Anda di halaman 1dari 28

Tema : Penginderaann Jauh untuk Perencanaan

Luaran : Jurnal Nasional yang memiliki ISSN


Kode/Rumpun Ilmu : 424

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DASAR


HIBAH BERSAING DANA DIPA FAKULTAS TEKNIK UNDIP
TAHUN ANGGARAN 2016

PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK IDENTIFIKASI POLA


PERKEMBANGAN RUANG KABUPATEN SEMARANG

TIM PENGUSUL

Ketua Peneliti:

Pangi, ST., MT

Anggota Peneliti:

Muharar Ramadhan

PROGRAM STUDI DIPLOMA III


PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

TAHUN 2016

i
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN DASAR

Judul Penelitian : Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Identifikasi Pola


Perkembangan Ruang di Kabupaten Semarang
Luaran Penelitian : Jurnal Nasional yang memiliki ISSN
Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Pangi, ST., MT
b. NIP/NIDN : 198401012015041001
c. Jabatan Fungsional : Pengajar
d. Program Studi : Diploma III Perencanaan Wilayah dan Kota
e. Nomor HP : +6281215456780
f. Alamat emal : pangi@pwk.undip.ac.id
Anggota Mahasiswa :
a. Nama : Muharar Ramadhan
b. NIM : 21040111130083
Lama Penelitian : 6 (enam) bulan
Biaya Penelitian : Rp. 00.000.000 ,-
Sumber Dana : DIPA Fakultas Teknik UNDIP Tahun 2016

Semarang, 2 Agustus 2016

Mengetahui,
Ketua Program Studi Diploma III Ketua Peneliti
Perencanaan Wilayah dan Kota

Samsul Ma’rif, SP., MT. Pangi, ST., MT


NIP. 196912061999031002 NIP. 198401012015041001

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL DASAR.......................................................ii

ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

DAFTAR TABEL..............................................................................................................v

DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................v

RINGKASAN...................................................................................................................vi

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1

1. 1 Latar Belakang........................................................................................................1

1. 2 Perumusan Masalah................................................................................................2

1. 3 Tujuan Sasaran........................................................................................................2

1. 4 Ruang Lingkup.......................................................................................................2

1. 4. 1 Ruang Lingkup Wilayah.................................................................................3

1. 4. 2 Ruang Lingkup Materi/Substansi....................................................................3

1. 5 Manfaat dan Keutamaan Penelitian........................................................................4

1. 6 Keluaran (Output)...................................................................................................4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK


INDENTIFIKASI POLA PERKEMBANGAN RUANG KOTA.....................................5

2. 1 Teknologi Penginderaan Jauh dan Pemanfaatan Citra Satelit.................................5

2. 1. 1 Perkembangan Sensor Penginderaan Jauh......................................................6

2. 1. 2 Resolusi Citra Satelit.......................................................................................7

2. 1. 3 Pengolahan Citra Digital.................................................................................8

2. 2 Perkembangan Ruang Kota....................................................................................9

2. 2. 1 Definisi Kota Utama (major cities).................................................................9

2. 2. 2 Struktur Ruang Kota Utama (major cities).....................................................9

2. 2. 3 Pertumbuhan Kota Utama (major cities).......................................................10

2. 3 Struktur dan Pola Ruang Kota..............................................................................11

BAB 3 METODE PENELITIAN....................................................................................13

3. 1 Alat dan Bahan......................................................................................................13

iii
3. 2 Metode Penggumpulan Data.................................................................................13

3. 2. 1 Tahap Survei Lapangan.................................................................................13

3. 2. 2 Survei Instansi...............................................................................................14

3. 3 Tahapan penelitian................................................................................................14

BAB 4 BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN..............................................................16

4. 1 Anggaran Biaya.....................................................................................................16

4. 2 Jadwal Penelitian..................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................18

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis Sensor dan Sifatnya..................................................................................6


Tabel 3.1 Form Pengamatan Objek.................................................................................14
Tabel 4.1 Ringkasan Anggaran Biaya Penelitian.............................................................16
Tabel 4.2 Rencana Jadwal Penenelitian...........................................................................16

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Kabupaten Semarang.............................................................................3


Gambar 2.1 Sistem Penginderaan Jauh.............................................................................5
Gambar 2.2 Bentuk Teori Konsentris..............................................................................10
Gambar 2.3 Bentuk Struktur Ruang Kota.......................................................................11

RINGKASAN

Perkembangan ruang kota di Kabupaten Semarang termasuk dalam kategori cukup cepat.
Perkembangan kota dapat diartikan sebagai perubahan yang menyeluruh dalam berbagai

iv
aspek baik sosial, masyarakat (populasi), fisik, budaya (tatanan kehidupan) dan ekonomi
(Yunus, 1978). Dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan citra satelit,
perkembangan tersebut dapat dipetakan dan di analisis pola perkembangannya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pola perkembangan ruang di


Kabupaten Semarang dengan memanfaatkan aplikasi penginderaan jauh. Pemanfaatan
penginderaan jauh dilakukan untuk mengolah data citra satelit multitemporal. Data dari
citra satelit tersebut kemudian di overlay dan analisis sehingga pola perkembangan ruang
kota dapat identifikasi. Hasil penelitian ini adalah pola perkembangan ruang kota di
Kabupaten Semarang.

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan kota merupakan fenomena diseluruh dunia khususnya untuk
Negara-negara berkembang (Hegazy & Kaloop, 2015). Perkembangan kota dapat
diartikan sebagai perubahan yang menyeluruh dalam berbagai aspek baik sosial,
masyarakat (populasi), fisik, budaya (tatanan kehidupan) dan ekonomi (Yunus, 1978).
Perkembangan fisik kota, akan membentuk sebuah pola perkembangan ruang kota.
Ruang kota diartikan sebagai tempat hidup dan berinteraksi manusia (masyarakat)
dengan lingkungannya.

Monitoring perkembangan ruang kota dapat dilakukan dengan pemanfaatan


teknologi penginderaan jauh (Belal & Moghanm, 2011; Butt, Shabbir, Ahmad, & Aziz,
2015; Dewan & Yamaguchi, 2009). Diantaranya dengan melihat fenomena
perkembangan ruang kota seperti perubahan penggunaan lahan, pertumbuhan kawasan
perkotaan, urban sprawl dan sebagainya. Pemanfaatan citra landsat TM multi-temporal
sangat bermanfaat untuk melihat perubahan penutup lahan dan vegetasi sebagai bentuk
perkembangan ruang (Du, Li, Cao, Luo, & Zhang, 2010). Citra landsat TM merupakan
bagian dari perkembangan teknologi penginderaan jauh. Pemanfaatan metode
penginderaan jauh untuk mengolah dan menganalisis citra Landsat TM multitemporal
dapat menghasilkan perubahan fisik suatu kawasan/wilayah.

Penggunaan citra Landsat multitemporal dan klasifikasi pixel citra landsat untuk
mengidentifikasi penutup lahan perkotaan dan perubahannya (Bagan & Yamagata,
2012). Klasifikasi penutup lahan terbangun yang merepresentasikan kawasan
permukiman dilakukan overlay dari citra landsat multitemporal, maka akan diperoleh
pola perkembangan kawasan terbangun (Bakr, Weindorf, Bahnassy, Marei, & El-
Badawi, 2010). Perbandingan pixel lahan terbangun dan tutupan lahan bukan terbagun
(vegetasi) akan merepresentasikan tingkat kekotaan di wilayah studi.

Penelitian ini akan mengkaji tentang perkembangan ruang kota di Kabupaten


Semarang. Hal ini menarik karena Kabupaten Semarang yang berada di bagian selatan

1
Kota Semarang mengalami perkembangan yang cukup cepat. Selain lokasi yang
berdekatan dengan Kota Semarang, sekarang ini terdapat jalan Tol Semarang – Bawen
yang turut menyumbang perkembangan ruang kota di Kabupaten Semarang. Dengan
memanfaatkan metode penginderaan juah dan penggunaan citra Landsat TM dapat
mengidentifikasi pola perkembangan ruang kota di Kabupaten Semarang.

1.2 Perumusan Masalah


Perkembangan teknologi penginderaan jauh semakin meningkat, mulai dari
teknologi foto udara dengan teknik manual sampai ditemukannya teknologi satelit.
Landsat merupakan program pencitraan bumi yang paling lama, dimulai sejak tahun
1970an oleh NASA dan NOAA. Dengan program yang cukup lama tersebut, maka
dokumen data citra multitemporal cukup lengkap untuk seluruh kawasan di muka Bumi.
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh, digunakan untuk mengolah citra landsat
tersebut, sehingga dapat memberikan arti penting tentang perkembangan kota.

Penerapan aplikasi penginderaah jauh ini dilakukan di Kabupaten Semarang.


Kabupaten Semarang dipilih sebagai lokasi studi karena beberapa faktor, antara lain:
tingkat perkembangan ruang cukup tinggi, dibangunnya jalan Tol Semarang – Bawen,
kebijakan pembangunan industri di Kabupaten Semarang. Pemanfaatan teknologi
penginderaan jauh dan citra landsat multitemporal di Kabupaten Semarang akan
memberikan gambaran perkembangan ruang kota di kabupaten tersebut. Pertanyaan
penelitian yang akan dijawab adalah bagaimana pola perkembangan ruang di Kabupaten
Semarang.

1.3 Tujuan Sasaran


Tujuan penelitain ini adalah mengidentifikasi pola perkembangan ruang di
Kabupaten Semarang dengan memanfaatkan aplikasi penginderaan jauh. Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka tahapan peneletian/sasaran studi adalah sebagai berikut:

1. Melakukan pra-pengolahan citra landsat multitemporal

2. Melakukan pengolahan citra landsat termasuk klasifikasi dan overlay

3. Melakukan uji klasifikasi citra landsat

2
4. Overlay kawasan perkotaan dari hasil klasifikasi citra landsat

5. Menghitung dan merumuskan pola perkembangan ruang di Kabupaten


Semarang

1.4 Ruang Lingkup


Ruang lingkup dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaiu ruang lingkup
wilayah dan substansi. Ruang lingkup digunakan untuk memfokuskan pembahasan baik
materi maupun focus lokasi.

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah


Lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah Kabupaten Semarang yang terbagi
dalam 19 Kecamatan (208 desa dan 27 kelurahan), berikut gambar peta Kabupaten
Semarang

3
Gambar PENDAHULUAN.1 Peta Kabupaten Semarang

1.4.2 Ruang Lingkup Materi/Substansi


Sebagai batasan pembahasan materi penelitian yang menjadi koridor pokok
pembahasan serta untuk menghindari kesalahpahaman terhadap materi studi dan untuk
menjaga konsistensi pembahasan studi, di susun sebuah ruang lingkup pembahasan
materi/substansi studi, sebagai berikut:

1. Pra-pengolahan terhadap citra landsat berupa koreksi geometri, penajaman dan


kombinasi band.

2. Pengolahan citra landsat berupa klasifikasi, koreksi hasil klasifikasi dan uji
klasifikasi

4
3. Kajian terhadap kawasan perkotaan hasil klasifikasi

4. Overlay antar tahun dari kawasan perkotaan

5. Analisis pola perkembangan ruang perkotaan

1.5 Manfaat dan Keutamaan Penelitian


Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, manfaat dari penelitian ini adalah
mengetahui pola perkembangan ruang Kabupaten Semarang. Manfaat keilmuan yang
dapat dijadikan referensi tambahan adalah aplikasi pemanfaatan citra satelit untuk
analisi-analisis keruangan.

1.6 Keluaran (Output)


Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah pola perkembangan ruang kota di
Kabupaten Semarang. Keluaran penelitian ini dapat di manfaatkan sebagai bahan dalam
kegiatan penyusunan rencana tata ruang maupun rencana non spasial lainnya di
Kabupaten Semarang.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK
INDENTIFIKASI POLA PERKEMBANGAN RUANG KOTA

2.1 Teknologi Penginderaan Jauh dan Pemanfaatan Citra Satelit


Thomas M. Lillesand dan Ralph W. Kiefer (Lillesand, Kiefer, & Dulbahri, 1990)
mendefinisikan Penginderaan jauh (remote sensing) sebagai bidang keilmuan dan
ketrampilan untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena melalui
analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek,
daerah, atau fenomena yang dikaji. Menurut Sutanto (Sutanto, 1986) sistem
penginderaan jauh terdiri dari serangkaian komponen berupa sumber tenaga, atmosfer,
obyek, sensor, perolehan data dan pengguna data. Jadi secara umum penginderaan jauh
merupakan suatu teknik untuk mengambil informasi tentang kenampakan di permukaan
bumi tanpa harus bersentuhan secara langsung dengan objek yang dimaksud, sehingga
dengan penginderaan jauh dapat di peroleh data-data yang terdahulu.

Dalam penginderaan jauh di kenal adanya sensor yang berfungsi merekam


semua kenampakan objek di permukaan bumi. Sistem kerja pengambilan data oleh
sensor dijelaskan dalam gambar sistem penginderaan jauh sebagai berikut:

Sumber: (Purwadhi & Sanjoto, 2009)

6
Gambar TINJAUAN PUSTAKA PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH
UNTUK INDENTIFIKASI POLA PERKEMBANGAN RUANG KOTA .2 Sistem
Penginderaan Jauh
2.1.1Perkembangan Sensor Penginderaan Jauh
Sensor penginderaan jauh berfungsi sebagai penangkap pantulan gelombang
elektromagnetik. Setiap sensor pekat terhadap bagian spectrum elektromagnetik yang
berbeda serta memiliki kepekaan yang berbeda dalam merekam objek terkecil yang
masih mampu di tangkap oleh sensor (LAPAN, 2009). Berdasarkan wahananya sensor
dibedakan menjadi sensor foto udara, sensor satelit maupun sensor radar sedangkan
berdasarkan proses perekamannya sensor dibedakan menjadi sensor fotografik dan
sensor elektronik (LAPAN, 2009). Berdasarkan sistem deteksi gelombang
elektromagnetik, sensor dibedakan menjadi sensor aktif dan sensor pasif
(Kusumowidagdo, Sanjoto, Banowati, Setyowati, & Semedi, 2007), sensor aktif apabila
sensor menangkan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh tenaga yang
bersumber dari satelit contoh sensor aktif adalah sensor pada satelit radar. Sensor pasif
merupakan sensor yang mendapatkan gelombang dari pantulan sumber gelombang
matahari contoh sensor pada satelit landsat.

Perkembangan teknologi sensor penginderaan jauh dari tahun ke tahun semakin


pesat, berikut beberapa sifat sensor yang peka terhadap gelombang tertentu:

Tabel TINJAUAN PUSTAKA PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK


INDENTIFIKASI POLA PERKEMBANGAN RUANG KOTA .1 Jenis Sensor dan Sifatnya

Panjang Kemampuan
Waktu
Spektrum dan sistem sensor Gelombang mengatasi kendala
Penginderaan
(µm) cuaca
ULTRAVIOLET 0,01 - 0,4 - Siang hari
 Optical mechanical scanner
 Image orthicon
 Kamera dengan film
inframerah
TAMPAK 0,4 - o,7 Kt Siang hari kecuali
 Kamera konvensional jika digunakan
 Multispectral scanner penyinaran aktif
 Vidicon siang
INFRAMERAH PANTULAN 0,75 - 1,5 C Siang hari
 Kamera konvensional dengan
film inframerah

7
Panjang Kemampuan
Waktu
Spektrum dan sistem sensor Gelombang mengatasi kendala
Penginderaan
(µm) cuaca
 Solid state detector dalam
scanner
 Radiometer
INFRAMERAH TERMAL 3,5 - 30,0 Kt, As Siang dan Malam
 Solid state detector dalam
scanner dan radiometer

 Quantum detector
GELOMBANG MIKRO 103 - 106 Kt, As, K Siang dan Malam
 Scanner dan rediometer
 Antena dan circuit
RADAR 8,3 x 103 Kt, As, K Siang dan Malam
 Scanner dan rediometer 1,3 x 106 H#
 Antena dan circuit
Keterangan
Kt : Kabut tipis C : Campuran asap
dan kabut
As : Asap K : Kabut/awan
H : Hujan
# : Kemampuan menembus hujan membesar pada gelombang yang semakin panjang
Sumber: (LAPAN, 2009)

2.1.2 Resolusi Citra Satelit


Resolusi sebuah citra adalah karakteristik yang menunjukkan level kedetailan
yang dimiliki oleh sebuah citra (UMS, 2009). Setiap jenis peta akan memiliki resolusi
yang berbeda-beda tergantung pada jenis sensor yang digunakan, tinggi satelit, area
cakupan serta banyaknya satelit memotret objek yang sama dalam satu periode orbitnya.
Resolusi citra dipengaruhi oleh jenis satelit yang digunakan, misalnya antara resolusi
citra ikonos berbeda dengan citra landsat. Resolusi citra dibedakan menjadi empat yaitu
resolusi spasial, spektral, temporal dan radiometric.

1). Resolusi Spasial

Merupakan ukuran terkecil suatu objek yang dapat direkam oleh sistem sensor
atau resolusi spasial citra mencirikan kerincian informasi yang dapat disajikan oleh
suatu sistem sensor (UMS, 2009). Biasanya ukuran kedetailan di gambarkan dalam
satuan pixel. Dimana pixel-pixel tersebut yang menjadikan citra satelit terlihat berbeda

8
antara citra yang satu dengan yang lainnya, contohnya antara citra landsat TM7 yang
beresolusi spasial 30m dengan citra Quick Bird beresolusi 0,6m.

2). Resolusi Spektral

Menunjukkan lebar kisaran dari masing-masing band spektral yang diukur oleh
sensor (UMS, 2009), ditunjukkan dalam satuan panjang gelombang yang dinyatakan
dalam band citra. Ada citra yang memiliki 6 band seperti landsat TM7 yang masing-
masing band memiliki panjang gelombang berbeda untuk memotret unsure tertentu.

3). Resolusi Temporal

Menunjukkan interval waktu antar pengukuran atau merupakan ukuran


perulangan pengambilan data oleh satelit tersebut pada lokasi yang sama di permukaan
bumi. Resolusi temporal setiap satelit berbeda-beda misalnya resolusi dari satelit landsat
TM7 adalah 16 hari, satelit NOAA adalah 4 kali (2 kali siang dan 2 kali malam hari),
sehingga satelit NOAA digunakan untuk monitoring cuaca.

4). Resolusi Radiometrik

Merupakan ukuran ketelitian citra berdasarkan range representasi/kuantitas data,


dinyatakan dalam untuk format data raster, range tersebut dinyatakan dalam bit,
misalnya 2 bit (0 – 1), 3 bit (0 – 3).

2.1.3 Pengolahan Citra Digital


Pengolahan citra secara digital digunakan untuk mengidentifikasi tutupan lahan
dari citra satelit. Citra satelit yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra landsat,
sehingga pengolahan digital yang dilakukan adalah pengolahan untuk citra landsat. Data
penginderaan jauh satelit pada umumnya adalah berupa data digital, dimana data
tersebut tersusun dari data digital berupa piksel (Purwadhi & Sanjoto, 2009). Piksel
adalah elemen gambar terkecil yang memiliki nilai digital tertentu. Proses pengolahan
citra digital adalah proses pemilahan dan pengelompokan (klasifikasi) nilai-nilai digital
dari citra satelit. Tahapan pengolahan citra digital sebagai berikut (Purwadhi & Sanjoto,
2009):

9
1. Pra-pengolahan atau tahap persiapan.

Tahap ini dilakukan untuk mempersiapkan citra satelit pada tahap pengolahan.
Untuk citra landsat tahap pra-pengolahan ini terdiri dari penggabungan band
(saluran), koreksi radiometric dan geometric.

2. Rekonstruksi citra

Merupakan tahapan perbaikan citra karena adanya gangguan pada nilai digitalnya
atau karena adanya ketidak sempurnaan hasil citra satelit.

3. Penajaman Citra

Tahapan ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas piksel citra satelit, membuat
kontras nilai piksel. Proses yang dilakukan pada tahap ini untuk citra landsat
adalah kombinasi band (saluran) citra untuk mengidentifikasi kenampakan objek.

4. Klasifikasi Objek

Kalasifikasi objek dilakukan dengan cara mengelompokkan piksel-piksel yang


memiliki nilai pada rentang yang sama. Tahap klasifikasi dalam pengolahan citra
digital dikenal dengan istilah klasifikasi termbimbing dan klasifikasi tak
terbimbing.

5. Prediksi fenomena

Prediksi fenomena dilakukan untuk memberikan definisi hasil dari tahap


klasifikasi, yang selanjutkan akan dilakukan tahap uji klasifikasi.

2.2 Perkembangan Ruang Kota


2.2.1 Definisi Kota Utama (major cities)
Pendefinisian mengenai kota utama (major cities) ini digunakan untuk melihat
keterkaitan antara pusat kota dengan peri-urban yang nantinya mempengaruhi pola
penggunaan lahan pada wilayah peri-urban. Seperti yang dijelaskan oleh McGee
(Ginsburg, Norton, Bruce Koppel, 1991) bahwa major cities atau kota utama ini lebih
ditekankan pada tingkat kekotaan serta ukuran dari suatu kota tersebut, sehingga

10
mempunyai peran sebagai pusat kegiatan serta serta mempunyai daya tarik terhadap
masyarakat diluarnya. Dengan demikan peranan kota utama ini lebih dominan dalam
mempengaruhi perkembangan daerah sekiranya. Dengan kata lain bahwa kota utama ini
merupakan pusat kegiatan utama dari daerah sekitarnya atau daerah pinggirannya serta
mempunyai peran yang cukup dominan.

Kota merupakan pusat kegiatan dari daerah pinggirannya, sehingga fungsi


dominan serta kecenderungan perkembangan dari kota utama ini adalah sebagai pusat
perdagangan dan jasa, bisnis serta kegiatan komersial lainnya. Kota merupakan suatu
sistem yang sangat kompleks dan heterogen, seperti yang dijelaskan oleh Spreiregen,
kota pada prinsipnya diorganisasikan sebagai sebuah seri kelompok aktivitas yang
berhubungan satu sama lain dan bervariasi (Widyatmoko, 2005). Dari pemahaman
diatas, wilayah pusat kota sebagai pusat seluruh kegiatan masyarakat mengalami proses
perkembangan yang sangat pesat. Adanya kegiatan yang terorganisir menjadi daya tarik
bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas dan menetap di dalam lingkungan ini.

2.2.2 Struktur Ruang Kota Utama (major cities)


Dijelaskan oleh teori konsentrisnya Burgess (Yunus, 1999) bahwa suatu kota
terdiri dari zona-zona yang melingkar dan saling mengelilingi sehingga akan
membentuk suatu struktur kota yang konsentris. Artinya dalam struktur ruang kota
tersebut ada zona/daerah-daerah yang menjadi pusat kegiatan, sehingga daerah/zona
disekelilingnya

akan secara otomatis mengelilingi zona pusat kegiatan tersebut. Zona tersebut
digambarkan sebagai berikut:

11
Keterangan:
1. CBD (Central Bussiness District) atau
Daerah Pusat Kegiata (DPK)
2. Daerah peralihan atau Transition Zone
(TZ)
3. Zona pemukiman tenaga kerja yang bebas
atau zone of independent workingmen’s
Sumber : (Yunus, 1999) homes.

Gambar TINJAUAN PUSTAKA


4. Zona pemukiman yang lebih baik atau zone
PEMANFAATAN PENGINDERAAN of better residences (ZBR)
JAUH UNTUK INDENTIFIKASI 5. Zona Penglaju atau Commuters Zone (CZ)
POLA PERKEMBANGAN RUANG
KOTA .3 Bentuk Teori Konsentris

Zona-zona tersebut untuk saat ini tidak secara persis seperti gambar diatas, struktur
tersebut seiring dengan perkembangan waktu dan meningkatnya aktivitas masyarakat
akan selalu berubah. Namun yang dapat disimpulkan dari teori Burgess tersebut adalah
adanya suatu pusat kegiatan/kota yang selalu di ikuti oleh perkembangan daerah
sekitarnya, sehingga sampai pada jarak tertentu yang menmunculkan daerah baru
berupa peri-urban. Dari gambaran diatas bahwa suatu kota utama terdiri dari central/inti
kota yang dalam hal ini disebut sebagai Central Bussiness District (CBD), kemudian
diikuti oleh zona-zona yang lain hingga batas wilayah pada zona commuters. Dalam hal
ini zona commuters lebih cenderung pada daerah peri-urban

2.2.3 Pertumbuhan Kota Utama (major cities)

Kota utama ini pada umumnya difungsikan sebagai pusat dari berbagai macam
aktivitas masyarakat, sehingga kelengkapan sarana maupun prasarana penunjang
cenderung lengkap dan bervariasi. Dari sini menimbulkan keinginan dari masyarakat
yang tinggal di luar kota utama ini, masuk kepada kota utama dengan tujuan utama

12
adalah untuk mencari penghidupan yang lebih layak. Hal ini dikarenakan adanya faktor
penarik dari kota seperti (Widyatmoko, 2005)

1. Aksesibilitas

2. Arus Informasi

3. Transaksi bisnis

4. Bursa Kerja

5. Aktivitas Hiburan

6. Konsultan Ahli

7. Fasilitas Perbelanjaan

8. Kesempatan pendidikan

Selain itu menurut Walter Christaller (Christaller, 1966) kota utama atau pusat
kota ini tumbuh dan berkembang untuk menyediakan barang-barang kebutuhan dan jasa
pelayanan bagi masyarakat perkotaan dan wilayah pinggiran kota. Sehingga masyarakat
cenderung untuk bermigrasi ke kota utama (pusat kota), kondisi yang demikian ini
mengakibatkan peningkatan kepadatan penduduk dan aktivitas pada pusat kota. Secara
alamiah kota utama tersebut akan berkembang baik secara horizontal maupun vertikal,
perkembangan horizontal ini akan melebar kewilayah sekitar kota utama. Pertumbuhan
dan perkembangan secara horizontal pada kota utama akan mempengaruhi kebutuhan
terhadap lahan sebagai prioritas utama dalam pengembangan aktivitas perkotaan.
Dengan berkembangnya kota secara horinzontal ke wilayah pinggirannya, juga
mengakibatkan terjadinya peralihan penggunaan lahan pada daerah pinggiran kota/peri-
urban.

2.3 Struktur dan Pola Ruang Kota


Struktur ruang kota merupakan hasil kolaburasi antara aktivitas dan
perkembangan kota. Struktur ruang yang ada setiap saat akan berkembang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat kota tersebut. Struktur ruang yang terbentuk akan

13
menggambarkan pola hirarki ruang dalam suatu kota. Secara detail digambarkan
sebagai berikut (Ginsburg, Norton, Bruce Koppel, 1991):

Sumber: (Ginsburg, Norton, Bruce Koppel, 1991)


Gambar TINJAUAN PUSTAKA PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK
INDENTIFIKASI POLA PERKEMBANGAN RUANG KOTA .4 Bentuk Struktur Ruang Kota

Dari gambar diatas terlihat bahwa keberadaan peri-urban berada sekitar kota utama
yang jaraknya tidak terlalu jauh dan cenderung menempel/mengelilingi kota utama.
Sehingga struktur ruang yang terbentuk juga cenderung mengikuti struktur ruang kota
utama. Lebih jelasnya dapat dilihat pada model struktur ruang yang digambarkan oleh
Burgess (struktur ruang konsentris) pada Error: Reference source not found, terlihat
bahwa daerah peri-urban berada disekeliling berupa zona penglaju (commuters).
Walaupun bentuk struktur ruang yang digambarkan oleh Burgess ini tidak bisa
diterapkan secara nyata dan persis dilapangan, namun pada dasarnya perkembangan
kota akan mengalami penzoningan.

14
BAB 3
METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah interpretasi citra satelit dengan
pendekatan Landscape Approach yaitu melacak penggunaan lahan yang ada melalui
bentang darat yang berupa liputan lahan untuk mengidentifikasi perumahan dan ruang
terbuka hijau. Data yang diperoleh akan diproses dengan menggunakan bantuan Sistem
Informasi Geografis

3.1 Alat dan Bahan


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Citra satelit Landsat,

2. Peta penggunaan lahan Kabupaten Semarang ,

3. Peta Rupabumi Digital Indonesia skala 1:25.000,

4. Data statistik tentang kependudukan, sarana dan prasarana serta jumlah dan
persebaran fasilitas yang ada.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui koordinat posisi saat di


lapangan,

2. Kuesioner,

3. Seperangkat komputer dan printer yang dilengkapi dengan perangkat lunak ER


Mapper, ArcGIS 10.2 untuk pengolahan, analisis dan sintesa data,

4. Kamera fotografi untuk merekam obyek-obyek penting di lapangan,

15
3.2 Metode Penggumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini khususnya untuk kegiatan survei lapangan. Selain survei lapangan
dalam pengambilan data juga dilakukan dengan interpretasi citra satelit:

3.2.1 Tahap Survei Lapangan


Bagian ini membahas mengenai teknik survei untuk memperoleh data-data
primer, sedangkan untuk survei data sekunder dilakukan survei instansi dan tidak
dibahas dalam laporan ini. Beberapa data harus dilakukan survei langsung kelapangan
misalnya untuk uji ketelitian, besarnya pendapatan masyarakat. Survei lapangan di
bedakan menjadi dua bagian yaitu:

 Pengamatan Objek

Survei pengamatan objek dilakukan untuk beberapa kebutuhan yaitu uji


ketelitian hasil interpretasi citra di Kecamatan Tembalang. Dalam pengamatan objek
selain memotret sebagai bentuk visualisasi juga dilakukan marking (penanda titik
objek) dengan menggunakan GPS. Untuk melakukan pengamatan objek digunakan
form pengamatan sebagai berikut:

Tabel METODE PENELITIAN.2 Form Pengamatan Objek


No Posisi Lokasi Kode foto/video Keterangan

1. x: 437571.95 Image_ 01 Permukiman

y: 9219729.59

2. x: 437651.39 Image_ 02 Sawah

y: 9219761.13

3. dst

 Wawancara dan Quesioner

Survei langsung lapangan selanjutnya adalah wawancara. Wawancara dilakukan


sebagai uji validasi hasil analisis dengan responden antara lain tokoh masyarakat,
penduduk di Kabupaten Semarang serta perangkat pemerintahan.

16
3.2.2 Survei Instansi
Survei intansi dilakukan untuk melengkapi data pendukung misalnya jumlah
penduduk, data kondisi fisik, dan rencana tata ruang. Data yang disurvei selain data
deskripsi juga peta, foto.

3.3 Tahapan penelitian


Penelitian ini dilakukan melaui beberapa tahapan yaitu penggumpulan data,
pengolahan data dan analisis data.

1. Penggumpulan data

Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan kegiatan berupa


penggumpulan pustaka, citra satelit landsat multitemporal dan data–data lainnya.

2. Pengolahan data citra

Tahapan pengolahan citra telah dijelaskan pada sub bab 2.1.3 diatas. Tahapan ini
dilakukan pada semua citra landsat, mulai tahun awal sampai citra landsat tahun
terakhir. Hasil dari tahapan ini adalah berupa data lahan terbangun yang merupakan
interpretasi dari kawasan perkotaan.

3. Tahap kerja lapangan

Cek lapangan dilakukan untuk mengetahui kebenaran hasil interpretasi, serta


pengumpulan data lainnya yang diperlukan. Pengecekan kebenaran hasil interpretasi
dilakukan dengan menentukan titik sampel. Pada tahap ini juga dilakukan wawancara
dengan penyebaran kuesioner untuk memperoleh gambaran tentang penggunaan
lahan yang ada.

4. Uji ketelitian dan reinterpretasi

Reinterpretasi dilakukan untuk membetulkan hasil interpretasi pada peta tentatif yang
tidak sesuai dengan keadaan sesungguhnya di lapangan (penegasan hasil
interpretasi). Adapun cara yang dilakukan untuk menguji kebenaran data adalah

17
dengan mencocokkan hasil interpretasi dengan kenyataan di lapangan, sehingga bila
terjadi kesalahan dapat dibetulkan saat interpretasi ulang.

5. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan untuk memetakan lokasi-lokasi lahan terbangun yang


merepresentasikan dari kawasan perkotaan. Data lahan terbangun dari masing-
masing tahun kemudian di overlay dan dihitung simpangannya. Bentuk pengolahan
data lainnya adalah atributisasi, editing dan layout peta.

6. Analisis data

Data yang telah diolah kemudian dianalisis. Analisis yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi:

 Analisis ketelitian interpretasi  analisis ini untuk mengetahui besarnya


ketelitian hasil interpretasi citra

 Analisis Pola perkembangan ruang kota  Analisis ini dilakukan pada peta hasil
overlay. Setelah dihitung simpangan perubahan lahan terbangun, maka hasilnya
dioverlay dengan peta lainnya seperti jaringan jalan, rencana tata ruang dan
kondisi fisik Kabupaten Semarang.

18
BAB 4
BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

4.1 Anggaran Biaya


Besarnya anggaran biaya untuk penelitian ini selama 6 bulan, dijelaskan pada
table 4.1 berikut ini:

Tabel BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN.3 Ringkasan Anggaran Biaya Penelitian


No Jenis Pengeluaran Biaya yang di usulkan (Rp)

1 Belanja Honorarium 0

2 Belanja Barang dan peralatan 0

3 Belanja barang Non Operasional 0

4 Belanja perjalanan/SPPD 0

Jumlah 0

Lebih lanjut rincian dari anggaran penelitian dijelaskan pada lampiran 1 dalam proposal
ini. Jumlah anggaran tersebut dibulatkan menjadi Rp. 00.000.000,00.

4.2 Jadwal Penelitian


Rencana kegiatan penelitian ini akan dilakukan selama 6 bulan, rincian kegiatan
penelitian dijelaskan dalam table 4. 2 berikut ini:

Tabel BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN.4 Rencana Jadwal Penenelitian


Waktu Pelaksanaan
No Kegiatan
Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan V Bulan VI
Persiapan & Pengurusan
1 Perizinan
2 Survei dan Pengumpulan Data
3 Kompilasi Data
4 Analisis Data
5 Uji lapangan
6 Pembahasan TIM
7 Perbaikan peta
8 Penyusunan Laporan

19
Waktu Pelaksanaan
No Kegiatan
Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan V Bulan VI
9 Pembahasan TIM
10 Laporan Final
Pengumpulan Laporan dan
11 finalisasi proses penelitian

20
DAFTAR PUSTAKA

Bagan, H., & Yamagata, Y. (2012). Landsat analysis of urban growth: How Tokyo
became the world’s largest megacity during the last 40years. Remote Sensing of
Environment, 127, 210–222. http://doi.org/10.1016/j.rse.2012.09.011

Bakr, N., Weindorf, D. C., Bahnassy, M. H., Marei, S. M., & El-Badawi, M. M. (2010).
Monitoring land cover changes in a newly reclaimed area of Egypt using multi-
temporal Landsat data. Applied Geography, 30(4), 592–605.
http://doi.org/10.1016/j.apgeog.2009.10.008

Belal, a. a., & Moghanm, F. S. (2011). Detecting urban growth using remote sensing
and GIS techniques in Al Gharbiya governorate, Egypt. The Egyptian Journal of
Remote Sensing and Space Science, 14(2), 73–79.
http://doi.org/10.1016/j.ejrs.2011.09.001

Butt, A., Shabbir, R., Ahmad, S. S., & Aziz, N. (2015). Land use change mapping and
analysis using Remote Sensing and GIS: A case study of Simly watershed,
Islamabad, Pakistan. The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space Science,
18(2), 251–259. http://doi.org/10.1016/j.ejrs.2015.07.003

Christaller, W. (1966). Central places in southern Germany. New Jersey: Prentice-Hall.

Dewan, A. M., & Yamaguchi, Y. (2009). Land use and land cover change in Greater
Dhaka, Bangladesh: Using remote sensing to promote sustainable urbanization.
Applied Geography, 29(3), 390–401. http://doi.org/10.1016/j.apgeog.2008.12.005

Du, P., Li, X., Cao, W., Luo, Y., & Zhang, H. (2010). Monitoring urban land cover and
vegetation change by multi-temporal remote sensing information. Mining Science
and Technology (China), 20(6), 922–932. http://doi.org/10.1016/S1674-
5264(09)60308-2

Ginsburg, Norton, Bruce Koppel, T. G. M. (1991). The extended metropolis settlement


transition in Asia. (T. G. McGee, Ed.). Honolulu: Univ of Hawaii Pr.

21
Hegazy, I. R., & Kaloop, M. R. (2015). Monitoring urban growth and land use change
detection with GIS and remote sensing techniques in Daqahlia governorate Egypt.
International Journal of Sustainable Built Environment, 4(1), 117–124.
http://doi.org/10.1016/j.ijsbe.2015.02.005

Kusumowidagdo, M., Sanjoto, T. B., Banowati, E., Setyowati, D. L., & Semedi, B.
(2007). Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra: Buku Pengantar Penginderaan
Jauh. Jakarta: LAPAN.

LAPAN. (2009). Laporan Aplikasi Citra Landsat untuk Kajian Penggunaan Lahan.
Jakarta: LAPAN.

Lillesand, T. M., Kiefer, R. W., & Dulbahri. (1990). Penginderaan Jauh dan
Interpretasi Citra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Purwadhi, S. ., & Sanjoto, T. B. (2009). Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan


Jauh (Cetakan ke). Jakarta: LAPAN.

Sutanto. (1986). Penginderaan Jauh (Jilid I). Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

UMS. (2009). Penginderaan Jauh. Retrieved from


http://geografi.ums.ac.id/ebook/GIS/arcview_3x_Analisis_Citra_Arcview.pdf

Widyatmoko, B. (2005). Kajian Penerapan Sistem Dinamis dalam Interaksi


Transportasi dan Guna Lahan Komersial di wilayah Pusat Kota Semarang.
Universitas Diponegoro.

Yunus, H. S. (1978). Konsep Perkembangan dan Pengembangan Daerah Perkotaan.


Yogyakarta: Fakultas Geografi, UGM.

Yunus, H. S. (1999). Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

22
23

Anda mungkin juga menyukai