Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

BAHASA INDONESIA
“Peran Lembaga Keuangan Mikro Terhadap Pengentasan Kemiskinan”

IAIN PALOPO

Oleh,

ANNISA
( 19 0401 0164 )

EKIS 1 F

Dosen Pembimbing,

Esse, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya lah dalam segala keterbatasan kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Peran Lembaga Keuangan Mikro Terhadap Pengentasan
Kemiskinan”.

Saya menyadari bahwa terlaksananya dan terselesaikannya makalah ini


adalah berkat dukungan dan bantuan semua pihak. Harapan saya semoga makalah
ini bermanfaat bagi semua pihak, baik bagi penulis pribadi maupun bagi semua
yang membacanya.

Seperti kata pepatah “Tiada gading yang tak retak”, begitu pula dengan
makalah ini. Kami menyadari bahwa terdapat kekurangan dalam penulisan
makalah ini. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
membangun dari pembaca. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca untuk menambah pengetahuan pembaca.

Palopo, 29 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................................1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................3
C. Tujuan ..........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Keuangan Mikro.............................................................................4


B. Kontribusi LKM dalam Pengentasan Kemiskinan .......................................6
C. Manajemen yang Baik Kunci Kesuksesan LKM .......................................11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................14
B. Saran ...........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Merujuk Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) maka lembaga ini merupakan lembaga formal
nonbank yang menjadi bagian dari penataan ekonomi nasional. Hal ini
berarti bahwa dalam kegiatannya Lembaga Keuangan Mikro (LKM) turut
andil dalam mengambil bagian bagi tercapainya kehidupan ekonomi yang
sejahtera, baik bagi orang-orang yang menjadi anggota perkumpulan itu
sendiri maupun untuk Nasabah dan masyarakat di sekitarnya. LKM sebagai
perkumpulan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan
usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan
dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan
simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi dalam mengembangkan usaha
yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia konstitusi negara
memberikan landasan bagi penyusunan dan pengelolaan ekonomi nasional
dalam rangka memberikan kesejahteraan kepada seluruh warga negara
Republik Indonesia dengan asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan
dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa perekonomian
disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Dalam arti yang lebih
luas, dirumuskan pada ayat (4) pasal tersebut di atas, bahwa perekonomian
nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang sering disebut
sebagai pelaksana ekonomi kerakyatan ini, batasannya dirumuskan dalam
Undang-Undang No. 1 tahun 2013 tentang lembaga keuangan mikro Pasal 1
ayat (1) sebagai berikut:

1
“Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM adalah
lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa
pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman
atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,
pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan
usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan”.
Dari pasal tersebut di atas, sudah jelas bahwasannya LKM adalah
Lembaga Keuangan berbadan hukum, memiliki modal dan mendapatkan izin
usaha. Bentuk badan hukum dapat saja berbentuk koperasi atau perseroan
terbatas. LKM ini dalam aturan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2013 dapat
dimiliki sahamnya dari Pemerintah Kab/Kota atau badan usaha milik desa,
koperasi dan warga negara Indonesia. Adapun tujuan utama pendirian LKM
ini adalah untuk meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat;
selain itu juga diharapkan membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi
dan produktivitas masyarakat; dan membantu peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat. Karena kegiatan ini berorientasi pada usaha mikro,
maka sasaran utamanya adalah masyarakat miskin dan atau berpenghasilan
rendah dan ini juga sebagai gerakan ekonomi Kerakyatan.
LKM mempunyai peranan yang cukup besar dalam memberikan
pinjaman dalam jumlah kecil untuk orang miskin dengan tujuan mereka bisa
berwirausaha. Kredit mikro ditujukan untuk orang-orang yang tidak memiliki
jaminan, pekerjaan tetap, dan riwayat kredit yang terpercaya, serta tidak
mampu untuk memperoleh kredit biasa. Kredit mikro merupakan bagian dari
keuangan mikro, suatu layanan keuangan untuk membantu orang-orang
miskin yang mempunyai kemampuan ekonomi terbatas. Dalam rangka usaha
untuk memajukan kedudukan rakyat yang memiliki kemampuan ekonomi
terbatas tersebut, maka Pemerintah Indonesia memperhatikan pertumbuhan
dan perkembangan perkumpulan-perkumpulan LKM.
Makalah ini mencoba memberikan perspektif tersendiri tentang
bagaimana LKM dapat berkontribusi dalam penanggulangan kemiskinan.

2
B. Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang yang telah di paparkan diatas dapat di rumuskan
beberapa Rumusan Masalah antara lain, sebagai berikut :
1. Bagaimana Kontribusi LKM dalam Pengentasan Kemiskinan ?
2. Bagaimana Manajemen yang Baik Kunci Kesuksesan LKM ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini antara lain :
1. Untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana LKM dalam Pengentasan
Kemiskinan.
2. Untuk mengetahui dan mengkaji Manajemen yang Baik Kunci
kesuksesan LKM.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Keuangan Mikro


Menurut Microcredit Sumit (1997) yang berlanjut pada Microcredit
Sumit di New York tahun 2002, kredit mikro adalah program pemberian
kredit berjumlah kecil ke warga paling miskin untuk membiayai proyek
yang mereka kerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan yang
memungkinkan mereka peduli terhadap diri sendiri dan keluarganya.
Keuangan Mikro adalah suatu terminologi yang menjelaskan
pelembagaan atau program tabungan dan pinjaman yang berskala kecil.
Kredit mikro merupakan jenis produk keuangan mikro yang paling populer
yang hanya menyediakan layanan pemberian pinjaman dan tidak melayani
tabungan.
Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM adalah
lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa
pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman
atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,
pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan
usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan”.
LKM adalah Lembaga Keuangan berbadan hukum, memiliki modal
dan mendapatkan izin usaha. Bentuk badan hukum dapat saja berbentuk
koperasi atau perseroan terbatas. LKM ini dalam aturan Undang-Undang
Nomor 1 tahun 2013 dapat dimiliki sahamnya dari Pemerintah Kab/Kota
atau badan usaha milik desa, koperasi dan warga negara Indonesia. Adapun
tujuan utama pendirian LKM ini adalah untuk meningkatkan akses pendanaan
skala mikro bagi masyarakat; selain itu juga diharapkan membantu
peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat; dan
membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Karena
kegiatan ini berorientasi pada usaha mikro, maka sasaran utamanya adalah

4
masyarakat miskin dan atau berpenghasilan rendah dan ini juga sebagai
gerakan ekonomi Kerakyatan.
LKM mempunyai peranan yang cukup besar dalam memberikan
pinjaman dalam jumlah kecil untuk orang miskin dengan tujuan mereka bisa
berwirausaha. Kredit mikro ditujukan untuk orang-orang yang tidak memiliki
jaminan, pekerjaan tetap, dan riwayat kredit yang terpercaya, serta tidak
mampu untuk memperoleh kredit biasa. Kredit mikro merupakan bagian dari
keuangan mikro, suatu layanan keuangan untuk membantu orang-orang
miskin yang mempunyai kemampuan ekonomi terbatas. Dalam rangka usaha
untuk memajukan kedudukan rakyat yang memiliki kemampuan ekonomi
terbatas tersebut, maka Pemerintah Indonesia memperhatikan pertumbuhan
dan perkembangan perkumpulan-perkumpulan LKM.
Menurut ledgerwood sebagaimana dikutip euis amalia “lembaga
keuangan mikro atau lebih populer disebut microfinance didefinisikan
sebagai penyedia jasa keuangan bagi pengusaha kecil dan mikro serta
berfungsi sebagai alat pembangunan bagi masyarakat perdesaan.” Sedangkan
menurut tohari (2003), Lembaga keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga
yang memberikan jasa keuangan bagi pengusaha mikro dan masyarakat
berpenghasilan rendah, baik formal, semi formal, dan informal. Dengan kata
ain, LKM merupakan lembaga yang melakukan kegiatan penyediaan jasa
keuangan bagi pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat berpenghasilan
rendah yang tidak terlayani oleh lembaga keuangan formal dan telah
berorientasi pasar untuk tujuan bisnis. Sedangkan menurut microcredit
summit di new york tahun 2002, kredit mikro adalah program pemberian
kredit berjumlah kecil ke warga paling miskin untuk membiayai proyek yang
mereka kerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan yang memungkinkan
mereka peduli terhadap diri sendiri dan keluarganya, “programmes extend
small loans to very poor for self employment project that generate income,
allowing them to care for themselves and their families.”

5
B. Kontribusi LKM dalam Pengentasan Kemiskinan
Terlepas dari macetnya kredit yang disalurkan, LKM dalam banyak
hal telah turut berkontribusi dalam penanggulangan kemiskinan. Bagaimana
tidak, sejak LKM disalurkan pada tahun 2007, UMKM dengan usaha berskala
kecil berkontribusi sebesar 42,61% terhadap PDB nasional. Peranan UMKM
dalam penyerapan tenaga kerja juga cukup signifikan. Tahun 2007, jumlah
tenaga kerja yang terserap di sektor ini mencapai 87,73 juta orang atau 94,3%
dari total tenaga kerja nasional.
Selanjutnya, data Kementerian KUKM (2009) menyebutkan lebih dari
26,4 juta unit usaha mikro dan kecil di tahun 2008. Mereka bergerak di sektor
primer seperti pertanian, perikanan dan perkebunan. Jika asumsi kasar untuk
UMKM ini rata-rata membutuhkan satu juta hingga lima juta rupiah untuk
modal usaha, maka akan ada permintaan untuk pembiayaan sekitar Rp. 26
triliun hingga 132 triliun.
Meski biaya proses pinjaman dari LKM lebih tinggi sedikit dari
tingkat bunga bank konvensional, namun dari sisi mekanisme peminjaman,
LKM memiliki beberapa kelebihan diantaranya tidak ada persyaratan
agunan/jaminan seperti diberlakukan pada perbankan formal. Hal ini karena
mekanisme peminjaman menggunakan sistem chanelling. Bahkan ada
beberapa LKM, pinjaman lebih didasarkan pada kepercayaan karena biasanya
peminjam sudah dikenal oleh pengelolanya.
Kelebihan lainnya adalah tata cara pencairan dan pengembalian
pinjaman sangat fleksibel dan seringkali disesuaikan dengan cash flow
peminjam. Dengan kondisi tersebut, LKM dalam banyak hal dapat
berkontribusi mempercepat pertumbuhan ekonomi dalam rangka pengentasan
kemiskinan terutama di perdesaan.
Hal ini didukung dengan kondisi LKM yaitu :
1. LKM umumnya berada atau minimal dekat dengan kawasan perdesaan
sehingga mudah diakses oleh masyarakat yang sebagian besar petani;
Masyarakat dipedesaan lebih menyukai proses yang singkat dan tanpa
banyak prosedur;

6
2. Karakteristik usaha umumnya membutuhkan plafon kredit yang tidak
terlalu besar sehingga sesuai dengan kemampuan finansial LKM;
3. Dekatnya lokasi LKM dan petani memungkinkan pengelola LKM
memahami karakteristik usaha sehingga dapat mengucurkan kredit secara
tepat waktu dan jumlah; dan
4. Adanya hubungan sosial-budaya serta hubungan yang bersifat personal
secara emosional sehingga dapat diharapkan mengurangi sifat curang
dalam pengembalian kredit.
Ada beberapa cara bagaimana kontribusi lembaga keuangan mikro
dapat memberikan suatu pembiayaan terhadap sektor Usaha mikro dan kecil
(UMK) yang dianggap tidak bankable. Menurut Bambang ismawan, ada
beberapa alternatif yang dapat dilakukan oleh lembaga keuangan mikro untuk
melayani masyarakat miskin (economically active working poor) yang pada
umumnya tinggal di desa-desa, dintaranya :
1. Banking of the poor
Bentuk ini mendasarkan diri pada saving led microfinance, yaitu
mobilisasi keuangan mendasarkan diri dari kemampuan yang dimiliki oleh
masyarakat miskin itu sendiri. Bentuk ini juga mendasarkan pula atas
membership base, di mana keanggotaan dan partisipasinya terhadap
kelembagaan mempunyai makna yang penting. Bentuk-bentuk yang telah
terlembaga di masyarakat antara lain: kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM), kelompok Usaha bersama (kube), Credit Union (CU), koperasi
simpan pinjam (KSP), dan lain-lain.
2. Banking with the poor
Bentuk ini mendasarkan diri dari memanfaatkan kelembagaan
yang telah ada, baik kelembagaan (organisasi) sosial masyarakat yang
mayoritas bersifat informal atau yang sering disebut kelompok swadaya
masyarakat (KSM) serta lembaga keuangan formal (bank). Kedua lembaga
yang nature-nya berbeda itu, diupayakan untuk diorganisasi dan
dihubungkan atas dasar semangat simbiosis mutualisme, atau saling
menguntungkan. Pihak bank akan mendapat nasabah yang makin banyak

7
(out-reaching), sementara pihak masyarakat miskin akan mendapat akses
untuk mendapatkan financial support. Di indonesiadi indonesia, hal ini
dikenal dengan pola yang sering disebut pola hubungan bank dan
kelompok swadaya masyarakat (PHBKSM).
Dalam PHBKSM ini terdapat tiga model, yaitu :
a) Model Hubungan 1
Bank melakukan pelayanan keuangan langsung pada kelompok
dan lembaga pendampingan usaha mikro (LPUM) berperan sebagai
mitra bank untuk melakukan kegiatan pembinaan kepada kelompok.
Bank memberikan biaya (fee) pembinaan yang diperhitungkan dalam
tingkat bunga kredit. Akad kredit dilakukan antara bank dengan ketua
atau pengurus kelompok yang memperoleh kesepakatan dari para
anggotanya.
b) Model Hubungan 2
Bank memberikan pelayanan keuangan kepad kelompok
melalui LPUM. Pelayanan keuangan dan pembinaan kelompok
dilakukan oleh LPUM. Biaya kegiatan pendampingan diperoleh dari
selisih bunga kredit dari bank dengan yang dibayar oleh kelompok.
c) Model Hubungan 3
Bank mengidentifikasi sendiri kelompok yang telah ada, atau
memfasilitasi proses pembentukan kelompok di antara pengusaha
mikro potensialyang sudah terseleksi, memberikan pelayanan
keuangan dan sekaligus membina kelompok-kelompok tersebut
sebagai nasabahnya.
3. Banking for the poor
Bentuk ini mendasarkan diri atas credit led institution, di mana
sumber dari financial support terutama bukan diperoleh dari mobilisasi
tabungan masyarakat miskin, namun diperoleh dari sumber lain yang
memang ditujukan untuk masyarakat miskin. Dengan demikian, tersedia
dana cukup besar yang memang ditujukan kepada masyarakat miskin

8
melalui kredit. Contoh bentuk ini adalah: badan kredit desa (BKD),
lembaga dana kredit pedesaan (LDKP), grameen bank, ASA, dan lain-lain.
Bentuk pertama (banking of the poor) menekankan pada aspek
pendidikan bagi masyarakat miskin, serta melatih kemandirian. Bentuk
ketiga (banking for the poor) menekankan pada penggalangan resources
yang dijadikan modal (capital heavy), yang ditujukan untuk masyarakat
miskin. Sedangkan bentuk kedua (banking with the poor) lebih
menekankan pada fungsi penghubung (intermediary) dan memanfaatkan
kelembagaan yang telah ada.
Secara umum, terdapat empat kategori pelayanan yang mungkin
disediakan oleh LKM, yaitu sebagai financial intermediation, social
intermediation, enterprise development, services, dan social services.
Agar keuangan mikro terfokus, profesional, dan efektif secara
luas melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang betul-betul
membutuhkan, microcredit summit mensyaratkan empat prinsip utama
yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan lembaga keuangan
mikro, yaitu:
a) Reaching the poorest
The poorest yang dimaksud adalah masyarakat paling miskin,
namun secara ekonomi mereka aktif (economically active). Dalam
pandangan internasional mereka dipahami sebagai setengah bagian
bawah dari garis kemiskinan nasional.
b) Reaching and empowering women
Perempuan merupakan korban paling menderita dalam
kemiskinan. Oleh sebab itu, mereka harus menjadi fokus utama. Di
samping itu, dari pengalaman lapangan di berbagai negara
menunjukkan perempuan merupakan peminjam, pemakai dan
pengembali kredit yang baik.
c) Building financially sustainable institution

9
Agar secara terus-menerus dapat melayani masyarakat miskin
sehingga semakin banyak yang terlayani, maka secara finansial
kelembagaan tersebut harus terjamin eksistensinya.
d) Measurable Impact
Dampak dari kehadiran kelembagaan dapat diukur sehingga
evaluasi dapat dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk perbaikan kinerja
kelembagaan.
Contoh empiris pemberdayaan masyarakat melalui lembaga
keuangan mikro terdapat di negara bangladesh, melalui eksperimen
grameen bank yang digagas oleh muhammad yunus, dimana sebagai
lembaga keuangan mikro yang memberikan pembiayaan terhadap
orang-orang tak berdaya, terpinggirkan dan miskin. Menurut
muhammad yunus dari awal kehadirannya hingga saat ini grameen bank
telah berkembang dan menjangkau lebih banyak orang. Kini, bank
grameen memberi pinjaman kepada hampir 7 juta orang miskin. 97
persen diantaranya perempuan, di 78.000 desa bangladesh.
Muhammad yunus sangat concern sekali mengenai keadilan
bagi perempuan. Bagaimana meningkatkan harkat martabat perempuan,
dengan cara memberikan serta meningkatkan peran, kepercayaan dalam
bentuk pemberian pembiayaan (modal), karena ia mengetahui dari
berbagai macam pengalaman bahwa memberikan pinjaman kepada
perempuan lebih besar manfaat dan efek positif bagi keluarga daripada
meminjamkan kepada laki-laki. Karena bila uang yang dipinjamkan
kepada laki-laki, mereka cenderung menggunakan untuk diri sendiri.
Namun, bila dipinjamkan kepada perempuan, uang itu diinvestasikan
untuk membuat usaha yang bermanfaat bagi seluruh keluarga. Dan
pendapatan dari usaha biasanya diprioritaskan untuk anak-anak, lalu
untuk ayah, dan baru ketiga dan terakhir untuk ibu itu sendiri. Dengan
begitu, memberikan pembiayaan kepada perempuan – dalam istilah
muhammad yunus — menciptakan efek air terjun (cascading effect)

10
yang bermanfaat bagi seluruh keluarga dan akhirnya kepada seluruh
komunitas.
Selain itu, di bank grameen, pun diprioritaskan bagi para ibu
untuk memperhatikan sektor pendidikan dan kesehatan bagi para anak-
anak mereka. Muhammad yunus percaya bahwa pekerjaan mengakhiri
kemiskinan tidak akan pernah selesai tanpa menyentuh akar persoalan,
yaitu kemiskinan struktural. Dimana kemiskinan itu turun temurun
antar generasi, lingkaran setan kemiskinan (vicous cyrcle of poverty) ini
harus diputus. Salah satunya dengan upaya menghadirkan pendidikan
untuk semua, tanpa terkecuali. Baik ia datang dari keluarga miskin dan
sangat miskin sekalipun. Tidak boleh ada penghalang (barriers to
entry) dalam mengakses pendidikan. Dengan generasi yang terdidik dan
tercerdaskan ini maka akan memiliki banyak pilihan bagi anak-anak
ketika dewasa nanti dalam memilih suatu pekerjaan, dan sudah tentu
efek ikutannya adalah mendapatkan penghasilan yang lebih memadai
untuk keberlanjutan hidupnya dibandingkan bila hanya lulusan sekolah
dasar (SD). Sehingga dapat meningkatkan taraf kualitas hidup dirinya
dan keluarganya kelak di kemudian hari. Serta dengan pendidikan yang
tinggi akan memiliki kompetensi seraya dapat berkompetisi dengan
lebih baik dengan masyarakat terdidik yang dikategorikan “golongan
mampu”.

C. Manajemen yang Baik Kunci Kesuksesan LKM


Berdasarkan kondisi LKM tersebut di atas, dapat dipahami bahwa
banyak faktor yang menjadi penghambat perkembangan LKM di Sumatera
Barat, maka dalam konteks ini lebih akan membahas bagaimana faktor
manajerial LKM yang baik dapat mensolidkan kontribusi mereka dalam
penanggulangan kemiskinan.
Kemampuan Manajerial merupakan suatu pengetahuan, sikap perilaku
dan keterampilan yang dapat membuat pekerjaan menjadi lebih efektif
sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan efisien.

11
Kemampuan manajerial dapat diartikan juga suatu usaha untuk
menggerakkan sumber-sumber yang tersedia untuk terlibat dalam suatu
program atau kegiatan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan
secara efektif dan efisien. Kemampuan ini suatu prasyarat yang harus dimiliki
pengelola manajemen tingkat puncak yang kemampuanya untuk memimpin
organisasi sebagai suatu prasyarat dalam pengelolaan manajemen tingkat atas
(top management).
Didalam LKM, kemampuan manajerial merupakan kemampuan yang
harus dimiliki oleh para pengurus pengelolanya karena para pengurus
pengelola memiliki fungsi Manajerial yang menggerakan dalam mengelola
lembaganya. Oleh karenanya pengurus pengelola LKM memiliki tugas
utama mengelolanya termasuk berbagai kegiatan usahanya. Dari tugas
tersebut, jelas tersirat bahwa perkembangan lembaga ini sangat ditentukan
oleh kualitas pengurus pengelolanya. Dimana faktor pengurusnya mempunyai
peran posisi yang sangat menentukan dan dominan. Disamping itu, para
pengurus pengelola memiliki tugas untuk melaksanakan kesepakatan dan
program LKM.
Untuk memilih seorang pengurus hendaklah individu yang dipilih
karena memiliki kemampuan manajerial yang baik, dengan indikator
kemampuan manajerial sebagai berikut:1
1. Kemampuan Konseptual (Conceptual Skill)
Memiliki suatu kemampuan mental untuk berfikir dalam
memberikan pengertian, pandangan, persepsi, dan pendapat dalam
menangani kegiatan-kegiatan organisasi secara menyeluruh, baik
mengenai kebijakan, kemungkinan-kemungkinan dalam menghadapi
perubahan dan bagaimana mengantisipasinya, serta mensinkronisasikan
semua kegiatan dalam mancapai tujuan organisasi.
2. Kemampuan Kemanusiaan (Human Skill)
Memiliki suatu kemampuan untuk bekerja dalam kelompok atau
dengan kelompok yang lain secara organisasi maupun secara individu,

1
Manullang, Manajemen Personalia, (Jakarta: Ghalia Indonesia 1994), h. 28

12
dalam memberikan motivasi, komunikasi, memimpin dan mengarahkan
orang-orang untuk mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
3. Kemampuan Teknis (Technical Skill)
Memiliki suatu kemampuan dalam menangani suatu masalah yang
ditunjukkan melalui kemampuan menggunakan suatu prosedur, metode,
maupun peralatan teknis dalam proses operasional terutama yang
menyangkut peralatan kerja manusia yang biasa digunakan dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan.
4. Kemampuan Administratif (Administrative Skills)
Memiliki kemampuan yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, penyusunan personalia serta pengawasan segala hal
yang berkaitan dengan sistem administrasi.
Berdasarkan indikator-indikator kemampuan manajerial LKM
tersebut, maka seluruh aspek dalam mengelola usaha mulai dari segi
pemahaman, pengetahuan konseptual mengenai LKM, segi kemampuan
dalam hal teknis, segi kemampuan administratif, segi kemampuan dalam
memotivasi anggota, serta karakteristik-karakteristik personal adalah wajib
dimiliki oleh pengurus LKM.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kontribusi
LKM dalam penanggulangan kemiskinan sebenarnya cukup signifikan.
Hanya saja seringnya kredit macet, karena disebabkan kemampuan manajerial
pengurus LKM masih terbatas. Hal ini dimaklumi karena rata-rata SDM
perdesaan juga masih rendah. Hanya kemauan yang tinggi saja orang mau
mengurus LKM. Untuk itu sebagai rekomendasi perlu ada penguatan
kapasitas bagi pengurus LKM guna meningkatkan kemampuan pengelolaan
ataupun manajerialnya.
Tingginya peluang kredit macet di LKM juga karena disebabkan
penyaluran pinjaman yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Dengan kata
lain LKM kurang memiliki kemampuan didalam menyeleksi calon kreditur.
Untuk itu sebagai rekomendasi, penulis menyarankan ada pendampingan bila
pinjaman sudah disalurkan. Atau alternatif lain dengan cara pengurus LKM
menyeleksi dari sisi kepribadian si peminjam.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan sebuah LKM adalah
partisipasi anggotanya, dan apabila dalam LKM telah terjadi situasi dimana
anggota merasakan tidak adanya manfaat maupun nilai tambah yang dapat
diperoleh dengan bergabung di lembaga tersebut. Hal tersebut dapat
dimaklumi karena boleh jadi akibat dari buruknya kinerja manajerial serta
pelayanannya. Kondisi tersebut membuat partisipasi dari anggota akan
menjadi semakin rendah. Yang harus dibenahi segera adalah reorientasi dan
re-orientasi dan re-organisasi sebagai bangun perusahaan yang profesional.
Dengan memperhatikan hal diatas, maka dengan ini penulis menyarankan :
1. Pemilihan pengurus dilakukan harus berdasarkan pada kemampuan yang
dimiliki oleh calon pengurus tersebut, bukan berdasarkan pada
kepentingan individu maupun golongan, namun demi kepentingan seluruh
anggota LKM.

14
2. LKM harus mengadakan kegiatan pendidikan secara mandiri dan
berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan
pengurus, pengawas, karyawan, dan anggota pada umumnya agar dapat
memperbaiki kinerja pengelolaan dan usahanya.
3. Pengurus harus membuat program-program yang melibatkan anggota,
sehingga dengan partisipasi anggota, diharapkan dapat menjalin
komunikasi yang lebih lancar antara pengurus dan anggota, dengan
demikian aspirasi-aspirasi dari anggota dapat diserap oleh pengurusnya.
4. Perlu adanya penerapan standarisasi pelayanan yang diberikan LKM
terhadap para anggotanya, dengan adanya penerapan standar tersebut,
diharapkan tingkat pelayanannya yang tinggi dapat menjadi suatu
kebiasaan dan suatu etos kerja.
5. Perlu adanya sosialisasi oleh pengurus LKM mengenai seluruh kegiatan
dan program yang dilaksanakan di lembaga tersebut kepada para
anggotanya sehingga seluruh anggotanya dapat mengetahui secara
langsung kondisi lembaganya baik secara fisik maupun non fisik.

B. Saran
Bagi siapa yang membaca makalah ini, kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Mudah-mudahan
makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua dalam menjalani aktivitas kita
sebagai seorang mahasiswa.

15
DAFTAR PUSTAKA

Akyumen, Roberto, Mengenal Lembaga Keuangan Mikro, Yogyakarta : Pustaka


Pelajar, 2016.Dikutip pada,29 November 2019.Pukul 11:45 Am.
Boediono.2015.Ekonomi Makro,Yogyakarta : BPFE-YOGYAKRTA. Dikutip
pada, 29 November 2019.Pukul 11:45 Am.
Karim,A.A.2015. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta:PT.RAJAGRAFINDO
PERSADA. Dikutip pada,29 November 2019.Pukul 11:45 Am.
Manullang, Manajemen Personalia, Jakarta: Ghalia Indonesia 1994. Dikutip
pada,29 November 2019.Pukul 11:45 Am.
Sudarman,Ari.2004. Ekonomi Mikro.Yogyakarta : BPFE-YOGYAKARTA.
Dikutip pada,29 November 2019.Pukul 11:45 Am.

16

Anda mungkin juga menyukai