TIM PENGUSUL
Ketua Peneliti:
Pangi, ST., MT
Anggota Peneliti:
Muharar Ramadhan
TAHUN 2016
i
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN DASAR
Mengetahui,
Ketua Program Studi Diploma III Ketua Peneliti
Perencanaan Wilayah dan Kota
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..............................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................v
RINGKASAN...................................................................................................................vi
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1
1. 1 Latar Belakang........................................................................................................1
1. 2 Perumusan Masalah................................................................................................2
1. 3 Tujuan Sasaran........................................................................................................2
1. 4 Ruang Lingkup.......................................................................................................2
1. 6 Keluaran (Output)...................................................................................................4
iii
3. 2 Metode Penggumpulan Data.................................................................................13
3. 2. 2 Survei Instansi...............................................................................................14
3. 3 Tahapan penelitian................................................................................................14
4. 1 Anggaran Biaya.....................................................................................................16
4. 2 Jadwal Penelitian..................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................18
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
RINGKASAN
Perkembangan ruang kota di Kabupaten Semarang termasuk dalam kategori cukup cepat.
Perkembangan kota dapat diartikan sebagai perubahan yang menyeluruh dalam berbagai
iv
aspek baik sosial, masyarakat (populasi), fisik, budaya (tatanan kehidupan) dan ekonomi
(Yunus, 1978). Dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan citra satelit,
perkembangan tersebut dapat dipetakan dan di analisis pola perkembangannya.
v
BAB 1
PENDAHULUAN
Penggunaan citra Landsat multitemporal dan klasifikasi pixel citra landsat untuk
mengidentifikasi penutup lahan perkotaan dan perubahannya (Bagan & Yamagata,
2012). Klasifikasi penutup lahan terbangun yang merepresentasikan kawasan
permukiman dilakukan overlay dari citra landsat multitemporal, maka akan diperoleh
pola perkembangan kawasan terbangun (Bakr, Weindorf, Bahnassy, Marei, & El-
Badawi, 2010). Perbandingan pixel lahan terbangun dan tutupan lahan bukan terbagun
(vegetasi) akan merepresentasikan tingkat kekotaan di wilayah studi.
1
Kota Semarang mengalami perkembangan yang cukup cepat. Selain lokasi yang
berdekatan dengan Kota Semarang, sekarang ini terdapat jalan Tol Semarang – Bawen
yang turut menyumbang perkembangan ruang kota di Kabupaten Semarang. Dengan
memanfaatkan metode penginderaan juah dan penggunaan citra Landsat TM dapat
mengidentifikasi pola perkembangan ruang kota di Kabupaten Semarang.
2
4. Overlay kawasan perkotaan dari hasil klasifikasi citra landsat
3
Gambar PENDAHULUAN.1 Peta Kabupaten Semarang
2. Pengolahan citra landsat berupa klasifikasi, koreksi hasil klasifikasi dan uji
klasifikasi
4
3. Kajian terhadap kawasan perkotaan hasil klasifikasi
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK
INDENTIFIKASI POLA PERKEMBANGAN RUANG KOTA
6
Gambar TINJAUAN PUSTAKA PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH
UNTUK INDENTIFIKASI POLA PERKEMBANGAN RUANG KOTA .2 Sistem
Penginderaan Jauh
2.1.1Perkembangan Sensor Penginderaan Jauh
Sensor penginderaan jauh berfungsi sebagai penangkap pantulan gelombang
elektromagnetik. Setiap sensor pekat terhadap bagian spectrum elektromagnetik yang
berbeda serta memiliki kepekaan yang berbeda dalam merekam objek terkecil yang
masih mampu di tangkap oleh sensor (LAPAN, 2009). Berdasarkan wahananya sensor
dibedakan menjadi sensor foto udara, sensor satelit maupun sensor radar sedangkan
berdasarkan proses perekamannya sensor dibedakan menjadi sensor fotografik dan
sensor elektronik (LAPAN, 2009). Berdasarkan sistem deteksi gelombang
elektromagnetik, sensor dibedakan menjadi sensor aktif dan sensor pasif
(Kusumowidagdo, Sanjoto, Banowati, Setyowati, & Semedi, 2007), sensor aktif apabila
sensor menangkan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh tenaga yang
bersumber dari satelit contoh sensor aktif adalah sensor pada satelit radar. Sensor pasif
merupakan sensor yang mendapatkan gelombang dari pantulan sumber gelombang
matahari contoh sensor pada satelit landsat.
Panjang Kemampuan
Waktu
Spektrum dan sistem sensor Gelombang mengatasi kendala
Penginderaan
(µm) cuaca
ULTRAVIOLET 0,01 - 0,4 - Siang hari
Optical mechanical scanner
Image orthicon
Kamera dengan film
inframerah
TAMPAK 0,4 - o,7 Kt Siang hari kecuali
Kamera konvensional jika digunakan
Multispectral scanner penyinaran aktif
Vidicon siang
INFRAMERAH PANTULAN 0,75 - 1,5 C Siang hari
Kamera konvensional dengan
film inframerah
7
Panjang Kemampuan
Waktu
Spektrum dan sistem sensor Gelombang mengatasi kendala
Penginderaan
(µm) cuaca
Solid state detector dalam
scanner
Radiometer
INFRAMERAH TERMAL 3,5 - 30,0 Kt, As Siang dan Malam
Solid state detector dalam
scanner dan radiometer
Quantum detector
GELOMBANG MIKRO 103 - 106 Kt, As, K Siang dan Malam
Scanner dan rediometer
Antena dan circuit
RADAR 8,3 x 103 Kt, As, K Siang dan Malam
Scanner dan rediometer 1,3 x 106 H#
Antena dan circuit
Keterangan
Kt : Kabut tipis C : Campuran asap
dan kabut
As : Asap K : Kabut/awan
H : Hujan
# : Kemampuan menembus hujan membesar pada gelombang yang semakin panjang
Sumber: (LAPAN, 2009)
Merupakan ukuran terkecil suatu objek yang dapat direkam oleh sistem sensor
atau resolusi spasial citra mencirikan kerincian informasi yang dapat disajikan oleh
suatu sistem sensor (UMS, 2009). Biasanya ukuran kedetailan di gambarkan dalam
satuan pixel. Dimana pixel-pixel tersebut yang menjadikan citra satelit terlihat berbeda
8
antara citra yang satu dengan yang lainnya, contohnya antara citra landsat TM7 yang
beresolusi spasial 30m dengan citra Quick Bird beresolusi 0,6m.
Menunjukkan lebar kisaran dari masing-masing band spektral yang diukur oleh
sensor (UMS, 2009), ditunjukkan dalam satuan panjang gelombang yang dinyatakan
dalam band citra. Ada citra yang memiliki 6 band seperti landsat TM7 yang masing-
masing band memiliki panjang gelombang berbeda untuk memotret unsure tertentu.
9
1. Pra-pengolahan atau tahap persiapan.
Tahap ini dilakukan untuk mempersiapkan citra satelit pada tahap pengolahan.
Untuk citra landsat tahap pra-pengolahan ini terdiri dari penggabungan band
(saluran), koreksi radiometric dan geometric.
2. Rekonstruksi citra
Merupakan tahapan perbaikan citra karena adanya gangguan pada nilai digitalnya
atau karena adanya ketidak sempurnaan hasil citra satelit.
3. Penajaman Citra
Tahapan ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas piksel citra satelit, membuat
kontras nilai piksel. Proses yang dilakukan pada tahap ini untuk citra landsat
adalah kombinasi band (saluran) citra untuk mengidentifikasi kenampakan objek.
4. Klasifikasi Objek
5. Prediksi fenomena
10
mempunyai peran sebagai pusat kegiatan serta serta mempunyai daya tarik terhadap
masyarakat diluarnya. Dengan demikan peranan kota utama ini lebih dominan dalam
mempengaruhi perkembangan daerah sekiranya. Dengan kata lain bahwa kota utama ini
merupakan pusat kegiatan utama dari daerah sekitarnya atau daerah pinggirannya serta
mempunyai peran yang cukup dominan.
akan secara otomatis mengelilingi zona pusat kegiatan tersebut. Zona tersebut
digambarkan sebagai berikut:
11
Keterangan:
1. CBD (Central Bussiness District) atau
Daerah Pusat Kegiata (DPK)
2. Daerah peralihan atau Transition Zone
(TZ)
3. Zona pemukiman tenaga kerja yang bebas
atau zone of independent workingmen’s
Sumber : (Yunus, 1999) homes.
Zona-zona tersebut untuk saat ini tidak secara persis seperti gambar diatas, struktur
tersebut seiring dengan perkembangan waktu dan meningkatnya aktivitas masyarakat
akan selalu berubah. Namun yang dapat disimpulkan dari teori Burgess tersebut adalah
adanya suatu pusat kegiatan/kota yang selalu di ikuti oleh perkembangan daerah
sekitarnya, sehingga sampai pada jarak tertentu yang menmunculkan daerah baru
berupa peri-urban. Dari gambaran diatas bahwa suatu kota utama terdiri dari central/inti
kota yang dalam hal ini disebut sebagai Central Bussiness District (CBD), kemudian
diikuti oleh zona-zona yang lain hingga batas wilayah pada zona commuters. Dalam hal
ini zona commuters lebih cenderung pada daerah peri-urban
Kota utama ini pada umumnya difungsikan sebagai pusat dari berbagai macam
aktivitas masyarakat, sehingga kelengkapan sarana maupun prasarana penunjang
cenderung lengkap dan bervariasi. Dari sini menimbulkan keinginan dari masyarakat
yang tinggal di luar kota utama ini, masuk kepada kota utama dengan tujuan utama
12
adalah untuk mencari penghidupan yang lebih layak. Hal ini dikarenakan adanya faktor
penarik dari kota seperti (Widyatmoko, 2005)
1. Aksesibilitas
2. Arus Informasi
3. Transaksi bisnis
4. Bursa Kerja
5. Aktivitas Hiburan
6. Konsultan Ahli
7. Fasilitas Perbelanjaan
8. Kesempatan pendidikan
Selain itu menurut Walter Christaller (Christaller, 1966) kota utama atau pusat
kota ini tumbuh dan berkembang untuk menyediakan barang-barang kebutuhan dan jasa
pelayanan bagi masyarakat perkotaan dan wilayah pinggiran kota. Sehingga masyarakat
cenderung untuk bermigrasi ke kota utama (pusat kota), kondisi yang demikian ini
mengakibatkan peningkatan kepadatan penduduk dan aktivitas pada pusat kota. Secara
alamiah kota utama tersebut akan berkembang baik secara horizontal maupun vertikal,
perkembangan horizontal ini akan melebar kewilayah sekitar kota utama. Pertumbuhan
dan perkembangan secara horizontal pada kota utama akan mempengaruhi kebutuhan
terhadap lahan sebagai prioritas utama dalam pengembangan aktivitas perkotaan.
Dengan berkembangnya kota secara horinzontal ke wilayah pinggirannya, juga
mengakibatkan terjadinya peralihan penggunaan lahan pada daerah pinggiran kota/peri-
urban.
13
menggambarkan pola hirarki ruang dalam suatu kota. Secara detail digambarkan
sebagai berikut (Ginsburg, Norton, Bruce Koppel, 1991):
Dari gambar diatas terlihat bahwa keberadaan peri-urban berada sekitar kota utama
yang jaraknya tidak terlalu jauh dan cenderung menempel/mengelilingi kota utama.
Sehingga struktur ruang yang terbentuk juga cenderung mengikuti struktur ruang kota
utama. Lebih jelasnya dapat dilihat pada model struktur ruang yang digambarkan oleh
Burgess (struktur ruang konsentris) pada Error: Reference source not found, terlihat
bahwa daerah peri-urban berada disekeliling berupa zona penglaju (commuters).
Walaupun bentuk struktur ruang yang digambarkan oleh Burgess ini tidak bisa
diterapkan secara nyata dan persis dilapangan, namun pada dasarnya perkembangan
kota akan mengalami penzoningan.
14
BAB 3
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah interpretasi citra satelit dengan
pendekatan Landscape Approach yaitu melacak penggunaan lahan yang ada melalui
bentang darat yang berupa liputan lahan untuk mengidentifikasi perumahan dan ruang
terbuka hijau. Data yang diperoleh akan diproses dengan menggunakan bantuan Sistem
Informasi Geografis
4. Data statistik tentang kependudukan, sarana dan prasarana serta jumlah dan
persebaran fasilitas yang ada.
2. Kuesioner,
15
3.2 Metode Penggumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini khususnya untuk kegiatan survei lapangan. Selain survei lapangan
dalam pengambilan data juga dilakukan dengan interpretasi citra satelit:
Pengamatan Objek
y: 9219729.59
y: 9219761.13
3. dst
16
3.2.2 Survei Instansi
Survei intansi dilakukan untuk melengkapi data pendukung misalnya jumlah
penduduk, data kondisi fisik, dan rencana tata ruang. Data yang disurvei selain data
deskripsi juga peta, foto.
1. Penggumpulan data
Tahapan pengolahan citra telah dijelaskan pada sub bab 2.1.3 diatas. Tahapan ini
dilakukan pada semua citra landsat, mulai tahun awal sampai citra landsat tahun
terakhir. Hasil dari tahapan ini adalah berupa data lahan terbangun yang merupakan
interpretasi dari kawasan perkotaan.
Reinterpretasi dilakukan untuk membetulkan hasil interpretasi pada peta tentatif yang
tidak sesuai dengan keadaan sesungguhnya di lapangan (penegasan hasil
interpretasi). Adapun cara yang dilakukan untuk menguji kebenaran data adalah
17
dengan mencocokkan hasil interpretasi dengan kenyataan di lapangan, sehingga bila
terjadi kesalahan dapat dibetulkan saat interpretasi ulang.
5. Pengolahan data
6. Analisis data
Data yang telah diolah kemudian dianalisis. Analisis yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi:
Analisis Pola perkembangan ruang kota Analisis ini dilakukan pada peta hasil
overlay. Setelah dihitung simpangan perubahan lahan terbangun, maka hasilnya
dioverlay dengan peta lainnya seperti jaringan jalan, rencana tata ruang dan
kondisi fisik Kabupaten Semarang.
18
BAB 4
BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
1 Belanja Honorarium 0
4 Belanja perjalanan/SPPD 0
Jumlah 0
Lebih lanjut rincian dari anggaran penelitian dijelaskan pada lampiran 1 dalam proposal
ini. Jumlah anggaran tersebut dibulatkan menjadi Rp. 00.000.000,00.
19
Waktu Pelaksanaan
No Kegiatan
Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan V Bulan VI
9 Pembahasan TIM
10 Laporan Final
Pengumpulan Laporan dan
11 finalisasi proses penelitian
20
DAFTAR PUSTAKA
Bagan, H., & Yamagata, Y. (2012). Landsat analysis of urban growth: How Tokyo
became the world’s largest megacity during the last 40years. Remote Sensing of
Environment, 127, 210–222. http://doi.org/10.1016/j.rse.2012.09.011
Bakr, N., Weindorf, D. C., Bahnassy, M. H., Marei, S. M., & El-Badawi, M. M. (2010).
Monitoring land cover changes in a newly reclaimed area of Egypt using multi-
temporal Landsat data. Applied Geography, 30(4), 592–605.
http://doi.org/10.1016/j.apgeog.2009.10.008
Belal, a. a., & Moghanm, F. S. (2011). Detecting urban growth using remote sensing
and GIS techniques in Al Gharbiya governorate, Egypt. The Egyptian Journal of
Remote Sensing and Space Science, 14(2), 73–79.
http://doi.org/10.1016/j.ejrs.2011.09.001
Butt, A., Shabbir, R., Ahmad, S. S., & Aziz, N. (2015). Land use change mapping and
analysis using Remote Sensing and GIS: A case study of Simly watershed,
Islamabad, Pakistan. The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space Science,
18(2), 251–259. http://doi.org/10.1016/j.ejrs.2015.07.003
Dewan, A. M., & Yamaguchi, Y. (2009). Land use and land cover change in Greater
Dhaka, Bangladesh: Using remote sensing to promote sustainable urbanization.
Applied Geography, 29(3), 390–401. http://doi.org/10.1016/j.apgeog.2008.12.005
Du, P., Li, X., Cao, W., Luo, Y., & Zhang, H. (2010). Monitoring urban land cover and
vegetation change by multi-temporal remote sensing information. Mining Science
and Technology (China), 20(6), 922–932. http://doi.org/10.1016/S1674-
5264(09)60308-2
21
Hegazy, I. R., & Kaloop, M. R. (2015). Monitoring urban growth and land use change
detection with GIS and remote sensing techniques in Daqahlia governorate Egypt.
International Journal of Sustainable Built Environment, 4(1), 117–124.
http://doi.org/10.1016/j.ijsbe.2015.02.005
Kusumowidagdo, M., Sanjoto, T. B., Banowati, E., Setyowati, D. L., & Semedi, B.
(2007). Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra: Buku Pengantar Penginderaan
Jauh. Jakarta: LAPAN.
LAPAN. (2009). Laporan Aplikasi Citra Landsat untuk Kajian Penggunaan Lahan.
Jakarta: LAPAN.
Lillesand, T. M., Kiefer, R. W., & Dulbahri. (1990). Penginderaan Jauh dan
Interpretasi Citra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sutanto. (1986). Penginderaan Jauh (Jilid I). Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
22
23