Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Ny.

A ( 50 TAHUN)
DENGAN MASALAH RESIKO BUNUH DIRI
DI RUANG CEMPAKA RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO
HEERDJAN JAKARTA BARAT

Disusun Oleh :
Agung Perkasa, S.Kep
Intan Indriasari, S.Kep
Rosmayati . S.Kep
Salmah, S.Kep
Venny Kurnia Wati, S.Kep
Wahyudin, S.Kep

KEPERAWATAN JIWA
PROGRAM PROFESI NERS
UNIVERSITAS FALETEHAN
SERANG – BANTEN
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaabirrahim,
Segala Puji bagi Allah Swt, Tuhan yang maha kuasa penentu segala yang ada.
Dialah Tuhan yang maha Rahman dan Rahim, dengan kasih sayangnya dia
melindungi hamba-hambanya. Dialah Tuhan yang telah memberikan kekuatan lahir
dan batin, kesehatan lahir dan batin, hanya dengan kekuatan dan pertolongan
Nyalah sehingga kita dapat melaksanakan berbagai aktifitas dan menjalankan roda
kehidupan. Shalawat dan Salam semoga senantiasa tercurah kepada manusia
pilihan Tuhan panutan semua insan , Nabi Muhammad Saw, berserta keluarga dan
para sahabat. Semoga kita senantiasa menjadi pengikut setianya dan penerus
risalahnya sampai akhir zaman.

Alhamdulillah dengan izin Allah dan dengan mengharap segala petunjuknya,


penulis dapat menyelesaikan laporan akhir profesi keperawatan jiwa ini tepat pada
waktunya. Penelitian keperawatan jiwa ini dilakukan di RS Jiwa Soeharto Heerdjan
Provinsi Jakarta.

Dalam penulisan laporan ini, penulis banyak memperoleh bimbingan dan saran
serta sumbangan pemikiran dari berbagai pihak yang mendorong kelancaran
penulis sampai selesai. Untuk itu tepat kiranya apabila pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. dr. Laurentius Panggabean, Sp.KJ,MKK sbagai direktur utama RSJ Soeharto
Herdjan Jakarta.
2. dr. Desmiarti, SpKJ sebagai Direktur Medik dan keperawatan RSJ Soeharto
Herdjan Jakarta.
3. H. Maman Sutisna, S.KM, M.Kes., selaku ketua STIkes Faletehan Serang.
4. Ibu Dini Rahmania S.Kp, Sp.Kep.Mat., selaku ketua jurusan Program Studi
Profesi Ners Universitas Faletehan Serang.
5. Bapak Deni Suwardiman, S.Kp, M.Kes, Selaku pembimbing I, Bapak Deli,
S.Kep, Ners selaku pembimbing II, yang telah memberikan waktu, arahan,

i
tenaga, bimbingan, nasehat serta pemikiran dengan penuh kesabaran selama
penyusunan laporan penelitian ini.
6. Ibu Diah Sukaesti, M.Kep.Sp.KepJ Selaku CI Ruangan Cempaka RS Jiwa
Soeharto Heerdjan yang telah memberikan waktu, arahan, bimbingan, dan
nasehat serta pemikiran dengan penuh kesabaran selama penyusunan makalah
ini.
7. Kepala ruangan dan perawat ruangan serta Pihak RS Jiwa Soeharto Heerdjan
yang telah memfasilitasi penulis sehingga dapat melaksanakan penelitian
8. Sahabat-sahabatku yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang
selalu menjaga kekompakan dan menemani penulis selama pembuatan makalah
serta memberi semangat dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna untuk
itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membagun guna peningkatan dan
kesempurnaan laporan ini.

Akhirnya penulis berharap semoga laporan akhir profesi keperawatan jiwa ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Jakarta, 31 Oktober 2019


Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................... 1

B. Tujuan penulisan ...................................................................... 2

C. Proses Pembuatan Makalah....................................................... 3

D. Sistematika penulisan ................................................................ 3

BAB II. GAMBARAN KASUS

A. Pengkajian ................................................................................. 5

B. Masalah Keperawatan ............................................................... 6

C. Pohon Masalah Dan Diagnosis Keperawatan ........................... 8

D. Prioritas Diagnosis Keperawatan .............................................. 8

BAB III. LANDASAN TEORI

A. Masalah Utama.......................................................................... 9

B. Perilaku Maladaptif ................................................................... 10

C. Akibat Defisit Perawatan Diri ................................................... 10

D. Rentang Respon ........................................................................ 12

E. Pohon Masalah .......................................................................... 12

iii
F. Diagnosa Keperawatan.............................................................. 13

G. Rencana Keperawatan ............................................................... 13

BAB IV. PELAKSANAAN TINDAKAN

A. Defisit Perawatan Diri ............................................................... 14

B. Harga Diri Rendah .................................................................... 16

C. Isolasi Sosial ............................................................................. 19

BAB V. PEMBAHASAN

A. Defisit Perawatan Diri ............................................................... 23

B. Harga Diri Rendah .................................................................... 24

C. Isolasi Sosial ............................................................................. 25

BAB VI. PEUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... 27

B. Saran ......................................................................................... 28

DAFTAR REFERENSI ............................................................................... 29

LAMPIRAN

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Penderita gangguan skizifrenia di seluruh dunia ada 24
juta jiwa dengan angka kejadian 7 per 1000 penduduk (pada wanita dan pria sama).
Diperkirakan terdapat 4 – 10 % resiko kejadian bunuh diri sepanjang rentang
kehidupan penderita skizofrenia dan 40 % angka percobaan bunuh diri. Studi yang
dilakukan WHO melaporkan bahwa angka kematian tertinggi pada kasus
skizofrenia disebabkan karena bunuh diri. Faktor resiko bunuh diri pada pasien
skizofrenia terdapat gejala-gejala positif terdapat ko – morbilitas depresi,
kurangnya terapi, penurunan tingkat perawatan, sakit kronis, tingkat pendidikan
tinggi dan pengharapan akan tampilan kerja yang tinggi biasanya terjadi pada
fase awal dari perjalanan penyakitnya (Widiodiningrat , 2009).

Diperkirakan penduduk Indonesia yang menderita gangguan jiwa sebesar 2-3%


jiwa setiap tahun. Zaman dahulu penanganan pasien gangguan jiwa adalah dengan
dipasung, dirantai, atau diikat, lalu ditempatkan di rumah atau hutan jika gangguan
jiwa berat. Tetapi bila pasien tersebut tidak berbahaya, dibiarkan berkeliaran di
desa, sambil mencari makanan dan menjadi tontonan masyarakat.

Bunuh diri dewasa ini banyak terjadi di kalangan remaja Indonesia. Bunuh diri
berawal dan atau beresiko terjadi ketika mekanisme koping dalam setiap pribadi
terhadap masalah atau tingkat stressor tidak efektif atau lemah. Oleh karena itu
sangatlah perlu suatu pengupayaan pendampingan terhadap individu yang memiliki
stressor berat, guna meminimalisir terjadinya bunuh diri, mengingat semakin
meningkatnya stressor yang ada, melemahnya mekanisme koping akan
meningkatkan resiko bunuh diri.

Untuk menanggapi uraian masalah yang dipaparkan di atas, kita kelompok 12


berusaha menyajikan konsep bunuh diri yang kami harapkan dapat menjadi
pemahaman dini untuk semua elemen kemanusiaan yang kita sajikan dalam bentuk
makalah kecil ini.

v
B. Tujuan
1. Tujuan umum
a. Penulis memperoleh pengalaman secara nyata dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien dengan Resiko Bunuh Diri.
b. Penulis mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan
komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio- dan spiritual pada klien dengan
Resiko Bunuh Diri dengan pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus yang ingin penulis capai yaitu agar penulis dapat
melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan proses keperawatan,
yaitu:
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan Resiko Bunuh Diri.
b. Membuat perencanaan keperawatan pada klien dengan Resiko Bunuh
Diri
c. Melaksanakan implementasi dan evaluasi pada klien dengan Resiko
Bunuh Diri
d. Mampu menganalisa kesenjangan antara tinjauan teoritis dengan
kasus dilapangan serta memberi alternatif pemecahan masalah.
e. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan Resiko
Bunuh Diri.

C. Proses Pembuatan Makalah


Didahului oleh tugas mahasiswa yaitu laporan kasus dan resume,
kemudian kelompok mengambil satu pasien dari kasus yag paling tepat
untuk dijadikan kasus seminar yaitu Ny. A sebagai kasus kelolaan kelompok.
Dari hasil pengkajian pada tanggal 8 Oktober 2019 dan hasil diskusi
kelompok maka kelompok mengangkat masalah tentang Resiko bunuh diri.
Kemudian kelompok kembali mempelajari dan mendiskusikan tentang
asuhan keperawatan klien dengan Resiko bunuh diri dan
mengkonsultasikannya kepembimbing. Sebelum melaksanakan seminar

vi
kelompok membuat power poin dan kemudian menyajikan makalah dalam
bentuk seminar.

BAB II
GAMBARAN KASUS

A. Pengkajian
Ny. T (50 tahun), sudah menikah, pendidikan SMA, seorang ibu rumah
tangga. Alasan klien masuk RS karena klien ingin mencoba bunuh diri lompat
dari jembatan. Keluarga mengatakan klien juga suka senyum sendiri dan bicara
sendiri. Klien mengatakan dia selalu curiga dengan orang lain ia menganggap
orang lain sedang membicarakan dirinya sehingga dia kurang bersosialisasi
dengan orang lain.
Dari hasil wawancara dengan klien, didapatkan data bahwa klien
mengatakan ingin bunuh diri, bicara seperlunya mengatakan sedih dan kecewa
dengan keluarganya karena klien menganggap keluarganya sengaja membawa
klien ke Rumah Sakit Jiwa. Klien mengatakan mendengar suara – suara yang
yang isinya smua orang disekitarnya membicarakannya sehingga membuat
klien selalu curiga dengan orang lain untuk itu klien selalu menghindarinorang
lain.
Dari hasil wawancara dengan keluarga, keluarga klien mengatakan
klien suka menyendiri main handphone menurut suaminya klien terobsesi
dengan laki – laki lain. Semenjak suami klien beralih profesi menjadi supir taxi.
Klien sudah seperti ini sejak tahun 2017, pernah di rawat di RS jiwa di

vii
Pontianak pada pengobatan sebelumnya kurang berhasil karena klien tidak
kooperatif dalam pengobatan.
Hasil observasi didapatkan data klien kontak mata kurang pandangan
kosong. Klien terlihat tidak berinisiatif untuk berinteraksi dengan orang lain,
bila berbicara tidak bisa memulai pembicaraan dan hanya menjawab bila
ditaanya, bicara lambat dan haampir tidak terdengar karena suaranya pelan
sekali. Klien terlihat menangis.
Berdasarkan data saat ini klien mendapatkan obat-obatan sebagai
berikut : risperidone 2x2 mg tablet, trihexipindil 2x2 mg tablet, quentiapine
seroquel 1x300mg tablet, fluoxetin 2 x 20mg. Klien secara medic di diagnosa
schizoafektif bipolar

B. Masalah Keperawatan
1. Isolasi Sosial
Data subjektif :
- Klien mengatakan lebih senang menyendiri dan malas berinteraksi
- Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain
Data objektif :
- Klien terlihat menyendiri dan melamun
- Klien terlihat sering tidur dan tidak berinterkasi dengan teman-
temannya
- Klien tidak bisa memulai pembicaraan dan hanya menjawab bila
ditanya

2. Harga Diri Rendah


Data Subjektif
- Klien mengatakan dirinya sudah tidak berarti lagi
- Klien mengatakan merasa tidak berguna lagi karena sudah
mengecewakan/menyusahkan keluarganya.
- Klien juga mengatakan asing bagi keluarganya
Data Objektif

viii
- Klien tampak menundukan kepala saat berbicara saat ditanyakan
tentang keluarganya
- Klien terlihat tidak berinisiatif untuk berinteraksi dengan orang lain
- Klien terlihat murung dan tidak bersemangat
3. Defisit Perawatan Diri
Data Subjektif
- Klien mengatakan malas mandi dan membersihkan diri
Data Objektif
- Klien terlihat kotor
- Klien tercium bau
- Gigi kilen terlihat kotor
- Rambut klien kotor, berketombe.
4. Koping Individu Inefektif
Data Subjektif
- Kakak klien mengatakan jika obat pasien habis, keluarga langsung
membeli obat ke apotek tanpa resep dokter
- Kakak klien mengatakan ibu klien berpendapat bahwa penyakit klien
terkena ilmu gaib, sehingga klien sehingga klien sering dibawa ke
dukun
Data Objektif
- Selama dirawat keluarga klien tidak perbah membesuk
5. Regimen Terapeutik Inefektif
Data Subjektif
- Keluarga klien mengatakan sudah 3 kali klien dirawat minum obat
dirumah sering tidak minum
Data Objektif
- Berdasarkan dat status klien sudah 3 kali dirawat di RSJ
- Memiliki riwayat putus obat

C. Pohon Masalah Dan Diagnosis Keperawatan

ix
Efek Resiko halusinasi pendengaran

Core problem Isolasi Sosial

Causa Harga Diri Rendah

D. Prioritas Diagnosis Keperawatan


Prioritas keperawatan pada klien Resiko bunuh diri adalah sebagai berikut :
1. Resiko bunuh diri
2. Harga Diri Rendah
3. Halusinasi
4. Isolasi sosial

x
xi
BAB III

LANDASAN TEORI

A. Proseas terjadinya masalah

Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa.
Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap
diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku
destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah
kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan
Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009).

Bunuh diri merupakan suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan, individu secara sadar berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati.
Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang
akan mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri. (Clinton, 1995, hal.
262).

Bunuh diri dan percobaan bunuh diri atau membahayakan diri sendiri dengan
sengaja (DSH = deliberate self-harm), istilah yang terakhir ini, menjadi topik besar
dalam psikiatri. Di dunia, lebih dari 1000 bunuh diri terjadi tiap hari. Percobaan
bunuh diri 10 kali lebih sering, sekarang peracunan diri sendiri bertanggung jawab
bagi 15% dari pasien medis yang masuk rumah sakit dan pada pasien dibawah 40
tahun menjadi penyebab terbanyak.

Bunuh diri cenderung terjadi pada usia diatas 45 tahun, pria, tidak pandang kelas
sosial disertai depresi besar dan telah direncanakan. Percobaan bunuh diri cenderung
dilakukan oleh wanita muda dari kelas sosial bawah, jarang disertai dengan depresi
besar dan bersifat impulsif.

2.1 Etiologi

2.1 Faktor Predisposisi

Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri


sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :

2.1.1 Diagnosis Psikiatrik

Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri
mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.

2.1.2. Sifat Kepribadian

Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah antipati, impulsif, dan depresi.

2.1.3. Lingkungan Psikososial

Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman


kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup,
penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat
penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu
mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi masalah
tersebut, dan lain-lain.

2.1.4. Riwayat Keluarga

13
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting yang
dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.

2.1.5. Faktor Biokimia

Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan
zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotinin, adrenalin, dan dopamine.
Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro
Encephalo Graph (EEG).

2.2. Faktor Presipitasi

Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain
yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai
orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang
emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.

2.1.1 Perilaku Koping

Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk
melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak
faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial
dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi
social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu
menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan
keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.

2.1.2 Mekanisme Koping

Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang


berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,

14
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya
tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

Respon adaptif Respon maladaptif

Peningkatan diri Beresiko Destruktif diri Pencederaan diri Bunuh diri


destruktif tidak langsung

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri
mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat
mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan
mekanisme adaptif pada diri seseorang.

Rentang Respons, YoseP, Iyus (2009)

1. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan


diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai
contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda
mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.

2. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko


mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang
seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat
bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah
melakukan pekerjaan secara optimal.

3. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang


kurang tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk
mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang
tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja
seenaknya dan tidak optimal.

15
4. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau
pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.

5. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.

Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita,
2009) dibagi menjadi tiga kategori yang sebagai berikut.

1. Upaya bunuh diri (scucide attempt) yaitu sengaja kegiatan itu sampai tuntas
akan menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan
atau diabaikan. Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri dan tidak
benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui
tepat pada waktunya.

2. Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan untuk
usaha mempengaruhi perilaku orang lain.

3. Ancaman bunuh diri (suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara
langsung verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri.
Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa dia tidak akan ada di
sekitar kita lagi atau juga mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian
hadiah, wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari orang sekitar dapat
dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.

16
2.2 Respon Protektif-diri dan Perilaku Bunuh Diri

Perilaku destruktif-diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat
mengarah kepada kematian. Aktivitas ini dapat diklasifikasikan sebagai langsung atau
tidak langsung. Perilaku destruktif-diri langsung mencakup setiap bentuk aktivitas
bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal ini sebagai hasil
yang diinginkan. Lama perilaku berjangka pendek, (Stuart,2006, hal 226).

Perilaku destruktif-diri tak langsung meliputi perilaku berikut :

1. Merokok
2. Mengebut
3. Berjudi
4. Tindakan kriminal
5. Penyalahgunaan zat
6. Perilaku yang menyimpang secara sosial
7. Prilaku yang menimbulkan stress.
8. Ketidakpatuhan pada tindakan medis

Rentang respon protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai respon paling
adaptif, sementara perilaku destruktif-diri, pencederaan diri, dan bunuh diri
merupakan respon maladaptif.

RENTANG RESPON PROTEKTIF-DIRI

Respon Adaptif Respon Maladapatif

Peningkatan Pertumbuhan Perilaku Pencederaan Bunuh Diri


Diri Peningkatan Destruktif-diri Diri
Berisiko tak langsung

17
Gambar . 1 Rentang Respon Protektif-diri

2.4 Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) :

1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.

2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.

3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.

4. Impulsif.

5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).

6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.

7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis


mematikan).

8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan


mengasingkan diri).

9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis
dan menyalahgunakan alcohol).

10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).

11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan


dalam karier).

12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.

13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).

14. Pekerjaan.

15. Konflik interpersonal.

16. Latar belakang keluarga.


18
17. Orientasi seksual.

18. Sumber-sumber personal.

19. Sumber-sumber social.

20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

2.5 Jenis – jenis Bunuh Diri

Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

2.51. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)

Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi
kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak
berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa
mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri
dibandingkan mereka yang menikah.

2.5.2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)

Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri
karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut
sangat mengharapkannya.

2.5.3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)

Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan
masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang
biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak
memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan
terhadap kebutuhan-kebutuhannya.

19
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk
mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan
bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu :

1. Isyarat bunuh diri

Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi
jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”

Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya,
namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak
berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.

2. Ancaman bunuh diri.

Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati
disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh
diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.

Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan
ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk
melaksanakan rencana bunuh dirinya.

3. Percobaan bunuh diri.

Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan
cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari
tempat tinggi.

20
2.6 Pohon Masalah

Perilaku Kekerasan (Resiko mencederai diri sendiri)

Resiko Bunuh
Diri

Gangguan interaksi sosial (Menarik Diri)

Gangguan Konsep Diri (Harga Diri


Rendah)

B. TINDAKAN KEPERAWATAN

21

Anda mungkin juga menyukai