Anda di halaman 1dari 59

PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME

PENGGANGGU TANAMAN (OPT) UBI KAYU (Manihot


esculenta Crantz.) DI KECAMATAN CIEMAS, SUKABUMI
DAN KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR

YULIAWATI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
ABSTRAK

YULIAWATI. Pengelolaan Tanaman dan Organisme Pengganggu Tanaman


(OPT) Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) di Kecamatan Ciemas, Sukabumi
dan Kecamatan Dramaga, Bogor. Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO.
Indonesia sedang mengalami krisis energi sehingga perlu mencari sumber
energi alternatif lain, salah satunya yaitu dengan pemanfaatan tanaman ubi kayu
(Manihot esculenta Crantz.) sebagai bahan baku bioetanol. Penanaman ubi kayu
secara besar-besaran membutuhkan pengetahuan mengenai pengelolaan tanaman
yang baik serta organisme pengganggu tanaman tersebut. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui cara pengelolaan tanaman dan organisme pengganggu tanaman
(OPT) ubi kayu oleh petani di Kecamatan Ciemas Sukabumi dan Kecamatan
Dramaga Bogor. Survei dilakukan di pertanaman ubi kayu yang berlokasi di
Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi Selatan dan Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor. Informasi mengenai pengelolaan tanaman dan organisme
pengganggu tanaman ubi kayu diperoleh melalui wawancara dengan petani dan
pengamatan langsung pada petak pertanaman. Di Kecamatan Ciemas, petani yang
menanam ubi kayu lebih banyak melakukan pola tanam dengan cara tumpangsari
(55%), sedangkan di Kecamatan Dramaga lebih banyak melakukan pola tanam
monokultur (70%). Petani di Kecamatan Ciemas banyak menanam varietas Darul
Hidayah, Manggu, Adira, dan Mekar Manik sedangkan petani di Kecamatan
Dramaga banyak menanam varietas putih, mentega dan Bogo. Pengolahan tanah,
pemupukan dan pemeliharaan yang dilakukan oleh petani di dua Kecamatan
tersebut relatif sama. Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan garpu
dan cangkul. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk organik (pupuk kandang) dan
pupuk an-organik (urea, TSP, dan KCl). Petani di Kecamatan Ciemas
menggunakan pupuk cair sedangkan petani di Kecamatan Dramaga tidak
menggunakannya. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan cara penyulaman,
penyiangan dan pengguludan tanah. Pada umumnya petani melakukan
pembuangan tunas dalam budidaya ubi kayu. Hama yang banyak menyerang
tanaman ubi kayu di Kecamatan Dramaga adalah tungau, kutu putih, dan kutu
kebul sedangkan di Kecamatan Ciemas adalah babi, rayap dan uret/lundi. Serangan
hama tungau (Tetranychus urticae) di Kecamatan Ciemas mencapai 75% sedangkan di
Kecamatan Dramaga hanya 38%. Kutu putih (Paracoccus marginatus) hanya
ditemukan di Kecamatan Dramaga (97%). Serangan kutukebul (Aleurodicus
dispersus Rusell) di Kecamatan Dramaga lebih berat (70%) dibandingkan dengan
serangan di Kecamatan Ciemas (1%). Patogen yang ditemukan adalah Xanthomonas
sp (penyebab hawar daun) dan Cercoporium henningsii (penyebab bercak coklat).
Serangan Xanthomonas sp di Kecamatan Ciemas mencapai 88% bahkan di Kecamatan
Dramaga hingga 100%. Serangan C. henningsii di Kecamatan Ciemas lebih berat
(59%) dibandingkan dengan serangan di Kecamatan Dramaga (3%). Pada umumnya
petani tidak melakukan pengendalian OPT. Nilai B/C di Kecamatan Ciemas lebih
kecil (0,473) dibandingkan dengan Kecamatan Dramaga (2,142).
PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME PENGGANGGU
TANAMAN (OPT) UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz.)
DI KECAMATAN CIEMAS, SUKABUMI DAN KECAMATAN
DRAMAGA, BOGOR

YULIAWATI
A34051172

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul Skripsi : Pengelolaan Tanaman dan Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT) Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.)
di Kecamatan Ciemas, Sukabumi dan Kecamatan
Dramaga, Bogor.
Nama Mahasiswa : Yuliawati
NIM : A34051172

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc


NIP 19570122 198103 1 002

Mengetahui,
Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Dr. Ir. Dadang, M.Sc.


NIP 19640204 199002 1 002

Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rangkasbitung pada tanggal 27 Juli 1987. Lahir


sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari ayah yang bernama Sarifudin dan
ibu bernama Rumijat.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Barat III Rangkasbitung
pada tahun 1993-1999, SLTP Negeri 4 Rangkasbitung pada tahun 2000-2002,
SMA Negeri 1 Rangkasbitung pada tahun 2003-2005, dan masuk IPB pada tahun
2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen
Proteksi tanaman.
Selain aktif kuliah, penulis juga mengikuti berbagai organisasi diantaranya
Bimbingan Remaja dan Anak-anak (Birena) Al-Hurriyyah tahun 2005-2006
sebagai staf Biro Bank Dana dan Data, tahun 2007 sebagai Bendahara dan pada
tahun 2008 hingga sekarang sebagai Ketua Departemen. LDK DKM Al-
Hurriyyah pada tahun 2006 sebagai pengurus Divisi Hubungan Luar, Forum
Komunikasi Rohis Departemen A (FKRD) tahun 2007-2008, Keluarga
Mahasiswa Banten (KMB) tahun 2005-2006, Panitia Seminar Nasional dan
Pelatihan Kewirausahaan tahun 2006 oleh BEM KM IPB. Dalam bidang
akademik, penulis juga pernah aktif sebagai ketua pelaksana Program Kreatifitas
Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKMM) tahun 2008 dengan judul
Pelatihan Intensif Pengenalan Potensi Diri dan Penumbuhan Jiwa Entrepreneur
pada Remaja Dhu’afa Lingkar Kampus IPB Dramaga.
PRAKATA

Puji serta syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT. Karena berkat
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Pengelolaan Tanaman dan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Ubi
Kayu (Manihot esculenta Crantz.) di Kecamatan Ciemas, Sukabumi dan
Kecamatan Dramaga, Bogor.
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Ciemas kabupaten Sukabumi
Selatan, Kecamatan Dramaga kabupaten Bogor, Klinik Tanaman, Laboratorium
Biosistematika Serangga, serta Laboratorium Bakteri Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Maret sampai
Agustus 2009.
Ucapan terima kasih penulis kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pelaksanaan penelitian hingga penulisan ini selesai. Khusus kepada Apa
dan Ema yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual kepada Penulis.
Teh Illa, teh Endes, Dede, neng Mala, a Ewing, a Mumu dan si kecil Syifa,
terimakasih atas do’a, bantuan serta nasihatnya. Dosen pembimbing skripsi bapak
Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc atas waktu, arahan, kesabaran serta pelajaran
yang sangat banyak pada penulis. PT Armara Mandiri Kreasi Jakarta dan Asia
Pasifik. Biz Link BhD. Malaysia yang telah mendanai penelitian penulis. Bapak
Dr. Ir. Widodo, M.Sc yang telah memberikan bimbingan. Mb Didi, mb Ita, bu Iis
yang telah membantu selama di Laboratorium. Teman-teman serta adik-adik
BIRENA yang selalu memberikan motovasi kepada penulis. Nisa, Tri, Nina, Fuji,
Mb Nia terima kasih atas nasihat-nasihat dan kebersamaannya. Teman-teman di
Wisma Ayu Depan, mb Nur, mb Ririn, dan Eka. Khususnya kepada Riri dan
Fuzy yang telah membantu dan menemani penulis dalam melaksanakan penelitian
ini. Tika yang selalu memberikan semangat, teman-teman Departemen Proteksi
Tanaman ’42, serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Penulis berharap karya ini bermanfaat untuk penulis dan pembaca. Kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan
ini.

Bogor, November 2009

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................... 1
Tujuan ...................................................................................... 2
Manfaat Penelitian ................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Ubi Kayu .................................................................. 3
Budidaya Ubi Kayu .................................................................. 4
Jenis dan varietas ubi kayu di Indonesia ...................... 4
Bibit ubi kayu ............................................................... 5
Jenis dan pengolahan tanah .......................................... 5
Penanaman ................................................................... 6
Pemupukan ................................................................... 7
Pemeliharaan ................................................................ 8
Pemanenan ................................................................... 9
Hama dan Penyakit Ubi Kayu .................................................. 9
Hama ........................................................................................ 9
Tungau merah ............................................................... 9
Kutu putih .................................................................... 10
Kutu kebul .................................................................... 11
Belalang ........................................................................ 15
Ulat kantung ................................................................. 16
Penyakit .................................................................................... 16
Hawar daun bakteri ....................................................... 16
Bercak coklat ................................................................ 17
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 19
Bahan dan Alat ......................................................................... 19
Metode Penelitian ..................................................................... 19
Wawancara petani ........................................................ 19
Pengamatan langsung ................................................... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lahan .......................................................................... 21
Kecamatn Ciemas ......................................................... 21
Kecamatan Dramaga .................................................... 21
Karakteristik Petani Ubi Kayu di Kecamatan Ciemas dan
Dramaga ................................................................................... 21
Budidaya Ubi Kayu di Kecamatan Ciemas dan Dramaga ....... 25
Hama dan Penyakit Ubi Kayu di Kecamatan Ciemas dan
Dramaga serta Pengendalianya ............................................... 26
Hama ........................................................................................ 26
Tungau merah ............................................................... 27
Kutu putih .................................................................... 27
Kutu kebul .................................................................... 28
Hama lainnya ................................................................ 29
Penyakit .................................................................................... 29
Hawar daun bakteri ....................................................... 29
Bercak coklat ................................................................ 30
Pengendalian OPT ........................................................ 31
Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Tindakan
Pengendalian ............................................................................ 33
Analisis Biaya Manfaat ............................................................ 34
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................... 36
Saran ......................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 37
LAMPIRAN ........................................................................................... 40
DAFTAR TABEL

No Halaman

Teks
1. Nilai kalori berbagai tanaman penghasil karbohidrat .................... 4
2. Karakteristik empat varietas unggul ubi kayu untuk bahan
bakar bioetanol .............................................................................. 5
3. Hasil ubi kayu menurut cara tanam dan pengolahan yang
berbeda ........................................................................................ 7
4. Kebutuhan N, P, dan K tanaman ubi kayu dibandingkan dengan
komoditas lain ............................................................................... 8
DAFTAR GAMBAR

No Halaman
Teks
1. Persentase tingkat pendidikan petani ubi kayu (a) Kecamatan
Ciemas, (b) Kecamatan Dramaga ............................................... 22
2. Persentase lama pengalaman berusaha tani ubi kayu
(a) Kecamatan Ciemas, (b) Kecamatan Dramaga Tujuan ........ 23
3. Persentase luas kebun ubi kayu (a) Kecamatan Ciemas,
(b) Kecamatan Dramaga Manfaat Penelitian ........................... 24
4. Persentase kepemilikan lahan ubi kayu (a) Kecamatan Ciemas,
(b) Kecamatan Dramaga ............................................................ 24
5. Persentase pola tanam ubi kayu (a) Kecamatan Ciemas,
(b) Kecamatan Dramaga ............................................................ 25
6. (a) Populasi tungau pada bagian bawah daun, (b) Gejala serangan
tungau ....................................................................................... 27
7. (a) Kutu putih pada batang dan tangkai, (b) Preparat slide kutu
putih ......................................................................................... 28
8. (a) Imago kutukebul, (b) Nimfa kutukebul, (c) Preparat slide
kutukebul ................................................................................. 29
9. (a) Koloni bakteri Xanthomonas sp. (b) Gejala hawar daun bakteri
.................................................................................................. 30
10. (a) Mikroskopik Cercosporium henningsii, (b) Gejala bercak coklat
.................................................................................................... 31
11. Persentase tindakan pengendalian OPT yang dilakukan ............ 32
12. Persentase alasan petani dalam melakukan tindakan
pengendalian OPT ...................................................................... 32
13. Persentase kehilangan hasil akibat OPT ................................. 33
14. Hubungan antara pengalaman berusaha tani dengan tindakan
Pengendalian .............................................................................. 34
15. Nilai B/C dalam berusaha tani di masing-masing Kecamatan ... 35
DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

Teks
1. Daftar kuisioner tentang pengelolaan tanaman, hama dan
penyakit ubi kayu ........................................................................ 41
2. Peta Kecamatan Ciemas dan Dramaga ......................................... 46
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pertambahan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan
kesejahteraan masyarakat berdampak pada semakin meningkatnya kebutuhan
akan sarana transportasi dan aktivitas industri. Hal ini menyebabkan kebutuhan
akan bahan bakar minyak pun meningkat. Menurut data Automotive Diesel Oil,
konsumsi bahan bakar minyak di Indonesia sejak tahun 1995 telah melebihi
produksi dalam negeri. Diperkirakan dalam kurun waktu 10-15 tahun ke depan,
cadangan minyak di Indonesia akan habis (Hambali et al. 2007). Selain itu,
jumlah pasokan dan cadangan minyak bumi juga semakin berkurang. Cadangan
minyak dunia hanya cukup untuk 45 tahun ke depan. Perkiraan ini terbukti dengan
sering terjadinya kelangkaan BBM di beberapa daerah di Indonesia. Untuk itu,
perlu adanya pengembangkan sumber energi alternatif baru.
Bioenergi berupa bioetanol merupakan alternatif untuk menyelesaikan
masalah ketersediaan bahan bakar yang saat ini masih bergantung pada bahan
bakar minyak. Penggunaan bioetanol sebagai sumber energi semakin dituntut
untuk direalisasikan. Hal ini karena bioetanol merupakan salah satu solusi dalam
menghadapi kelangkaan energi fosil pada masa yang akan datang. Bioetanol yang
bersifat ramah lingkungan, dapat diperbaharui (renewable), mampu
mengeleminasi emisi gas buang dan efek rumah kaca, sangat baik untuk
dikembangkan.
Sumber bahan bakar nabati (BBN) yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku bioetanol diantaranya yaitu jagung, aren, nipah, tebu, sagu, sorgum,
dan ubi kayu. Sumber BBN tersebut, terutama tanaman ubi kayu potensial untuk
dikembangkan sebagai bakan baku bioetanol di Indonesia. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu ubi kayu dapat tumbuh di lahan kritis
dengan sedikit kandungan air, memiliki daya tahan yang tinggi terhadap cekaman,
budidaya ubi kayu relatif mudah, dan waktu panen yang dapat diatur (Prihandana
et al. 2007). Ubi kayu juga merupakan bahan yang baik untuk menghasilkan
bioetanol dengan murah, tidak memerlukan banyak tenaga kerja, pencemaran
2

lingkungan yang mudah dikelola, dan dapat diproduksi dalam jumlah yang besar
pada berbagai agroekosistem (Sinar Tani 27 Juni-3 Juli 2007).
Salah satu faktor pembatas dalam budidaya tanaman adalah adanya
organisme pengganggu tanaman. Budidaya ubi kayu dalam skala besar
membutuhkan pengetahuan mengenai pengelolaan tanaman yang baik serta
organisme pengganggu tanaman tersebut. Dengan demikian diperlukan informasi
mengenai sikap dan tindakan petani ubi kayu berkaitan dengan pengelolaan
tanaman dan organisme pengganggu tanaman (OPT) agar pengelolaannya dapat
dilakukan dengan baik.

Tujuan
Penelitian bertujuan untuk mengetahui teknik pengelolaan tanaman serta
informasi organisme pengganggu tanaman (OPT) ubi kayu oleh petani di
Kecamatan Ciemas Sukabumi dan Kecamatan Dramaga Bogor.

Manfaat
Memberikan informasi pengelolaan tanaman dan organisme pengganggu
tanaman ubi kayu yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Ciemas dan
Kecamatan Dramaga sehingga dapat digunakan dasar pertimbangan dalam
mengelola tanaman tersebut.
3

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.)


Klasifikasi tanaman ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) yaitu:
Kelas : Dicotyledoneae
Sub Kelas : Arhichlamydeae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Sub Famili : Manihotae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot esculenta Crantz

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz,) mempunyai nama lain M. utilissima


dan M. alpi. Semua genus Manihot berasal dari Amerika Selatan. Brazil
merupakan pusat asal dan keragaman ubi kayu. Manihot mempunyai 100 spesies
yang telah diklasifikasikan dan mayoritas ditemukan di daerah yang relatif kering.
Ubi kayu merupakan tanaman pangan dan perdagangan (cash crop).
Penggunaan ubi kayu dalam bidang perdagangan menghasilkan starch, gaplek,
tepung ubi kayu, etanol, gula cair, sorbitol, monosodium glutamat, tepung
aromatik, dan pelet. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu urutan
keempat terbesar di dunia setelah Nigeria, Brazil, dan Thailand. Namun, pasar ubi
kayu dunia dikuasai oleh Thailand dan Vietnam. Di Indonesia, tanaman ubi kayu
menempati urutan ketiga setelah padi dan jagung. Ubi kayu dapat menghidupi
berbagai industri hulu dan hilir. Ubi kayu merupakan sumber karbohidrat bagi
sekitar 500 juta jiwa manusia di dunia dan penghasil kalori terbesar dibandingkan
dengan tanaman lain.
4

Tabel 1. Nilai kalori berbagai tanaman penghasil karbohidrat


No Jenis Tanaman Nilai Kalori (Kal/Ha/Hr)
1 Ubi kayu 250 x 103
2 Jagung 200 x 103
3 Beras 176 x 103
4 Sorgum 114 x 103
5 Gandum 110 x 103
Sumber: Prihandana 2007

Budidaya Ubi kayu


Ubi kayu termasuk tanaman tropis, tetapi dapat pula beradaptasi dan
tumbuh dengan baik di daerah sub tropis. Secara umum tanaman ini tidak
menuntut iklim yang spesifik untuk pertumbuhannya (Jones 1969) . Ubi kayu
akan tumbuh dengan baik pada daerah dibawah 1.500 m dpl dengan curah hujan
750-1.000 mm/tahun dan suhu rata-rata 25-28 oC. Tanah yang baik untuk
pertumbuhannya adalah tanah lempung berpasir yang cukup hara dan berstruktur
gembur. Namun, dapat pula tumbuh pada tanah dengan tekstur berpasir hingga
liat.
Menurut Kusumastuti (2007) keasaman tanah (pH) berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman, menentukan mudah tidaknya unsur hara diserap tanaman,
indikator kemungkinan adanya unsur hara beracun bagi tanaman dan
mempengaruhi perkembangan mikroorganisme dalam tanah. Umumnya tanah di
Indonesia ber-pH rendah (asam), yaitu berkisar 4,0 – 5,5. Ubi Ubi kayu dapat
tumbuh pada tanah dengan keasaman 4,5-8 (optimal 5,8). Ubi kayu juga dikenal
sebagai tanaman yang mampu tumbuh pada lahan-lahan marginal, tetapi
produktifitasnya sangat dipengaruhi oleh kesuburan tanah.

Jenis dan Varietas ubi kayu di Indonsia


Ubi kayu dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu sebagai bahan
pangan dan sebagai bahan baku tapioka. Ubi kayu sebagai bahan pangan harus
memenuhi syarat utama yaitu tidak mengandung racun HCN (<50 mg/Kg umbi
basah). Adapun ubi kayu untuk bahan baku industri memiliki kandungan HCN
yang tinggi (>100 mg/Kg umbi basah).
5

Varietas ubi kayu unggul yang biasa ditanam antara lain Adira-1, Adira-4,
Adira-2, Darul Hidayah, Malang-1, Malang-2, Malang-4, Malang-6, UJ-3, UJ-5.
Ubi kayu yang digunakan untuk bahan baku bioetanol adalah ubi kayu yang
memiliki kadar pati dan potensi hasil tinggi; tahan cekaman biotik dan abiotik;
serta umur panen yang fleksibel. Varietas ubi kayu yang disarankan oleh Balai
Besar Teknologi Pati (B2TP) untuk bahan baku bioetanol adalah Adira-4,
Malang-6, UJ-3, dan UJ-5. Hal itu dikarenakan kadar pati empat varietas tersebut
tinggi. Berikut karakteristik keempat verietas tersebut

Tabel 2. Karakteristik empat varietas unggul ubi kayu untuk bahan bakar bioetanol
Varietas Umur (bulan) Hasil (Ton/Ha) Kadar Pati (%)
Adira-4 8 25-40 25-30
Malang-6 9 36,4 25-32
UJ-3 8 30-40 25-30
UJ-5 9-10 25-38 20-30
Sumber: Wargiono dkk 2006 dalam Prihandana 2007

Bibit Ubi Kayu


Ubi kayu ditanam dari setek batang. Satu batang ubi kayu dapat
menghasilkan 10-20 setek (Prihandana et al. 2007). Bibit ubi kayu yang baik
berasal dari tanaman induk yang mempunyai tingkat produksi dan kadar tepung
tinggi, berumur genjah 7 – 9 bulan, memiliki rasa yang enak, serta tahan terhadap
hama dan penyakit. Stek batang ubi kayu yang siap ditanam adalah yang diambil
dari tanaman yang berumur 7-12 bulan, dengan diameter 2,5-3cm, telah berkayu,
lurus dan masih segar serta diambil dari bagian tengah batang (antara 20 cm dari
pangkal batang dan 25 cm dari pucuk). Panjang stek 20 - 25 cm dengan bagian
pangkal diruncingi untuk memudahkan penanaman. Selain itu, kulit stek tidak
boleh terkelupas, terutama pada bakal tunas (Deptan 1989).

Jenis dan Pengolahan Tanah


Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman ubi kayu adalah jenis aluvial,
latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol, dan andosol. Pengolahan
tanah bertujuan antara lain adalah untuk memperbaiki struktur tanah. Tanah yang
6

baik untuk budidaya ubi kayu seharusnya memiliki struktur remah dan gembur,
sejak fase awal pertumbuhan tanaman hingga panen. Hal ini dikarenakan tanah
remah memiliki tata udara yang baik, unsur hara lebih tersedia, dan mudah diolah.
Pengolahan tanah juga bertujuan untuk menekan pertumbuhan gulma serta
menerapkan sistem konservasi tanah untuk memperkecil peluang terjadinya erosi.
Pengolahan tanah sebaiknya dilakukan pada saat tanah tidak dalam keadaan becek
atau berair agar struktur tanah tidak rusak. Dengan demikian pertumbuhan akar
dan umbi berkembang dengan baik.

Penanaman
Waktu tanam yang tepat bagi tanaman ubi kayu, secara umum adalah
musim hujan atau pada saat tanah tidak berair agar struktur tanah tetap terpelihara.
Hal ini disebabkan ubi kayu memerlukan air terutama pada pertumbuhan vegetatif
yaitu umur 4-5 bulan, selanjutnya kebutuhan air relatif lebih sedikit.
Ubi kayu kayu ditanam secara monokultur dengan jarak tanam bervariasi
diantaranya yaitu 100 x 100 m2; 100 x 60 m2; dan 100 x 40 m2. Penanaman secara
monokultur di tanah subur yaitu berjarak 125 x 80 cm2 sedangkan monokultur di
tanah kurang subur dapat ditanam dengan jarak 100 x 66 cm2 atau 125 x 64 cm2.
Jarak tanam ubi kayu model barisan (90 x 74 cm2) menghasilkan produktivitas 7-
12% lebih tinggi dibandingkan dengan jarak tanam segi empat (100 x 100 cm2
dan 100 x 80 cm2). Hal ini disebabkan ruang antar barisan pada model barisan
dapat lebih meningkatkan intersepsi cahaya matahari.
Stek ditanam dalam posisi vertikal atau minimal membentuk sudut 60
derajat agar akar terdistribusi secara merata. Selain itu, pangkal stek terlebih
dahulu harus dipotong secara rata atau runcing. Volume akar ditanah dan
penyebarannya berpengaruh pada jumlah hara yang dapat diserap tanaman,
selanjutnya berdampak pada produksi. Kedalaman tanam 10-15 cm pada kondisi
tanah gembur dan lembab untuk menjaga kesegaran setek.
7

Tabel 3. Hasil ubi kayu menurut cara tanam dan pengolahan yang berbeda
Musim Hujan Musim Kemarau
Cara tanam dan
Daya Tumbuh Hasil Relatif Daya Tumbuh Hasil Relatif
pengolahan tanah
(%) (%) (%) (%)
Posisi setek
Vertikal 100 100 100 100
o 100 96 92 92
Miring (45 )
Horizontal 92 69 71 58

Kedalaman tanah
10 cm 97 87 75 74
15 cm 98 90 98 91
Pengolahan tanah
Guludan (ridge) 98 93 82 83
Tanpa guludan 98 84 93 84
Keterangan: Penanaman pada awal musim hujan
Sumber: Wargiono dkk 2006 dalam Prihandana 2007

Pemupukan
Ubi kayu merupakan tanaman yang tidak rakus unsur hara. Namun, jika
dibudidayakan dalam jumlah besar maka akan menyerap banyak hara dari tanah.
Ubi kayu merupakan tanaman yang memberikan hasil produksi tinggi, akan tetapi
memerlukan unsur hara yang relatif tinggi pula (Wargiono 1979). Jones (1969)
mengemukakan bahwa apabila dihitung berdasarkan jumlah unsur hara per satuan
energi yang dihasilkan, maka tanaman ubi kayu masih lebih efisien dibandingkan
dengan tanaman padi, sorghum, dan pisang. Kemampuan tanaman ubi kayu untuk
menghasilkan hasil tinggi pada tanah yang relatif miskin unsur hara, tidak hanya
disebabkan oleh efisiensi konversi dari unsur hara ke dalam produksi bahan
kering, akan tetapi tanaman tersebut harus juga mempunyai kemampuan tinggi
untuk mengekstrak unsur hara dari dalam tanah.
8

Table 4. Kebutuhan N, P, dan K tanaman ubi kayu dibandingkan dengan komoditas lain

Purata Hasil Nasional tahun 2005 Kebutuhan Hara (Kg/Ha)


Jenis Tanaman
(Ton/Ha) N P K
Ubi kayu 15,5 62,0 20,7 96,1
Padi sawah 4,7 104,6 14,9 123,7
Jagung 3,3 90,3 16,0 60,8
Kedelai 1,3 63,7 9,1 27,3
Sumber: Subandi dkk 2006 dalam Prihandana 2007
Untuk mencapai hasil yang tinggi perlu diberikan pupuk organik (pupuk
kandang, kompos dan pupuk hijau) dan pupuk an-organik (Urea, TSP, KCl).
Pupuk organik sebaiknya diberikan bersamaan dengan pengolahan tanah. Tujuan
utama pemberian pupuk ini adalah untuk memperbaiki struktur tanah. Pupuk an-
organik diberikan bergantung pada tingkat kesuburan tanah. Pupuk harus
dibenamkan ke dalam tanah. Dosis pupuk sangat bergantung pada jenis tanah,
khususnya kesuburan tanah. Pemberian pupuk yang dianjurkan adalah urea 1/3,
dan Kcl 1/3 sebagai pupuk dasar pada saat pembuatan guludan serta 2/3 dosis
diberikan pada bulan ketiga atau keempat setelah penanaman.

Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman perlu dilakukan untuk mendapatkan tanaman yang
sehat, baik, seragam dan memperoleh hasil yang tinggi. Pemeliharaan ubi kayu
meliputi penyulaman, penyiangan dan pembuangan tunas. Penyulaman dilakukan
untuk mengganti tanaman ubi kayu yang tidak tumbuh yaitu pada umur 1-3
minggu. Penyiangan dilakukan untuk menghindari kompetisi dengan gulma
karena menurut penelitian kompetisi tanaman dengan gulma dapat menurunkan
produktivitas ubi kayu hingga 7,5%.
Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 3 bulan dan saat panen
(menjelang panen). Hal tersebut dilakukan agar dapat menurunkan kesulitan
panen, sehingga kehilangan hasil dapat dicegah. Disamping itu dapat
mempermudah pengolahan tanah dan mengurangi populasi gulma pada musim
tanam berikutnya. Pembuangan tunas dilakukan apabila pada satu tanaman,
9

tumbuh lebih dari dua tunas. Pembuangan tunas tersebut dilakukan pada saat
tanaman ubi kayu berumur 1-1,5 bulan,

Pemanenan
Kriteria utama umur panen ubi kayu adalah kadar pati optimal, yaitu pada
saat tanaman berumur 7-9 bulan. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan daun mulai
berkurang, warna daun mulai agak menguning, dan banyak daun yang rontok.
Umur panen ubi kayu fleksibel, mulai dari 7-12 bulan. Penundaan umur panen
dapat dilakukan namun hanya pada daerah yang beriklim basah akan tetapi tidak
sesuai di daerah beriklim kering. Panen dilakukan dengan menggali tanah
disekitar ubi dan membuang batang-batang ubi kayu terlebih dahulu. Pangkal
batang disisakan + 10 cm untuk memudahkan pencabutan. Pencabutan dapat
dilakukan dengan tangan untuk tanah ringan dan menggunakan alat pengungkit
berupa sepotong bambu atau kayu untuk tanah berat. Pencabutan tanamna ubi
kayu dengan alat pengungkit dilakukan dengan cara mengikat pangkal batang
dengan kayu, ujung pengungkit diletakkan diatas bahu kemudian diangkat
perlahan-lahan ke atas (Prihandana et al. 2007).

Hama dan Penyakit Tanaman Ubi Kayu


Beberapa hama dan penyakit ubi kayu yang banyak menyerang adalah
tungau merah, belalang, uret (Xylothropus spp), babi hutan, cendawan dan bakteri
seperti Xanthomonas campestris pv. Manihotis. (Pinus lingga 1989)

Hama
Tungau Merah
Hama utama ubi kayu adalah tungau merah (Tetranychus urticae). Hama
ini hanya menyerang pada musim kemarau dan menyebabkan rontoknya daun.
Petani hanya menganggap keadaan tersebut sebagai akibat kekeringan. Penelitian
menunjukkan penurunan hasil akibat serangan hama ini dapat mencapai 20 –
53%, bergantung pada umur tanaman dan lama serangan. Menurut Prihandana
(2007) hama ini dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai dengan 95% di
rumah kaca. Tungau dapat menyebabkan kerusakan tanaman ubi kayu dengan
10

cara mengurangi luas areal fotosintesis dan akhirnya mengakibatkan penurunan


hasil panen ubi kayu. Kerusakan tanaman dapat diperparah oleh kondisi musim
kering, kondisi tanaman stress air, dan kesuburan tanah yang rendah.

Untuk pengendalian tungau merah sebaiknya ubi kayu ditanam di lahan


pada awal musim hujan untuk mencegah terjadinya serangan tungau, dengan
tenggang waktu 2 bulan. Namun, cara yang paling praktis, stabil dan ekonomis
adalah dengan menanam varietas tahan tungau. Varietas Adira-4 dan Malang-6
yang cukup tahan tungau sedangkan UJ-3 dan UJ-5 peka tungau. Oleh karena itu,
disarankan UJ-3 dan UJ-5 sebaiknya ditanam di daerah-daerah yang mempunyai
bulan basah cukup panjang. Varietas UJ-3 dan UJ-5 kurang bagus ditanam di
daerah yang mempunyai musim kering relatif panjang.

Kutu putih (Paracoccus marginatus)


Kutu yang diketahui pertama kali menyebar ke luar negeri pada 1998 di
Florida, Amerika Serikat, merupakan jenis baru di Indonesia. Hama kutu putih
(Paracoccus marginatus) biasanya bergerombol sampai puluhan ribu ekor. Kutu
putih merusak dengan cara mengisap cairan dan menyerang semua bagian
tanaman, dari buah sampai pucuk. Serangan pada pucuk menyebabkan daun kerdil
dan keriput seperti terbakar. Hama ini juga menghasilkan embun madu yang
kemudian ditumbuhi cendawan jelaga, sehingga permukaan tanaman yang
diserang akan berwarna hitam (Koran Tempo, 15 Agustus 2008).
Kutu putih memiliki beberapa spesies yang menyerang tanaman tropis dan
tanaman di rumah kaca. Nimfa berjalan perlahan diatas tanaman setelah menetas.
Bentuknya oval, kuning terang dengan jumlah tungkai 6. Hama ini bertubuh halus
(licin), akan tetapi setelah makan maka kutu putih akan menyembunyikan bagian
lilin putih dari sisi tubuhnya. Kutu putih dapat bergerak lembam diatas tanaman.
Jika tumbuh dengan baik, panjang betina dapat mencapai 7 mm (Jones dan Jones
1984).
Kutu putih dewasa jantan dapat berukuran hungga 3 milimeter dan
bersayap. Induk betinanya mampu bertelur hingga 500 butir yang diletakkan
dalam satu kantung telur terbuat dari lilin. Siklus hidup kutu putih sepanjang satu
bulan. Paracoccus marginatus bisa berkembanbiak 11-12 generasi dalam setahun.
11

Secara umum hama ini tidak banyak bergerak, kecuali larva instar 1 yang baru
menetas dari telur dan tidak ditutupi lilin. Larva instar 1 dengan mudah melayang
terbawa angin atau menempel pada burung. Hal seperti ini membantu penyebaran
kutu dari satu kebun ke kebun lain. Kutu putih juga dapat terbawa pakaian saat
seseorang masuk ke kebun yang terserang hama ini (Koran Tempo, 15 Agustus
2008).
Kutu putih ini memiliki banyak inang baik tanaman hortikultura maupun
tanaman yang bukan hortikultura. Tanaman inang yang termasuk ke dalam
tanaman hortikultura diantarnya pepaya, alpukat, terong, tomat, kamboja,
aglaonema, palm putri, kembang sepatu, puring, zodia, serta tanaman bukan
komoditas hortikultura seperti singkong dan jarak. Penyebaran kutu putih dapat
disebabkan oleh angin, terbawa bibit, terbawa orang, terbawa serangga lain dan
terbawa burung. Keberadaan kutu putih yang cukup tinggi dan bersifat polifag
mempunyai potensi menyebar yang sangat cepat.
Kutu putih ini merusak tanaman dengan cara menghisap cairan tanaman;
mengeluarkan racun sehingga mengakibatkan terjadinya khlorosis, kerdil,
malformasi daun, daun muda dan buah rontok; banyak menghasilkan eksudat
berupa embun madu; dan dapat menimbulkan kematian tanaman. Dengan
demikian, kutu putih ini memiliki potensi dapat merugikan ekonomis yang cukup
tinggi (Deptan 2008). Hama ini dapat dikendalikan dengan menggunakan air
sabun atau alkohol 70%. Apabila serangan hama sudah parah, maka dapat
dikendalikan dengan insektisida (akothion) (Koran Tempo, 15 Agustus 2008).

Kutukebul (Aleurodicus dispersus Rusell)


Kutukebul (Hemiptera:Aleyrodidae) merupakan kelompok serangga yang
berukuran kecil berwarna putih dan bertubuh lunak. Serangga ini dinamakan
kutukebul karena kelompok serangga ini apabila berterbangan seperti ”kebul”
(”kebul” dalam bahasa Jawa berarti asap). Kutu kebul mampu mengeluarkan
lapisan lilin berwarna putih dari kelenjar khusus yang ada pada bagian abdomen.
Nimfa maupun imago kutukebul biasanya memiliki lapisan lilin dengan berbagai
bentuk. Lapisan lilin ini dapat digunakan untuk identifikasi karena penampilan
12

dan pola dari lapisan lilin dapat berbeda antara satu spesies dengan spesies yang
lain (Botha et al., 2000).
Kutukebul berukuran kecil seperti serangga ngengat yang ditutupi dengan
bedak. Sayapnya sekitar 3 mm, searah dan venasinya banyak yang tereduksi.
Kutukebul makan dibawah permukaan daun dari tanaman inang dan terbang
seperti awan ketika diganggu. Di daerah tropis dan subtropis, kutukebul
memelihara/mempertahankan diri dengan berganti fungsi menjadi vektor virus
pada lahan pertanian (Jones dan Jones 1984).
Para ahli entomologi dan ahli penyakit tanaman mendeskripsikan
kutukebul sebagai kelompok hama yang penting bagi tanaman pertanian. Hal ini
karena kutukebul tidak hanya menyebabkan kerusakan langsung, tetapi juga
kerusakan tidak langsung. Kerusakan langsung yang dimaksud adalah menghisap
bahan makanan dan menginjeksikan racun kedalam jaringan tanaman (Watson
2007) yang dapat menyebabkan tanaman inang tampak layu, kerdil dan bahkan
mati (Botha et al., 2000). Kerusakan tidak langsung adalah adanya beberapa
spesies yang dapat berperan sebagai vektor penyakit yang dapat menyebabkan
tanaman inang menguning dan daun mengeriting. Penghisapan cairan tanaman
yang dilakukan oleh nimfa juga dapat menginduksi ketidakteraturan proses
fisiologis tanaman (physiological disorder). Hal tersebut dapat dilihat pada
ketidak teraturan waktu matang tanaman tomat dan daun yang keperakan
(silverleaf) pada tanaman famili Cucurbitaceae.
Keberadaan kutukebul dapat mengundang patogen lain seperti embun
jelaga (contohnya:Capnodium sp.) untuk hidup dan berkembangbiak pada
tanaman inang tersebut. Embun madu menyediakan substrat yang ideal bagi
perkembangan embun jelaga (Hoddle 2004). Embun madu dapat menutupi daun
dan buah tanaman inang sehingga dapat membuat buah menjadi cacat serta dapat
menghalangi cahaya matahari yang diperlukan tanaman untuk melakukan
fotosintesis (Watson 2007).
Famili Aleyrodidae yang juga disebut kutukebul (whitefly) hingga saat ini
berjumlah 1200 spesies. Stadia imago dan stadia nimfa sama-sama mempunyai
struktur yang sangat khusus disekitar anus (vasiform orifice,operculum dan
lingula) yang berperan dalam eksresi embun madu. Hal tersebut dilakukan agar
13

embun madu yang dikeluarkan tidak membasahi tubuh. Struktur ini tidak dimiliki
oleh kelompok serangga lain. Semua stadia kutukebul hidup dan makan dibagian
bawah permukaan daun sehingga embun madu yang dikeluarkan serangga ini
langsung menetes ke bawah.
Kutukebul dikelompokkan kedalam tiga subfamili:
Aleurodicinae – terdiri atas 18 genera dan 120 spesies terutama
terdapat di daerah Neotropical.
Aleyrodinae – terdiri atas 112 genera dan 1080 spesies dan
merupakan subfamili terbesar dan terdistribusi luas di seluruh dunia.
Udamoselinae – terdiri atas satu genus, satu spesies tidak tergolong
ke dalam hama.
Kutukebul ini termasuk ke dalam subfamili Aleurodicinae yang
merupakan salah satu dari tiga subfamili kutukebul yang dikenal selama ini. ciri
khas dari famili ini adalah adanya empat pasang pori kompon (compound pore)
yang merupakan struktur khusus pada kutukebul yang dapat mengeluarkan lilin.
Watson (2007) mendeskripsikan kutukebul yang tergolong dalam subfamili
Aleurodicinae sebagai berikut: pada bagian subdorsum terdapat pori penghasil
lilin, satu pasang dibagian kepala (cephalic) dan empat atau enam pasang pada
bagian abdomen, lingula berukuran besar, berbentuk seperti lidah, memanjang ke
arah bawah, berdekatan dengan vasiform orifice. Pada bagian lingula terdapat
enam rambut yang terlihat jelas, terkadang dengan dua pasang rambut tereduksi.
di alam, seringkali pupa ditutupi oleh benang-benang lilin.
Puparia berwarna transparan dan tubuh pupa dikelilingi oleh lilin. Nimfa
dan imago dapat ditemukan dibawah permukaan daun dan dalam kelompok.
Abdomen dengan 4 pori dan Vasiform orifice berbentuk subcordate. Penampakan
luar agak lonjong, pori berukuran sama, berdiameter lebih dari 28 m, pori
abdominal terdapat pada segmen III dan IV, lingkaran dorsal dengan lingkaran
pori berseptat pada wilayah submedian dan kebanyakan dari pori tersebut
berukuran tebal dan agak besar. Hidup pada berbagai jenis tanaman dan terdapat
di daerah Indonesia, Amerika Utara dan Selatan, Kepulauan Karibia, Florida,
Guam, Fiji, Pulau Cook, Philipina, dan Serawak (Watson 2007).
14

Di negara tropis, kutukebul ini menimbulkan masalah serius pada banyak


tanaman. Dalam 30 tahun terakhir, tingkat kerusakan yang disebabkan oleh
kelompok kutukebul meningkat secara drastis. Strain baru yang tahan terhadap
pestisida komersial sering bermunculan dan sulit untuk dikendalikan. Strain ini
telah menyebar ke seluruh dunia. banyak kasus diantaranya terbawa dalam
tanaman hidup yang diekspor ke luar negeri dari negeri asalnya.
Kutukebul bereproduksi secara seksual (hanya sesekali saja
parthenogenesis). Serangga betina yang sudah dibuahi oleh serangga jantan
menempelkan telurnya di permukaan daun dengan suatu pengait yang disebut
pedisel (pedicel). Beberapa spesies kutukebul menempatkan telur berpediselnya
kedalam stomata daun. Selama fase telur, calon nimfa kutukebul mendapatkan
makanan dengan cara mengambil cairan dari tanaman inang. Ketika telur menetas,
nimfa instar pertama kutukebul akan bergerak untuk mencari tempat penyerapan
makanan (feeding site) yang sesuai dan menetap disana. Dalam siklus hidup
serangga ini, hanya instar pertama yang memiliki tungkai untuk bergerak mencari
tempat yang sesuai. Nimfa selanjutnya tidak memiliki tungkai sehingga tidak
dapat bergerak walaupun kondisi lingkungan di sekitar daerah penyerapan
makanan memburuk. Sampai pada tahap ini, nampak siklus hidup kutukebul mirip
dengan siklus hidup serangga Famili Coccoidea lainnya. Namun pada stadia
terakhir, kutukebul menghentikan makannya dan membentuk semacam kubah
sebagai tempat perlindungan proses menuju imago. Stadia ini biasa disebut oleh
sebagian orang ”puparium”, walaupun secara teknis sebutan puparium tidak tepat
(Watson 2007). Setelah melewati fase pupa, kutukebul menjadi imago. Kulit pupa
tetap tinggal pada permukaan daun untuk jangka waktu lama. Walaupun
kutukebul memproduksi banyak embun madu, mereka jarang didatangi oleh
semut. Terdapat kemungkinan bahwa hal ini disebabkan oleh duri dari lapisan
lilin yang mereka miliki. Identifikasi dari kutukebul dapat dilakukan dengan
pengamatan struktur dari kantung pupa (Kalshoven 1981).
Menurut Byrne dan Bellows (1991), lietratur terdahulu mengenai
persebaran kutukebul menyimpulkan bahwa kutukebul adalah penerbang jarak
pendek. Fakta ini berkebalikan dengan Hemiptera lain yang umumnya adalah
15

penerbang jarak jauh. Jika kesimpulan ini berkebalikan dengan kenyataan di


lapangan, maka kemungkinannya sangat kecil.
Byrne et al. (1988) menemukan bahwa kutukebul memiliki nilai angkut
sayap yang rendah (0,00174-0,005329 g/cm2) dan frekuensi kepakan sayap yang
tinggi (165,6-224,2 Hz). Kedua fakta ini yang menyebabkan kutukebul memiliki
kemampuan terbang yang rendah karena umumnya pada serangga besar terdapat
korelasi yang positif antara nilai angkut sayap dengan frekuensi kepakan sayap.
Jika nilai angkut sayap tinggi maka frekuensi kepakan sayap tinggi. Namun hal ini
tidak berlaku bagi serangga kecil yang beratnya kurang dari 0,03 g termasuk
kutukebul. Strategi terbang pada serangga-serangga kecil berbeda. Kutukebul
menggunakan strategi ”Clap and fling”. Strategi seperti ini membuat kutukebul
masuk ke dalam golongan penerbang yang buruk.

Belalang (Valanga sp, Orthoptera:Acrididae)


Belalang tergolong kedalam ordo Orthoptera dan famili Acrididae. Imago
betina memiliki panjang tubuh 58-71 mm dan imago jantan 49-63 mm. Imago
meletakkan telurnya pada kedalaman 5-8 cm dan dibungkus material seperti busa.
Serangga ini umumnya bertelur pada awal musim hujan dan menetas pada awal
musim kemarau (Dadang et al. 2007).
Anggota dari ordo ini umumnya memiliki sayap dua pasang. Sayap depan
lebih sempit daripada sayap belakang dengan vena-vena menebal/mengeras yang
disebut tegmina. Sayap belakang membranus dan melebar dengan vena-vena yang
teratur. Pada waktu istirahat, sayap belakang melipat dibawah sayap depan.
Serangga ini memiliki dua buah (sepasang) mata majemuk (facet), sepasang
antena, serta tiga buah mata sederhana (oceli). Dua pasang sayap serta tiga pasang
tungkai terdapat pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama abdomen terdapat suatu
membran alat pendengar yang disebut tympanum. Spirakel yang merupakan alat
pernapasan luar terdapat pada tiap-tiap segmen abdomen maupun thorax. Anus
dan alat genetalia luar dijumpai pada bagian ujung abdomen (segmen terakhir
abdomen). Tipe alat mulut serangga ini menggigit mengunyah. Metamorfose
sederhana (paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga stadia telur-nimfa-
imago (Indartono dalam Chandra 2008). Belalang daun dapat menyerang
16

pertanaman stiap saat dan memiliki inang yang banyak/polifag. Serangan berat
umumnya terjadi pada tanaman muda.

Ulat kantung (Cryptothelea virgata)


Ulat kantung terdapat di seluruh Indonesia dan Asia, mulai dari pantai
sampai ketinggian 1500 m dpl dan bersifat polifag. Tanaman inang hama ini
diantaranya asparagus, gambir, pinus, cemara, jarak, singkong, kakao, kopi,
randu, pala, lada, dan tanaman yang termasuk Coniferospermae. Larva yang baru
saja menetas memiliki ukuran panjang kurang dari 1 mm. Larva tersebut
menggantung dengan tali sutranya kemudian membuat kantung kecil berwarna
kelabu sampai coklat dengan tenunan tali sutera yang mengilap. Hal tersebut
dilakukan hanya dalam waktu 24 jam. Sesudah 2 bulan, kantung disesuaikan
dengan ukuran ulat yaitu sekitar 4 cm. Pada tanaman Asparagus, kantung ulat ini
dibuat dari daun yang berbentuk jarum. Hama ini bertelur sampai 450 butir. Ulat
kantung ini tidak memakan daun akan tetpai sangat merusak karena daun
digunakan untuk rumahnya (Pracaya 2007).

Penyakit
Hawar Bakteri
Bakteri yang banyak menyerang ubi kayu yaitu Xanthomonas campestris
pv. Manihotis dan hawar daun (Cassava Bacterial Blight/CBB). Patogen ini
menginfeksi batang untuk penyebaran yang lebih cepat ke bagian tanaman yang
lain. Xanthomonas campestris pv. Manihotis merupakan penyebab penyakit hawar
daun yang menyebar merata di dunia. Penyakit ini pertaman kali dilaporkan di
Amerika Selatan kemudian setelah itu di Afrika dan Asia. Pada Penyakit ini
menjadi target karantina phitosanitari internasional. Penyakit ini memiliki
sprektrum gejala yang luas termasuk bercak daun bersudut, hawar, layu, nekrosis
vaskular pada batang, mati ujung, produksi eksudat, daun rontok hingga kematian
tanaman. Kehilangan hasil yang telah dilaporkan mulai dari 12-100%. Penyakit
ini juga berpengaruh terhadap penurunkan hasil panen dan bibit.
Perkembangbiakan
17

Xanthomonas campestris pv. Manihotis merupakan patogen yang menular


melalui bibit dan semua yang ada di lapisan bibit atau dalam embrio. Bakteri ini
bertahan dapat bertahan baik di dalm maupun diluar bibit. Patogen ini
berpengaruh terhadap pertumbuhan/perkecambahan dari bibit yang terinfeksi.
Penyakit ini dapat dikontrol dengan melakukan kultur teknis, diantaranya yaitu
penggunaan bagian tanaman yang tidak terinfeksi dan kultivar yang tahan.
Penyortiran bibit dapat menurunkan kejadian penyakit, aka tetapi siftanya
terbatas karena Xanthomonas campestris pv. Manihotis dapat bertahan dalam
jaringan tanpa menyebabkan gejala (Verdier et al. 1998).
Bakteri mengadakan penetrasi melalui mulut kulit atau melalui luka pada
jaringan epidermis. Alat-alat pertanian yang terkontaminasi, manusia, ternak,
serangga, dan percikan air hujan, terutama dari getah yang keluar dari batang dan
daun sakit dapat menyebarkan bakteri. Bakteri dapat menginfeksi apabila
kelembaban udara jenuh selama 12 jam. Pada musim hujan, jumlah bercak pada
daun dapat meningkat (Lozano dan Sequeira 1974b dalam Semangun 2004). Suhu
optimum untuk perkembangan penyakit ini adalah sekitar 30oC (Maraite dan
Weyns 1979 dalam Semangun 2004).

Bercak Coklat (Cercosporium henningsii)


Bercak coklat disebabkan oleh cendawan. Gejala dari penyakit ini adalah
adanya bercak yang tampak jelas pada kedua sisi daun. Pada sisi atas bercak
tampak coklat merata. Pada sisi bawah daun bercak kurang jelas dan ditengah
bercak coklat terdapat warna keabu-abuan karena adanya konidiofor dan
konidium jamur. Bercak berbentuk bulat dengan garis tengah 3-12 mm. Patogen
yang terus berkembang dapat membentuk bercak yang kurang terarur atau agak
bersudut-sudut karena dibatasi oleh tepi daun atau tulang-tulang daun. Terkadang
terdapat halo yang kurang jelas pada bagian tepian bercak. Daun yang sakit akan
menguning dan mengering seiring dengan perkembangan penyakit (Semangun
2004).
Menurut Rismunandar (1981) gejala penyakit ini dimulai dengan bintik-
bintik kecil pada permukaan daun yang dengan cepat membesar dan berwarna
hijau tua. Bintik-bintik dilingkari oleh warna coklat kemudian secara perlahan
18

menjadi lingkaran-lingkaran yang konsentris dan berwarna coklat. Daun yang


diserang patogen ini proses similasinya akan terhambat. Hasil asimilasi yang
berupa zat karbohidrat pun akan menurun.
Cendawan ini memiliki banyak nama akan tetapi hingga saat ini lebih
dikenal dengan nama Cercosporium henningsii dan stadium sempurnanya disebut
Mycospharella manihotis. Hifa cendawan berkembang dalam ruang sela-sela sel,
membentuk stroma dengan dengan garis tengah 20-45 m. Angin atau hujan dapat
membawa spora dari bercak tua atau daun tua yang sudah rontok ke permukaan
daun sehat. Pada udara yang cukup lembab, konidium berkecambah, membentuk
pembuluh kecambah yang bercabang-cabang, dan membentuk anastomosis.
Penetrasi terjadi melalui mulut kulit dan cendawan meluas dalam jaringan lewat
ruang sela-sela sel. Cuaca yang panas dan lembab, infeksi memerlukan waktu 12
jam. Pada umumnya daun tua lebih rentan daripada daun muda karena letaknya
lebih tinggi (Semangun 2004).
19

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian


Survei dilakukan di pertanaman ubi kayu yang berlokasi di Kecamatan
Ciemas, Kabupaten Sukabumi Selatan dan Kecamatan Dramaga, Kabupaten
Bogor. Identifikasi OPT dilakukan di Klinik Tanaman, Laboratorium
Biosistematika Serangga, serta Laboratorium Bakteri Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian
dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2009.

Bahan dan Alat


Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner,
kantong plastik, mikroskop, botol kecil, cawan petri, preparat, erlenmeyer, tabung
reaksi, laminar airflow, alkohol, media YDCA, air steril, KOH 10%, minyak
cengkeh, balsem Canada, carbol xylene, acid fuchsin, dan glacial acetic acid.

Metode Penelitian
Informasi tentang pengelolaan tanaman dan organisme pengganggu
tanaman ubi kayu diperoleh melalui wawancara dengan petani dan pengamatan
langsung pada petak pertanaman.

Wawancara Petani
Wawancara dilakukan secara perorangan dengan mengajukan beberapa
pertanyaan yang tersusun dalam satu paket kuisioner. Petani yang diwawancarai
dipilih dari yang paling mudah diakses atau dijumpai (convenience sampling).
Petani responden terdiri atas 20 petani pada masing-masing Kecamatan. Data
yang diperoleh dari hasil wawancara tersebut dianalisis dengan menghitung
persentase dan rataannya, kemudian disajikan dalam bentuk diagram pie dan
batang dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007. Berdasarkan
kedua jenis diagram tersebut, dijelaskan beberapa kriteria yang meliputi: (1)
karakteristik petani ubi kayu; (2) budidaya ubi kayu; (3) masalah OPT dan
20

pengendalian; (4) hubungan antara karakteristik petani dengan tindakan


pengendalian; (5) analisis biaya manfaat.

Pengamatan Langsung
Pengamatan di lapangan dilakukan dengan memilih secara acak 10 kebun
contoh di masing-masing Kecamatan. Pada setiap kebun contoh dipilih 10
tanaman contoh yang ditentukan secara sistematik sepanjang garis diagonal
kebun. Pada setiap tanaman contoh diamati dan dicatat hama dan penyakitnya.

Hama yang ditemukan kemudian diidentifikasi. Hama yang tidak dapat


diidentifikasi di tempat, dikoleksi dalam botol yang berisi alkohol 70% atau
kantung plastik. Selanjutnya diidentifikasi di Laboratotium Biosistematika
Serangga Departeman Proteksi Tanaman IPB. Contoh tanaman sakit yang
bergejala dibawa ke Klinik Tanaman dan Laboratorium Bakteri Departemen
Proteksi Tanaman IPB untuk diidentifikasi jenis patogennya. Data hasil
pengamatan tersebut diolah dengan menghitung persentase tanaman yang diserang
oleh setiap hama dan penyebab penyakit.
Persentase tanaman yang diserang oleh hama dan penyebab penyakit
dihitung dengan menggunakan rumus:
PTS= n/N x 100%
PTS = Persen tanaman terserang hama atau penyakit
n = Jumlah tanaman yang terserang
N = Jumlah seluruh tanaman contoh yang diamati
21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Lahan
Kecamatan Ciemas
Kecamatan Ciemas berada di Kabupaten Sukabumi, berbatasan dengan
Kecamatan Simpenan di sebelah utara, Samudera Indonesia di sebelah selatan,
Kecamatan Ciracap di sebelah barat, dan Kecamatan Waluran di sebelah timur.
Luas Kecamatan Ciemas adalah 27.585 Ha yang terdiri atas sawah seluas 4.471
Ha dan darat seluas 23.114 Ha.
Kecamatan ini terbagi menjadi 8 desa dengan keadaan topografi berbukit
sampai bergunung. Kecamatan Ciemas memiliki kemiringan 70% dengan
ketinggian 400-500 m dpl. Suhu udara berkisar antara 27-32 oC dengan rata-rata
30 oC. Jenis tanah di daerah ini yaitu fodsolik merah kekuning-kuningan, aluvial
hidromof dan grumosol. Curah hujan rata-rata 4.079 mm/tahun dan pH berkisar
antara 4,2-7,5.

Kecamatan Dramaga
Kecamatan Dramaga berada di Kabupaten Bogor, berbatasan dengan
Kecamatan Rancabungur di sebelah utara, Kecamatan Tamansari/Ciomas di sebelah
selatan, Kecamatan Ciampea di sebelah barat, dan Kecamatan Bogor Barat di
sebelah timur. Luas Kecamatan Dramaga adalah 2.187,09 Ha yang terdiri atas
sawah seluas 972 Ha dan darat seluas 1.215,09 Ha.
Kecamatan ini terbagi menjadi 10 desa dengan keadaan topografi datar
sampai bergelombang ringan. Kecamatan Dramaga memiliki kemiringan lahan 5-
20% dengan ketinggian 500 m dpl. Suhu udara berkisar antara 22,8-32 oC. Jenis
tanah di daerah ini yaitu latosol kemerah-merahan. Curah hujan di Kecamatan
Dramaga 1000 – 1500 mm/tahun dan pH berkisar antara 5,5-6,5.

Karakteristik Petani Ubi Kayu di Kecamatan Ciemas dan Dramaga

Berdasarkan hasil wawancara dengan 20 petani ubi kayu di masing-masing


Kecamatan, tingkat pendidikan petani umumnya adalah lulusan SD (Gambar 1).
22

Di Kecamatan Ciemas, petani lulusan SD mencapai 60%, lulusan SMP 30%, serta
sebagian kecil (masing-masing 5%) tidak tamat SD dan lulusan SMU. Di
Kecamatan Dramaga, 50% petani adalah lulusan SD dan separuh lainnya terbagi
secara merata. Namun, petani yang tidak bersekolah persentasenya cukup banyak
yaitu mencapai 20%.

tidak SMU tidak


SMU
tamat SMP 10% sekolah
5%
SD 5% 20%
5%

SMP
30%

SD
60% tidak
SD tamat
50% SD
15%

a b
Gambar 1 Persentase tingkat pendidikan petani ubi kayu (a) Kecamatan Ciemas,
(b) Kecamatan Dramaga

Pengalaman petani dalam berusaha tani ubi kayu di masing-masing


Kecamatan sebagian besar lebih dari 10 tahun. Di Kecamatan Ciemas, petani yang
berusaha tani lebih dari 10 tahun melebihi setengahnya yaitu sebesar 55%.
Selebihnya (masing-maisng 20%) adalah petani yang berusaha tani kurang dari
satu tahun dan antara satu sampai tiga tahun. Sedangkan petani yang memiliki
pengalaman berusaha tani antara 5 – 10 tahun hanya 5%.
Di Kecamatan Dramaga, sebesar 90% petani memiliki pengalaman
berusaha tani lebih dari 10 tahun dan 10% lainnya adalah petani yang bertanam
ubi kayu antara 5-10 tahun (Gambar 2).
23

<1 5-10
tahun tahun
20% 10%

>10
tahun 1-3
55% tahun >10
20% tahun
5-10 90%
tahun
5%

a b
Gambar 2 Persentase lama pengalaman berusaha tani ubi kayu (a) Kecamatan
Ciemas, (b) Kecamatan Dramaga

Luas kebun ubi kayu yang dimiliki petani di Kecamatan Ciemas sebagian
besar berkisar 1-5 ha (40%) dan 0,5–1 ha (35%) (Gambar 3a). Disamping itu,
terdapat pula budidaya ubi kayu hingga 75 ha seperti yang dilakukan oleh PTPN
VIII. Banyaknya petani yang mengusahakan ubi kayu di Kecamatan Ciemas ini
dikarenakan pada akhir tahun 2007, Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jawa
Barat mengadakan Program Pendanaan Kompetisi Indeks Pembangunan Manusia
(PPK-IPM). Salah satu program PPK-IPM tersebut adalah menanam ubi kayu
secara besar-besaran. Hal tersebut dilakukan dalam rangka penyediaan bioetanol
dari tanaman atau bahan bakar non fosil untuk mensubstitusi BBM menjadi BBN.
Di Kecamatan Dramaga, luas kebun ubi kayu yang diusahakan seluruhnya
kurang dari 0,5 ha (Gambar 3b). Hal ini dikarenakan ubi kayu bukan merupakan
komoditas utama yang ditanam di daerah tersebut. Luas lahan pertanian di daerah
Dramaga lebih banyak digunakan untuk menanam padi, jagung, ubi jalar, dan
kacang tanah. Bahkan ada yang menjadikan ubi kayu hanya sebagai tanaman
pinggir.
24

>5 ha
5%

<0,5 ha
20%

1-5 ha <0,5 ha
40% 100%
0,5-1
ha
35%

a b
Gambar 3 Persentase luas kebun ubi kayu (a) Kecamatan Ciemas, (b) Kecamatan
Dramaga

Status kepemilikan lahan di Kecamatan Ciemas lebih banyak yang


menjadi penggarap (50%) dibandingkan pemilik (35%). Hal ini karena adanya
program PPK-IPM. Pemerintah menyediakan lahan seluas 50 ha untuk digarap
oleh petani dalam menunjang program tersebut. Di Kecamatan Dramaga, sebagian
besar petani merupakan pemilik dan penggarap (85%) sedangkan sisanya yaitu
15% petani hanya sebagai penggarap (Gambar 4).

PTPN
5% pemilik pengga
dan rap
pengga 15%
rap
35%
pengga
rap pemilik
50% dan
pengga
penye rap
wa 85%
10%

a b
Gambar 4 Persentase kepemilikan lahan ubi kayu (a) Kecamatan Ciemas,
(b) Kecamatan Dramaga
25

Budidaya Ubi Kayu di Kecamatan Ciemas dan Dramaga

Di Kecamatan Ciemas, petani yang menanam ubi kayu lebih banyak


melakukan pola tanam dengan cara tumpangsari (55%), sedangkan di Kecamatan
Dramaga lebih banyak melakukan pola tanam monokultur (70%). Berdasarkan
pengamatan langsung di lapang, pola tanam dengan cara tumpangsari memiliki
jarak tanam lebih lebar dibandingkan dengan jarak tanam pada pola monokultur.
Jarak tanam ubi kayu pada pola tanam tumpangsari pada umumnya adalah 1 m x
1,5 m dan 2 m x1,5 m2. Pada pola tanam monokultur jarak tanam ubi kayu pada
umumnya 1 m x 0,9 m. Menurut Lingga (1989), ubi kayu yang ditanam dengan
pola tanam tumpangsari memiliki jarak tanam yang lebih lebar. Ubi kayu ditanam
bersamaan dengan jagung dan kacang-kacangan (seperti kacang tanah) pada pola
tanam tumpangsari di awal penanaman.

pinggi
ran
5%
tumpa
ngsari
monokul 25%
tumpang
sari tur
55% 45% mono
kultur
70%

a b
Gambar 5 Persentase pola tanam ubi kayu (a) Kecamatan Ciemas, (b) Kecamatan
Dramaga

Varietas ubi kayu yang ditanam di Kecamatan Ciemas berbeda dengan


varietas ubi kayu yang ditanam di Kecamatan Dramaga. Petani di Kecamatan
Ciemas banyak menanam varietas Darul Hidayah, Manggu, Adira, dan Mekar
Manik. Selain itu, sebagian kecil petani menanam ubi kayu varietas lokal
diantaranya yaitu suringen dan mentega hijau. Petani di Kecamatan Dramaga
26

banyak menanam varietas putih, mentega dan Bogo. Selain itu, sebagian kecil
petani menanam ubi kayu varietas manggu, Adira dan perelek.
Pengolahan tanah yang dilakukan di dua kecamatan tersebut, umumnya
menggunakan cangkul dan garpu. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk organik
(pupuk kandang) dan pupuk an-organik (urea, TSP, dan KCl). Petani di
Kecamatan Ciemas menggunakan pupuk cair sedangkan petani di Kecamatan
Dramaga tidak menggunakannya. Hal tersebut berkaitan dengan varietas yang
ditanam.
Petani di dua kecamatan tersebut melakukan pemeliharaan tanaman yang
relatif sama yaitu penyulaman, penyiangan dan pengguludan tanah. Penyiangan
yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Ciemas sebagian besar menggunakan
herbisida pada saat mengolah tanah dan dengan cara mekanis menggunakan
kored pada saat tanaman ubi kayu sudah tumbuh. Hal ini tidak dilakukan oleh
petani di Kecamatan Dramaga. Petani hanya melakukan penyiangan dengan cara
mekanis baik pada saat pengolahan tanah maupun pada saat tanaman ubi kayu
sudah tumbuh. Pembuangan tunas dilakukan oleh semua petani baik di
Kecamatan Ciemas maupun di Kecamatan Dramaga.

Hama dan Penyakit Ubi Kayu di Kecamatan Ciemas dan Dramaga serta
Pengendaliannya

Hama
Beberapa hama baik yang ditemukan pada pertanaman ubi kayu maupun
dari data hasil wawancara yaitu tungau merah (Arachnida: Tetranychidae), kutu
putih (Hemiptera: Pseudococcidae), kutukebul (Hemiptera: Aleurodidae),
belalang (Orthoptera: acrididae), siput (Mollusca), ulat jengkal (Lepidoptera:
Geometridae), Cocconellidae (Hemiptera), ulat kantung (Lepidopteera:
Psychidae), ulat api (Lepidoptera: Limacocidae), wereng daun (Hemiptera:
Cicadelidae), kepik (Hemiptera), rayap (Isoptera), babi, dan tikus.
27

Tungau (Tetranychus urticae)


Serangan hama tungau di Kecamatan Ciemas mencapai 75% sedangkan di
Kecamatan Dramaga hanya 38%. Tungau dianggap sebagai hama utama ubi kayu karena
paling banyak ditemukan di setiap tanaman. Gejala yang ditimbulkan adalah daun
berwarna coklat kasar terutama pada bagian pertulangan daun. Tungau meghisap cairan
daun sehingga daun berwarna coklat kemerahan. Tungau dapat menyebabkan kerusakan
tanaman ubi kayu dengan cara mengurangi luas areal fotosintesis dan akhirnya
mengakibatkan penurunan hasil panen ubi kayu. Kerusakan tanaman dapat diperparah
oleh kondisi musim kering, kondisi tanaman stress air, dan kesuburan tanah yang rendah
(Kusumastuti 2007). Biasanya tungau berkumpul pada pertemuan tulang daun (Gambar
12a).

a b
Gambar 6 (a) populasi tungau pada bagian bawah daun, (b) gejala serangan tungau

Kutu Putih (Paracoccus marginatus)


Tanaman ubi kayu yang diserang oleh kutu putih di Kecamatan Dramaga
mencapai 97% namun di Kecamatan Ciemas kutu putih ini tidak ditemukan. Pada
awalnya kutu berada pada bagian bawah daun, namun ketika populasiya semakin banyak,
kutu putih menjalar ke bagian batang atau tangkai daun. Tanaman yang terserang kutu
putih akan merana serta akan kehilangan banyak daun sehingga fotosintat untuk
pembentukan umbi menjadi sedikit. Kutu putih menyerang tanaman dengan cara
menghisap cairan tanaman serta mengeluarkan racun, mengakibatkan terjadinya
khlorosis, kerdil, malformasi daun, daun muda dan buah rontok, banyak menghasilkan
eksudat berupa embun madu higga menimbulkan kematian tanaman (Deptan 2008). Hal
ini dikarenakan adanya tanaman pepaya sebagai tanaman inang utama kutu putih yang
banyak di jumpai dan ditanam di Kecamatan Dramaga. Bahkan beberapa tanaman ubi
kayu di Kecamatan Dramaga menjadi tanaman pinggiran dari tanaman pepaya. Di
Kecamatan Ciemas, tidak dijumpai tanaman pepaya yang dibudidayakan.
28

a b
Gambar 7 (a) kutu putih oada batang dan tangkai, (b) preparat slide kutu putih

Kutukebul (Aleurodicus dispersus Rusell)


Kutukebul dijumpai menyerang ubi kayu di Kecamatan Dramaga dan
Ciemas. Serangan kutukebul di Kecamatan Dramaga lebih berat (70%)
dibandingkan dengan serangan di Kecamatan Ciemas (1%). Menurut penelitian yang
telah dilakukan oleh Hidayat, Sartiami dan Yuliani (2009), terdapat beberapa kutukebul
yang ditemukan pada beberapa tanaman di daerah Bogor, Sukabumi dan Cianjur yaitu
cabai, tomat dan kedelai. Salah satu spesies kutukebul yang ditemukan adalah
Aleurodicus disperses. Kutukebul merupakan hama yang bersifat polifagus (Lambkin
2000). Hal ini dapat menunjukkan bahwa banyaknya kutukebul yang ditemukan di daerah
Dramaga karena di daerah tersebut terdapat tanaman inang seperti cabai, tomat, dan
kedelai yang dibudidayakan (BP3K Kecamatan Dramaga 2009).

a b
29

c
Gambar 8 (a) imago kutukebul, (b) nimfa kutukebul, (c) preparat slide kutukebul

Hama lainnya
Pada lahan ubi kayu ditemukan juga beberapa jenis hama selain hama-hama
tersebut diatas namun dalam populasi yang rendah, yaitu Coreidae (Hemiptera),
siput (Molusca), belalang, kepik, ulat jengkal (Geometridea), Cocconellidae, ulat
kantung, ulat api (Lepidoptera: Limacocidae), wereng daun (Hemiptera:
Cicadelidae), rayap (Isoptera), babi, dan tikus. Gejala hama babi hanya ditemukan
pada kebun contoh di Kecamatan Ciemas karena lokasi tersebut berdekatan dengan hutan.
Hama-hama lain yang terdapat pada kebun contoh dapat disebabkan oleh adanya
tumbuhan sekitar pertanaman yang beraneka ragam seperti jagung, kacang tanah, dan
lain-lain yang dijadikan sebagai tanaman tumpangsari. Tumbuhan-tumbuhan tersebut
dapat menjadi inang alternatif hama.

Penyakit
Beberapa jenis penyakit baik yang dijumpai pada pertanaman ubi kayu maupun
dari data hasil wawancara diantaranya hawar daun bakteri, bercak daun, dan busuk umbi.
Penyakit yang banyak dijumpai adalah hawar daun bakteri dan bercak daun sedangkan
busuk umbi dijumpai dalam jumlah yang sedikit.

Hawar Daun Bakteri


Tanaman ubi kayu sebagian besar diserang oleh patogen ini. Di Kecamatan
Ciemas, serangan mencapai 88% bahkan di Kecamatan Dramaga hingga 100%. Koloni
bakteri yang ditemukan setelah diisolasi dari daun ubi kayu menunjukkan warna putih
30

dan kuning pada media YDCA. Menurut Schaad (2001) patogen tersebut merupakan
Xanthomonas sp. untuk koloni berwarna kuning dan Xanthomonas campestris pv.
Manihotis untuk koloni yang berwarna putih. Varietas juga dapat menyebabkan
perbedaan serangan pada dua Kecamatan ini. Di Kecamatan Ciemas lebih banyak petani
yang menggunakan varietas yang tahan terhadap penyakit ini diantaranya yaitu Daarul
Hidayah, Mekar Manik dan Adira (Balitkabi 1993). Penyakit hawar daun ini merupakan
penyakit utama pada tanaman singkong dengan gejala bercak-bercak bersudut pada daun
kemudian bercak tersebut meluas hingga mengakibatkan daun mengering dan akhirnya
mati (Deputi Menegristek 2008).

a b
Gambar 9 (a) koloni bakteri Xanthomonas campestris pv. Manihotis, (b) gejala
hawar daun bakteri

Bercak Coklat (Cercosporium henningsii)


Bercak coklat dijumpai menyerang ubi kayu di Kecamatan Ciemas dan
Dramaga. Serangan patogen ini di Kecamatan Dramaga lebih berat (59%)
dibandingkan dengan serangan di Kecamatan Ciemas (3%). Menurut Barnet dan
Hunter (1998) penyakit bercak coklat ini disebabkan oleh Cercosporium henningsii.
Gejala yang ditimbulkan oleh patogen ini adalah bercak coklat pada daun kemudian daun
mengering, dan akhirnya jaringan daun mati (Bapenas 2009). Penyakit ini lebih banyak
menyerang tanaman ubi kayu di Kecamatan Dramaga karena faktor lingkungan lebih
mendukung untuk pertumbuhannya yaitu panas dan lembab.
31

a b
Gambar 10 (a) mikroskopik Cercosporium henningsii, (b) gejala bercak coklat

Pengendalian OPT
Petani yang melakukan pengendalian OPT (fisik, mekanis, kultur teknis,
dan kimiawi) lebih sedikit dibandingkan dengan petani yang tidak melakukan
pengendalian, baik di Kecamatan Ciemas maupun di Kecamatan Dramaga
(Gambar 6). Petani yang melakukan pengendalian OPT dilakukan secara kimiawi,
mekanis, kultur teknis, dan fisik.
Di Kecamatan Ciemas, pengendalian kimiawi (20%) dilakukan untuk
membunuh babi dengan menggunakan temix. Banyaknya babi di daerah tersebut
karena sebagian besar wilayahnya berupa lahan kosong dan hutan. Pengendalian
mekanis (10%) dilakukan untuk mengendalikan rayap dan babi sedangkan
pengendalian fisik (15%) dilakukan untuk membunuh hama uret/lundi secara
langsung. Pengendalian mekanis pada rayap dilakukan dengan cara mencangkul
tanah karena rayap menyerang pada awal pertumbuhan ubi kayu. Pengendalian
mekanis pada babi dilakukan dengan menggunakan kain yang dilumuri sabun. Hal
ini karena babi menganggap bau sabun merupakan ciri keberadaan manusia di
kebun.
Petani di Kecamatan Dramaga melakukan pengendalian OPT secara
kimiawi (25%), yaitu dengan menggunakan pestisida berbahan aktif delta metrin
yang biasa digunakan untuk pengendalian OPT pada padi. Pengendalian mekanis
(5%) dilakukan dengan cara mencangkul atau menancapkan daun pinang di tanah
dekat tanaman ubi kayu. Kultur teknis (5%) dilakukan dengan cara mengganti
tanaman yang terserang OPT dengan tanaman baru untuk pengendalian rayap.
32

70%
60%

Jumlah Petani
50%
40%
30%
20% Ciemas
10% Dramaga
0%
Fisik Mekanis Kultur Kimiawi tidak
teknis melakukan
apa-apa
Jenis Pengendalian

Gambar 11 Persentase tindakan pengendalian OPT yang dilakukan

Berdasarkan keempat cara pengendalian OPT di atas, maka pengendalian


kimiawi dan mekanis merupakan pengendalian yang banyak dilakukan oleh
petani. Alasan petani di Kecamatan Ciemas dan Kecamatan Dramaga dalam
melakukan tindakan pengendalian OPT tersebut karena mudah (5% dan 20%),
praktis (15% dan 10%), dan ampuh (0% dan 10%).

25%

20%
Jumlah Petani

15%

Ciemas
10%
Dramaga
5%

0%
Ampuh Mudah Praktis

Alasan Pengambilan Keputusan Pengendalian OPT

Gambar 12 Persentase alasan petani dalam melakukan tindakan pengendalian


OPT

Kehilangan hasil akibat OPT berkisar 10-20% di Kecamatan Ciemas (60%


petani) dan 20-40% di Kecamatan Dramaga (35% petani). Angka ini menunjukan
33

OPT ubi kayu di Kecamatan Ciemas lebih merugikan dibandingkan di Kecamatan


Dramaga.

80-100%

60-80%
Kehilangan Hasil

40-60%

20-40%

10-20% Dramaga
Ciemas
<10%

0% 20% 40% 60% 80%

Jumlah Petani

Gambar 13 Persentase kehilangan hasil akibat OPT

Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Tindakan Pengendalian

Hubungan antara lamanya pengalaman yang dimiliki oleh petani dalam


berusaha tani ubi kayu dengan jenis pengendalian yang dilakukan yaitu umumnya
petani yang berusaha tani lebih dari 10 tahun baik di Kecamatan Ciemas (35%)
maupun Kecamatan Dramaga (55%) tidak melakukan tindakan pengendalian
OPT. Hal ini berdasarkan pengalaman para petani, ubi kayu merupakan tanaman
yang sangat sedikit hama maupun penyakitnya sehingga tidak memerlukan
pengendalian, terutama pengendalian dengan pestisida yang akan menyebabkan
kerugian karena tidak sesuai dengan biaya produksinya.
34

40%
35%
30%
Kimiawi
Jumlah Petani 25%
20% Non kimiawi
15%
Tidak melakukan
10%
pengendalian
5%
0%
< 1 tahun 1-3 tahun 5-10 tahun >10 tahun

Pengalaman Berusaha tani Ubi Kayu

60%

50%
Jumlah Petani

40%

30%

20% 5-10 tahun


10% >10 tahun

0%
Kimiawi Non kimiawi Tidak melakukan
pengendalian

Jenis Tindakan Pengendalian OPT

b
Gambar 14 Hubungan antara pengalaman berusaha tani dengan tindakan
pengendalian (a) Kecamatan Ciemas, (b) Kecamatan Dramaga

Analisis Biaya Manfaat

Analisis biaya manfaat atau benefit-cost ratio (B/C) merupakan


perbandingan antara keuntungan dengan biaya produksi yang dikeluarkan.
Pengelolaan tanaman ubi kayu di Kecamatan Ciemas memiliki nilai B/C lebih
kecil (B/C = 0,473) dibandingkan dengan Kecamatan Dramaga (B/C = 2,142).
Nilai B/C di Kecamatan Ciemas tidak mencapai angka 1 sehingga tidak efisien
35

dan menimbulkan kerugian bagi petani. Hal ini dikarenakan stake holder (PT
BBDH) tidak menjalankan MOU sesuai kesepakatan.
PT BBDH (Biofuel Bigcassava Daarul Hidayah) merupakan stake holder
dari sektor bisnis yakni perusahaan yang bergerak dalam bidang penyediaan
saprotan, bibit, dan lain-lain terkait pertanian terutama untuk varietas ubi kayu
Daarul Hidayah. Dengan demikian, petani harus membeli saprotan dari PT.
BBDH dan hasil panen petani pun harus dibeli oleh stake holder tersebut. Hal ini
dilakukan untuk menyelamatkan hasil panen petani, khususnya dalam kemudahan
pemasaran produk. Selama pelaksanaan PPK-IPM terjadi beberapa masalah, yaitu
kekurangpuasan petani terkait harga yang ditetapkan stake holder, keterlambatan
dana dari pemerintah sehingga penanaman menjadi mundur yang menyebabkan
ubi kayu ditanam pada musim kemarau, pupuk organik telah disebar tetapi bibit
tidak ada (tidak mencukupi) sehingga terjadi pengeluaran biaya yang sia-sia,
terbatasnya bibit yang diberikan oleh stake holder sehingga harus diganti dengan
bibit ubi kayu dari varietas lain, pupuk kimia yang dikirim stake holder pun tidak
sesuai dengan kesepakatan dan hanya mencukupi sekitar 50% dari yang
seharusnya sehingga pertumbuhan tanaman dinilai kurang optimal, pupuk cair
khusus untuk varietas Daarul Hidayah yang dikirim sesuai dengan kebutuhan
untuk 50 ha tetapi karena bibit Darul Hidayah yang ditanam tidak mencukupi
maka banyak stok pupuk cair yang tidak digunakan, MOU yang telah disepakati
antara petani dan stake holder tidak dipenuhi oleh stake holder sehingga
menimbulkan kekecewaan dari pihak petani, akibatmya petani sangat dirugikan
karena kebingungan untuk menjual hasil panen.
2,5

2
Nilai B/C

1,5

0,5

0
Ciemas Dramaga
Kecamatan

Gambar 15 Nilai B/C dalam berusaha tani di masing-masing Kecamatan


36

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Pengelolaan tanaman yang baik dapat meningkatkan hasil panen dan
pendapatan petani. Pengelolaan tanaman ubi kayu di Kecamatan Ciemas memiliki
nilai B/C lebih kecil (B/C = 0,473) dibandingkan dengan Kecamatan Dramaga
(B/C = 2,142). Hama yang banyak menyerang tanaman ubi kayu di Kecamatan
Dramaga adalah tungau, kutu putih, dan kutu kebul. Hal ini sesuai dengan
lingkungan yang menunjang perkembangbiakan dan pertumbuhan hama-hama
tersebut. Sedangkan hama yang banyak menyerang ubi kayu di Kecamatan
Ciemas adalah babi, rayap dan uret/lundi. Hal ini karena lokasi kebun yang dekat
dengan hutan dan tanah yang digunakan untuk menanam ubi kayu merupakan
tanah yang sebelumnya biasa ditanami padi. Penyakit yang banyak meyerang di
dua kecamatan tersebut adalah hawar daun bakteri dan bercak coklat.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan berkaitan dengan kehilangan hasil
akibat serangan berbagai hama dan penyakit tanaman ubi kayu.
37

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1989. Gema Penyuluhan Pertanian. Departemen Pertanian.


http://neocassava.blogspot.com/2007/05/i.html[16 Feb 2009]
Anonim. 1989. Ubi Kayu. Balai Informasi Pertanian Irian Jaya.
http://neocassava.blogspot.com/2007/05/i.html[16 Feb 2009]
Anonim. 2009. Program penyuluhan Pertanian dan kehutanan UPTD penyuluhan
wilayah Dramaga. Bogor: BP3K, Dinas Pertanian dan Kelautan,
Pemkab Bogor.
Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian. 1993. Varietas
Adira. http://www.litbang.deptan.go.id/varietas/one/366/ [24 Agustus
2009]
Bappenas. 2009. Budidaya Singkong. http://www.smallcrab.com/forex/1-
makemoney/500-budidaya-singkong[24 Agustus 2009]
Barnet HL, Hunter BB. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Fourth
edition. Minessota: APS Press
Bintoro D. 2008. Keanekaragaman Kutukebul (Hemiptera:Aleyrodidiae) di
Wilayah Bogor [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Botha J, Hardie D, Power G. 2000. Spiraling Whitefly Aleurodicus disperses,
Exotic Threat to Western Australia. Fact sheet no. 18/2000.
Byrne DN, Bellows TS. 1991. Whitefly Biology. Annu. Rev. Entomol. 36:431-57
Byrne DN, Bellow TS, Parella MP. 1988. Relationship between wing loading,
wingbeat frecuency and body mass in homopterous insect. J Exp. Biol.
135:9-23
Chandra David. 2008. Inventarisasi Hama dan Penyakit Tanaman Jarak Pagar
(Jatropha curcas Linn.) di Lmpung dan Jawa Barat [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dadang, Suastika G, Dewi RS. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman Pagar
(Jatropha curcas). Bogor: Surfactant and Bioenergy Research Center.
Deptan. 2008. Waspada serangan kutu putih pada tanaman Pepaya. direktorat
jenderal hortikultura http://www.hortikultura.deptan.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=200&Itemid=1 [23 Agustus
2009]
Deputi Menegristek. 2008. Budidaya singkong mekarmanik. Bidang
Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
MIG Corp. http://migroplus.com/brosur/Budidaya%20singkong.pdf
[24 Agustus 2009]
Hambali E, Suryani A, Dadang, Hariyadi, Hanafie H, Reknowardoyo IM, dkk.
2007. Jarak Pagar, Tanaman Pnghasil Biodiesel. Jakaerta: Penebar
Swadaya
38

Hidayat P, Sartiami D, Yuliani. 2009. Identifikasi Kutukebul (Hemiptera:


Aleyrodidae) dari Beberapa Tanaman Inang dan Perkembangan
Populasinya http://digilib.biologi.lipi.go.id/view.html?idm=44175 [23
Agustus 2009]
Hoddle MS. 2004. The Biology and Management of Silverleaf Whitefy, Bemisia
argentifolii Bellows and Perring (Homoptera: Aleyrodidae) on
Greenhouse Grown Ornamentals.
http://www.biocontrol.ucr.edu/bemisia.html#biology[24 Agustus
2009]
Jones W.O. 1969. Manioc In Africa. California: Standford Univ Press
Jones Jones. 1984. Pests of field crops. Ed ke-3. USA: Edward Arnold
Kalshoven. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah
Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeven. Terjemahan dari: De Plagen van de
cultuurgewassen in Indonesie.
Kusumastuti Tri . 2007. Singkong sebagai salah satu sumber bahan bakar nabati
(BBN). Fakultas pertnaian, Universitas Gajah Mada.
http://faperta.ugm.ac.id/newbie/download/pak_tar/specialtopicagrono
my/purwanto.doc [16 Feb 2009]
Lambkin T. 2000. Aleurodicus dispersus (Homoptera: Aleyrodidae) - Spiralling
whitefly.Australia.http://www.google.co.id/search?hl=id&q=Aleurodic
usdispersus&btnG=Telusuri+dengan+Google&meta=&aq=f&oq= [24
Agustus 2009]
Lingga Pinus. Bertanam ubi-ubian. 1989. Jakarta: Penebar Swadaya
Pitaloka Y. 2008. Kutu putih bisa hinggap di pakaian.
http://www.inilah.com/berita/citizenjournalism/2008/08/19/44626/kut
u-putih-bisa-hinggap-di-pakaian/ [24 Agustus 2009]
Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya
Prihandana Rama, Noerwijari Kartika, Adinurani P.G., Setiyaningsih Dwi, Setiadi
Sigit, Hendroko Roy. 2007. Bioetanol Ubi Kayu: Bahan Bakar Masa
Depan. Jakarta: AgroMedia Pustaka
Purnama D. 2008. Invasi Kutu dari Meksiko. Koran Tempo, 15 Agustus 2008.
Puslitbang Tanaman Pangan. Ubi Kayu Bioenergi yang Potensial. Sinar Tani, 27
Juni-3 Juli 2007
Rismunandar. 1981. Penyakit tanaman pangan dan pembasmiannya. Bandung:
Sinar Baru
Schaad NW, Jones JB, Chun W. 2001. Laboratory Guide for Identification of
Plant Pathogenic Bacteria 3rd. USA: APS Press
Semangun Haryono. 2004. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia.
Yogyakarta: UGM Press
39

Suhendri. 2008. Analisis Strategi Pembangunan Usaha Bioetanol Berbahan Baku


Ubi Kayyu pada P.T. Panca Jaya Raharja, Sukabumi Jawa Barat
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Verdier V, Mosquera G, Assigbetse K. 1998. Detection of the Cassava Bacterial
Blight Pathogen, Xanthomonas axonopodis pv. Manihotis, by
Polymerase Chain Reaction. Plant disease 82 (1):79
Wargiono E.J. 1979. Ubi Kayu dan Cara Bercocok Tanamnya. Bogor: Publ.LPPP
Watson, GW. 2007. Identification of whiteflies (Hemiptera:Aleyrodidae) APEC
Re-entry workshop on whiteflies and mealybugs in Malaysia, 16 th to
26 th April 2007
40

LAMPIRAN
41

Lampiran 1 Daftar kuisioner tentang pengelolaan tanaman, hama dan penyakit


ubi kayu

SURVEI PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME


PENGGANGGU TANAMAN (OPT) UBI KAYU DI KECAMATAN
CIEMAS, SUKABUMI DAN KECAMATAN DARMAGA, BOGOR

Desa : …………………. Tanggal wawancara : …………………


Kampung : …………………. Tempat wawancara : …………………
Pewawancara : …………………. waktu wawancara : …………………

Karakteristik Petani
1. Nama : …………………..
2. Umur : …………….. tahun
3. Pekerjaan uatama :
[ ] petani
[ ] petani penggarap
[ ] buruh tani
[ ] pedagang
[ ] karyawan
4. Pekerjaan sampingan :
[ ] petani
[ ] buruh
[ ] pedagang
[ ] lainnya …………………….
5. Pendidikan terakhir :
[ ] Tak tamat SD
[ ] SD
[ ] SMP
[ ] SMU
[ ] PT
42

6. Pengalaman berusaha tani singkong :


[ ] < 1 tahun
[ ] 1-3 tahun
[ ] 3-5 tahun
[ ] 5-10 tahun
[ ] >10 tahun
Lahan
7. Luas kebun ubi kayu yang diusahakan: ………….
8. Status kepemilikan lahan :
[ ] pemilik dan penggarap
[ ] penyewa
[ ] penggarap
[ ] lainnya …….
Jika menyewa, berapa biaya yang dikeluarkan: Rp. ………….

Budidaya Ubi Kayu


9. Varietas ubi kayu yang ditanam : ………………….
10. Asal bibit :
[ ] membeli dari petani lain
[ ] dari tanaman sebelumnya
[ ] lainnya ………
Jika membeli, berapa biaya yang dikeluarkan:
∑ bibit = ……….
Harga/bibit = Rp. …………..
Total biaya = Rp. …………..
11. Umur tanaman saat ini :
12. ∑tanaman: …………..pohon, jarak tanam ……… m x ……….m
13. Pola tanam :
[ ] monokultur
[ ] campuran
[ ] tumpangsari
[ ] lainnya ………………
43

14. Persiapan lahan :


Kegiatan ……………
∑ HOK = …………..
Upah/HOK = Rp. ……………..
15. Penanaman ubi kayu:
∑ HOK = …………..
Upah/HOK = Rp. ……………..
16. Apakah bapak melakukan pembuangan tunas dalam pemeliharaan ubi kayu?
[ ] Ya [ ] Tidak
17. Sejarah lahan :
18. Pemupukan
Jenis Pupuk Intensitas Waktu Dosis (kg) Harga /Kg
pemupukan
Kandang
Urea
TSP
KCl
NPK
…………..

∑ HOK = …………..
Upah/HOK = Rp. ……………..
19. Pestisida
Jenis pestisida Frekuensi Waktu Dosis (botol) Harga
(botol)
…………….
…………….

∑ HOK = …………..
Upah/HOK = Rp. ……………..
44

20. Pengendalian gulma/penyiangan


Cara pengendalian Frekuensi Waktu Jenis alat/herbisida
Mekanik
Kimiawi/herbisida

∑ HOK = …………..
Upah/HOK = Rp. ……………..
21. Peralukan pascapanen :
[ ] umbi dijual sendiri ke pasar
[ ] umbi dijual ke tengkulak
[ ] keduanya
22. Ubi kayu yang dihasilkan/panen ……………. ton/ha, dengan harga Rp.
………../Kg
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
23. OPT apa saja yang menyerang pertanaman ubi kayu bapak, dan mana yang
paling merugikan?
1. …………………. 4. …………………..
2. …………………. 5. …………………..
3. ………………….. 6. ……………………
24. Bagaimana bapak mengendalikan OPT tersebut?
Tindakan Pengendalian Biaya (Rp/musim) Tenaga kerja (HOK) Upah/HOK (Rp)
[ ] Fisik:
…………………….
[ ] Mekanis:
…………………….
[ ] Kultur teknis:
…………………….
[ ] Kimiawi:
…………………….
[ ] Hayati:
……………………
45

25. Alasan pengambilan keputusan pengendalian:


a. Fisik: ………………………………………...
b. Mekanis: …………………………………….
c. Kultur teknis: ………………………………..
d. Kimiawi: …………………………………….
e. Hayati: ………………………………………
26. Menurut pengalaman bapak berapa persen kehilangan produksi ubi kayu
akibat serangan OPT tersebut?
[ ] <20%
[ ] 20-40%
[ ] 40-60%
[ ] 60-80%
[ ] 80-100%

Catatan :
46

Lampiran 2 Peta Kecamatan Ciemas dan Dramaga

Peta Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi


47

Peta Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor


48

Lanjutan

Anda mungkin juga menyukai