Anda di halaman 1dari 22

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Sejarah Fraktur Radius Distal

Sejak jaman Hipocrates sampai awal abad 19, fraktur distal radius masih

disalah artikan sebagai dislokasi dari pergelangan tangan. Abraham Colles

(1725 – 1843) pada tahun 1814 mempublikasikan sebuah artikel yang berjudul

‘On the fracture of the carpal extremity of the radius’. Sejak saat itu fraktur

jenis ini diberi nama sebagai fraktur Colles sesuai dengan nama Abraham

Colles (Solomonet et al., 2010; Salter et al., 1984). Fraktur Colles adalah

fraktur yang terjadi pada tulang radius bagian distal yang berjarak 1 inch dari

permukaan sendi radiocarpal dengan deformitas ke posterior, yang biasanya

terjadi pada umur ≥ 50 tahun dengan tulangnya sudah osteoporosis (Jupiter et

al., 1991; Solomon et al., 2010).

2. Epidemiologi

Fraktur radius distal merupakan fraktur yang paling sering terjadi pada

ekstremitas atas, dengan insidensi lebih dari 450.000 kasus tiap tahunnya di

Amerika Serikat. Fraktur ini juga mewakili 1/6 kasus dari seluruh kasus

fraktur yang ditangani di Unit Gawat Darurat (Chen CE et al., 2008; Vasenius

et al., 2009). Tingginya insiden fraktur radius distal pada pasien usia lanjut
commit to user
memiliki korelasi positif dengan osteopenia dan semakin meningkat dengan

7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bertambahnya usia. Faktor risiko terjadinya fraktur radius distal pada populasi

usia lanjut di antaranya penurunan kepadatan tulang, jenis kelamin wanita, ras

kaukasia, riwayat keluarga, dan awal masa menopause (Bucholz RW et al.,

2006). Mekanisme cedera yang biasa terjadi pada populasi dewasa muda

berupa jatuh dari ketinggian, kecelakaan kendaraan bermotor, atau cedera oleh

raga. Pada populasi usia lanjut, fraktur ini dapat terjadi karena mekanisme

cedera yang ringan seperti jatuh terpeleset saat berjalan. Mekanisme cedera

yang umum terjadi yaitu jatuh dengan tangan terlentang dan menumpu badan

dengan posisi pergelangan tangan dorsofleksi (Chen NC et al. 2007).

3. Anatomi dan Biomekanik Antebrakhii Distal

Bagian antebrakhii distal sering disebut pergelangan tangan, batas atasnya

kira-kira 1,5 – 2 inch distal radius. Pada tempat ini ditemui bagian tulang

distal radius yang relatif lemah karena tempat persambungan antara tulang

kortikal dan tulang spongiosa dekat sendi. Dorsal radius bentuknya cembung

dengan permukaan beralur-alur untuk tempat lewatnya tendon ekstensor.

Bagian volarnya cekung dan ditutupi oleh otot pronator quadratus. Sisi lateral

radius distal memanjang ke bawah membentuk prosesus styloideus radius

dengan posisi yang lebih rendah dari prosesus styloideus ulna. Bagian ini

merupakan tempat insersi otot brakhioradialis (Solomon et al., 2010). Pada

antebrakhii distal ini ditemui 2 sendi yaitu sendi radioulna distal dan sendi

radiocarpalia. Kapsul sendi radioulna dan radiocarpalia melekat pada batas


commit to user

8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

permukaan sendi. Kapsul ini tipis dan lemah tapi diperkuat oleh beberapa

ligamen antara lain :

a. Ligamentum Carpeum Volare.

b. Ligamentum Carpaeum Dorsale.

c. Ligamentum Inter Carpal Dorsale Dan Volare.

d. Ligamentum Collateral.

4. Gerakan pada Pergelangan Tangan

Sendi radioulnar distal adalah sendi antara ‘cavum sigmoid radius’ (yang

terletak pada bagian dalam radius) dengan ulna. Pada permukaan sendi ini

terdapat ‘fibrocartilago triangular’ dengan basis melekat pada permukaaan

inferior radius dan puncaknya pada prosesus styloideus ulna. Sendi ini

membantu gerakan pronasi dan supinasi lengan bawah, di mana dalam

keadaan normal gerakan ini membutuhkan kedudukan sumbu sendi radioulnar

proksimal dan distal dalam keadaan ‘coaxial’.

Adapun nilai maksimal rata-rata lingkup sendi dari pronasi dan supinasi

sebagai berikut : (Gambar 1).

a. pronasi = 80 - 900

b. supinasi = 80 - 900

commit to user

9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 1. Gerakan Pronasi-Supinasi Pada Pergelangan Tangan.

(Moore KL,Dalley, AF., 2006. Clinically Oriented Anatomy. 5thedition.

Lippincott Williams & Wilkins )

Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeon untuk pengukuran

lingkup sendi ini, siku harus dalam posisi fleksi 90 0 sehingga mencegah

gerakan rotasi pada humerus. Sendi Radio-carpalia merupakan suatu

persendian yang kompleks, dibentuk oleh radius distal dan tulang carpalia ( os

navikulare dan lunatum ) yang terdiri dari ‘inner dan outer facet’. Dengan

adanya sendi ini tangan dapat digerakkan ke arah volar, dorsal, radial dan

ulnar secara sirkumduksi. Sedangkan gerakan rotasi tidak mungkin karena

bentuk permukaan sendi elips.

commit to user

10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rata-rata gerakan maksimal pada pergelangan tangan adalah sebagai

berikut: (Gambar 2)

a. fleksi = 60 – 850

b. ekstensi = 50 – 800

c. deviasi radial = 15 - 290

d. deviasi ulnar = 30 - 460

Gambar 2. Gerakan - Gerakan Pada Pergelangan Tangan: A. Fleksi,

B. Ekstensi, C. Deviasi Ulnar, D. Deviasi Radial.

(Solomon, L.,Marwick, D., Nayagam.,S. 2001. Apley’s: System Of

Orthopaedics And Fractures. 8th Ed.Oxford University Press )

5. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang perlu dilakukan yaitu proyeksi pergelangan

tangan anteroposterior (AP) dan lateral (Gambar 3), jika diperlukan dapat

ditambahkan pemeriksaan radiologi proyeksi oblique. Pemeriksaan radiologis


commit to user

11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pergelangan kontralateral terkadang diperlukan untuk menentukan ukuran

ulnar varian normal.

Gambar 3 : Radiologis Standar Pergelangan Tangan Proyeksi Antero-

Posterior (AP) Dan Lateral

(Greenspan,A. Orthopaedic imaging : a practical approach. 4 th ed. Lippincott

Williams-Wilkins. 2004)

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada gambaran radiologi

proyeksi AP (Gambar 4) untuk fraktur radius distal ekstraartikuler di

antaranya radial shorthening, ada tidaknya comminution, dan adanya fraktur

pada styloid ulna. Sedangkan pada fraktur radius distal intrartikuler hal-hal

yang perlu diperhatikan yaitu adanya fragmen impaksi sentral, gap antara

scaphoid dan facet lunate, depresi facet lunate, serta interupsi dari carpal row

bagian proksimal. Pada proyeksi radiologis lateral (Gambar 4) ada beberapa


commit to user
hal pula yang perlu diperhatikan pada fraktur radius distal ekstraartikuler di

12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

antaranya palmar tilt, metaphyseal comminution, displacement (Gambar 5)

korteks volar, sudut scapholunate, serta posisi DRUJ. Sedangkan pada fraktur

radius distal intraartikuler yang perlu diperhatikan yaitu adanya depresi facet

lunate palmar, depresi fragmen sentral, serta gap antara bagian volar dan

dorsal.

Gambar 4 : Radiologis Pergelangan Tangan Proyeksi Antero-

Posterior (AP) Dan Lateral Pada Fraktur Radius Distal

Ekstraartikuler Tipe Colles.

(Greenspan,A. Orthopaedic imaging : a practical approach. 4 th ed. Lippincott

Williams-Wilkins. 2004)

commit to user

13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 5 : Parameter Radiologis Pada Radius Distal. Volar Tilt Rata-

Rata 12°, Radial Inclination Rata-Rata 23°, Radial

Length Rata-Rata 12 Mm.

(Smith, Brow, Henry. Early active rehabilitationfor operatively stabilized

distal radius fractures. Journal of Hand Therapy. Houston,Texas, 2004)

6. Klasifikasi

Terdapat bermacam-macam klasifikasi fraktur radius distal (Gambar 6),

di antaranya klasifikasi menurut Gartland-Werley, Frykmann, Fernandez,

Malone dan klasifikasi menurut AO. Frykmann membuat klasifikasi

berdasarkan keterlibatan radioulnar joint, radiocarpal joint, serta ada atau

tidaknya fraktur styloid ulna. Dalam sistem klasifikasi menurut Frykmann

(Gambar 7), Fraktur Colles termasuk dalam Tipe I dan II. Dimana terjadi

fraktur distal radius ekstraartikular dengan arah pergeseran fragmen distal ke

dorsal.

commit to user

14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 6. Tabel Klasifikasi Fraktur Distal Radius Menurut Frykmann

(Belloti JC, Santos JB,Atallah AN. Fractures of the distal radius. Sao Paulo

Med J.;125(3):132-138. 2007)

Gambar 7: Klasifikasi Fraktur Radius Distal Menurut Frykmann

(Kural et al. Evaluation of the reliability of classification systems used for

commit
distal radius fractures. Healio to user Journal. Istanbul, Turkey. 2010)
Orthopedics

15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

7. Penatalaksanaan

Terapi fraktur radius distal bertujuan untuk mengembalikan fungsi sendi

pergelangan tangan tanpa disertai rasa nyeri dalam melakukan aktivitas fisik

sehari-hari serta mencegah terjadinya osteoarthritis sekunder pasca trauma

(Chen NC et al., 2007). Untuk mencapai tujuan terapi fraktur distal radius

terdapat beberapa parameter radiologis yang dapat digunakan sebagai dasar

evaluasi di antaranya radial inclination, radial length dan volar tilt. Radial

inklinasi (Gambar 8) merupakan sudut yang dibentuk antara garis imajiner

dari ujung prosesus styloid radius ke arah sudut ulnar dari permukaan

artikuler distal radius dengan garis perpanjangan axis longitudinal radius.

Dinilai dari gambaran radiologis frontal (AP) dengan posisi netral. Rata-rata

nilai normalnya yaitu 23°, dengan rentang 13-30°.

Gambar 8. Radial inclination

(Koval, KJ. Zuckerman, JD. Handbook of Fractures, 3rd Ed. Lippincott

Williams & Wilkins. 2006.)

Radial length (Gambar 9) yaitu jarak antara garis imajiner mendatar pada

commit
ujung prosesus styloid radius, to user
tegak lurus terhadap axis longitudinal distal

16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

radius dengan garis imajiner pada permukaan sendi distal ulnar head. Dinilai

dari gambaran radiologis frontal (AP) dengan posisi netral. Nilai rata-ratanya

yaitu 11-12 mm, dengan rentang 8-18 mm (Bucholz RW et al. 2006).

Gambar 9. Radial length

(Duncan S, Weiland A. Extraarticular Distal Radius Fracture.Hand Surgery 1 st

ed. Lippincott Williams-Wilkins. 2004)

Volar tilt (Gambar 10) yaitu sudut antara garis yang menghubungkan titik

paling distal korteks dorsal dan volar distal radius dengan garis tegak lurus

axis longitudinal radius. Dinilai pada proyeksi radiologis lateral dengan posisi

netral. Rata-rata nilai normalnya yaitu 11-12°, dengan rentang nilai 0-28°

Ulnar variance yaitu perbedaan panjang distal ulna dibandingkan distal radius

pada foto rontgen proyeksi antero-posterior. Disebut positif jika ulna lebih

panjang dibanding distal radius sisi ulnar, netral jika sama panjang dan negatif

jika distal ulna lebih pendek dibanding distal radius (Bucholz RW et al.,

2006).

commit to user

17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 10. Volar Tilt Ditunjukkan Dengan Mengukur Sudut Yang

Dibentuk Antara Garis Tegak Lurus Dengan Aksis

Panjang Radius Pada Level Prosesus Styloideus Ulna

Dan Garis Tangensial Yang Menghubungkan

Permukaan Sendi Radius Sisi Volar Dan Dorsal.

(Koval, KJ. Zuckerman, JD. Handbook of Fractures, 3rd Ed. Lippincott

Williams & Wilkins. 2006.)

8. Tatalaksana fraktur radius distal

a. Non-operatif (Konservatif)

Indikasi tatalaksana non operatif : fraktur yang stabil serta pasien usia

tua dengan risiko tinggi untuk tindakan operatif. Tindakan non operatif

dilakukan dengan metode closed reduction dilanjutkan dengan pemasangan

cast.

1) Teknik Reposisi

Reposisi dapat dilakukan dengan memakai anestesi lokal, regional

blok (plexus brachialiscommit


dan axilaris)
to user
atau anestesi umum. Sering dipakai

18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

penggunaan infiltrasi lokal lidokain 1% atau 2% sebanyak 10-20 ml.

Anestesi umum mempunyai keunggulan dalam hal mendapatkan

relaksasi otot yang baik, namun cara ini tidak dapat digunakan untuk

kasus rawat jalan. Cara lain yang cukup aman adalah anestesi regional

intravena (Biers anaesthesia) dan blok plexus axilaris. Reposisi

(Gambar 11) harus dilakukan segera sebelum adanya edema yang dapat

mengganggu. Ada beberapa ahli (Bohler dan Charnley), tetapi secara

umum prinsipnya adalah dengan melakukan Disimpaksi, Traksi,

Reposisi dan Immobilisasi.

Traksi dilakukan selama 2-5 menit, tipe Bohler melakukan traksi

pasif dengan bantuan gravitasi dan finger chinese trap selama 5-10

menit dan counter traksi pada humerus dengan beban 3-10 kg dalam

posisi siku fleksi 900. Secara umum reposisi bukanlah hal yang sulit

dibandingkan dengan mempertahankan hasil reposisi. Metode Charnley,

impaksi dibebaskan dengan cara melakukan hiperekstensi yang diikuti

segera dengan fleksi palmar dan pronasi untuk mengunci fragmen

fraktur. Biasanya periosteum yang intak serta jaringan ikat dari tendon

sheath membentuk semacam engsel pintu yang mempertahankan

stabilitas fragmen fraktur. Tetapi harus diingat bahwa tindakan

melakukan hiperekstensi mungkin akan menambah kerusakan jaringan

lunak di sekitarnya (Chapman, 2001).


commit to user

19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 11. Foto Radiograp, A. Foto Radiograp Antero-Posterior Dari

Fraktur Colles Sebelum Dilakukan Reposisi Tertutup, B.

Foto Radiograp Lateral Dari Fraktur Colles Sebelum

Dilakukan Reposisi Tertutup, C. Foto Radiograp Antero-

Posterior Dari Fraktur Colles Pasca Dilakukan Reposisi

Tertutup, D. Foto Radiograp Lateral Dari Fraktur Colles

Pasca Dilakukan Reposisi Tertutup.

(Chapman, M W. 2001. Chapman's Orthopaedic Surgery, Lippincott

Williams &Wilkins. 3rd Edition)

commit to user

20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Metode Immobilisasi

Berbagai teknik pemasangan cast telah dikenal. Pada prinsipnya cast

tidak boleh melebihi atau melewati sendi metacarpophalangeal, dimana

jari-jari harus dalam posisi bebas bergerak. Immobilisasi dapat dipakai

gips ataupun functional brace, yang dapat dipasang di atas atau di

bawah siku. Posisi pergelangan tangan dilakukan dengan posisi palmar

fleksi 150 dan ulnar deviasi 100, karena dengan posisi tersebut tendon

ekstensor dan otot brakhioradialis sedikit teregang sehingga dapat

menambah stabilitas hasil reposisi. Tetapi posisi palmar fleksi dan ulnar

deviasi yang ekstrim akan menimbulkan komplikasi berupa edema dan

kompresi saraf medianus, sehingga jari sukar digerakkan yang akhirnya

dapat menimbulkan kekakuan.

Bohler menganjurkan posisi pergelangan tangan netral antara volar

dan dorsal fleksi yang dikombinasi dengan deviasi ke ulnar. Charnley

menganjurkan untuk memakai posisi sedikit volar fleksi. Wiker

menempatkan pergelangan tangan pada posisi netral dengan membuat

penekanan pada bagian dorsal dan radial dari cast untuk mencegah

displacement/pergeseran (Bucholz RW et al., 2006). Posisi lengan

bawah pada penggunaan Short Arm Cast (Gambar 12) menghasilkan

posisi netral dari lengan bawah, sehingga pronasi dan supinasi tidak

dikurangi secara penuh. Beberapa penulis menganjurkan posisi supinasi


commit to user
dalam pemakaian Long Arm Cast (Gambar 13). Posisi ini dikemukakan

21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

oleh Sarmiento dan kawan-kawan dengan dasar hasil pemeriksaan EMG

menunjukkan penurunan aktivitas otot brakhioradialis yang berinsersi

pada distal radius berperanan penting terhadap penyebab redislokasi

pada fraktur Colles.

Seperti diketahui bahwa otot brakhioradialis merupakan otot fleksi

sendi siku yang cukup kuat, dengan insersi pada prosesus styloideus

radius akan teregang dan cenderung berkontraksi untuk menarik

fragmen distal ke arah dorsal. Karena itu Sarmiento menganjurkan

posisi supinasi untuk immobilisasi. Wahlstorm membuktikan bahwa

otot pronator quadratus yang melekat pada distal radius bila

berkontraksi menyebabkan redislokasi dari fraktur distal radius. Otot

pronator quadratus berkontraksi terutama ketika posisi lengan bawah

dalam supinasi sehingga posisi pronasi lebih stabil (Chapman, 2001).

commit to user

22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar. 12. Cara Memasang Short Arm Cast, Kiri Atas : Pemasangan

Padding; Kiri Bawah: Proses Pemasangan Short Arm Cast;

Kanan Atas : Hasil Akhir Short Arm Cast Pemasangan;

Kanan Bawah : Jari-Jari Harus Bebas Bergerak.

(Chapman MW. 2001. Chapman's Orthopaedic Surgery, Lippincott

Williams &Wilkins. 3rd Edition)

Gambar 13. Cara Memasang Long Arm Cast; Kiri Atas : Pemasangan

Padding; Kanan Atas: Proses Pemasangan Gips; Kiri

Bawah : Hasil Akhir Pemasangan Long Arm Cast;

Kanan Bawah : Jari-Jari Harus Dipastikan Bebas.

(Chapman M W. 2001. Chapman's Orthopaedic Surgery, Lippincott

Williams &Wilkins. 3rd Edition)


commit to user

23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Operatif

Indikasi tatalaksana operatif adalah cedera energi tinggi, hilangnya

reduksi sekunder, kominutif artikuler, step off, atau gap, kominutif

metafiseal atau bone loss, hilangnya volar buttress dengan displacement,

serta inkongruitas DRUJ.Para peneliti telah mengetahui bahwa khususunya

pada orang dewasa dengan tulang yang mengalami osteoporosis, terapi

konservatif tidak memberikan hasil yang cukup memuaskan secara

konsisten. Oleh karena itu timbul berbagai usaha untuk mengembangkan

strategi lainnya yang meliputi reduksi fraktur yang lebih akurat dan

stabilisasi yang lebih dapat diandalkan sebagai terapi fraktur radius distal

(Rosati et al. 2006).

Salah satu strategi yang dikembangkan yaitu percutaneous pinning,

yang merupakan insersi pin secara perkutan (menembus kulit). Teknik ini

bersifat minimal invasif dan lebih sederhana dibandingkan dengan operasi

terbuka. Pada teknik percutaneous pinning reduksi fraktur dilakukan secara

tertutup serta K-Wire (Gambar 14), dapat pula digunakan untuk

memanipulasi fragmen fraktur. Dalam penanganan fraktur radius distal

dengan percutaneous pinning ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan

menjadi pertanyaan di antaranya :

1) teknik reduksi.

2) metode dan jenis insisi kulit.


commit to user
3) jenis kontrol radiografi yang perlu digunakan.

24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4) konfigurasi pin.

5) jumlah, ukuran dan jenis pin.

6) apakah ujung pin diletakkan di luar atau di dalam kulit.

7) jenis serta durasi imobilisasi setelah pinning.

Keputusan yang perlu diambil selanjutnya yaitu kapan pengambilan

pin dilakukan dan metode yang digunakan. Terdapat berbagai variasi teknik

atau metode pinning yang telah diuraikan di berbagai literatur. Pada berbagai

variasi teknik tersebut, pin diletakkan di dalam tulang dan digunakan untuk

memfiksasi fragmen radius distal (Rosati et al. 2006).

Terapi ini umumnya digunakan untuk fraktur ekstraartikuler atau

fraktur radius distal yang dapat direduksi secara menipulasi tertutup.

Beberapa teknik percutaneous pinning telah diketahui dan diuraikan di

berbagai literatur, tetapi pemilihan teknik ini sebaiknya didasarkan pada

berbagai kriteria di antaranya :

1) Stabilitas fraktur dapat dicapai.

2) Minimalisasi cedera akibat K-Wire pada saraf, pembuluh darah

dan tendon, migrasi dan patahnya pin.

3) Dapat menghindari kerusakan atau cedera pada permukaan

artikuler radius.

commit to user

25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 14. Macam-Macam Teknik Pemasangan K-Wire Pada Terapi Operatif

Fraktur Colles.

(Chapman, M W. 2001. Chapman's Orthopaedic Surgery, Lippincott

Williams &Wilkins. 3rd Edition)

commit to user

26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. KERANGKA PEMIKIRAN

Fraktur radius distal


ekstraartikuler

(Fraktur Colles)

Tatalaksana

1. Akurasi hasil
reduksi
tertutup
Non Operatif: Non Operatif:
Reduksi tertutup 2. Kemampuan Reduksi tertutup
dan Short Arm Cast alat dan Long Arm Cast
immobilisasi
(cast) dalam
mempertahan
kan hasil
reduksi
tertutup

Hasil akhir pasca


Terapi non -operatif

Klinis : Fleksi, Radiologis : radial


ekstensi, ulnar inclination, radial
deviasi, radial length, ulnar
deviasi, pronasi, variance, volar tilt.
supinasi.

Gambar 15. Kerangka Pemikiran

commit to user

27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat perbedaan hasil parameter klinis pasca penanganan fraktur

tertutup radius distal ekstraartikuler antara Long Arm Cast dan Short Arm

Cast.

2. Terdapat perbedaan hasil parameter radiologis pasca penanganan fraktur

tertutup radius distal ekstraartikuler antara Long Arm Cast dan Short Arm

Cast.

commit to user

28

Anda mungkin juga menyukai