 0 hingga 7, sedangkan air laut dan cairan pemutih
mempunyai sifat basa (yang disebut sebgai alkaline) dengan nilai pH 7-14. Air
murni adalah netral atau mempunyai nilai pH 7.
pHtanah diperlukan tanaman dalam jumlah yang sesuai, jika pHtanah
semakin tinggi maka unsur hara akan semakin sulit diserap tanaman, demikian
juga sebaliknya jika terlalu rendah akar juga akan kesulitan untuk menyerap
makanannya yang ada dalam tanah. Akar tanaman akan mudah menyerap unsur
hara atau pupuk jika pH dalam tanah sedang-sedang saja (cenderung netral).
Jika pHlarutan tanah meningkat hingga diatas 5,5 Nitrogen (dalam bentuk
nitrat) menjadi tersedia bagi tanaman. Di sisi lain Pospor akan tersedia bagi
tanaman pada pH antara 6,0 hingga 7,0. Beberapa bakteri membantu tanaman
mendapatkan N dengan mengubah N di atmosfer menjadi bentuk N yang dapat
digunakan oleh tanaman. Bakteri ini hidup didalam nodule akar tanaman legume
(seperti alfalfa dan kedelai) dan berfungsi secara baik bila mana tanaman dimana
bakteri tersebut hidup tumbuh pada tanah dengan kisaran pH yang sesuai. Sebagai
contoh kedelai tumbuh dengan baik pada tanah dengan kisaran pH 5,3 hingga 6,6.
Banyak tanaman termasuk sayuran, bunga dan semak-semak serta buah-buahan
tergantung dengan pH dan ketersediaan tanah yang mengandung nutrisi yang
cukup. Jika larutan terlalu masam, tanaman tidak dapat memanfaatkan N, P, K
dan zat hara lain yang mereka butuhkan. Pada tanah masam, tanaman mempunyai
kemugkinan yang besar untuk teracuni logam berat yang pada akhirnya dapat mati
karena keracunan tersebut.

10
III. MATERI DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat


Waktu dan tempat dilakukannya praktikum hidrologi pertanian tentang
mengukur curah hujan, menghitung evapotranspirasi dan kebutuhan air tanaman
menggunkan aplikasi software cropwat, dan pengelolaan sumber daya air lahan
gambut itu dilakukan di sekitar kampus Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN
Suska Riau.
Sedangkan pada praktikum hidrologi pertanian tentang mengukur debit air
saluran terbuka dan menghitung lama waktu irigasi, pengamatan sistem irigasi,
menentukan pH tanah secara sederhana itu dilakukan di desa kampa kec. Kampa.

3.2 Bahan dan Alat


Bahan dan alat yang dapat digunakan dalam praktikum mengukur curah
hujan yaitu alat pengukur ncurah hujan (Ombrometer), data mentah dari
pengamatan, alat tulis, kamera untuk dokumentasi.
Bahan dan alat yang digunakan untuk Menghitung Evapotranspirasi dan
Kebutuhan Air Tanaman Menggunakan Aplikasi Software Cropwat yaitu data
curah hujan, komputer atau leptop, alat tulis.
Bahan dan alat yang digunakan untuk mengukur Debit Air Saluran
Terbuka dan Menghitung Lama Waktu Irigasi yaitu pelampung dari sterofoam
dan kayu, stopwatch, meteran, alat pengukur panjang, tali tambang atai tali rapia,
tongkat / kayu panjang (untuk mengukur kedalaman air), dan alat tulis.
Bahan dan alat yang digunakan dalam Pengamatan Sistem Irigasi yaitu
pakaian lapangan, peralatan tulis, dan daftar mahasiswa.
Bahan dan alat yang digunakan untuk Pengolahan Sumber Daya Air Lahan
Gambut yaitu lahan gambut disekitar area kampus UIN SUSKA RIAU, tongkat
kayu yang lurus, meteran, alat tulis dan alat-alat yang mendukung praktikum.
Bahan dan alat yang digunakan untuk Menentukan pH Tanah Secara
Sederhana yaitu kertas lakmus atau pH indikator, air aqua, gelas aqua, sendok teh,
sampel tanah yang digunakan diambil dari lahan yang belum pernah diolah dan
dari lahan yang sudah diolah.

11
3.3 Metode Praktikum
3.3.1 Mengukur Curah Hujan
1. Siapkan alat pengukur curah hujan dan perlengkapan tambahan
2. Cari tempat atau lapangan luas yang tidak ternaungi dan dataran yang
tidak bergelombang
3. Pasang alat pengukur curah hujan (Ombrometer) dengan ketinggian
1,5 meter dari permukaan tanah dengan menggunakan bambu atau
kayu
4. Pasang bambu atau kayu untuk menjadi tiang penyangga Ombrometer
5. Tancapkan bambu atau kayu penyangga yang telah dipasang dengan
Ombrometer kedalam tanah ±20-30 cm
6. Amati dan catat curah hujan setiap kali hujan dan setelah selesai hujan
pada pukul 08.00 WIB sampai selesai dengan cara melihat jumlah air
yang tertampung pada gelas ukur yang terdapat di dalam Ombrometer.

3.3.2 Menghitung Evapotranspirasi dan Kebutuhan Air Tanaman


Mengunakan Aplikasi Software Cropwat
1. Tampilan menu utama Cropwat 8.0
2. A : Data iklim seperti lama penyinaran matahari, kecepatan angin,
kelembaban, suhu minimal dan maksimum
3. B : Data rata-rata curah hujan efektif dalam periode perbulan
4. C : Data tanaman berupa coeficient crop, panjang akar, tinggi tanaman,
siklus hidup (periode penanaman)
5. D : Data tanah berupa kelembaban tanah, laju infiltrasi, kedalaman
perakaran, dll
6. E : Menunjukkan brapa jumlah air yang direkomendasikan (crop water
requerment), mengakumulasikan kebutuhan irigasi untuk tanamna di
mana pada tabelnya menyediakan data stage, bulan, decade, koefisien
tanaman, evaporasi pada tanaman atau ET c dalam mm/hari maupun
mm/dec, hujan efektif serta kebutuhan irigasi

12
7. F : Jadwal penanaman yang menunjukkan bagaimana tanaman ditanam
dengan waktu yang tepat
8. G : Bagimana pola tanam yang dapat memberikan produktivitas lahan
yang optimal
9. H : Skema penanaman yang baik sehingga hasil yang diperoleh sasuai
dengan apa yang dharapkan dan meminimalisir dampak kegagalan
panen
10. Menginput data iklim (bisa secara manual atau dengan memanfaatkan
basis data yang disediakan oleh FAO, di mana software Cropwat 8.0
perlu didukung dengan software Climwat 2.0)
a. Pilih negara yang menjadi tujuan, kemudian klik menu yang
menunjukkan tampilan cuaca dari stasiun negara terpilih

13
b. Buka software Cropwat 8.0 untuk meninput data iklim pada menu
Climate/Eto. Klik menu open data iklim yang telah diexport dari
Climwat akan secara otomatis terisi pada tabel

11. Masukkan data rata-rata curah hujan efektif pada menu rain dengan
memilih menu yang sama seperti langkah sebelumnya

14
12. Masukkan data tanaman dengan menginputkan nama tanaman yang
ingin dibudidayakan, kemudian secara otomatis tabel data akan terisi
berdasarkan pada database yang telah disediakan

13. Masukkan data tanah dari lahan yang akan dibudidayakan dengan
mengklik menu soil menyesuaikan dengan keadaan aktual maupun
berdasarkan pada database yang telah disediakan

15
14. Data mengenai kebutuhan irigasi, curah hujan efektif disertai dengan
periode penanaman dapat diketahui setelah mengklik menu Crop water
requierment (CWR)

16
15. Keterkaitan dari setiap data yang diinput dapat dilihat melalui menu
Chart yang akan menampilkan hubungan yang saling mempengaruhi
antara tiap faktor yang menentukan nilai irigasi bagi tanaman tertentu

17
3.3.3 Pengukuran Debit Air Saluran Terbuka dan Menghitung Lama
Waktu Irigasi
1. Memilih saluran irigasi yang dekat dengan sawah, dipilih lokasi yang
lurus dengan perubahan lebar sungai, dalam air dan gradien yang kecil
2. Menetapkan dua buah titik (patok) tampat pengamatan
3. Pelampung dilemparkan/ditaruh perlahan diatas air dengan jarak 5-10
meter dari sebelah hulu titik pengamatan
4. Waktu tempuh pelampung antara dua titik pengamatan tersebut diatas
dicatat dengan menggunakan stopwatch
5. Kecepatan aliran dapat diperoleh dengan membagi jarak tempuh
dengan waktu tempuh pelampung antara dua titik pengamatan
6. Untuk mengukur luas penampang melintang aliran maka bagian
penampang aliran melintang tersebut dibagi atas beberapa bagian
(sesuai dengan lebar dan kondisi aliran dasar air). Hal ini bertujuan
untuk memperoleh hasil penghitungan yang mendekati luas
sebenarnya
7. Luas dari bagian-bagian tersebut merupakan luas pemampang aliran
melintang
8. Pengukuran kecepatan aliran air dilakukan sebanyak 3-5 kali

18
9. Menghitung berapa waktu yang dibutuhkan untuk mengairi sawah
(luasan diukur dilapangan)

3.3.4 Pengamatan Sistem Irigasi


1. Melakukan komunikasi dengan pihak Dinas Bina Marga Wilayah
Kampar untuk meminta izin praktikum diwilayah tersebut
1. Membut kesepakatan jadwal pelaksanaan praktikum
2. Mempersiapkan hal-hal yang terkait dengan praktikum diantaranya
kelengkapan pakaian lapang, peralatan tulis dan daftar wawancara
3. Hadir tepat waktu sampai kelokasi sarana irigasi
4. Ikuti peraturan yang ada didaerah irigasi tersebut
5. Bekerja hati-hati pada saat di koleksi terutama saat diareal irigasi
karena dapat membahayakan
6. Memperhatikan dengan seksama penjelasan dari instruktur dan petugas
lapangan di daerah irigasi yang bersangkutan
7. Amati dan catat setiap papan pengumuman atau keterangan yang ada
disetiap bagunan air. Hal-hal yang dianggap kurang jelas dapat
ditanyakan kepada petugas. Penjelasan tentang irigasi oleh petugas
disimak dengan sebaik-baiknya dan di catat
8. Ambil dan catat :
 sistem pengambilan air dari sumbernya
 saluran irigasi primer, sekunder, tersier dan kuarter
 luas daerah yang dialiri dan jenis tanaman yang ada
 tipe bangunan yang ada setiap bangunan bagi, bangunan ukur
debit, sipon, talang dan sebagainya
9. Lakukan pengamatan beberapa bangunan air oleh petani di daerah
irigasi setempat (bila memungkinkan lakukan tanya jawab terhadap
penggunaan air irigasi)
10. Lakukan mengambilan foto untuk dokumentasi beserta foto praktikan
sebagai bukit telah melaksanakan praktikum
11. Jika proses praktikum sudah selesai namun praktikum masih ada data
yang perlu dikonfirmasi maka paktikan dapat melakukan konfirmasi

19
kepada pihak petugas dari Dinas Bina Margan dan mintalah waktu
kepada yang bersangkutan untuk wawancara singkat
12. Terakhir ucapkan terimakasih kepada pihak Dinas Bina Marga yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk mendampingan dalam
pelaksanaan praktikum tersebut

3.3.5 Pengelolaan Sumber Daya Air Lahan Gambut


1. Tentukan lokasi kanal/saluran air dilahan gambut yang mewakili
kondisi untuk areal pertanian dan kawasan hutan sekunder disekitar
lingkungan UIN Suska Riau masing-masing 3 titik ulangan
2. Ukur kadalaman dan lebar saluran air
3. Ukur kedalaman air di bagian tengah kemudian angkat dan ukur
menggunakan meteran pada pangkal kayu sampai bagian yang basah
4. Ukur tinggi muka air gambut menggunakan meteran dari permukaan
tanah sampai batas air gambut
5. Menentukan tingkat kematangan gambut metode lapangan dilakukan
dengan cara :
a. Bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah
di peras adalah tiga perempat bagian atau lebih ( ≥ 3/4 ), maka tanah
gambut tersebut digolongkan kedalam jenis fibrik
b. Bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan satelah
pemerasan kurang dari tiga perempat sampai seprempat bagian
atau lebih ( < 3/4 - > 1/4 ), maka tanah gambut tersebut digolongkan
kedalam jenis hemik
c. Bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan satelah
pemerasan kurang dari seperempat bagian ( < 1/4 ) maka tanah
gambut termasuk kedalam jenis saprik
d. Cara lain untuk membedakan tingkat kematangan/pelapukan tanah
gambut adalah dengan memperhatikan warna. Jenis tanah gambut
fibrik akan memperlihatkan warna hitam muda (agak terang),
kemudian disusul hemik dengan warna hitam agak gelap dan
seterusnya saprik berwarna hitam gelap.

20
3.3.6 Menentukan pH Tanah Secara Sederhana
1. Ambil sedikit sampel tanah dan air aqua dengan perbandingan 1:1
2. Masukkan kedalam gelas aqua
3. Aduk hingga bener-benar terhomogen
4. Biarkan hingga beberapa menit hingga campuran air dan tanah tersebut
memisah (tanahnya mengendap)
5. Setelah airnya agak jernih masukkan ujung kertas lakmus atau pH
Indikator kedalam campuran tadi (sekitar 1 menit) tetapi jangan sampai
mengenai tanahnya. Tunggu beberap saat sampai kertas lakmus atau
pH indikator berubah warna. Setelah warnanya stabil, cocokkan warna
yang diperoleh oleh kertas lakmus atau pH indikator tadi dengan bagan
warna petunjuknya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Allen, R.G., L.S. Pereira, D. Raes, and M. Smith. 1998. Crop Evapotranspiration:
Guidelines for computing crop water requirements. Irrigation and
Drainage Paper 56, Food and Agriculture Organization of the United
Nations, Rome. 300 hlm.

Herliyani et al, 2012. Identifikasi Saluran Primer dan Sekunder Daerah Irigasi
Kunyit Kabupaten Tanah Laut. Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri
Banjarmasin. Jurnal Intekna Tahun XII, No 2 : 132-139.

Kadungwaru, BPP. 2013. Cara Menanggulangi Tanah Masam.


http://bppkadungwaru.blogspot.com. Br/2013/02/cara-menanggulangi-
tanah-masam.html. Diakses tanggal 7 April 2015.

Musa, N. 2012. Penentuan Masa Tanam Jagung (Zea mays L.) Berdasarkan Curah
Hujan dan Analisis Neraca Air di Kabupaten Pohuwato.Jurnal JATT. Vol.
1 No. 1. Hlm 23-27.

Nazeer, M. 2009. Simulation of Maize Crop Under Irrigated and Rainfed


Conditions with Cropwat Model. ARPN Journal of.

Rizqiyah, F. 2013. Dampak Pengaruh Perubahan Iklim Global Terhadap Produksi


Kedelai (Glicine Max L Merril) Di Kabupaten Malang. Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang 7 hlm.

Rusdiana, O. 2012. Pendugaan Korelasi antara Karakteristik Tanah terhadap


Cadangan Karbon (Carbon Stock) pada Hutan Sekunder. Departemen
Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Soil Survey Staff. 1999. Soil Taxonomy. A Bacis System of Soil Classification
for Making and Interpreting Soil Surveys. Second Edition. Agr. Handb.
436, Natural Resources Conservation Service-USDA.

22
Sosrodarsono, Suyono, Takeda, Kensaku. 2003. Hidrologi untuk Pengairan.
Pradna Paramita, Jakarta.

Tumiar K. Manik, R. Bustomi Rosadi, Agus K. 2012. Evaluasi Metode Penman-


Monteith dalam Menduga Laju Evapotranspirasi Standar (ETo) di Dataran
rendah Propinsi Lampung, Indonesia. Jurnal Keteknikan Pertanian Jurusan
Teknik Pertanian Universitas Lampung.

Van den Ban, A.W., & Hawkins, H.S., 199, Penyuluhan Pertanian, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.

23
LAMPIRAN

24

Anda mungkin juga menyukai