Anda di halaman 1dari 3

ARTIKEL PERSEPSI KOMUNIKASI DALAM PERSAMAAN

MAKNA

Kelompok 2

Ajrin Bagus Nugraha (17734050)

Rahmadani Wulandari (17734033)

Sriyanto Andika (17734027)

Windra Larendra (17734004)

Dosen Pengampu

Hefri Yodiansyah, S.Sos., M.I.Kom

Matakuliah

Komunikasi Lintas Budaya

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERSADA BUNDA

PEKANBARU

2019
PERSEPSI KOMUNIKASI DALAM PERSAMAAN MAKNA

Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia senantiasa dihadapkan dengan berbagai macam


fenomena. Terlepas dari pengaruh media formal, seperti koran dan televisi yang setiap saat
berupaya menyampaikan berita dan hiburan, manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk
memahami fakta dan realitas. Dua hal ini - fakta dan realitas merupakan perwujudan dari
fenomena yang terjadi dalam kehidupakan. Akal sehat manusia menjadi senjata utama yang
berupaya mengungkap makna dibalik fenomena. Lalu pertanyaannya, bagaimana manusia
mampu menjelaskan fenomena menjadi fakta atau realitas?

Fenomena secara formal memiliki pengertian sebagai segala sesuatu yang dapat dijelaskan
secara ilmiah, berdasarkan data dan fakta. Namun, ada kalanya fenomena yang terjadi tidak
mampu dijelaskan oleh manusia secara komprehensif. Katakanlah, fenomena gaya gravitasi yang
di dalam sains disebut sebagai gaya tarik-menarik antarpartikel yang memiliki massa. Fenomena
ini dapat dijelaskan secara matematis dan aplikatif. Namun, pada nyatanya wujud dari gaya
gravitasi tidak dapat dilihat ataupun disentuh oleh manusia. Fenomena ini pada akhirnya dapat
dijelaskan sebatas tataran gugus ide, keyakinan, dan penjelasan aplikatif. Jadi, bolehlah kita
katakan bahwa fenomena merupakan segala sesuatu yang tejadi dalam kehidupan sehari-hari,
yang dapat dijelaskan secara ilmiah ataupun sebatas ‘keyakinan’.

Suatu peristiwa (kejadian) atau dapat dikatakan sebagai perilaku, menjadi bagian dari
fenomena apabila ia mampu untuk diobservasi dan diartikan melalui pesan. Manusia dengan
kemampuannya untuk berpikir akan melakukan suatu proses observasi atas kejadian yang sedang
diamatinya. Observasi yang dilakukan oleh manusia dalam gugus ide ini kemudian diteruskan
melalui tahapan ‘kodifikasi’. Tahapan ini bertujuan untuk merumuskan suatu peristiwa agar
dapat dijelaskan. Apabila akal pikiran manusia mampu melewati tahap ini, maka akan dihasilkan
suatu makna/arti atas fenomena yang terjadi dalam bentuk pesan. Akan tetapi, apabila manusia
tidak mampu untuk merumuskan observarsi yang sedang dilakukannya, maka fenomena hanya
akan tertahan dalam ranah pemikiran. Artinya, fenomena tidak mampu untuk dijelaskan oleh
akal pikiran manusia. Istilah ‘imajinasi’ dapat diberikan untuk menggambarkan kondisi ini.
Sampai pada tahap dimana suatu kejadian mampu untuk diobservasi dan diberi makna (pesan),
maka fenomena dapat diartikan sebagai suatu realitas.

Proses di atas kemudian berlanjut ketika ada media atau saluran yang digunakan sebagai
‘alat’ untuk menyampaikan pesan. Media dalam hal ini dapat berwujud formal ataupun informal.
Media formal dicontohkan sebagai media massa cetak/elektronik, bahasa lisan (ucapan), tulisan,
atau media audio visual lain. Sementara itu, media informal yang biasa digunakan sebagai
pembawa pesan dari suatu subjek antara lain: pakaian, gadget, kosmetik, bahkan gerak tubuh.
Sebagai bentuk pengecilan lingkup pemaparan, media formal yang sifatnya masif (mass media)
akan coba disingkirkan lebih dahulu dari pembahasan ini. Media menjadi faktor kunci atas
tersampaikannya suatu maksud yang hendak dituju oleh subjek. Sebut saja, seorang manusia
yang sedang mengalami realitas (kejadian), hendak menyampaikannya kepada manusia lain
(masyarakat). Dalam kondisi ini, manusia lain menjadi objek yang dituju oleh subjek. Subjek
(manusia sebagai pihak pertama) memiliki maksud untuk menyampaikan pesan yang telah
diobservasi dan dikodifikasi. Hasilnya, media menjadi wahana yang menjembatani pesan dari
subjek agar tersampaikan kepada objek. Pada tahap ini, objek (manusia) menjadi pihak kedua
yang hendak ‘diminta’ responnya oleh subjek. Akan tetapi, oleh karena prinsip dasar di awal
yang menyatakan bahwa manusia memiliki hak untuk berpikir independen maka objek ini pun
dapat melakukan kodifikasi ulang atas apa yang diterimanya.

Objek sebagai pihak yang juga memiliki kemampuan untuk mengolah kejadian yang
disampaikan kepadanya, secara logis akan membuat keputusan atas dua pilihan. Pilihan pertama
adalah menyimpan pesan yang disampaikan kepadanya sebatas alam pemikiran. Kondisi ini
menjelaskan bahwa pesan yang diterima objek tidak diteruskan menjadi wujud realitas baru.
Objek hanya menjadikan realitas yang diterimanya sebagai bentuk lain dari ‘imajinasi’. Artinya,
realitas yang hendak disampaikan subjek tertahan dalam persepsi personal objek. Opsi kedua
adalah dengan melakukan respon atas pesan yang diterima objek. Bentuk respon yang dimaksud
adalah suatu tindakan yang dapat mewujud menjadi realitas baru. Mengapa disebut realitas baru
adalah karena objek menerjemahkan rumusan baru berupa tindakan (respon) yang dapat
diobservasi dan dimaknai kembali oleh subjek. Hal ini menegaskan bahwa ada umpan balik yang
diberikan oleh objek kepada subjek. Kemudian proses akan terus berulang selama manusia masih
memanfaatkan akal pikirannya. Proses ini lah yang terjadi dalam praktik komunikasi. Di tahap
ini lah suatu realitas dapat bertransformasi menjadi fakta. Kata lainnya adalah fakta merupakan
realitas yang terkomunikasikan. Di dalam pola komunikasi ini, pesan yang dikandung oleh suatu
fenomena dapat tersampaikan secara sengaja ataupun tidak sengaja. Sebagai ilustrasi, suatu
kejadian yang dialami oleh seorang manusia dan dimaknai oleh manusia lainnya, sekalipun
kejadian itu tidak dimaksudkan untuk disampaikan maknanya oleh manusia di pihak pertama,
akan tetap berlangsung suatu pola komunikasi. Namun, pola komunikasi yang terjadi menjadi
tidak interaktif absolut, sekalipunada dua pihak yang berperan, sumber dan penerima. Interaksi
absolut mencoba menjelaskan perihal komunikasi yang mampu memberikan feedbackkepada
subjek atas pesan yang disalurkan.

KESIMPULAN

Jelaslah bahwa komunikasi memegang peran penting dalam memaknai fenomena menjadi
realitas ataupun fakta. Komunikasi menjadi kebutuhan di hampir setiap lini kehidupan.
Komunikasi mampu menegaskan garis batas atas suatu ketidakjelasan peristiwa. Dan akar atas
segala bentuk komunikasi yang terjadi adalah budaya. Keberagaman eksistensi budaya di dunia,
yang bermula dari alam pikiran manusia, berimplikasi pada ragam praktik komunikasi yang
terjadi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hakikat manusia sebagai individu dengan
pemikiran merdeka, serta makluk sosial yang membutuhkan peran manusia lainnya, adalah
saling menyampaikan pesan dan berbagi gagasan melalui komunikasi.

Anda mungkin juga menyukai