Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH AGAMA ISLAM

TENTANG KEJUJURAN

DISUSUN OLEH :
GHINA ABBIYAH
KELAS : X.IPA.7

SMA NEGERI 1 PRINGSEWU


KABUPATEN PRINGSEWU
TAHUN 2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Jujur
B. Pembagian Sifat Jujur
C. Ayat-Ayat Al-Quran dan Hadist tentang Perintah Berlaku Jujur
D. Contoh Kisah Tentang Kejujuran
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Pesan

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jujur adalah sifat terpuji yang merupakan faktor terbesar tegaknya agama dan dunia.
Kehidupan dunia akan hancur dan agama juga menjadi lemah di atas kebongan, khianat serta
perbuatan curang. Karena mulianya orang yang jujur, baik di sisi Allah maupun di sisi
manusia, kejujuran harus ditegakkan meskipun berat dan susah. Ungkapan tentang “orang
jujur akan hancur” merupakan keliru. Allah SWT menyifatkan diri-Nya dengan kejujuran. Ini
merupakan bukti kesktian jujur.
Keujuran dapat membuat hati kita nyaman dan tenteram. Ketika berkata jujur, tidak akan ada
ketakutan yang mengikuti atau bahkan kekhawatiran tentang terungkapnya sesuatu yang tidak
dikatakan.
Akan tetapi, saat ini kejujuran dalam penerapan kehidupan sehari-hari masih kurang
seperti perilaku mencontek yang seolah lazim bagi anak-anak dibangku sekolah.

B. Tujuan
1. Dapat mengetahui arti jujur
2. Dapat mengetahui pembagian sifat juju.

C. Rumusan Masalah
1. Apa itu jujur
2. Apa saja pembagian sifat jujur

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jujur
Kata jujur dalam bahasa Arab semakna dengan as-sidqu atau siddiq yang berarti benar,
nyata atau berkata benar. Lawan kata jujur adalah dusta, dalam bahasa Arab adalah al-
kadzibu.Menurut istilah, jujur atau as-sidqu bermakna sebagai berikut.
 Kesatuan antara ucapan dan perbuatan.
 Kesesuaian antara informasi dan kenyataan.
 Ketegasan dan kemantapan hati.
 Sesuatu yang baik yang tidak dicampuri kedustaan.

B. Pembagian Sifat Jujur


Menurut imam Al-Gazali, sifat jujur atau benar (siddiq) dibedakan menjadi tiga yaitu
sebagai berikut.
Jujur dalam niat atau berkehendak yaitu tiada dorongan bagi seseorang dalam sengaja
tindakan dan gerakannya selain dorongan karena Allah SWT.
Jujur dalam perkataan (lisan) yaitu kesesuaian antar berita yang diterima dengan yang
disampaikan. Menempati janji termasuk jujur dalam perkataan.
Jujur dalam perbuatan/amaliah yaitu beramal dengan sungguh-sungguh sehingga
perbuatan jahimnya tidak menunjukan sesuatu yang ada dalam batinnya dan menjadi
tabiat bagi dirinya.
Sebagai seorang mukmin harus membiasakan diri berperilaku jujur karena jujur identik
dengan kebenaran, sedangkan kebenaran akan membawa seseorang mukmin ke surga.
Dengan kata lain, prilaku jujur akan menghantarkan pelakunya menuju kesuksesan dunia
dan akhirat. Sifat jujur adalah salah satu sifat wajib yang dimiliki oleh setiap nabi dan
Rasull. Artinya, orang-orang yang hidupnya selalu istiqomah mempertahankan
kejujuran, sesungguhnya ia telah memiliki separuh dari sifat kenabian.

2
C. Ayat-Ayat Al-Quran dan Hadist tentang Perintah Berlaku Jujur
1. QS. Al-Maidah, 5:8

a. Terjemahan
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.
Al-Maidah (5): 8)

b. Kandungan S. Al-Maidah, 5:8


 Perintah agar orang beriman menjadi penegak kebenaran/ keadilan karena Allah
SWT. Bukan karena manusia atau mencari popularitas.
 Perintah agar orang beriman melaksanakan amal dan pekerjaan dengan cermat
dan jujur kaena Allah SWT.
 Perintah agar menjadi saksi yang adil dan tidak curang.
 Larangan karena alasan benci kemudian berlaku tidak adil pada orang lain.
 Perintah berlaku adil, kaena adil adalah sifat orang yang bertaqwa kepada Allah
SWT.

2. QS. At-Taubah, 9:119


َ‫ص ِدقِين‬ ۟ ُ‫ٱَّللَ َوكُون‬
َّ ‫وا َم َع ٱل‬ َّ ‫وا‬ ۟ ُ‫َٰٓيَأَيُّهَا ٱ َّل ِذينَ َءا َمن‬
۟ ُ‫وا ٱت َّق‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar.”
Kandungan QS. At-Taubah, 9:119
 PerintahAllah SWT kepada orang beriman agar bertaqwa kepada Allah SWT.
 Perintah untuk mencari teman/sahabat atau menjalin hubungan dengan orang yang
benar .

3
3. Hadis dari Abdullah bin Mas’ud ra

Terjemahan : Diriwayatkan dari Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu, ia berkata:


“Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah kalian selalu berlaku jujur,
karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke
Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di
sisi Allâh sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta
membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka.
Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi
Allâh sebagai pendusta (pembohong).’” (HR. Muslim)

b. Kandungan Hadis
 Perintah berlaku jujur karena kejujuran menuntun kepada kebenaran dan kebenaran
menuntun ke surga.
 Orang yang berlaku jujur dan selalu jujur dicatat disisi Allah SWT sebagai orang yang
jujur.
 Larangan berlaku dusta karena dusta menuntun kepada kejahatan dan kejahatan
menuntun ke neraka.
 Orang yang dusta dan selalu dusta dicatat di sisi Allah SWT sebagai pendusta.
Adapun pelajaran yang bisa diambil dari hadist diatas adalah sebagai berikut.
 Kejujuran termasuk Akhlaq terpuji yang dianjurkan oleh islam.
 Diantara ajaran islam adalah setiap orang hendaknya berkata sesuai dengan isi
hatinya.
 Jujur merupakan sebaik-baik modal dan sarana keselamatan di dunia dan di akhirat.
 Seorang mukmin yang bersifat jujur dicintai Allah SWT dan manusia.
 Membimbing rekan lain bahwa jujur itu jalan keselamatan di dunia dan di akhirat.
 Menjawab secara jujur ketika ditanya pengajar tentang penyebab kurangnya
melaksanakan kewajiban.
 Dusta merupakan sifat buruk yang dilarang islam.

4
 Wajib menasihati orang yang mempunyai sifat dusta.
 Dusta merupakan jalan yang menuntun ke neraka.

D. Contoh Jujur
1. Diri Sendiri
• Mengerjakan segala tugas tugas yang diberikan oleh ibu bapak guru.
• Tidak mencontek pekerjaan teman.
• Mmengerjakan semua tugas tugas sekolah dengan seharusnya
• Melaksanakan piket pada waktunya
• Mengikuti peraturan peraturan sekolah
• Tidak melebih-lebihkan sesuatu hanya untuk membuat orang lain terkesan
• Tidak mengarang cerita atas kesalahan yang telah diperbuat- tindakan harus
sesuai dengan kata kata.

2. Kejujuran Nabi Muhammad SAW


Pertama, kejujuran. Dalam melakukan transaksi bisnis Muhammad SAW
menggunakan kejujuran sebagai etika dasar. Gelar al-Amīn (dapat dipercaya) yang
diberikan masyarakat Makkah berdasarkan perilaku Muhammad SAW pada setiap
harinya sebelum ia menjadi pelaku bisnis. Ia berbuat jujur dalam segala
hal, termasuk menjual barang dagangannya.
Cakupan jujur ini sangat luas, seperti tidak melakukan penipuan, tidak
menyembunyikan cacat pada barang dagangan, menimbang barang dengan
timbangan yang tepat, dan lain-lain. Kejujuran Muhammad SAW
dalam bertransaksi dilakukan dengan cara menyampaikan kondisi riil barang
dagangannya. Ia tidak menyembunyikan
kecacatan barang atau mengunggulkan barang daganganya, kecuali sesuai
dengan kondisi barang yang dijualnya. Praktek ini dilakukan dengan wajar
dan menggunakan bahasa yang santun.

Beliau tidak melakukan sumpah


untuk menyakinkan apa yang dikatakannya, termasuk menggunakan nama
Tuhan. Ketika Muhammad SAW menjual dagangan di Syam, ia pernah bersitegang
dengan salah satu pembelinya terkait kondisi barang yang dipilih oleh pembeli
tersebut. Calon pembeli berkata kepada Muhammad SAW , “Bersumpahlah demi
5
Lata dan Uzza!” Muhammad SAW menjawab, “Aku tidak pernah bersumpah
atas nama Lata dan Uzza sebelumnya.” Penolakan Muhammad SAW
dimaklumi
oleh pembeli tersebut, dan sang pembeli berkata kepada Maisarah, “Demi
Allah, ia adalah seorang Nabi yang tanda-tandanya telah diketahui oleh para pendeta
kami dari kitab-kitab kami.”
Dalam konteks sekarang, sekilas kedengarannya aneh bahwa kejujuran
merupakan sebuah prinsip etika bisnis karena mitos keliru bahwa bisnis adalah
kegiatan tipu menipu untuk meraup untung besar. Memang etika ini
agak problematik karena masih banyak pelaku bisnis
sekarang yang mendasarkan kegiatan bisnisnya dengan cara curang, karena sit
uasi eksternal atau karena internal (suka menipu). Sering pedagang
menyakinkan kata
katanya disertai dengan ucapan sumpah (termasuk sumpah atas nama Tuhan).

Padahal kegiatan bisnis yang tidak menggunakan kejujuran sebagai etika bisnisnya,
maka bisnisnya tidak akan bisa bertahan lama. Para pelaku
bisnis modern sadar bahwa kejujuran dalam berbisnis
adalah kunci keberhasilan, termasuk untuk mampu bertahan dalam jangka panj
ang dalam suasana bisnis yang serba ketat dalam bersaing.

Tradisi buruk sebagian bangsa Arab adalah tidak bersikap


jujur (berbohong) dalam menjajakan barang dagangannya. Barang
yang cacat tidak diberitahukan kepada calon pembelinya. Penimbangan
barang tidak tepat
atau penimbangan barang antara barang kering dan basah. Cara-
cara perdagangan mereka masih terdapat unsur penipuan. Dalam kondisi prakte
k mal-bisnis (kecurangan bisnis) seperti ini, Muhammad SAW muncul sebagai
pelaku bisnis yang mengkedepankan kejujuran, yang kemudian hari
mengantarkannya sebagai pemuda yang memiliki gelar al-amīn

6
3. Kejujuran Pemimpin
Umar bin Abdul Azis
Umar bin Abdul Azis merupakan khalifah yang memimpin umat Islam selepas masa
Khulafaur Rasyidin. Nama ini terkenal sebagai salah satu pemimpin yang sangat
antikorupsi.
Umar bin Abdul Azis masih memiliki hubungan darah dengan Khalifah Umar bin
Khattab. Dari nasab tersebut, dia pun mewarisi sifat-sifat Umar bin Khattab.
Pernah suatu malam, terdapat seorang utusan gubernur hendak menghadap dia.
utusan itu mengetuk pintu dan dibukakan oleh pelayan. Kepada sang pelayan, utusan
itu memintanya untuk memberitahukan kedatangannya kepada Umar.
"Sampaikan kepada Amirul Mukminin. Utusan gubernur ingin menghadap," kata
utusan itu.
Pelayan kemudian menyampaikan hal itu kepada Umar. Sang Khalifah pun
menyuruh pelayan mempersilakan masuk. "Biarkan dia masuk," kata Umar kepada
pelayan.
Terjadilah percakapan antara kedua orang ini. Umar banyak bertanya tentang
bagaimana kondisi pemerintahan, kabar masyarakat, penunaian hak masyarakat, dan
lain sebagainya. Semua pertanyaan itu dapat dijawab oleh sang utusan gubernur
dengan sangat baik.
Lalu, utusan gubernur itu balik bertanya kepada Umar. "Bagaimana kabar Anda,
wahai Amirul Mukminin? kabar keluarga Anda? Bagaimana pula kabar pegawai
yang menjadi tanggung jawab Anda?" tanya si utusan.
Mendapat pertanyaan itu, Umar langsung meniup lilin hingga ruangan menjadi
gelap. Kemudian, dia berkata, "Pelayan, nyalakan lampunya." Si pelayan kemudian
menyalakan lampu yang memiliki penerangan sangat redup.
Tindakan Umar menarik perhatian si utusan gubernur itu. Dia kemudian berkata
kepada Umar, "Wahai Amirul Mukminin, saya melihat Anda melakukan perbuatan
yang belum pernah Anda lakukan."
"Apa itu?" tanya Umar.
"Mematikan lilin ketika saya bertanya tentang keadaan Anda dan keluarga. Mengapa
Anda melakukan hal demikian?" tanya si utusan.
Umar pun menjawab pertanyaan itu. "Wahai hamba Allah, lilin yang kumatikan tadi
adalah harta Allah, harta kaum muslimin. Ketika saya bertanya kepada Anda tentang
urusan pemerintahan, maka lilin ini dipakai untuk kemaslahatan umat. Tetapi, ketika
7
Anda bertanya soal kondisi saya pribadi, maka saya menyalakan lampu ini. Lampu
ini milik pribadi saya, minyaknya pun saya beli dari penghasilan saya," kata Umar.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ucapan yang baik dan niat tulus akan menjadi semakin indah jika ada wujud amal dalam
kenyataan. Jujur dalam perbuatan artinya memperlihatkan sesuatu apa-adanya, tidak berbuat
basa basi , tidak membuat-buat, tidak menambah atau mengurangi. Apa yang ia yakini
sebagai kejujuran dan kebenaran, ia jalan dengan keyakinan kuat dan Allah selalu membalas
perbuatan dengan ganjaran yang setimpal.

B. Pesan
Mari mulai jujur untuk diri sendiri, kejujuran membuat hati menjadi tenang. Kami sangat
berharap untuk memberikan kritik dan saran yang membangun . Kami ucapkan terimakasi
pada pembaca sekalian, kemampuan kami tidak apa-apa tanpa dukungan sekitar, guru, dan
ridha Allah Swt.

Anda mungkin juga menyukai