Contohnya, Pengadilan Niaga tak berwenang mengadili perkara perceraian dua orang
beragama Islam. Pengadilan Agama yang berwenang memeriksa dan memutus perkara
perceraian dua orang beragama Islam.
CS telah selesai mengerjakan tahap STA 0+000 meter sampai dengan STA 0+600
meter. Namun pekerjaan berhenti pada titik STA 601 sampai dengan STA 1500. Hal itu
disebabkan pekerjaan penimbunan lokasi Dinas Pekerjaan Umum Bulungan belum
selesai.
Pada Surat Pemutusan Perjanjian kerja disepakati Pemkab hanya membayar sepanjang
yang telah dikerjakan. Namun sampai 18 April 2012, Pemkab belum membayar
kewajibannya.
CS juga merugi harus membayar bunga 3% (tiga persen) per bulan dari nilai pinjaman,
total senilai Rp96.938.314,00 (sembilan puluh enam juta sembilan ratus tiga puluh
delapan tiga ratus empat belas rupiah).
Dari dasar gugatan tersebut, CS, diantaranya, meminta majelis hakim Pengadilan
Negeri Bulungan untuk mengabulkan beberapa hal. Pertama,mengabulkan semua
permohonan CS. Kedua, menyatakan sah dan berharga semua perjanjian CS dengan
Pemkab.
Sikap Pengadilan
Kelima, menghukum Pemkab membayar biaya pekerjaan yang telah dikeluarkan dan
kerugian bunga bank. Keenam, menghukum Pemkab membayar biaya perkara
Rp2.441.000,00 (dua juta empat ratus empat puluh satu ribu rupiah).
Terhadap putusan PNTS tersebut, Pemkab mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi
Kalimantan Timur (“PTKT”). PTKT menerbitkan Putusan Nomor 116/PDT/2012 KT
SMDA tanggal 21 Januari 2013, yang di antaranya menguatkan Putusan PNTS tersebut
dan menghukum Pemkab membayar biaya perkara Rp150.000,00 (seratus lima puluh
ribu rupiah).
Atas putusan PTKT tersebut, majelis kasasi Mahkamah Agung (“MA”) menerbitkan
Putusan Nomor 1646/K/Pdt/2013 tanggal 22 Oktober 2013 yang berisi dua hal.
Pertama, menolak permohonan kasasi CS dan Pemkab. Kedua, menghukum Pemkab
membayar ganti rugi Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Tidak puas dengan putusan kasasi MA, Pemkab mengajukan peninjauan kembali atas
putusan tersebut. Majelis hakim peninjauan kembali mempertimbangkan empat poin.
Pertama, telah terjadi kekhilafan dalam putusan PNTS, PTKT dan majelis hakim kasasi
MA.
Kedua, Kekhilafan tersebut disebabkan pada Surat Perjanjian Kerja Pasal 9 huruf b,
Pemkab dan CS ternyata telah mengikatkan diri pada klausula arbitrase. Berdasarkan
Pasal 134 HIR j.o. Pasal 3 j.o. Pasal 11 ayat (1) dan (2) UUAAPS, pengadilan wajib
menyatakan diri tak berwenang jika para pihak terikat klausula arbitrase.
Analisis
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang
didasarkan perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa.[1]
Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum
dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau
suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.[2]
Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili sengketa para pihak yang telah terikat
dalam perjanjian arbitrase.[3] Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan
hak para pihak untuk mengajukan penyelesaiana sengketa atau beda pendapat yang
termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri.[4]
Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu
penyelesaian sengeta yang telah ditetapkan melalui arbtrase. Kecuali dalam hal-hal
tertentu yang ditetapkan undang-undang.[5]
Penolakan majelis hakim pengadilan umum untuk menolak sengketa yang telah
menunjuk arbitrase sebagai forum penyelesaian sengketa, mampu mengurangi beban
tumpukan perkara di Mahkamah Agung.
Simpulan
Putusan majelis hakim peninjauan kembali sudah tepat. Kesepakatan para pihak untuk
menunjuk arbitrase sebagai forum penyelesaian sengketa harus ditegakkan.
Kewenangan absolut arbitrase berdasarkan klausula atau perjanjian arbitrase juga
harus dihormati oleh institusi pengadilan lain.
Sumber: