Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tendon merupakan jaringan fibrosa yang kuat, yang menghubungkan otot


dengan tulang. Dimana tulang merupakan bagian tubuh yang menyokong atau
member bentuk pada tubuh manusia. Sedangkan otot merupakan jaringan yang
terdapat pada seluruh tubuh manusia yang berguna untuk pergerakan. Tulang dan
otot tersebut dilekatkan oleh jaringan kuat yang bernama tendon. Tendon
sangatlah kuat tetapi tidak banyak stretch. Ketika tendon menjadi rusak, tendon
bisa memakan waktu yang lama untuk sembuh.1
Trigger Finger (TF), atau yang disebut juga stenosing flexor tenosynovitis,
dapat dideskripsikan sebagai perbedaan ukuran antara tendon fleksor/ tendon
sheath dan A1 Pulley, yang terletak di bagian kepala metakarpal.2
TF merupakan penyebab umum nyeri dan disabilitas pada jari-jari tangan. TF
ditandai dengan rasa tidak nyaman pada saat pergerakan jari-jari yang terkena. TF
dapat terjadi secara gradual (berangsur-angsur), atau dapat terjadi secara akut,
tendon fleksor akan dirasakan nyeri saat pasien melakukan fleksi maupun ekstensi
dari jari tangan. Beberapa pasien dapat menunjukan keluhan berupa jari terkunci
(digit locked) pada posisi tertentu, biasanya pada saat fleksi.3 TF merupakan
penyebab umum nyeri jari tangan pada orang dewasa; TF lebih sering ditemukan
pada perempuan dan laki-laki pada dekade kelima dan kenenam.
Beberapa penyebab dari TF telah ditujukan, walaupun etiologi pasti dari TF
belum dapat dieludikasi. Pergerakan jari-jari yang bersifat repetitif dan trauma
lokal terjadinya dengan tingkat stress dan proses atau gaya degeneratif juga
meningkatkan insiden terjadinya TF pada lengan dominan.
Penatalakasaan pada kasus ini dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu terapi
non-operatif dan terapi operatif. Terapi non operatif diantaranya yaitu dengan
mengurangi aktivitas berat pada jari-jari tangan, pemberian obat
antiinflamasi/peradangan (NSAID), splinting yaitu alat bantu untuk menahan jari-
jari agar tetap lurus dan dapat pula dilakukan injeksi kortikosteroid. Apabila

1
2

seluruh tindakan konservatif gagal, maka pasien dianjurkan untuk melakukan


terapi operatif yaitu dengan insisi pulley A1 yang dilakukan dengan teknik
terbuka atau perkutan.
Pada umumnya penebalan selubung tendon fleksor synovial dapat
mengganggu pergerakan tendon. Hal ini dapat menyebabkan keterbatasan ruang
gerak dan rasa nyeri pada jari yang menganggu aktivitas fungsional terutama
aktivitas pada kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penulis akan membahas
laporan kasus mengenai trigger finger dan kaitannya dengan berbagai terapi yang
ada dalam lingkup rehabilitasi medik.
BAB II
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Prabumulih, Palembang
Status Perkawinan : Menikah
RM : 0001094060
Tanggal Periksa : 13 November 2019

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan utama : (autoanamnesis)
Sulit menggerakkan dan nyeri pada jari II kanan sejak 2 bulan.
Onset dan kronologis :
Sejak ± 2 bulan SMRS, pasien mengeluh nyeri pada jari II. Nyeri
dirasakan saat beraktivitas, seperti mencuci pakaian. Pasien juga
mengeluh sulit menggerakkan atau kaku pada jari II, kaku dapat terjadi
secara tiba-tiba, saat bangun pagi hari, atau saat pasien beraktivitas
dimana posisi tangan mengenggam dan ketika pasien ingin meluruskan
jari. Untuk dapat meluruskan kembali jari, biasanya pasien
membutuhkan bantuan tangan sebelahnya. Pasien juga menyatakan
terdengan suara “klik” pada saat meluruskan jari. Pasien juga mengeluh
teraba benjolan kecil pada jari yang kaku. Keluhan lain berupa
kesemutan dan kebas pada jari-jari kanan disangkal, atau nyeri pada jari
tangan kanan dan kiri disangkal oleh pasien. Riwayat trauma atau cedera
pada tangan kanan disangkal.

3
4

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat trauma/jatuh : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat operasi : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal

5. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : disangkal.
Riwayat minum alkohol : disangkal
Riwayat olahraga : Penderita jarang berolahraga

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
1. Kesan Umum : sedang, kompos mentis.
2. Tanda Vital : Tensi : 130/90 mmHg
Nadi : 75 x/menit reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 19 x/menit, regular.
Suhu : 36,5ºC
VAS : 4
3. Status Gizi : BB : 58 Kg
TB : 165 cm
BMI : 21,36 Kg/m2
Kesan: normoweight
5

4. Kepala : bentuk mesocephal, simetris, jejas (-)


5. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikteri (-/-),
reflek cahaya (+/+), isokor 3mm/3mm, secret (-/-).
6. Telinga : sekret/darah (-/-), deformitas (-/-).
7. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-),
epistaksis (-).
8. Mulut : gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat (-),
lidah
kotor (-), papil lidah atrofi (-), lidah tremor (-).
9. Leher : JVP tidak meningkat, perbesaran KGB (-)
10. Thorax : retraksi (-)
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba. Thrils (-)
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi: BJ I-II (+) regular, murmur (-), gallop (-).
 Paru
Inspeksi : Statis dan dinami dada kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi: Vesikuler (+/+) normal, wheezing (-), ronkhi (-)
11. Abdomen
Inspeksi : datar, pusar cekung, venektasi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal
12. Ektremitas
Oedem Akral dingin

- - - -
- - - -
6

13. Range of Motion


Neck Aktif Pasif
Extensi-0-Flexi 40-0-40o 40-0-40o
Laterofleksi D-S 45-0-45o 45-0-45o
Rotasi D-S 50-0-50o 50-0-50o
Dextra Sinistra
Extremitas Superior
Aktif Pasif Aktif Pasif
Shoulder Dalam batas normal.
Elbow Dalam batas normal
Wrist Ekstensi-0- 700-0-800 700-0-800 700-0-800 700-0-800
Fleksi
Abduksi-0- 200-0-450 200-0-450 200-0-450 200-0-450
Adduksi
Finger MCP I 00-0-500 00-0-500 00-0-500 00-0-500
Ekstensi-0-
Fleksi
IP I 200-0-900 200-0-900 200-0-900 200-0-900
Ekstensi-0-
Fleksi
MCP II – V Jari II Jari II 300-0-900 300-0-900
Ekstensi-0- 00-0-900 300-0-900
Fleksi
DIP II – V 200-0-900 200-0-900 200-0-900 200-0-900
Ekstensi-0-
Fleksi
PIP II - V 0-0-100o 0-0-100o 0-0-100o 0-0-100o
Ekstensi-0-
Fleksi
Trunk ROM pasif ROM aktif
Ekstensi-0-Fleksi Dalam batas normal Dalam batas normal
7

Laterofleksi D-S Dalam batas normal Dalam batas normal


Rotasi D-S Dalam batas normal Dalam batas normal
Extremitas Inferior Dextra Sinistra
Aktif Pasif Aktif Pasif
Hip Dalam batas normal Dalam batas normal
Knee Dalam batas normal Dalam batas normal
Ankle Dalam batas normal Dalam batas normal
Kesimpulan: ROM dalam batas normal, walaupun terdapat kekakuan pada
digiti II manus dekstra.

B. Status Lokalis
Regio Digiti Dextra
Inspeksi : Digiti II manus dextra tampak dalam posisi fleksi
Palpasi : Nyeri tekan (+), teraba bengkak dan kaku pada region
metacarphophalang digiti II manus dekstra

Regio Digiti Sinistra


Inspeksi : edema (-), merah (-), luka (-), deformitas (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), bengkak (-)

C. Status Neurologis
a. Kesadaran : kompos mentis, GCS E4V5M6
b. Fungsi luhur : dalam batas normal
c. Fungsi vegetatif : dalam batas normal
d. Fungsi sensorik :
Rasa eksteroseptik Rasa propioseptik

N N + +
N N + +
8

e. Fungsi motorik :
 Kekuatan
5 5
5 5

 Refleks Fisiologis
+2 +2
+2 +2

 Tonus

N N
N N

 Refleks Patologis
- -
- -

f. Pemeriksaan nervus cranialis


Dalam batas normal

D. Status Psikiatrik
a. Penampilan : sesuai umur, perawatan diri cukup
b. Kesadaran : : Compos mentis
c. Afek : Appropriate
d. Psikomotor : Normoaktif
e. Proses pikir : Bentuk : realistik
Isi : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)
Arus : koheren
f. Insight : Baik
9

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium Darah dan radiologis
Tidak dilakukan pemeriksaan

IV. ASSESMENT
No Level ICF Kondisi saat ini Sasaran
1 Struktur dan Kaku dan Nyeri pada jari II Mengurangi nyeri dan
fungsi tubuh dekstra mengembalikan ROM

2 Aktivitas Gangguan aktivitas sehari- Dapat melakukan pekerjaan


hari sehari-hari seperti biasa
dengan nyaman
3 Partisipasi Pasien tidak dapat Dapat beraktivitas dan
berpartisipasi dalam berpartisipasi dalam
kegiatan sosialnya secara kegiatan sosial dengan
nyaman tanpa merasa nyeri
nyaman tanpa masalah.
dan kaku pada jari ke II
kanan.

Catatan : ICF (International Classification of Function (WHO 2002).

Indeks Barthel

Aktivitas Tingkat Kemandirian N Nilai

Bladder Kontinensia, tanpa memakai alat bantu. 10


Kadang-kadang ngompol. 5 10
Inkontinensia urin. 0

Bowel/BAB Kontinensia, supositoria memakai alat bantu. 10


Dibantu. 5 10
Inkontinensia alvi. 0
10

Aktivitas Tingkat Kemandirian N Nilai

Toileting Tanpa dibantu (buka/pakai baju, bersihkan 10


dubur tidak mengotori baju), boleh berpegangan
pada dinding, benda, memakai bad pan. Dibantu 10
hanya salah satu kegiatan diatas. 5
Dibantu.

Kebersihan diri Tanpa dibantu cuci muka, menyisir rambut, hias, 5


gosok gigi, termasuk persiapan alat-alat tersebut. 5
Dibantu. 0

Berpakaian Tanpa dibantu/dibantu sebagian. 10


10
Dibantu. 5

Makan Tanpa dibantu. 10


Memakai alat-alat makan dibantu sebagian. 5 10
Dibantu. 0

Transfer/ Tanpa dibantu berpindah. 15


berpindah Bantuan minor secara fisik atau verbal. 10
Bantuan mayor secara fisik, tetapi dapat duduk 5 15
tanpa dibantu.
Tidak dapat duduk / berpindah. 0

Mobilitas Berjalan 16m di tempat datar, boleh dengan alat 15


bantu kecuali rolling walker, berjalan tanpa
dibantu. 10
15
Menguasai alat bantunya, memakai kursi roda
dengan dibantu. 5
Immobile.
11

Aktivitas Tingkat Kemandirian N Nilai

Naik turun Tanpa dibantu. 10


tangga Dibantu secara fisik / verbal. 5 10
Tidak dapat. 0

Mandi Tanpa dibantu. 5


5
Dibantu. 0

Total 100 100

Nilai Interpretasi
0-20 Disabilitas Total
25-45 Disabilitas Berat
50-75 Disabilitas Sedang
80-90 Disabilitas Ringan
100 Mandiri
Interpretasi : 100 (Mandiri)

V. DAFTAR MASALAH
Masalah Medis :
- Trigger Finger

Masalah Rehabilitasi Medik


1. Fisioterapi : Pasien merasa tidak nyaman karena kaku dan nyeri
pada jari IV kanan.
2. Speech Terapi : (-)
3. Okupasi Terapi : Gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
(ADL) karena kesulitan untuk menggerakkan jari.
4. Sosiomedik : (-)
5. Ortesa-protesa : Pengguaan splinting
6. Psikologi : (-)
12

VI. DIAGNOSIS KLINIS


Tenosynovitis Stenosing (Trigger Finger) digiti II manus Dekstra

VII. PENATALAKSANAAN
a. Terapi Medikamentosa
 Ibuprofen 3x400 mg/hari P.O
b. Terapi non-Medikamentosa
 Hindari aktifitas yang mengakibatkan tendon mudah teriritasi, seperti
latihan jari yang berulang-ulang.
 Fisioterapi
Berupa pemanasan (pemanasan superfisial dengan infrared) dan
stimulasi listrik (TENS)
 Penggunaan Splinting

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Trigger Finger (TF), atau yang disebut juga stenosing flexor tenosynovitis,
dapat dideskripsikan sebagai perbedaan ukuran antara tendon fleksor/ tendon
sheath dan A1 Pulley, yang terletak di bagian kepala metakarpal.2
Trigger finger merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh inflamasi dan
penyempitan pada pulley A1. Trigger finger dapat ditandai dengan adanya rasa
nyeri, bunyi “klik”, dan hilangnya gerakan jari yang terkena. Trigger finger
merupakan suatu kondisi gertakan atau terkuncinya pada jari saat jari difleksi dan
diekstensi. Hal ini dikarenakan hipertrofi dan metaplasia fibrokartilago pada
pertemuan tendon-pulley sehingga menyebabkan tendon tidak dapat bergerak
kedepan dan kebelakang secara normal dibawah pulley. Trigger finger
diperkirakan timbul dari tekanan tinggi di tepi proksimal A1 pulley saat terdapat
perbedaan pada diameter tendon fleksor dan selubungnya pada tingkat
metakarpal. Ibu jari (33%) dan jari manis (27%) merupakan yang paing sering
terkena pada orang dewasa, tetapi 90% trigger finger pada anak-anak melibatkan
ibu jari dan 25% nya bilateral.
Trigger finger adalah gangguan umum yang sering terjadi dan ditandai dimana
jari yang dibengkokkan tiba-tiba tidak dapat diluruskan kembali serta
berhubungan dengan disfungsi dan nyeri yang disebabkan penebalan setempat
pada suatu tendo fleksor, dalam kombinasi dengan adanya penebalan di dalam
selubung tendon pada tempat yang sama
Trigger finger merupakan penyebab umum nyeri dan disabilitas pada jari-jari
tangan. TF ditandai dengan rasa tidak nyaman pada saat pergerakan jari-jari yang
terkena. TF dapat terjadi secara gradual (berangsur-angsur), atau dapat terjadi
secara akut, tendon fleksor akan dirasakan nyeri saat pasien melakukan fleksi
maupun ekstensi dari jari tangan. Beberapa pasien dapat menunjukan keluhan
berupa jari terkunci (digit locked) pada posisi tertentu, biasanya pada saat fleksi.3

13
3.2 Anatomi ekstremitas atas
3.2.1. Anatomi pada Tangan
3.2.1.1. Tulang dan Sendi
a. Karpal
Tulang karpal terdiri dari 8 tulang pendek yang
berartikulasi dengan ujung distal ulna dan radius, dan dengan
ujung proksimal dari tulang metakarpal. Antara tulang-tulang
karpal tersebut terdapat sendi geser. Kedelapan tulang tersebut
adalah scaphoid, lunate, triqutrum, piriformis, trapezium,
trapezoid, capitate, dan hamate.
b. Metakarpal
Metakarpal terdiri dari 5 tulang yang terdapat di
pergelangan tangan dan bagian proksimalnya berartikulasi
dengan bagian distal tulang-tulang karpal. Persendian yang
dihasilkan oleh tulang karpal dan metakarpal membuat tangan
menjadi sangat fleksibel. Pada ibu jari, sendi pelana yang
terdapat antara tulang karpal dan metakarpal memungkinkan ibu
jari tersebut melakukan gerakan seperti menyilang telapak
tangan dan memungkinkan menjepit/menggenggam sesuatu.
Khusus di tulang metakarpal jari 1 (ibu jari) dan 2 (jari telunjuk)
terdapat tulang sesamoid.
c. Phalangs
Tulang-tulang phalangs adalah tulang-tulang jari, terdapat 2
phalangs di setiap ibu jari (phalangs proksimal dan distal) dan 3
di masing-masing jari lainnya (phalangs proksimal, medial,
distal). Sendi engsel yang terbentuk antara tulang phalangs
membuat gerakan tangan menjadi lebih fleksibel terutama untuk
menggenggam sesuatu.

14
Gambar 2.1. Tulang dan Sendi Tangan (Paulsen dan Waschke,
2012)

Gambar 2.2. Tulang dan Sendi Tangan (Paulsen dan Waschke,


2012)

3.2.1.2. Ligamen dan Tendon


Ligamen adalah struktur jaringan lunak yang
menyambungkan tulang ke tulang. Ligamen di sekitar sendi
biasanya bergabung untuk membentuk kapsul sendi . Sebuah
kapsul sendi adalah kantung kedap air yang mengelilingi sendi dan
berisi cairan pelumas yang disebut cairan sinovial. Pada
pergelangan tangan, delapan tulang karpal dikelilingi dan didukung

15
oleh kapsul sendi. Dua ligamen penting mendukung sisi
pergelangan tangan. Ini adalah ligamen agunan. Ada jaminan
ligamen yang menghubungkan dua lengan ke pergelangan tangan,
satu di setiap sisi pergelangan tangan.
Seperti namanya, para ligamentum ulnaris agunan (UCL)
adalah di sisi ulnaris pergelangan tangan. Melintasi tepi ulnaris
(sisi yang jauh dari ibu jari) dari pergelangan tangan. Dimulai
pada styloid ulnaris, benjolan kecil di tepi pergelangan tangan (di
sisi jauh dari ibu jari) di mana ulna memenuhi pergelangan
tangan.Ada dua bagian untuk kabel berbentuk UCL. Salah satu
bagian terhubung ke berbentuk kacang (salah satu tulang karpal
kecil) dan ke ligamentum karpal transversal , band tebal jaringan
yang melintasi di depan pergelangan tangan. Ligamen lainnya
melintasi triquetrum (tulang karpal kecil dekat sisi ulnaris
pergelangan tangan). UCL menambahkan dukungan untuk disk
kecil dari tulang rawan di mana ulna bertemu pergelangan
tangan. Struktur ini disebut segitiga fibrokartilago kompleks
(TFCC) dan dibahas secara lebih rinci di bawah ini. UCL
menstabilkan TFCC dan menjaga pergelangan tangan dari
membungkuk terlalu jauh ke samping (ke arah ibu jari).
Ligamen kolateral radial (RCL) adalah pada sisi ibu jari
pergelangan tangan. Ini dimulai pada tepi luar dari jari-jari pada
benjolan kecil yang disebut styloid radial . Ini menghubungkan ke
sisi skafoid, tulang karpal bawah jempol. RCL mencegah
pergelangan tangan dari membungkuk terlalu jauh ke samping
(jauh dari ibu jari). Seperti ada banyak tulang yang membentuk
pergelangan tangan, terdapat banyak ligamen yang
menghubungkan dan mendukung tulang. Cedera atau masalah yang
menyebabkan ligamen ini untuk meregangkan atau merobek
akhirnya dapat menyebabkan radang sendi pergelangan tangan.

16
Tendon merupakan jaringan fibrosa yang kuat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Dimana tulang merupakan
bagian tubuh yang menyokong atau memberi bentuk pada tubuh
manusia. Sedangkan otot merupakan jaringan yang terdapat pada
seluruh tubuh manusia yang berguna untuk pergerakan. Tulang dan
otot tersebut dilekatkan oleh jaringan kuat yang bernama tendon.
Tendon sangatlah kuat tetapi tidak banyak stretch. Ketika
mereka menjadi rusak, tendon bisa memakan waktu yang lama
untuk sembuh. Tendinitis merupakan peradangan pada tendon.
Peradangan tersebut bisa disebabkan oleh beberapa sebab,misalnya
dikarenakan oleh regangan, olaraga yang berlebihan, luka, repitisi
gerakan, gerakan yang tidak biasa dan tiba-tiba. Sebagian besar
tendinitis terjadi pada usia pertengahan atau usia lanjut, karena
tendon menjadi lebih peka terhadap cedera, elastisitasnya
berkurang. Tendinitis juga terjadi pada usia muda karena olahraga
yangberlebihan atau gerakan yang berulang-ulang.
Selubung tendon juga dapat terkena penyakit sendi, seperti
artritis reumatoid, skleroderma sistemik, gout, dan sindroma reiter.
Pada dewasa muda yang menderita gonore (terutama wanita),
bakteri gonokokus bisa menyebabkan tenosinovitis (tendinitisyang
disertai dengan peradangan pada selubung pelindung di sekeliling
tendon), biasanya pada tendon di bahu, pergelangan tangan, jari
tangan, pingggul, pergelangan kaki, dan kaki.
Ada beberapa penyakit yang menyebabkan tendinitis,
diantaranya adalah rheumatoid artritis, gout, Reiter’s syndrome,
lupus, dan diabetes. Orang dengan penyakit gout ada kristal asam
urat yang nampak pada pembungkus tendon yang
menyebabkangesekan dan robekan.kadar kolesterol darah yang
sangat tinggi juga dapat berhubungan dengan kondisi ini.
Untuk lebih memahami trigger finger, penting untuk kita
memahami anatomi yang terkait. Tendon adalah jaringan ikat yang

17
menghubungkan otot ke tulang. Setiap otot memiliki dua tendon,
yang masing-masing melekat pada tulang. Pertemuan tulang
bersama dengan otot membentuk sendi. Ketika otot berkontraksi,
tendon akan menarik tulang, sehingga terjadi gerakan sendi.
Tendon pada jari-jari melewati ligamen, yang bertindak
sebagai katrol. Sebagaimana kita ketahui trigger finger adalah
suatu bentuk cedera akibat aktivitas berlebihan yang berulang-
ulang dengan gejala mulai dari tanpa rasa sakit dengan sesekali
bunyi gemeretak / menyentak jari, untuk disfungsi parah dan rasa
sakit dengan jari terus terkunci dalam posisi menekuk ke bawah ke
telapak tangan.

Gambar 2.3 Tendon Flexor Jari Tangan

18
Gambar 2.4 Pembungkus Tendon Pada Tangan dan Pengikatnya
(Paulsen dan
Waschke, 2012)

Gambar 2.5. Tendon pada Jari Tengah Potongan Melintang (Snell,


2011)

3.2.2. Persarafan pada Tangan


Saraf yang bepergian ke tangan menyeberangi pergelangan tangan
meliputi tiga saraf utama mulai bersama di bahu: saraf radial, saraf median,
dan saraf ulnaris. Saraf ini membawa sinyal dari otak ke otot-otot yang
menggerakkan lengan, tangan, jari, dan ibu jari. Saraf juga membawa sinyal
kembali ke otak tentang sensasi seperti sentuhan, nyeri, dan suhu.
Saraf radialis berjalan di sepanjang tepi jempol-sisi lengan bawah. Ini
wraps sekitar akhir tulang jari-jari ke bagian belakang tangan. Ini memberi
sensasi ke bagian belakang tangan dari ibu jari ke jari ketiga. Hal ini juga
pergi ke belakang ibu jari dan hanya di luar buku jari utama dari permukaan
belakang cincin dan jari tengah.
Saraf median perjalanan melalui sebuah terowongan dalam pergelangan
tangan disebut carpal tunnel. Saraf median memberikan sensasi ke sisi
telapak ibu jari, jari telunjuk, jari panjang, dan setengah dari jari manis. Ini
juga mengirimkan cabang saraf untuk mengontrol otot-otot

19
tenar jempol. Otot-otot tenar membantu memindahkan ibu jari dan
membiarkan Anda menyentuh pad jempol ke ujung setiap jari masing-masing
di sisi yang sama, gerakan yang disebut oposisi.
Saraf ulnaris bergerak melalui terowongan terpisah, yang disebut kanal
Guyon. Terowongan ini dibentuk oleh dua tulang karpal (yang berbentuk
kacang dan bengkok ), dan ligamentum yang menghubungkan mereka.
Setelah melewati kanal, cabang-cabang saraf ulnar keluar untuk memasok
perasaan ke jari kelingking dan setengah jari manis. Cabang-cabang saraf ini
juga memasok otot kecil di telapak dan otot yang menarik ibu jari ke arah
telapak tangan.
Saraf yang melakukan perjalanan melalui pergelangan tangan tunduk
masalah. Konstan membengkokkan dan meluruskan dari pergelangan tangan
dan jari dapat menyebabkan iritasi atau tekanan pada saraf di dalam
terowongan dan menyebabkan masalah seperti nyeri, kesemutan, dan
kelemahan pada tangan, jari, dan ibu jari.

20
Gambar 3.1. Persarafan Pada Tangan

3.3 Epidemiologi
TF merupakan penyebab umum nyeri jari tangan pada orang dewasa; TF
lebih sering ditemukan pada perempuan dan laki-laki pada dekade kelima dan
kenenam. Kondisi ini juga dapat ditemukan pada anak-anak, yang biasanya
mengenai ibu jari. TF mengenai sekitar 2% populasi. TF dapat mengenai beberapa

21
jari (multipel), dan dapat terjadi secara bilateral. TF lebih sering dijumpai pada
pasien yang memiliki kondisi-kondisi komorbid seperti, diabetes dan rheumatoid
arthritis (RA).4
Insidensi TF telah dilaporkan sekitar 28 kasus per 100.000 populasi
pertahunnya, atau risiko terjadinya TF pada populasi adalah 2,6%. Angka tersebut
meningkat menjadi 10% pada pasien dengan diabetes. Pada penelitian yang
dilakukan Akhtar dkk, menunjukkan prevalensi TF berdasarkan usia, jenis
kelamin, jari yang terkena, lengan yang terkena. Pada penelitian tersebut, populasi
dibagi menjadi 2 kelompok usia, yaitu < 8 tahun dan usai 40-60 tahun. Pada
kelompok usia < 8 tahun, didapatkan prevalensi terjadinya TF adalah 0,2 %, tidak
didapatkan perbedaan antara laki-laki maupun perempuan (rasio 1:1), 25% terjadi
secara bilateral, dan 90% mengenai ibu jari. Pada kelompok usia 40-60 tahun,
didapatkan prevalensi terjadinya TF adalah 2,6%, lebih sering terjadi pada wanita
dari pada laki-laki (rasio 6:1), biasanya terjadi pada lengan dominan, dan 33%
mengenai ibu jari dan 27% mengeani jari manis.3

3.4 Etiologi
Beberapa penyebab dari TF telah dilaporkan, namun etiologi pasti dari TF
belum dapat dieludikasi atau dipastikan. Pergerakan jari-jari yang bersifat repetitif
dan trauma lokal terjadinya dengan tingkat stress dan proses ayau gaya
degeneratif juga meningkatkan insiden terjadinya TF pada lengan dominan.
Terdapat beberapa laporan yang menghubungkan TF dan pekerjaan yang
membutuhkan gerakkan mencengkram dan fleksi tangan, seperti menggunakan
gunting atau alat-alat genggam. Realitanya, penyebab dari TF biasanya multipel
dan pada individual sering terdapat faktor multifaktorial.5
Oleh karena itu sering disebut dengan tenosinovitis stenosing (stenosans
tenovaginitis khusus pada jari). Stenosing berarti penyempitan terowongan atau
tabung-seperti struktur (selubung tendon). Tenosynovitis berarti radang tendon.6
Pasien dengan riwayat penyakit collagen vascullar seperti rheumatoid artritis,
diabetes mellitus, arthitis psoriatis, amyloidosis, hipotiroid, sarkoidosis, dan

22
pigmented vilonodular synovitis memiliki faktor resiko lebih besar terkena trigger
finger dibandingkan orang yang yang tidak memiliki riwayat tersebut.7

3.5 Klasifikasi
Klasifikasi yang umum dipakai adalah Green’s Classification. Klasifikais TF
menurut Green, yaitu:
Green Clasification
Grade I Nyeri pada telapak tangan dan pada A1 pulley
Grade II Terdapat Catching pada jari tangan
Grade III Jari terkunci (locking), dapat diekstensikan secara pasif
Grade IV Jari terkunci (locked) terfiksasi.
Tabel 1. Klasifikasi Green

23
24

3.6 Patogenesis
Tendon adalah jaringan ikat yang menghubungkan otot ke tulang. Setiap otot
memiliki dua tendon, yang masing-masing melekat pada tulang. Pertemuan tulang
bersama dengan otot membentuk sendi. Ketika otot berkontraksi, tendon akan
menarik tulang, sehingga terjadi gerakan sendi. Tendon pada jari-jari melewati
ligamen, yang bertindak sebagai katrol.1
Trigger finger muncul melalui perbedaan pada diameter tendon fleksor dan
sheath atau sarungnya pada tingkat kepala metakarpal. Tekanan tinggi yang
muncul pada tepi proksimal dari A1 pulley pada saat fleksi maksimal dan saat
gerakan tangan mencengkram. Tekanan terdistribusi secara menyeluruh pada
sistem pully atau katrol. Pada beberapa pasien tekanan tersebut memiliki efek
merugikan, tekanan tersebut menyebabkan perubahan makroskopik dari A1 pulley
berupa hipertrofi dan metaplasia fibrokartilago pada tendon-pulley interface.3
Penebalan pada selubung (sheats), bersamaan dengan penebalan lokal
tendon, dapat menyebabkan penyempitan tunnel untuk perjalanan tendon dan
pada akhirnya dapat menyebabkan blokade gerakan tendon tersebut. Tendon-
tendon fleksor biasanya cukup kuat untuk mengatasi obstruksi tersebut, sedangkan
tendon-tendon ekstensor yang lebih lemah lebih sulit untuk menetralkan blokade
tersebut, sehingga menyebabkan jari terkunci (tak dapat digerakan) pada saat
fleksi. A1 pulley merupakan tempat terjadinya TF hampir pada semua kasus,
dikarenakan memiliki gaya lokal tinggi dan memiliki gradien tekanan yang
curam, A1 pulley juga merupakan tempat perjalanan maksimal tendon.3
Pada trigger finger terjadi peradangan dan hipertrofi dari selubung tendon
yang semakin membatasi gerak fleksi dari tendon. Selubung ini biasanya
membentuk sistem katrol yang terdiri dari serangkaian sistem yang berfungsi
untuk memaksimal kekuatan fleksi dari tendon dan efisiensi gerak di metakarpal.
Nodul mungkin saja dapat membesar pada tendon, yang menyebabkan tendon
terjebak di tepi proksimal katrol ketika pasien mencoba untuk meluruskan jari,
sehingga menyebabkan kesulitan untuk bergerak. Ketika upaya lebih kuat dibuat
untuk meluruskan jari, dengan menggunakan kekuatan lebih dari ekstensor jari
atau dengan menggunakan kekuatan eksternal (dengan mengerahkan kekuatan
25

pada jari dengan tangan lain), jari macet yang terkunci tadi terbuka dengan
menimbulkan rasa sakit yang signifikan pada telapak distal hingga ke dalam aspek
proksimal digit. Hal yang kurang umum terjadi antara lain nodul tadi bergerak
pada distal katrol, mengakibatkan kesulitan pasien meregangkan jari.6,7,8
Sebuah nodul dapat meradang dan membatasi tendon dari bagian bawah jalur
yang melewati katrol. Jika nodul terdapat pada distal katrol, maka jari dapat macet
dalam posisi yang lurus. Sebaliknya, jika benjolan terdapat pada proksimal dari
katrol, maka jari pasien dapat macet dalam posisi tertekuk.8
Sebuah nodul dapat meradang dan membatasi tendon dari bagian bawah jalur
yang melewati A1 pulley. Jika nodul terdapat pada distal katrol A1, maka jari
dapat macet dalam posisi yang lurus (ekstesni). Sebaliknya, jika benjolan terdapat
pada proksimal dari katrol A1 maka jari akan macet pada posisi fleksi atau
tertekuk.6,8
26

Gambar 1. A1 pulley

3.7 Manifestasi Klinis


Pasien dengan TF pada awalnya mengalami atraumatic cathcing, locking
pada jari pada saat fleksi dan gertakan tanpa rasa nyeri. Gejala ini biasanya
berlanjut ke ketidakmampuan untuk mengekstensikan pada jari yang terkena, dan
kondisi tersebut dapat membutuhkan ekstensif pasif pada kasus berat, yang dapat
terasa nyeri. Pasien biasanya mendeskripsikan nyeri yang terlokalisir pada area
palmar dari sendi metacarpophalangeal (MCP) dan menjalar ke telapak tangan
atau ke jari bagian distal.4
Trigger finger dapat mengenai lebih dari satu jari pada satu waktu, meskipun
biasanya lebih sering terjadi pada ibu jari, tengah, atau jari manis. Trigger
finger biasanya lebih menonjol di pagi hari, atau saat memegang obyek dengan
kuat. Gejala ini muncul biasanya dimulai tanpa adanya cidera. Gejala-gejala ini
termasuk adanya benjolan kecil, nyeri di telapak tangan, pembengkakan, rasa
tidak nyaman di jari dan sendi. Kekakuan akan bertambah jika pasien tidak
melakukan aktifitas, misalnya saat anda bangun pagi. Dan kadang kekakuan akan
berkurang saat melakukan aktifitas. Kadang-kadang jika tendon terasa bebas bisa
bergerak tegak akan dirasakan sendi seperti terjadi "dislokasi" / pergeseran
sendi.Pada Kasus kasus yang berat jari tidak dapat diluruskan bahkan dengan
bantuan. Pasien dengan diabetes biasanya akan terkena lebih parah.
27

Gambar 2. Nodul Tendo pada Trigger Finger

TF dapat sangat menyakitkan bagi pasien. Dalam kasus yang parah, pasin
tidak mampu menggerakan jari yang melampaui jarak gerak. Pada ibu jari yang
macet, pada palpasi yang lembut dapat ditemukan nodul pada aspek palmar sendi
MCP pertama dari sendi palmaris distal.4,8

3.8 Diagnosis
Presentasi klasik popping dan locking dari TF merupakan semua gejala yang
diperlukan untuk mendiagnosis; namun, pada pasien dengan onset akut, pasien
dapat menunjukan gejala berupa nyeri dan pembengkakkan pada selubung fleksor
dan pasien menghindari pergerakkan dari jari-jari. Pada kasus, gejala klasik
seperti popping dan triggering tidak tampal dan diagnosis dari TF haru
diberdakan dari infeksi atau akibat trauma. Jika diperlukan, diagnosis dapat
dikonfirmasi dengan menyuntikan lidocaine kedalam selubung fleksor, dimana
akan menyebabkan rasa nyeri berkurang dan dapat menyebabkan jari untuk
bergerak lebih aktif atau ekstensif secara pasif. Tidak terdapat peran radiologis
untuk mendiagnosis TF, X-ray dapat dipertimbangkan apabila pasien memiliki
riwayat penyakit inflamasi atau trauma.5
28

3.9 Diagnosis Banding


Diagnosis banding untuk trigger finger adalah:4
1. Trigger Finger
2. Carpal tunnel syndrome
Carpal tunnel syndrome (CTS) atau sindroma terowongan karpal
(STK) adalah salah satu gangguan pada lengan tangan karena terjadi
penyempitan pada terowongan karpal, baik akibat edema fasia pada
terowongan tersebut maupun akibat kelainan pada tulang-tulang kecil
tangan sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus
dipergelangan tangan. Carpal Tunnel Syndrome diartikan sebagai
neuropati tekanan saraf medianus dalam terowongan karpal di pergelangan
tangan dengan kejadian yang paling sering, bersifat kronik, dan ditandai
dengan nyeri tangan pada malam hari, parestesia jari-jari yang mendapat
innervasi dari saraf medianus, kelemahan dan atrofi otot thenar.
Gejala klinis CTS menurut Grafton (2009) adalah sebagai berikut :
a. Mati rasa, rasa terbakar, atau kesemutan di jari-jari dan telapak
tangan.
b. Nyeri di telapak, pergelangan tangan, atau lengan bawah,
khususnya selama penggunaan.
c. Penurunan cengkeraman kekuatan.
d. Kelemahan dalam ibu jari
e. Sensasi jari bengkak, ( ada atau tidak terlihat bengkak)
f. Kesulitan membedakan antara panas dan dingin.
g.
3. De Quervain syndrome (RA)
Nyeri yang terasa di pergelangan tangan sering disebabkan oleh
tenosinovitis. Pada sisi radial terjadi tendovaginitis otot abductor polocis
longus, yang dikenal dengan sebagai tenosinovitis De Quervein, dan pada
sisi ulnar dapat dijumpai tendovagintis otot ekstensor karpi ulnaris. Kedua
jenis peradangan itu merupakan manisfestasi arthritis rheumatoid. Pada
bagian dorsal pergelangan tangan sinovitis rheumatoid dapat
29

membangkitkan benjolan di tengah-tengah ligamentum karpi dorsal di atas


os navikular dan lunatum.
Sinovitis di pergelangan tangan selalu menimbulakan nyeri tekan,
nyeri gerak aktif dan nyeri gerak isometrik. Karena itu, maka pergelangan
tangan tidak dapat distabilkan secara kuat, sehingga tenaga
pengepalan tidak kuat dan tangan sukar diluruskan pada pergelangan
tangan.
Pada tenosinovitis De Quervein nyeri tekan di dapat pada penekanan
diprosesus stiloideus radii. Gerakan pasif ibu jari tidak membangkitkan
nyeri. Sebaliknya gerakan aktif dan isometrik menimbulkan nyeri yang
hebat. Deviasi radial secara pasif tidak menimbulkan nyeri. Sebaliknya
defiasi ulnar secara aktif menimbulkan nyeri yang hebat

3.10 Tatalaksana
3.10.1. Tatalaksana Trigger Finger
1. Terapi
a. Terapi Medikamentosa
- Pengobatan OAINS
Berikan pengobatan non steroid seperti aspirin,
ibuprofen, naprosyn, atau ketoprofen.
- Injeksi Korstikosteroid
Lini pertama dari tatalaksana adalah injeksi steroid.
Injeksi kortikosteroid untuk pengobatan trigger finger telah
dilakukan sejak 1953. Tindakan Ini harus dicoba sebelum
intervensi bedah karena sangat efektif (hingga 93%),
terutama pada pasien non-diabetes dengan onset baru-baru ini
terkena gejala dan satu digit dengan nodul teraba. Hal ini
diyakini bahwa injeksi kortikosteroid kurang berhasil pada
pasien dengan penyakit lama (durasi > 6 bulan), diabetes
mellitus, dan keterlibatan beberapa digit karena tidak mampu
30

untuk membalikkan perubahan metaplasia chondroid yang


terjadi pada pulley A1.
Tatalaksana non-invasif ataupun tatalaksana injeksi
steroid ditentukan oleh tingkat keparahan gejalanya (semakin
parah gejalanya maka akan semakin baik responnya terhadap
terapi injeksi), level aktivitas pasien (seberapa cepat pasien
harus kembali ke tempat kerja), atau berdasarkan pilihan
pasien dan klinisi.
Injeksi kortikosteroid lokal dikombinasikan dengan
anastesi lokal. Bidai dapat digunakan setelah injeksi selama
beberapa hari yang bertujuan untuk melindungi area suntikan.
Karena diperlukan waktu 3 sampai 5 hari bagi obat untuk
memberikan efek, dan pasien disarankan untuk menghindari
aktivitas tangan sebisa mungkin selama 1 minggu setelah
injeksi.
Injeksi biasanya bermanfaat dan kerap kali kuratif.
Beberapa penelitian Cochrane menemukan bahwa injeksi
kortikosteroid lebih bermanfaat dibandingkan dengan
penggunaan placebo dengan tingkat keberhasilan yang
variatif. Sebuah studi menunjukkan terjadi peningkatan
keberhasilan terapi dari 54% menjadi 88% 1 tahun setelah
injeksi. Prosedur ini tidak terlalu efektif pada pasien dengan
beberapa komplikasi seperti diabetes atau RA, atau ketika
kondisi tersebut terjadi lebih dari 4 bulan.
Injeksi diberikan secara langsung ke dalam selubung
tendon. Namun, laporan menunjukkan bahwa injeksi
ekstrasinovial mungkin efektif, sambil mengurangi risiko
tendon ruptur (pecah). Pecah Tendon adalah komplikasi yang
sangat jarang, hanya satu kasus yang dilaporkan. Komplikasi
lain termasuk atrofi kulit, nekrosis lemak, hipopigmentasi
kulit sementara elevasi glukosa serum pada penderita
31

diabetes, dan infeksi. Jika gejala tidak hilang setelah injeksi


pertama, atau muncul kembali setelah itu, suntikan kedua
biasanya lebih mungkin untuk berhasil sebagai tindakan
awal.

b. Terapi Nonfarmakologi
- Pembedahan
Pada orang dewasa, injeksi kortikosteroid
direkomendasikan sebelum memutuskan untuk melakukan
tindakan pembedahan. Intervensi berupa pembedahan
memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi apabila terapi
konservatif gagal atau direkomendasikan bagi pasien yang
ingin sembuh dengan cepat atau sembuh total dari disabilitas
ini. Orang dengan diabetes, RA, keterlibatan banyak sendi,
dan onset pada usia muda lebih cenderung membtuhkan
terapi bedah.
Waktu operasi agak kontroversial dengan data yang
menunjukkan pertimbangan bedah setelah kegagalan baik
tunggal maupun beberapa suntikan kortikosteroid.
Tindakan pembedahan ini pertama kali diperkenalkan
oleh Lorthioir pada tahun 1958. Fungsi operasi biasanya
bertujuan melonggarkan jalan bagi tendon yaitu dengan cara
membuka selubungnya. Dalam penyembuhannya, kedua
ujung selubung yang digunting akan menyatu lagi, tetapi
32

akan memberikan ruang yang lebih longgar, sehingga tendon


akan bisa bebas keluar masuk.
Terdapat dua tipe umum dari pembedahan untuk kondisi
ini yaitu operasi pelepasan tendon A1 standar dan operasi
pelepasan tendon A1 secara perkutaneus. Pada suatu studi
mengenai teknik pelepasan tendon A1 secara perkutaneus
angka kesuksesan mencapai 100% pada 12 minggu follow
up. Kedua teknik bedah ini secara umum efektif dan memiliki
resiko komplikasi yang rendah.

Gambar 2.11.1 Pembedahan (Ryewicz, 2006)

2. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik menurut WHO adalah semua tindakan yang
ditujukan guna mengurangi dampak cacat handikap serta
meningkatkan kemampuan penyandang cacat mengenai integritas
sosial. Tujuan rehabilitasi medik pada pasien Trigger Finger adalah
mengembalikan fungsi yang terganggu akibat kekakuan sendi jari
sehingga pasien dapat kembali melakukan aktivitas kerja sehari-hari
dan bersosialisasi dengan masyarakat.
33

Rehabilitasi dapat meliputi tatalaksana okupasional dan terapi


fisik pada tangan yang mengalami masalah. Terapi tidak perlu diawasi
secara umum, kecuali pada kondisi yaitu pasien mengalami penurunan
kekuatan otot yang signifikan, penurunan ROM yang signifikan,
penurunan fungsi akibat terlalu lama dibidai dan tidak digunakan,
ketika modalitas seperti ultrasound dan iontophoresis disarankan
untuk mengurangi inflamasi, dan ketika pembidaian dirasakan perlu.
Terapi difokuskan untuk meningkatkan fungsi serta mengurangi
inflamasi dan nyeri. Terapi dapat dilakukan dengan teknik seperti pijat
es, mandi kontras, ultrasound, dan iontophoresis dengan penggunaan
steroid lokal. Bagi orang dengan tangan yang sangat besar atau kecil
atau variasi anatomi yang lain (contohnya : sendi yang mengalami
artritis), bidai yang dimodifikasi dapat lebih pas dan memungkinkan
pasien untuk bergerak dengan lebih baik pada saat bekerja daripada
bidai buatan pabrik. ROM dan kekuatan dapat ditingkatkan sebelum
dan sesudah tindakan operasi.
a. Program fisioterapi
1. Pemanasan
- Pemanasan superfisial dengan infra red
- Pemanasan profunda berupa shortwave diathermy
2. Stimulasi listrik
Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi
otot untuk mencegah atau memperlambat terjasi atrofi sambil
menunggu proses regenerasi dan memperkuat otot yang
masih lemah. Misalnya, dengan faradisasi yang tujuannya
adalah untuk menstimulasi otot redukasi dari aksi otot,
melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta
mencegah atau merenggangkan perlengketan.

b. Program Ortotik Prostetik


1. Splinting
34

Tujuan splinting adalah untuk mencegah gesekan yang


disebabkan oleh pergerakan tendon fleksor melalui pulley A1
yang sakit sampai hilangnya peradangan. Secara umum
splinting merupakan pilihan pengobatan yang tepat pada
pasien yang menolak atau ingin menghindari injeksi
kortikosteroid. Sebuah studi pekerja manual dengan
interfalangealis distal (DIP) di splint dalam ekstensi penuh
selama 6 minggu menunjukkan pengurangan gejala pada
lebih dari 50% pasien.
Dalam studi lain, teknik splint dilakukan dengan cara
membidai sendi metakarpalphalangeal pada sudut 10-15o
pada posisi fleksi dengan bagian proksimal dan distal
interphalang yang bebas, dilakukan hingga 6 minggu secara
terus menerus. Cara ini cukup efektif, meskipun lebih kurang
efektifitasnya pada ibu jari. Untuk pasien yang paling
terganggu oleh gejala mengunci di pagi hari, splinting sendi
PIP pada malam hari dapat menjadi efektif. splinting
menghasilkan tingkat keberhasilan yang lebih rendah pada
pasien dengan gejala trigger finger yang berat atau lama.

Gambar 2.11.2 Teknik Splint

c. Home Program
- Kompreskan es selama lima sampai lima belas menit pada
daerah yang bengkak dan nyeri.
35

- Hindari aktifitas yang mengakibatkan tendon mudah


teriritasi, seperti latihan jari yang berulang-ulang.

3.11 Komplikasi
Komplikasi potensial utama jari memicu adalah nyeri dan penurunan
penggunaan fungsional dari tangan yang terkena. Potensi komplikasi injeksi
kortikosteroid adalah sebagai berikut: 9
 Infeksi, penggunaan teknik steril dapat meminimalkan masalah ini.
 Pendarahan, ini dapat diminimalkan dengan menerapkan tekanan langsung
segera setelah prosedur tersebut. Perhatian harus dilakukan sebelum suntik
pasien dengan gangguan perdarahan.
 Melemahnya tendon, ini meningkatkan risiko ruptur tendon berikutnya,
kemungkinan yang menjadi perhatian khusus jika suntikan dilakukan salah
(khusus, jika injeksi ini dikelola ke tendon itu sendiri bukan hanya dalam
selubung tendon). Risiko dapat meningkat dengan beberapa suntikan, namun
setidaknya beberapa peneliti klinis (misalnya, Anderson dan Kaye) tidak
menemukan episode rupture tendon setelah injeksi kortikosteroid untuk
kondisi ini, bahkan dengan suntikan ulang.
 Atrofi lemak yang terjadi secara lokal di tempat suntikan - atrofi semacam itu
dapat terjadi jika kortikosteroid yang disuntikkan ke dalam jaringan subkutan.
komplikasi ini dapat menyebabkan depresi kosmetik di kulit.
 infiltrasi saraf dan cedera saraf berikutnya. Komplikasi ini jarang terjadi, bisa
dipantau oleh sensasi menilai seluruh digit.

3.12 Prognosis
Prognosis dari TF sangat baik, pasien pada umumnya responsif
terhadap terapi injeksi steroid dengan atau tanpa splinting. Beberapa kasus TF
dapat sembuh secara spontan dan kemudia kembali muncul tanpa adanya
korelasi dengan tatalaksana atau faktor eksaserbasi.10
36

Pasien yang membutuhkan terapi pembedahan memiliki outcome yang


baik. Terapi pelepasan prekutaneus telah dilaporkan aman dan efektif,
dengan tingkat keberhasilan lebih dari 74-94%.10
BAB IV

ANALISIS KASUS

4.1 Analisis Kasus

Sejak kurang lebih 2 bulan SMRS, pasien mengeluh nyeri pada jari II. Nyeri
dirasakan saat beraktivitas, seperti mencuci pakaian dan memasak. Pasien juga
mengeluh sulit menggerakkan atau kaku pada jari II, kaku dapat terjadi secara
tiba-tiba, saat bangun pagi hari, atau saat pasien beraktivitas dimana posisi tangan
mengenggam dan ketika pasien ingin meluruskan jari. Untuk dapat meluruskan
kembali jari, biasanya pasien membutuhkan bantuan tangan sebelahnya.
Pasien juga menyatakan terdengar suara “klik” pada saat meluruskan jari
tersebut. Pasien juga mengeluh teraba benjolan kecil dan bengkak pada jari yang
kaku. Riwayat trauma atau cedera pada tangan kanan disangkal. Pasien memiliki
riwayat darah tinggi sejak 4 tahun yang lalu.
Penegakkan diagnosis pada pasien dapat dilihat dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pada identifikasi pasien didapatkan bahwa pasien adalah
wanita berusia 54 tahun, pasien merupakan ibu rumah tangga (IRT), dari
indentifikasi tersebut sudah sesuai dengan epidemiologi dari trigger finger
dimana prevalensi TF lebih banyak pada perempuan dibandingkan dengan laki-
laik, dengan rasio 6:1. Usia pasien juga termasuk dalam kelompok usia penderita
TF dewasa yaitu 40-60 tahun.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien mengeluh
jari II sulit digerakkan atau kaku dan juga nyeri. Keluhan tersebut sesuai dengan
manifestasi klinis dari trigger finger dimana kaku dan nyeri terjadi akibat adanya
perbedaan antara ukuran tendon fleksor, selubung tendon, dan pulley A1.
Perbedaan tersebut dapat terjadi akibat stress yang secara terus-menerus dan
akibat dari gaya degeneratif. Stress atau dalam kasus ini terjadi tekanan tinggi
pada bagian kepala metakarpal, tekanan tinggi yang muncul pada tepi proksimal

37
38

dari pulley A1 pada saat fleksi maksimal dan saat gerakkan mencengkram.
Tekanan tersebut menyebabkan perubahan makroskopik dari A1 pulley berupa
hipertrofi dan metaplasia fibrokartilago pada tendon-pulley interface. Penebalan
pada selubung tendon dan penebalan lokal pada tendon dapat menyebabkan
terjadinya penyempitan pada tunnel tempat tendon tersebut lewat. Pada TF juga
terjadi inflamasi pada tendon (tendinitis) sehingga dapat terjadi pembengkakkan
pada tendon yang dapat menyebabkan terjadinya nyeri. Sebagai akibat dari
penyempitan tunnel gerak dari tendon terbatasi atau juga dapat terjadi blokade
yang menyebabkan kaku pada jari atau jari tidak dapat digerakkan.
Pada pasien ini diberikan terapi farmakologis berupa ibuprofen 3x400
mg/hari, ibuprofen merupakan obat anti-inflamasi non-steroid, obat ini berguna
untuk menekan reaksi inflamasi dengan cara menginhibisi COX 1,2 dan juga
menginhibisi pembentukan prostaglandin. Pada pasien ini juga dilakukan
tatalaksana non-farmakologi berupa edukasi untuk menghindari aktivitas yang
dapat menyebabkan tendon mudah teriritasi (seperti latihan jari berulang-ulang),
dan dilakukan fisioterapi berupa pemanasan dengan infrared dan stimulasi listrik
dengan TENS serta penggunaan splinting dengan tujuan untuk mencegah iritasi
tendon yang disebabkan oleh pergerakan tendon fleksor melalui katrol A1 yang
sakit sampai hilangnya peradangan.
39

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard S. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran/ Richard S.


Snell : ahli bahasa, Liliana Sugiarto : editor edisi bahasa indonesia. Huriawati
Hartanto...(et al). 6th ed. Jakarta : EGC 2006.
2. Lunsford, D., Valdes, K. & Hengy, S., 2017. Conservative management of
triggerfinger: A systematic review. Elsivier: Journal of Hand Therapy, 12(1),
pp. 1-9.
3. Akhtar, S., Bradley, M. J., Quinton, D. N. & Burke, F. D., 2005. Clinical
review: Management and referral for trigger finger/thumb. BMJ, Volume 331,
pp. 30-33.
4. InnovAiT, 2017. Trigger Finger. InnovAiT, 0(0), pp. 1-4.
5. Makkouk, A. H. & Oetgen, M. E., 2008. Trigger finger: etiology, evaluation,
and treatment. Curr Rev Musculoskelet Med, 1(0), pp. 92-96.
6. Geso LD, Fillippuci E, Meenagh G, Gutierrez M, Ciappeti A. CS injection of
tenosynovitis in patients with chronic inflammatory arthritis: the role of US.
2012 March;1-3.
7. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone;
2007.
8. Makkouk AH, Oetgen ME, Swigart CR, Dooed SD. Trigger finger: etiology,
evaluation, and treatment. Curr Rev Musculoskelet Med. 2008 Nov
;10.007(1): 92-6
9. Akhtar S, Bradley MJ, Quinton DN, Burke FD. Management and referral for
trigger finger/thumb. BMJ. 2005 Jul 2;331:30-3
10. Kale, S., Gellman, H. & Foye, P. M., 2018. Trigger Finger. https://emedicine
.medscape.com/article/1244693-overview, Diakses 28 Oktober 2019, pukul
19:24.

Anda mungkin juga menyukai