Efusi Pleura
Efusi Pleura
ABSTRAK
Introduksi: Akumulasi dari cairan pleura yang berlebihan pada rongga pleura
menghasilkan efusi pleura, yang bersifat eksudatif atau transudatif. Pengobatan
efusi pleura yang efektif memerlukan diagnosis banding efusi pleura jinak (BPE)
dan efusi pleura ganas (MPE). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur
konsentrasi IL-27 dan nilai diagnostik dalam membedakan BPE dari MPE pada
cairan pleura pasien dengan efusi pleura eksudatif.
Metode dan Bahan Penelitian: Sampel diperoleh dari 130 pasien dengan efusi
pleura eksudatif. Konsentrasi IL-27 dalam cairan pleura diukur menggunakan
ELISA. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan tes statistik deskriptif
dan t-test independen di SPSS 19. Tingkat signifikansi dalam semua perhitungan
ditetapkan menjadi 0,05. Analisis dari kurva ROC dilakukan untuk menentukan
sensitivitas IL-27 untuk mendiagnosis efusi pleura jinak.
Hasil Penelitian: Dari 130 pasien yang termasuk dalam penelitian ini, 88 adalah
MPE dan 42 adalah BPE. Usia rata-rata kelompok MPE dan BPE adalah 57 dan
59 tahun, masing-masing. Konsentrasi IL-27 rata-rata dalam kelompok BPE
(344,15 ± 236,42) secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok MPE (203,05
± 76,03) (P = 0,000). Area bawah kurva ROC adalah 0,803, yang mencerminkan
kemampuan pengukuran IL-27 untuk membedakan antara BPE dan MPE.
Kesimpulan: Mengingat perbedaan yang signifikan antara tingkat IL-27 dalam
dua kelompok studi, pengukuran biomarker ini pada kasus efusi pleura eksudatif
dapat membedakan antara BPE dan MPE dengan sensitivitas dan spesifisitas yang
baik.
1
2
PENDAHULUAN
Efusi pleura mengacu pada kondisi dimana terjadi akumulasi cairan yang
berlebihan setelah terganggunya keseimbangan dari produksi dan ekskresi cairan
pleura dalam rongga pleura. Meskipun kondisi tersebut tidak dianggap sebagai
penyakit, namun kejadian itu dapat mencerminkan sebuah gangguan patologis.
Oleh karena berbagai faktor seperti masalah paru dan gangguan sistemik yang
terlibat dalam terjadinya gangguan ini, pengobatan yang efektif dari efusi pleura
sebenarnya adalah diagnosis dari penyebabnya kondisi itu sendiri. Setiap tahun
lebih dari 1,5 juta orang mengalami efusi pleura di Amerika Serikat. Efusi pleura
telah menjadi tantangan medis dikarenakan berbagai penyakit dan faktor. Langkah
pertama dalam mengobati pasien dengan efusi pleura adalah untuk membedakan
antara efusi pleura jinak (BPE) dan efusi pleura maligna (MPE). Namun, sebelum
mengambil langkah tersebut maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
menentukan apakah efusi pleura tersebut jenis eksudatif atau transudatif.
Beberapa penyebab dari efusi pleura transudatif termasuk gagal jantung,
hipoproteinemia, dan atelektasis. Di sisi yang lain, efusi pleura eksudatif yang
membutuhkan lebih banyak kasus dan pemeriksaan daripada jenis transudatif, hal
itu mungkin disebabkan proses peradangan atau keganasan yang meningkatkan
permeabilitas kapiler atau mengganggu proses drainase limfa. Beberapa metode
non-invasif untuk menentukan jinak atau keganasan dari efusi pleura adalah
computed tomography (CT) dan positron emission tomographi (PET). Tidak perlu
melakukan metode diagnostik invasif pada jaringan pleura pada pasien dengan
penggunaan pleura transudatif. Namun, apabila pasien didiagnosis dengan efusi
pleura eksudatif, pemeriksaan tambahan dan lebih invasif seperti biopsi pleura
tertutup dan thoracoscopy diperlukan untuk diagnosis yang lebih akurat dari
penyebab latar belakang. Kebanyakan kasus MPE (90-97%) bersifat eksudatif,
yang disebabkan oleh kerusakan pada membran pleura. Perkembangan MPE
disertai dengan prognosis yang sangat buruk, dan dengan demikian harapan hidup
bervariasi dari 4 bulan sampai kurang dari satu tahun pada pasien-pasien ini.6
Keganasan yang paling umum pada pria dan wanita dengan penggunaan pleura
maligna adalah kanker paru dan payudara. Dari perspektif medis, sangat penting
untuk mendiagnosa keganasan sesegera mungkin menggunakan metode yang
paling dapat diandalkan.
Perbedaan antara BPE dan MPE masih dalam diperdebatkan. Selain itu,
analisis sitologi cairan pleura adalah metode paling umum untuk membuktikan
keganasan dan penggunaan metode invasif diperlukan untuk mendapatkan sampel
yang diperlukan untuk analisis. Meskipun spesifitas dari temuan sitologi adalah
100%, hanya sekitar 60% dari efusi pleura maligna yang didiagnosis dengan
metode tersebut. Lebih perlu menggunakan metode invasif untuk mendiagnosis
penggunaan pleura eksudatif dengan sitologi negatif yang dicurigai memiliki
keganasan. Biopsi pleura tertutup dan thoracoscopy adalah salah satu metode
3
invasif yang lebih baik untuk tujuan ini, tetapi mereka tidak tersedia di semua
pusat.
Mengingat konsekuensi dari metode invasif, tes diagnostik noninvasif yang
mampu secara akurat membedakan BPE dari MPE sangat diperlukan. Oleh karena
itu, banyak penelitian telah meneliti potensi dari biomarker untuk memperbaiki
diagnosis MPE. Namun, tidak terdapat biomarker yang diteliti yang memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang memadai yang diperlukan untuk diagnosis MPE.
Hasil penelitian telah mengungkapkan bahwa interleukin-27 (IL-27), sebagai
anggota dari keluarga Interleukin-12, terlibat dalam keganasan dan jenis infeksi
yang berbeda seperti tuberkulosis, yang merupakan penyebab umum dari efusi
pleura eksudatif bersama dengan kanker. Rupanya, IL-27 memainkan peran dalam
patogenesis efusi pleura, dan molekul ini juga dapat digunakan sebagai penanda
potensial dari efusi pleura maligna. Satu studi mengungkapkan bahwa IL-27 dari
MPE dengan sensitivitas dan spesifisitas yaitu 92,7% dan 98,4% untuk masing-
masing.
Mengingat pentingnya membedakan antara BPE dan MPE dalam diagnosis
awal dan pengobatan pasien dan perlunya keberadaan penanda diagnostik yang
memuaskan untuk mencapai tujuan ini, penelitian ini dilakukan dengan tujuan
mengukur konsentrasi IL-27 dalam cairan pleura pasien dengan penggunaan
pleura eksudatif dan menilai nilai diagnostiknya dalam membedakan antara BPE
dan MPE.
Sebanyak 130 pasien dengan efusi pleura eksudatif yang datang ke Shahid
Sayad Shiraz dan 5 rumah sakit Azar dari Gorgan City dari tahun 2015 hingga
2016 dipilih menggunakan metode simple convenience samplingdansebelum
dilakukan penelitiankita telah mendapatkan informed consent mereka.Sebelum
penelitian, prosedur diagnostik umum seperti pemeriksaan radiografi, CT scan,
dan ultrasonografi diambil untuk semua pasien. Kriteria inklusi penelitian adalah
adanya efusi pleura eksudatif, dan kriteria eksklusi adalah efusi pleura transudatif,
diabetes mellitus, penyakit autoimun, dan penyakit rematik.Untuk menganalisis
cairan pleura, thoracocentesis dilakukan untuk memperoleh informasi pasien dan
melakukan pemeriksaan yang tepat. Oleh karena itu, 5 mL cairan pleura setiap
pasien dikumpulkan. Sampel disimpan pada suhu -20 ° C untuk pemeriksaan lebih
lanjut setelah 15 menit sentrifugasi.
Untuk membedakan apakah suatu efusi pleura eksudatif atauefusi pleura
transudatif, maka dilakukan analisis biokimia dari sampel termasuk pengukuran
pH, kadar glukosa, dan tingkat protein.Pasien dengan efusi pleura transudatif
dikeluarkan dari penelitian. Dengan menggunakan teknik VATS (video-assisted
thoracoscopic surgery) dan juga hasil pemeriksaan mikrobiologis, patologis, dan
sitologi, pasien-pasien dengan efusi pleura eksudatif dibagi menjadi kelompok-
4
kelompok malignant pleural efusion (MPE) dan efusi pleura jinak (BPE).Tingkat
IL-27 diukur menggunakan metode ELISA dan perangkat komersial Padtan Zist
Pajooh sesuai dengan pedoman pabrik. Analisis dilakukan untuk menentukan
sensitivitas IL-27 dalam mendiagnosis keganasannnya. Analisis dari data statistik
dilakukan dengan menggunakan tes statistik deskriptif, uji Kolmogorov-Smirnov,
uji Mann-Whitney, dan uji t independen pada SPSS 19. Tingkat signifikansi
dalam semua perhitungan ditetapkan menjadi 0,05.
HASIL PENELITIAN
Dari total 130 pasien yang termasuk dalam penelitian ini, 88 (67,7%) pasien
dimasukkan ke dalam kelompok MPE sebagai kelompok eksperimen, di antaranya
44 adalah laki-laki, dan 44 adalah perempuan (50%). Sebanyak 42 pasien (32,3%)
termasuk 26 pria (61,9%) dan 16 wanita (38,1%) dimasukkan ke dalam kelompok
BPE sebagai kelompok kontrol.Usia rata-rata pasien dari kelompok MPE dan
BPE adalah 57 dan 59 tahun, masing-masing. Sebanyak 62 pasien (47,7%) adalah
perokok, dan 68 pasien (52,3%) adalah non-perokok. Mengenai distribusi perokok
dalam dua kelompok, 41 pasien (46,6%) dalam kelompok MPE dan 21 (53,4%)
pada kelompok BPE memiliki riwayat merokok. Tabel 1 menunjukkan frekuensi
penyebab efusi pleura eksudatif. Selain itu, 66 pasien (50,8%) memiliki riwayat
keganasan seperti yang disajikan dalam tabel 2. Tingkat IL-27 rata-rata dalam
cairan pleura pasien di MPE dan juga kelompok BPE adalah 203,05 ± 76,03 dan
344,15 ± 236,42, masing-masingnya. Perbedaan diantara tingkat IL-27 adalah
signifikan (P = 0,000).
Rata-rata tingkat IL-27 pada pasien dengan dan tanpa riwayat keganasan
adalah 202,9 ± 36,6 dan 321 ± 75,5, masing-masing. Perbedaan ini juga secara
statistik signifikan (P = 0,001). Perbandingan antara rata-rata tingkat IL-27 pada
perokok (280,76 ± 80,15) dan bukan perokok (250,78 ± 19,59) mengungkapkan
tidak ada perbedaan signifikan (P = 0,35). Adapun jenis kelamin, tingkat IL-27
rata-rata pada pasien pria dan wanita adalah 256.719 ± 36.43 dan 274.838 ± 76.42
masing-masingnya. Perbedaan ini tidak signifikan secara statistik (P = 0,33). Pada
penelitian ini, tingkat protein cairan pleura juga diukur pada pasien. Hasilnya
menunjukkan bahwa konsentrasi rata-rata protein dalam cairan pleura pasien MPE
dan kelompok BPE adalah 4373,8 ± 419,3 dan 4411,7 ± 493,0 mg/dl, masing-
masingnya.
Korelasi antara konsentrasi IL-27 dan konsentrasi protein cairan pleura juga
dianalisis, tetapi itu tidak signifikan secara statistik (r = 0,15). Juga tidak ada
hubungan yang signifikan secara statistic antara usia pasien dan tingkat IL-277 (r
= 1,00). Gambar (1) menggambarkan analisis ROC yang dilakukan untuk
menentukan sensitivitas IL-27 dalam diagnosis keburukan.Area di bawah kurva
sama dengan 0,803 (dengan 95% CI = 0,716-0,890), yang mencerminkan
kekuatan diferensiasi dari tes ini. Dalam kurva ini, sensitivitas menunjukkan
5
kemampuan untuk mendiagnosis gangguan jinak secara akurat dan juga spesifik
menunjukkan potensi untuk mendiagnosis gangguan ganas secara akurat.
6