Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hal penting pada setiap kunjungan perawatan gigi pada anak adalah
mengurangi rasa ketidaknyamanan. Pengendalian rasa sakit pada anak dapat
dilakukan dengan teknik pemberian anestesi lokal yang baik dan aman.
Keberhasilan pemberian anestesi lokal didasarkan pada konsep persiapan
psikologis dan ketrampilan penyampaian anestesi lokal tersebut. Pengendalian
rasa sakit adalah aspek yang terpenting dalam penanganan tingkah laku anak pada
saat melakukan perawatan gigi. Jika anak mengalami rasa sakit selama dilakukan
perawatan, maka masa depan mereka sebagai pasien akan terhambat. (Noerdin,
2000).

Bahan anestesi lokal merupakan salah satu bahan yang paling sering
digunakan dalam kedokteran gigi, bahkan menjadi bahan yang mutlak digunakan
dalam praktek dokter gigi sehari-hari (Gaffen dkk, 2009; kirova dkk, 2005).
Anestesi lokal adalah tindakan menghilangkan rasa sakit untuk sementara pada
satu bagian tubuh dengan cara mengaplikasikan bahan topikal atau suntikan tanpa
menghilangkan kesadaran. Anak dapat ditangani anestesi lokal dengan kerjasama
dari orang tua dan tidak ada kontra indikasi. Macam anestesi lokal yang sering
dilakukan dengan kondisi gigi susu sudah goyang adalah anestesi topikal, dimana
fungsinya adalah untuk menghilangkan rasa sakit di bagian permukaan saja
karena yang dikenai hanya ujung-ujung serabut urat syaraf. Ada berbagai macam
bahan anestesi topikal baik dalam bentuk spray, gel maupun salep. Macam-
macam bahan anestesi topikal menurut bahan obatnya adalah chloride ethyl,
Xylestesin ointment, Xylocain Ointment, Xylocain Spray, dan benzokain (cairan,
gel, spray) (Tarigan, 2011).

Rasa takut ataupun cemas sering dirasakan oleh anak pada saat melakukan
kunjungan ke dokter gigi, terlebih jika dihadapkan dengan terapi pencabutan yang
menggunakan anestesi suntikan yang menghasilkan respon negatif pada anak-
anak. Sehingga seringkali mereka sebagian besar masih didampingi oleh orang tua

1
pada waktu melakukan perawatan. Berbagai manifestasi dari rasa cemas ataupun
tingkat penerimaan anak terhadap prosedur perawatan gigi dapat terlihat dari
ekspresi, sikap dan tingkah laku. Tingkat penerimaan anak terhadap prosedur
pencabutan gigi ini biasanya berbeda-beda (Pratiwi, 2012).

Dokter gigi harus memiliki kemampuan melakukan manajemen perilaku


anak yang sesuai dengan diagnosis perilaku yang telah ditetapkan untuk merubah
perilaku anak agar dapat bersikap kooperatif terhadap perawatan gigi dan mulut.
White telah mengklasifikasikan perilaku anak dalam 7 diagnosis perilaku, yakni
pasien anak kooperatif, tidak mampu kooperatif, histeris, keras kepala, pemalu,
tegang, dan cengeng (Zuhri, 2010).
Pada prosedur pencabutan gigi susu dengan menggunakan chloride ethyl
yang bentuknya spray dilakukan dengan menyemprotkan bahan ini pada kapas
kecil dan diletakkan pada mukosa gigi yang akan dicabut, efeknya pasien merasa
dingin seperti disentuh es dan biasanya anak merasa terkejut dengan aplikasi
bahan ini, sedangkan untuk bahan anastesi topikal benzokain yang sediannya gel,
prosedurnya hanya dioleskan dengan cotton pelet atau bisa dengan menggunakan
syringe tanpa jarum pada mukosa gigi yang akan dicabut, tidak ada sensasi dingin,
dan anak biasanya tidak terlalu terkejut dengan aplikasi bahan ini (Tarigan, 2011).

Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis ingin membahas tentang


penggunaan anestesi lokal yang sering digunakan oleh dokter gigi muda fakultas
kedokteran gigi universitas baiturrahmah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di rumuskan masalah


sebagai berikut:
1. Anestesi lokal mana yang lebih sering digunakan oleh dokter gigi muda
Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah pada pasien anak bagian
Paedodonti.

2
2. Apakah dokter gigi muda Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah
menggunakan anestesi topikal atau hanya menggunakan Chlor Etil pada
pencabutan gigi anak.
3. Apa yang menyebabkan dokter gigi muda Kedokteran Gigi Universitas
Baiturrahmah tidak menyukai penggunaan salah satu anestesi lokal.

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui anestesi lokal mana yang lebih sering digunakan oleh
dokter gigi muda Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah pada pasien
anak bagian Paedodonti.
2. Untuk mengetahui apakah dokter gigi muda Kedokteran Gigi Universitas
Baiturrahmah menggunakan anestesi topikal atau hanya menggunakan
Chlor Etil pada pencabutan gigi anak.
3. Untuk menegetahui apa yang menyebabkan dokter gigi muda Kedokteran
Gigi Universitas Baiturrahmah tidak menyukai penggunaan salah satu
anestesi lokal.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anestesi Lokal


2.1.1. Pengertian Anestesi Lokal

Anestesi lokal didefiniskan sebagai kehilangan sensasi pada daerah tubuh


tertentu yang disebabkan oleh depresi eksitasi pada ujung saraf atau adanya
penghambatan proses konduksi dalam saraf perifer. Sifat penting dari anestesi
lokal yaitu bahwa obat ini dapat menghilangkan sensasi rasa sakit tanpa
menghilangkan kesadaran (Malamed, 2014).

Anestesi lokal secara luas digunakan untuk mencegah dan mengurangi


rasa nyeri, mengurangi reaksi inflamasi seperti pada kanker dan nyeri kronis, dan
untuk tujuan diagnostik dan prognostik. Bahan anestesi lokal bekerja secara
reversibel dengan memblokir potensial aksi di akson sehingga mencegah
masuknya ion sodium untuk menghasilkan reaksi, juga berfungsi sebagai anti
inflamasi karena berinteraksi dengan reseptor G-protein, dan juga berfungsi untuk
mengurangi dan mengobati rasa sakit (Heavner, 2007).

2.1.2 Sifat Ideal Anestesi Lokal (Malamed, 2014)

1. Tidak menimbulkan iritasi pada jaringan lunak pada saat digunakan


2. Tidak menimbulkan perubahan pada jaringan saraf
3. Toksisitas sistemik yang rendah
4. Efektif jika diinjeksikan ke jaringan lunak atau topikal ke membran
mukosa
5. Waktu mula kerja yang cepat
6. Durasi kerjanya lama untuk memungkingkan penyelesaian prosedur
namun tidak begitu lama untuk waktu pemulihan

Anestesi lokal harus memiliki dua kriteria utama yaitu tidak mengiritasi
jaringan lunak dan bersifat reversibel. Sangat penting diketahui yaitu adanya
hubungan penggunaan anestesi lokal dengan toksisitas sistemik, karena semua
anestesi lokal yang diinjeksikan ke tubuh terutama topikal anestesi lokal langsung

4
terabsorbsi dan diteruskan ke sistem kardiovaskular. Potensi toksisitas dari
anestetikum merupakan faktor penting dalam pertimbangan untuk digunakan
sebagai anestesi lokal. Toksisitas anastesi lokal sangat bevariasi sesuai dengan
dosis penggunaanya. Meskipun banyak bahan anestesi lokal yang sesuai kriteria,
tetapi tidak semua bersifat efektif pada saat digunakan, baik yang diinjeksikan
maupun secara topikal.

Menurut Bennett, sifat anestesi lokal yang ideal yaitu :

1. Memiliki potensi efek anastetik yang baik tanpa penambahan bahan


konsentrasi
2. Bebas dari reaksi alergi
3. Stabil dan biotransformasi dengan tubuh
4. Steril dan dapat disterilkan

Tidak ada anestesi lokal memenuhi semua kriteria diatas, namun semua
anestetikum sebagian besar memiliki sifat ideal tersebut. Penelitian masih tetap
dilanjutkan untuk mencari anestetikum yang mempunyai efek yang maksimum
dengan sedikit kekurangan.

2.1.3 Macam-macam Anestesi Lokal (Tarigan, 2011)

1. Anestesi topikal
Menghilamgkan rasa sakit di bagian permukaan saja karena yang dikenai
hanya ujung-ujung serabut saraf saja. Bahan yang digunakan berupa salf.
2. Anestesi infiltrasi
Sering dilakukan pada anak-anak untuk rahang atas dann rahang bawah,
mudah dikerjakan dan efektif. Daya penetrasinya pada anak cukup dalam
karena komposisi tulang dan jaringan belum begitu kompak.

2.1.4 Bahan Anestesi (Anestesikum) (Tarigan, 2011)


Sejumlah anestesikum yang ada dapat bekerja 10 menit sampai 6 jam,
dikenal dengan baha long acting. Namun anestesi lokal dengan masa kera panjang
(seperti bupivakain) tidak direkomendasikan untuk pasien anak terutama anak

5
dengan gangguan mental. Hal ini berkaitan dengan masa kerja yang panjang
karena dapat menambah esiko injuri pada jaringan lunak.
Bahan yang sering digunakan sebagai anestesikum adalah lidocain dan
epinephrin (adrenalin). Lidocain 2% dan epinephrin 1:80.000 merupakan pilihan
utama (kecuali pabila ada alergi). Anestesikum tanpa adrenalin kurang efektif
dibanding dengan adrenalin. Epinephrin dapat menurunkan perdarahan pada regio
injeksi.
Hal yang paling penting bagi dokter gigi ketika akan menganestesikan
pasien anak adalah dosis. Dosis yang diperkenankan adalah berdasarkan berat
badan anak (tabel).

Nama Obat Nama % Vasokonstriksi Dosis Max


Dagang Anestesi Lama Bekerja yang
Lokal dianjurkan
Lidocain Xilocain 2 Epinephrin Pulpa: 60 mnt 4,4 mg / kg
1:100.000 Jar lunak: 3-5 jam
Mepivakain Carbocaine 3 - Pulpa: 20-40 mnt 4,4 mg / kg
Jar lunak: 2-3 jam
Prilokain Citanest 4 Epinephrin Pulpa: 60-90 mnt 6,0 mg / kg
forte 1:200.000 Jar lunak: 3-8 jam
Bupivakain Marcaine 0,5 Epinephrin Pulpa: 9-180 mnt 1,3 mg / kg
HCL 1:200.000 Jar lunak: 4-9 jam
Diambil dari: Dentistry For the child and adolescent. Ralp, David, Jeffrey.

Bahan anestesi topikal yang dipakai dapat dibagi sebagai berikut:

1. Menurut bentuknya: Cairan, salep, gel.


2. Menurut penggunaannya: Spray, dioleskan, ditempelkan.
3. Menurut bahan obatnya: Chlor Etil, Xylestesin Ointment, Xilocain
Ointment, xilocain spray.
4. Anestesi topikal benzokain (masa kerja cepat) dibuat dengan
konsentrasi > 20%, lidocain tersedia dalam bentuk cairan atau salep >
5% dan dalam bentuk spray dalam konsentrasi > 10%.

6
2.1.5 Penggunaan Syringe dan Jarum (Tarigan, 2011)

Penggunaan jarum harus sesuai dengan kedalam anestesi yang akan


dilakukan. Jarum suntik pada kedokteran gigi terdiri dari 3 ukura (sesuai standar
America Dental Association = ADA); panjang (32 mm), pendek (20 mm) dan
super pendek (10 mm). Petunjuk:

 Dalam pelaksanaan anestesi lokal pada gigi, dokter gigi hatus


menggunakan syringe sesuai dengan standar ADA.
 Jarum pendek dapat digunakan untuk beberapa injeksi pada jaringan lunak
yang tipis, jarum yang panjang digunakan untuk injeksi yang lebih dalam.
 Jarum cenderung tidak dipenetrasikan lebih dalam untuk mencegah
patahnya jarum.
 Jarum yang digunakan harus tajam dan lurus dengan bevel yang relatif
pendek. Dipasingkan pada syringe. Gunakan jarum sekali pakai
(disposable) untuk menjamin ketajaman dan sterilisasinya.
 Citojet dapat digunakan untuk injeksi intraligament.

2.2 Perilaku Anak Terhadap Perawatan Gigi dan Mulut

2.2.1 Klasifikasi Perilaku Anak Menurut White

Pada dasarnya pembagian perilaku yang diajukan oleh White merupakan


penjelasan atas dua klasifikasi perilaku sebelumnya, khususnya penjelasan atas
klasifikasi potensial kooperatif yang masih belum jelas. Klasifikasi perilaku anak
terhadapat perawatan gigi dan mulut menurut White, yaitu (White, 1981; Zuhri,
2010):
1. Perilaku kooperatif (Cooperative patient)
Perilaku kooperatif merupakan kunci keberhasilan dokter gigi dalam
melakukan perawatan gigi dan mulut. Anak dapat dirawat dengan baik jika
dia menunjukkan sikap positif terhadap perawatan yang
dilakukan.Kebanyakan pasien gigi anak menunjukkan sikap kooperatif dalam
kunjungannya ke dokter gigi. Tanda-tanda pasien anak dan remaja yang
tergolong kooperatif adalah:

7
a. Tampak rileks dan menikmati kunjungan sejak di ruang tunggu
b. Mengikuti semua instruksi yang disampaikan dengan rileks
c. Memahami sendiri semua perinta
d. Terlihat antusias terhadap perawatan yang akan dilakukan
e. Penanganan dalam klinik biasanya cukup dengan teknik tell show do
(TSD)
f. Adanya hubungan antara dokter

2. Perilaku tidak mampu kooperatif (Inability to cooperative patient)


Ada dua kelompok pasien yang termasuk dalam kelompok perilaku
tidak mampu kooperatif, yakni:
a. Anak yang berumur di bawah 3 tahun yang masih sangat bergantung
kepada ibunya.
b. Pasien anak atau remaja yang handicapped, baik retardasi mental
maupun keterbatasan fisik/cacat.
Kedua kelompok pasien ini pada dasarnya adalah ketidakmampuan
untuk berkomunikasi dan untuk memahami segala instruksi.Hal ini sangat
menyulitkan dokter gigi dalam melakukan perawatan. Pasien anak dengan
kategori tidak mampu kooperatif dapat ditangani dengan premedikasi dan
menggunakan anastesi umum.

3. Perilaku histeris (Out of control patient)


Ada beberapa karakteristik pada pasien anak yang tergolong dalam
perilaku histeris, yakni:
a. Pasien umumnya berumur 3-6 tahun dan merupakan kunjungan
pertama
b. Tangisan yang keras, memekik, dan marah
c. Merengek dan mudah marah
d. Memiliki tingkat kecemasan dan ketakutan yang tinggi.
Perilaku jenis ini dapat ditangani dengan mengevaluasi pasien
sebelum melakukan perawatan dan melakukan pendekatan kepada anak

8
secara lembut disertai pemberian penjelasan mengenai prosedur perawatan
untuk mengurangi tingkat kecemasannya.
4. Perilaku keras kepala (Obstinate/ defiant patient)
Beberapa karakteristik anak dengan perilaku keras kepala, yakni:
a. Melawan pada setiap instruksi
b. Pasif mempertahankan diri dan tidak ada perhatian terhadap perintah
c. Berdiam diri tidak mau bergerak dan membuka mulut.
d. Bersikap menentang dan tidak sopan
Pasien anak dengan perilaku keras kepala dapat ditangani dengan
mencoba memahami dan melakukan komunikasi dengan pasien tersebut
tanpa melakukan paksaan. Karena dengan paksaan akan semakin men
yulitkan dokter gigi dalam melakukan perawatan.

5. Perilaku pemalu (Timid patient)


Perilaku pemalu dalam perawatan gigi dan mulut merupakan suatu
perasaan gelisah atau mengalami hambatan dalam membentuk hubungan atau
komunikasi antara dokter gigi dan pasien anak sehingga mengganggu
tercapainya keberhasilan perawatan. Pemalu dapat berubah menjadi fobia
yang menjadikan pasien tersebut menjadi tidak kooperatif terhadap perawatan
gigi dan mulut (Rahmania, 2006).
Karakteristik anak dengan perilaku pemalu, yakni (White, 1981;
Zuhri, 2010):
a. Pemalu karena takut berbuat salah dan susah mendengarkan instruksi
b. Menghindari kontak mata dan berlindung di belakang orang tua
c. Tidak banyak bicara, menjawab secukupnya saja
d. Membutuhkan dorongan kepercayaan diri
e. Berasal dari lingkungan keluarga yang bersifat overprotektif.

6. Perilaku tegang (Tense patient)


a. Anak tersebut tampak tegang secara fisik, dahi dan tangan
berkeringat, bibir kering
b. Suara terdengar tremor

9
c. Memulai percakapan dengan “tidak” dan “saya tidak akan”
d. Tangan bergetar
e. Menatap ke sekeliling ruang klinik
f. Menerima perawatan yang diberikan
g. Anak jenis ini ingin tampak berani dan tumbuh dewasa.

7. Perilaku cengeng (Whining patient)


a. Merengek atau menangis sepanjang prosedur perawatan
b. Masih tetap bisa menerima perawatan
c. Bisa menerima perhatian dari dokter gigi
d. Penangan yang paling tepat adalah dokter gigi harus bersikap sabar
dan tenang. Dokter gigi sebaiknya memberikan pujian terhadap
mereka jika bersikap kooperatif selama perawatan gigi dan
menyampaikan bahwa tidak akan lama lagi dan mereka bisa pulang ke
rumah

10
BAB III

METODE PENELITIAN

2.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penilitian
deskriptif dengan metode survey. Tujuan penelitian survey adalah untuk
memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat, serta
karakter-karakter yang khas dari kasus atau kejadian suatu hal yang bersifat
umum.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi atau gambaran
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat, serta hubungan antara
fenomena yang diselidiki. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan kuesioner yang terdiri dari pertanyaan yang berkaitan dengan
anestesi lokal yang digunakan pada pasien anak. Indikator-indikator kemudian
dijabarkan oleh penulis menjadi sejumlah pertanyan-pertanyaan sehingga
diperoleh data primer. Data ini akan dianalisis dengan menghitung presentase
tanggapan untuk setiap pertanyaan.

2.2 Objek Penelitian


Objek penelitian dalam penelitian ini adalah dokter gigi muda yang sudah
pernah melakukan pencabutan topikal ataupun pencabutan infiltrasi pada bagian
paedodonti RSGM Baiturrahmah sebanayak 30 orang.

2.3 Variabel Penelitian


 Variabel bebas (Independent Variable) merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel dependen (terikat): Anestesi lokal Kedokteran Gigi.
 Variabel terikat (Dependent Variable) merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas:
Pasien Anak

11
2.4 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di RSGM Universitas Baiturrahmah.

2.5 Teknik Sampling


Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik sampling
pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua yaitu probability sampling dan
nonprobability sampling. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode
probability sampling, sedangkan cara pengambilan sampel yang digunakan adalah
simple random sampling. Menurut Sugiyono (2013:118) Simple random sampling
adalah sebagai berikut : “Simple random sampling adalah pengambilan anggota
sampel dari populasi secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
populasi itu”.
Menurut Sugiyono (2013:118) yang dimaksud Probability sampling adalah
sebagai berikut : “Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang
memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel”.

2.6 Sampel

n = N/N(d)2 + 1

n = sampel; N = populasi; d = nilai presisi 95% atau sig. = 0,05.

n =N/N(d)2

n = 33/33 (0,05)2+1

=33/33 (0,0025 ) +1

= 33/1,0825

= 30,48

2.7 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah kuesioner sebanyak 30 lembar.

12
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian dilakukan pada tanggal 20 Agustus 2019 di RSGM Universitas
Baiturrahmah. Angket diserahkan kepada dokter gigi muda yang sudah pernah
melakukan pencabutan infiltrasi dan topikal pada pasien anak bagian paedodonti.
Data yang dikumpulkan direpresentasikan sebagai grafik batang.
Tabel 1. Prevalensi penggunaan anestesi untuk pasien anak

Penggunaan anastesi untuk merawat anak – anak

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid terkadang 1 3,3 3,3 3,3

jarang 29 96,7 96,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Tabel 1 dan grafik diatas menunjukkan bahwa rata-rata dokter gigi muda
Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah jarang menggunakan anestesi untuk
pencabutan gigi pada pasien anak bagian paedodonti. Karena dokter gigi muda

13
Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah lebih sering menggunakan Chlor Etil
yang di semprotkan pada kapas dan diaplikasikan pada daerah yang akan
dianestesi.

Tabel 2: Kelompok umur penggunaan anestesi

Kelompok umur pengguna anastesi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 5-12 tahun 3 10,0 10,0 10,0

6-12 tahun 17 56,7 56,7 66,7

7-10 tahun 8 26,7 26,7 93,3

8-9 tahun 2 6,7 6,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Tabel 2 dan grafik diatas menunjukkan bahwa rata-rata kelompok umur


rata-rata pasien anak yang dilakukan anestesi pada bagian paedodonti adalah umur
6 hingga 12 tahun. Hal ini disebabkan karena pada umur 6 tahun merupakan tahun
mulainya pergantian gigi susu dan gigi permanen. Hingga umur 12 karena batas
umur pasien anak yang diterima pada bagian paedodonti adalah umur 12 tahun.

14
Tabel 3: Jenis anestesi yang sering digunakan apada pasien anak

Jenis anastesi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Anastesi topikal 30 100,0 100,0 100,0

Tabel 3 dan grafik batang diatas menunjukkan bahwa dokter gigi muda
Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah lebih cendrung menggunakan anestesi
topikal dibanding dengan anestesi infiltrasi. Hal ini disebabkan oleh rasa takut
pasien anak terhadap jarum suntik.

Tabel 4: Penggunaan gel anestesi topikal

Pemakaian Gel anastesi topikal

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid sering 6 20,0 20,0 20,0

terkadang 9 30,0 30,0 50,0

jarang 15 50,0 50,0 100,0

Total 30 100,0 100,0

15
Tabel 4 dan grafik batang diatas menunjukkan bahwa dokter gigi muda
Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah lebih jarang menggunakan gel pada
anestesi topikal. Mereka lebih sering menggunakan Chlor Etil sebagai anestesi
topikal. Hal ini berkaitan dengan hasil dari tabel 1 diatas.

Tabel 5: Jenis Spuit yang digunakan pada anestesi infiltrasi

Jenis Spuit

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid spuit 1 cc 30 100,0 100,0 100,0

16
Tabel 5 dan grafik batang diatas menunjukkan bahwa dokter gigi muda
Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah sering menggunakan spuit 1 cc untuk
anestesi infiltrasi pada pasien anak bagian paedodonti. Hal ini dilakukan karena
spuit 1 cc memiliki jarum yang pendek dan kecil, sehingga mencegah pasien takut
dan merasa sakit.

Tabel 6: Lama penyuntikan pada anestesi infiltrasi

Lama penyuntikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <10 detik 8 26,7 26,7 26,7

11-20 detik 19 63,3 63,3 90,0

31-60 detik 3 10,0 10,0 100,0

Total 30 100,0 100,0

17
Tabel 6 dan grafik batang diatas menunjukkan bahwa dokter gigi muda
Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah melakukan deponir pada anestesi
infiltrasi dengan pelan-pelan sehingga memakan waktu yang agak lama. Hal ini
dilakukan untuk mencegah rasa sakit pada saat melakukan deponir.

Tabel 7: Faktor yang tidak disukai pada penggunaan anestesi topikal

Faktor yang tidak disukai penggunaan anastesi topikal

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Rasa 2 6,7 6,7 6,7

durasi anastesi 28 93,3 93,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

18
Tabel 7 dan grafik batang diatas menunjukkan bahwa walaupun anestesi
topikal merupakan anestesi yang lebih sering digunakan karena pasien anak tidak
akan merasakan takut, namun hal yang tidak disukai dari anestesi topikal ini
adalah durasi anestesi yang pendek. Karena terkadang pasien anak tidak langsung
mau dicabut karena takut dengan instrumen pencabutan gigi.

Tabel 8: Faktor yang tidak disukai pada penggunaan anestesi infiltrasi

Faktor yang tidak disukai penggunaan anastesi infiltrasi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid durasi anastesi 3 10,0 10,0 10,0

pasien tidak mau


27 90,0 90,0 100,0
melanjutkan perawatan

Total 30 100,0 100,0

19
Tabel 8 dan grafik batang diatas menunjukkan bahwa dokter gigi muda
Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah tidak menyukai penggunaan anestesi
infiltrasi pada pasien anak adalah dikarenakan pasien akan takut dan histeris
setelah melihat adanya jarum suntik.

4.2 Pembahasan

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penilitian


deskriptif dengan metode survey, yang bertujuan untuk mengetahui penggunaan
anestesi lokal pada pasien anak bagian paedodonti di RSGM Universitas
Baiturrahmah.

Salah satu aspek yang paling penting dalam menghadapi pasien anak adalah
pengendalian rasa sakit. Karena itu, penting bagi dokter gigi untuk berusha
meminimalkan rasa sakit dan ketidaknyamanan selama perawatan gigi pada
pasien anak. Karena ketidaknyamanan tersebut dokter gigi menggunakan anestesi
lokal untuk mengontrol rasa sakit (Corssen, 1988). Namun, penggunaan jarum
suntik untuk anestesi meningkatkan kecemasan pada pasien anak bahkan pasien
dewasa (American Academy of Pediatric Dentistry, 1999). Anak yang lebih kecil
bahkan akan menunjukkan perilaku negatif sebelum dan selama proses injeksi.

20
Panjang jarum harus disesuaikan dengan kebutuhan penetrasi ketebalan
jaringan lunak yang signifikan. Jarum yang pendek dapat digunakan untuk injeksi
yang tidak memerlukan penetrasi kedalaman jaringan lunak yang signifikan
(Hersh, 1993).

Waktu penyuntikkan anestesi infiltrasi juga harus diperhatikan, untuk


kenyamanan pasien dan untuk mencegah robeknya jaringan daerah yang di
deponir. Injeksi yang terlalu cepat menyebabkan ketidaknyamanan selama deponir
dan diikuti rasa sakit yang berkepanjangan setelah efek mati rasa anestesi lokal
mereda. Direkomendasikan setidaknya 60 detik untuk 1,8 ml spuit penuh karena
pada laju injeksi ini tidak akan mengahasilkan kerusakan jaringan baik selama
atau setelah anestesi (McGrath, 1993).

Anestesi topikal efektif hinggga kedalam 2-3 mm dan efektif dalam


mengurangi kecemasan pasien dan rasa tidak nyaman dari penetrasi awal jarum
kedalam mukosa. Kerugiannya pada penelitian ini adalah waktu efektif anestesi
topikal yang relatif pendek (McGrath, 1993).

Sebagian besar dokter gigi muda lebih menyukai penggunaan anestesi


topikal yang lebih mudah digunakan pada pasien anak. Hal ini disebabkan
anestesi topikal tidk menyebabkan pasien takut dan histeris dibandingkan
penggunaan anestesi infiltrasi yang menggunakan jarum suntik, yang
menyebabkan pasien anak cemas dan histeris.

21
BAB V

KESIMPULAN

Anestesi lokal didefiniskan sebagai kehilangan sensasi pada daerah tubuh


tertentu yang disebabkan oleh depresi eksitasi pada ujung saraf atau adanya
penghambatan proses konduksi dalam saraf perifer. Sifat penting dari anestesi
lokal yaitu bahwa obat ini dapat menghilangkan sensasi rasa sakit tanpa
menghilangkan kesadaran. Penggunaan anestesi lokal yang digunakan pada pasien
anak bagian paedodontik adalah anestesi infiltrasi dan topikal. Dan temuan dari
penelitian ini, anestesi lokal yang lebih disukai oleh dokter gigi muda untuk
pasien anak bagian paedodontik adalah anestesi topikal. Hal ini disebabkan oleh,
pasien tidak takut dan nyaman dengan penggunaan anestesi topikal. Anestesi
infiltrasi jarang digunakan karena pasien akan cemas dan takut saat me;ihat jarum
suntik. Namun, dokter gigi muda Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah lebih
sering menggunkan Chlor Etil dibandingkan dengan penggunaan anestesi topikal
gel. Sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai alasan tersebut.

22
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatric Dentistry: Guidelines. 1999. Local anesthesia


considerations during sedation. Pediatr Dent: 20:49.

Budenz, A.W. 2000. Local anesthetics and medically complex patient. Journal of
california dental association. 4(20): 1-9.

Corssen, G. 1988. Intravenous Anesthesia and Analgesia. Philadelphia: Lea and


Febiger: 99-174.

Gaffen AS, Haas DA. Survey of local anesthetic use by Ontario dentists. J Can
Dent Assoc. 2009;75(9):649.

Heavner, J.E. 2007. Local anesthetic. Current opinion in anesthesiology. 20(3):


336-42.

Hersh, E.V. 1993 Local anesthetics in dentistry: Clinical considerations, drug


interactions, and novel formulations. Compend Contin Educ Dent. 8:1020-
30.

Kirova, D., Lalabonova, H.r., Dobreva, D. 2005. A survey of local anesthetic


agents used by bulgarian dental practitioners. J of IMAB. 2:7-8.

Malamed, S.F. 2014. Handbook of local anaesthesia 6th ed. St. Louis: Mosby. 16-
7, 59-64, 89-90.

McGrath, P.J., McAlpine, L. 1993. Psychologic perspectives on pediatric pain. J


Pediatr. 122 (5 Pt 2):S2-8.

Noerdin, S. 2000. Penatalaksanaan Pemberian Anestesi Lokal pada Gigi Anak.


Jurnal Kedokteran Gigi Anak Universitas Indonesia. Jakarta. 162-165.

23
Pratiwi, A. R., 2012, Tingkat Kecemasan Pasien Anak Dengan Metode
Pendampingan dan Non Pendampingan Berdasarkan Facial Image Scale
dan Blood Pressure, Thesis, universitas Indonesia, Jakarta.

Rahmania, H.N., Putra, B.A. 2006. Hubungan antara persepsi terhadap pola asuh
otoriter orang tua dengan kecenderungan pemalu (shyness) pada remaja
awal. Insan. 8(3): p.211-9.

Tarigan, M. U, dkk, 2011, Pencabutan Gigi Pada Anak, USU, Medan.

White, G.E., Kisby, L. 1981. Clinical oral pediatric. Chicago: Quintessence


Publishing co., Inc: 48-50.

Zuhri, A., Salurapa, N., Horax, S. 2010. Diagnosis perilaku suatu keharusan untuk
mencapai derajat kesehatan gigi anak optimal. PIN IDGAI Bandung:1-7.

24
Lampiran 1. Lembar Kuesioner
NAMA :
NIM :
Pertanyaan:
1. Seberapa sering anda menggunakan anestesi untuk merawat pasien anak-
anak?
a. Sangat sering b. Seringkali c. Jarang

2. Apa kelompok usia umum pasien anak yang membutuhkan anestesi?

3. Anestesi apa yang mudah digunakan pada pasien anak-anak?


a. Anestesi Infiltrasi b. Anestesi topikal

4. Saat anestesi topikal, apakah anda menggunakan gel anestesi topikal?


a. Sering b. Terkadang c. Jarang

5. Spuit yang paling sering anda gunakan untuk anestesi lokal pasien anak?
a. Spuit 1 cc b. Spuit 3 cc

6. Berapa banyak waktu yang anda ambil untuk menyuntikkan 1 spuit penuh?
a. < 10 dtk b. 11-20 dtk c. 31-60 dtk

7. Faktor apa yang tidak disukai pada penggunaan anestesi topikal?


a. Rasa b. Durasi anestesi

8. Faktor apa yang tidak disukai pada penggunaan anestesi lokal infiltrasi pada
pasien anak?
a. Durasi anestesi b. Pasien tidak mau melanjutkan
perawatan

25
26

Anda mungkin juga menyukai