i
KATA PENGANTAR
Mengetahui
Direktur RS GrahaMedika
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
SK PEMBERLAKUAN PEDOMAN.....................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL, GAMBAR, LAMPIRAN........................................................vi
DAFTAR SINGKATAN.........................................................................................vii
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang..................................................................................................1
I.2 Landasan Hukum...............................................................................................1
BAB II
RUANG LINGKUP
II.1 Pengertian.........................................................................................................3
II.2 Kesehatan Kerja...............................................................................................4
II.3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.........................................5
II.4 Bahaya Kesehatan di Tempat Kerja.................................................................6
II.5 Kecelakaan Kerja.............................................................................................7
BAB III
STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI FASILITAS
PELAYANAN KESEHATAN............................................................................... 10
BAB IV
MANAJEMEN RISIKO KESEHATAN KERJA DI RUMAH SAKIT
III.1 Identifikasi Bahaya.........................................................................................27
III.2 Pengukuran Pajanan ......................................................................................28
III.3 Surveilans Kesehatan......................................................................................28
III.4 Surveilans Medis (Health Risk Assessment)..................................................28
III.5 Pengendalian Pajanan Bahaya Kesehatan.......................................................29
BAB V
IDENTIFIKASI RISIKO
IV.1 Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3)..............................................................31
IV.2 Kebisingan.......................................................................................................33
IV.3 Ergonomi.........................................................................................................35
BAB VI
TATA LAKSANA UPAYA KESEHATAN KERJA
V.1 Pemeriksaan Kesehatan Kerja..........................................................................38
V.1.1 Pemeriksaan Pra Kerja..................................................................................38
V.1.2 Pemeriksaan Berkala.....................................................................................39
V.1.3 Pemeriksaan Khusus......................................................................................39
V.1.4 Imunisasi Karyawan......................................................................................41
iii
BAB VII
KECELAKAAN KERJA
VI.1 Klasifikasi Kecelakaan Kerja.........................................................................43
VI.2 Needle Stick Injury (NSI/Cedera Tertusuk Jarum).........................................44
VI.3 Pelaporan Kecelakaan Kerja...........................................................................44
BAB VIII
PENUTUP...............................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................46
iv
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Tabel Halaman
3.1 Kategori Dampak/Konsekuensi 12
3.2 Kategori Kemunginan/Probabilitas 12
3.3 Matriks Risiko 13
3.4 Skala Tingkat Risiko 13
5.1 Hubungan Tingkat Kebisingan Dengan Masa 17
Kerja (jam)
5.2 Faktor Risiko Penyebab Penyakit Akibat Kerja 19
Dalam Ergonomi
5.3 Penyakit yang termasuk dalam CTD 20
(Cummulative Trauma Disorders)
DAFTAR GAMBAR
No.
Judul Gambar Halaman
Gambar
2.1 Segitiga Epidemiologi 5
3.1 Hierarki Pengendalian Risiko K3 dari NIOSH 14
3.2 Penanganan Beban Manual 17
4.1 Hierarki Pengendalian 30
5.2 Tingkat Kebisingan Dan Sumber Suara 34
v
DAFTAR SINGKATAN
AC : Air Conditioner
AIRS : Accident Incident Reporting System
APD : Alat Pelindung Diri
APT : Alat Pelindung Telinga
B3 : Bahan Berbahaya dan Beracun
BATAN : Badan Tenaga Atom Nasional
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BSN : Blood Sugar Nuchter
BUN : Blood Urea Nitrogen
CTD : Cummulative Trauma Disorder
dB : desibel
DL : Darah Lengkap
EKG : Elektro Kardio Grafis
Fasyankes : Fasilitas Pelayanan Kesehatan
FL : Feses Lengkap
HbsAg : Hepatitis B surface Antigen
HIV : Human Imunodeficiency Virus
ILO : International Labour Organization
K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Kepmenaker : Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Kepmenkes : Keputusan Menteri Kesehatan
Kepres : Keputusan Presiden
KK : Kecelakaan Kerja
LDL : Low Density Lipoprotein
MSDS : Material Safety Data Sheet
NAB : Nilai Ambang Batas
No : Nomor
NRR : Noise Reduction Rate
NSI : Needle Stick Injury
P2K3 : Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
PAHK : Penyakit Akibat Hubungan Kerja
PAK : Penyakit Akibat Kerja
Permenaker : Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan
PP : Peraturan Pemerintah
PPI : Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
RS : Rumah Sakit
SDM : Sumber Daya Manusia
SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
SGPT : Serum Glutamic Piruvic Transaminase
SMK3 : Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
SPO : Standar Prosedur Operasional
TDL : Transluminous Densitometry Badge
TG : Trigliserida
UL : Urine Lengkap
UU : Undang Undang
WHO : World Health Organization
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
7. Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
8. Surat Keputusan Kepala Bapeten No.01/Ka-Bapeten/V-99 tentang
Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 715/Menkes/SK/V/2003 tentang
Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 7 tahun 2019 tentang Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52 Tahun
2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
2
BAB II
RUANG LINGKUP
II.1 Pengertian
1. Tenaga Kerja (Man Power) ialah individu yang berada pada usia
produktif;
2. Pekerja (Worker) ialah individu yang saat ini sedang melakukan pekerjaan;
3. Pekerjaan (Occupation) ialah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh
nafkah;
4. Sakit ialah setiap gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan/perawatan (UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan);
5. Upaya Kesehatan Kerja adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan
berkesinambungan untuk memelihara, meningkatkan derajat kesehatan,
dan ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari
gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan
(UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan);
6. Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja (Permennaker No. Per.
01/Men/1981tentang Kewajiban Melaporkan PAK);
7. Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah penyakit yang disebabkan karena
pekerjaan atau lingkungan kerja atau penyakit yang timbul karena
hubungan kerja (Kepres RI no 22 th 1993 tentang Penyakit Yang Timbul
Akibat Hubungan Kerja);
8. Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah penyakit yang diderita sebagai akibat
pemajanan terhadap faktor-faktor yang timbul dari kegiatan pekerjaan
(ILO, 1996);
9. Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah penyakit yang mempunyai penyebab
spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya
terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui (WHO);
10. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak
diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta
benda (Permenaker No.03 tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan
Pemeriksaan Kecelakaan);
11. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan
hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja,
demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari
3
rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa
atau wajar dilalui (UU no.03 tahun 1992 tentang Jamsostek);
12. Kecelakaan Kerja ialah penyakit yang mempunyai beberapa agen
penyebab, dimana faktor pada pekerjaan memegang peranan penting
bersama faktor risiko lainnya untuk berkembangnya penyakit yang
mempunyai etiologi yang kompleks (WHO);
13. Investigasi kecelakaan kerja adalah serangkaian kegiatan penyelidikan
terhadap kejadian kecelakaan di tempat kerja yang merupakan bagian
penting program pencegahan kecelakaan kerja (Djatmiko, 2016);
14. Preventif dan promotif merupakan segala upaya yang dilaksanakan secara
terencana untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya PAK dan KK.
II.2 Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja merupakan spesialisasi dalam ilmu kesehatan beserta
prakteknya yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental maupun sosial dengan
usaha promotif, preventif, kuratif terhadap penyakit atau gangguan
kesehatan yang diakibatkan faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta
terhadap penyakit umum. Faktor yang memperngaruhi kesehatan kerja
adalah penyerasian antara 3 unsur antara lain :
1. Kapasitas kerja
Kapasitas kerja adalah kemampuan seseorang untuk melaksanakan
pekerjaan dengan beban tertentu secara optimal , dimana kapasitas
kerja terutama dipengaruhi oleh kesehatan umum dan status gizi
pekerja
2. Beban kerja
Beban kerja didefinisikan sebagai “Jumlah kegiatan yang harus
diselesaikan oleh seseorang ataupun sekelompok orang selama
periode waktu tertentu dalam keadaan normal.” (Haryanto, 2004)
3. Beban tambahan
Yang dimaksud dengan beban tambahan antara lain adalah faktor
lingkungan kerja yang memapar pekerja selama jam kerja misalnya
: pencahayaan, kebisingan, faktor ergonomi, kualitas udara, dsb.
Pada dasarnya seorang tenaga kerja mungkin mengalami tipe penyakit
yang disebabkan oleh :
1. General disease atau penyakit umum : penyakit yang juga
mungkin dialami oleh populasi bukan pekerja seperti demam
berdarah, thypus, influenza.
4
2. Work-related disease atau penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan atau disebut juga dengan Penyakit Akibat Hubungan
Kerja (PAHK): penyakit yang muncul akibat faktor pekerjaan, atau
faktor pekerjaan yang memperparah penyakit bawaan, contohnya :
asma, gangguan otot-tulang dan sebagainya.
3. Occupational Disease atau Penyakit Akibat Kerja (PAK) : yaitu
penyakit yang muncul sebagai akibat paparan bahan atau alat di
tempat kerja, contohnya : sciliosis, asbestosis, pneumoconiosis.
Namun, paparan di tempat kerja umumnya dalam dosis kecil tetapi
berlangsung lama.
Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa munculnya gangguan kesehatan
pada tenaga kerja akibat adanya interaksi dari unsur-unsur di tempat kerja
yakni : pekerja – bahan/alat kerja – dan lingkungan kerja, atau dapat
digambarkan dengan menggunakan konsep segitiga epidemiologi :
bahaya
AGENT ENVIRONME
(bahan/al lingkungan NT
at (lingk.
Gambar 2.1 Segitiga kerja)
/proses
kerja) Epidemiologi
5
pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dan limbah B3, dan
pengelolaan limbah domestik.
Program Kesehatan Kerja mempunyai tujuan utama yaitu memberikan
perlindungan kepada pekerja dari bahaya kesehatan yang berhubungan
dengan lingkungan kerja dan promosi kesehatan pekerja. Lebih jauh lagi
adalah menciptakan kerja yang tidak saja aman dan sehat, tetapi juga
nyaman serta meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas kerja.
Aspek dasar perlindungan kesehatan adalah manajemen risiko
kesehatan, pendidikan dan pelatihan, pertolongan pertama dan
pengobatan/kuratif. Manajemen risiko kesehatan adalah proses yang
bertahap dan berkesinambungan. Tujuan utama manajemen risiko
kesehatan adalah menurunkan risiko pada tahap yang tidak bermakna
sehingga tidak menimbulkan efek buruk terhadap kesehatan pekerja.
II.4 Bahaya Kesehatan di Tempat Kerja
Bahaya di tempat kerja adalah segala sesuatu di tempat kerja yang
dapat melukai pekerja, baik secara fisik maupun mental, dengan akibat
menyebabkan kondisi tubuh yang sehat menjadi sakit. Pada dasarnya,
bahaya kesehatan adalah bahaya yang muncul akibat adanya interaksi
antara tenaga kerja dengan lingkungan kerja; meliputi 5 faktor risiko :
a. Faktor bahaya fisik, meliputi :
1) Suhu & kelembaban
2) Intensitas pencahayaan
3) Energi listrik
4) Energi Kinetik
5) Vibrasi/getaran
6) Bising
7) Tekanan
8) Radiasi
b. Faktor bahaya kimia
1) Efek jangka panjang (longterm) :
a. karsinogenik = penyebab kanker
b. mutagenik = penyebab mutasi gen
c. atherogenik = penyebab aterosklerosis
d. sklerogenik = penyebab jaringan fibrous
e. gonadotropik = penyebab gangguan sistem reproduksi
f. embriotropik = penyebab cacat janin
2) Racun pada sistem syaraf (neurotoksik)
6
3) Racun bagi sistem sekkresi (nefrotoksik)
4) Mengganggu sistem hemopoietik
5) Iritasi
6) Korosif
c. Faktor bahaya biologis (biohazard)
Berasal dari hewan atau tanaman, mikroorganisme dan produknya,
parasit, bakteri, virus.
d. Faktor bahaya fisiologis (Ergonomi) :
1) Gerakan berulang
2) Sikap tubuh yang tidak baik waktu bekerja
3) Beban yang terlalu berat
4) Manual handling
e. Psikologis :
1) Beban kerja berlebih
2) Hubungan dengan atasan/rekan kerja tidak harmonis
3) Beban kerja yang kurang
4) Jenis pekerjaan tidak sesuai kompetensi
Semua bahaya di atas dapat dijumpai dalam layanan kesehatan yang
dilakukan di RS Graha Medika Banyuwangi. Beban kerja tinggi serta
tingkat konsentrasi yang dibutuhkan tenaga kesehatan seringkali menjadi
penyebab diabaikannya kaidah kesehatan kerja. Peran serta sumber daya
manusia baik secara mandiri maupun secara kolektif merupakan hal
mutlak yang harus dilaksanakan demi tercapainya lingkungan kerja yang
aman, nyaman dan produktif.
II.5 Kecelakaan Kerja
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: 03 /MEN/1998
tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang
dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak
dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban
manusia dan atau harta benda.
Secara umum, ada dua sebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu
penyebab dasar (basic causes), dan penyebab langsung (immediate causes)
1. Penyebab Dasar
a. Faktor manusia/pribadi, antara lain karena :
1) kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis,
2) kurangnya pengetahuan dan ketrampilan/keahlian,
3) stress kerja,
7
4) motivasi yang tidak cukup/salah.
b. Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena :
1) tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan,
2) tidak cukup rekayasa (engineering),
3) tidak cukup pembelian/pengadaan barang,
4) tidak cukup perawatan (maintenance),
5) tidak cukup alat, perlengkapan dan barang/bahan,
6) tidak cukup standard kerja (SPO).
2. Penyebab Langsung
a. Kondisi berbahaya (unsafe conditions atau kondisi yang tidak
standard) yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan,
misalnya (Suma’mur, 1995) :
1) Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak
memadai atau tidak memenuhi syarat,
2) Bahan atau peralatan rusak,
3) Terlalu sesak/sempit,
4) Sistem tanda peringatan yang kurang mamadai,
5) Bahaya kebakaran dan ledakan,
6) Kerapihan/tata kerumahtanggaan (housekeeping) yang
buruk,
7) Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll,
8) Bising,
9) Paparan radiasi,
10) Ventilasi dan penerangan yang kurang.
b. Perilaku berbahaya (unsafe behavior atau unsafe act yaitu
tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah tingkah laku,
tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan
kecelakaan, misalnya Suma’mur, 1995) :
1) Mengoperasikan peralatan diluar wewenang yang telah
diberikan;
2) Gagal untuk memberi peringatan;
3) Gagal untuk memberi pengaman;
4) Bekerja dengan metode yang kurang tepat;
5) Alat keselamatan tidak berfungsi;
6) Memindahkan alat keselamatan.
7) Menggunakan alat yang rusak.
8) Menggunakan alat dengan cara yang salah.
8
9) Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara
benar.
Dalam konteks kecelakaan kerja, Penyakit Akibat Hubungan
Kerja (PAHK), Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan kecelakaan
lalu lintas saat berangkat maupun pulang dari pekerjaan
termasuk didalamnya.
9
BAB III
STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI FASILITAS
PELAYANAN KESEHATAN
10
d. Ergonomi, contohnya posisi statis, manual handling, mengangkat
beban.
e. Psikososial,contohnya beban kerja, hubungan atasan dan bawahan,
hubungan antar pekerja yang tidak harmonis.
f. Mekanikal, contohnya terjepit mesin, tergulung, terpotong,
tersayat, tertusuk.
g. Elektrikal, contohnya tersengat listrik, listrik statis, hubungan arus
pendek kebakaran akibat listrik.
h. Limbah, contohnya limbah padat medis dan non medis, limbah gas
dan limbah cair.
i. Untuk dapat menemukan factor risiko ini diperlukan pengamatan
terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang
digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil
samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses
produksi.
Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka perlu dipelajari
Material Safety Data Sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang
digunakan, pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif
yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan
bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan
dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin
berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi
kurang berbahaya. Sumber bahaya yang ada di rumah sakit harus
diidentifikasi dan dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang
merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya penyakit akibat kerja
dan kecelakaan akibat kerja.
2) Penilaian risiko
Penilaian risiko dilakukan pada tahap kedua dari pengenalan potensi
risiko bahaya dan pengendalian risiko. Melakukan analisis dan evaluasi
risiko agar mengetahui risiko yang tertinggi, sedang, dan rendah. Hasil
penilaian dilakukan intervensi atau pengendalian. Intervensi terhadap
risiko mempertimbangkan pada kategori risiko yang tinggi. Penilaian
risiko dilakukan untuk mengetahui kategori risiko tinggi, sedang, atau
rendah dengan rumus :
11
paparan dapat dikategorikan menjadi ringan, sedang, dan berat.
Sedangkan probabilitas dapat dibedakan menjadi 3 yaitu, tidak
mungkin, mungkin, dan sangat mungkin.
Berikut tabel dari kategori dampak/konsekuensi :
Tabel 3.1 Kategori dampak/konsekuensi
Dampak/ Konsekuensi Efek Pada Pekerja
Ringan Sakit/cedera yang hanya
membutuhkan P3K dan tidak
terlalu mengganggu proses kerja
Sedang Gangguan kesehatan dan
keselamatan yang lebih serius dan
membutuhkan penanganan medis,
seperti alergi, dermatitis, low back
pain, dan menyebabkan pekerja
absen dari pekerjaannya untuk
beberapa hari
Berat Gangguan kesehatan dan
keselamatan yang sangat serius
dan kemungkinan terjadinya cacat
permanen hingga kematian,
contohnya amputasi, kehilangan
pendengaran, pneumonia,
keracunan bahan kimia, kanker
12
Kemungkinan Tidak Risiko Risiko Risiko
(Probabilitas) mungkin rendah rendah sedang
Mungkin Risiko Risiko Risiko
rendah sedang tinggi
Sangat Risiko Risiko Risiko
mungkin sedang tinggi tinggi
3) Pengendalian Risiko K3
Pengendalian risiko keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu
upaya dalam pengendalian potensi bahaya yang ditemukan di tempat kerja.
Pengendalian risiko perlu dilakukan sesudah menetukan prioritas risiko.
Metode pengendalian dapat diterapkan berdasarkan hierarki dan lokasi
pengendalian. Hirarki pengendalian merupakan upaya pengendalian mulai
13
dari efektivitas yang paling tinggi hingga rendah. Pengendalian dapat
dilakukan dengan berbagai cara, tergantung keadaan pada saat itu. Hirarki
yang disarankan dalam pengendalian secara umum adalah;
a. Eliminasi sumber bahaya
b. Substitusi sumber/bahan berbahaya
c. Pengendalian secara teknis
d. Pengendalian secara administratif
e. Penggunaan alat pelindung diri (personal protective equipment)
14
d. Pengendalian Administrasi
Pengendalian administrasi berfungsi untuk membatasi pajanan pada
pekerja. Pengendalian administrasi diimplementasikan bersamaan
dengan pengendalian yang lain sebagai pendukung. Contoh
pengendalian administrasi diantaranya:
a) Pelatihan/sosialisasi/penyuluhan pada staf karyawan baik medis
maupun non medis
b) Penyususnan prosedur kerja bagi staf karyawan medis maupun non
medis
c) Pengaturan terkait pemeliharaan alat
d) Pengaturan shift kerja
e. Alat Pelindung Diri (APD)
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dalam mengendalikan
risiko keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang sangat
penting, khususnya terkait bahaya biologi dengan risiko yang paling
tinggi terjadi, sehingga penggunaan APD menjadi satu prosedur utama
di dalam proses asuhan pelayanan kesehatan.
APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau
seluruh tubuh sumber daya manusia dari potensi bahaya di Fasyankes.
Alat pelindung diri tidak mengurangi pajanan dari sumbernya, hanya
saja mengurangi jumlah pajanan yang masuk ke tubuh. APD bersifat
eksklusif (hanya melindungi individu) dan spesifik (setiap alat
memiliki spesifikasi bahaya yang dapat dikendalikan). Implementasi
APD seharusnya menjadi komplementer dari upaya pengendalian di
atasnya dan/atau apabila pengendalian di atasnya belum cukup efektif.
Jenis-jenis APD yang dapat tersedia di Fasyankes sesuai dengan
kebutuhan sebagai berikut:
a) Penutup kepala (shower cap)
b) Kacamata Khusus (safety goggle)
c) Pelindung wajah (face shield)
d) Masker
e) Sarung Tangan (hand schoon/sarung tangan karet)
f) Jas Lab dan Apron (apron/jas lab)
g) Pelindung kaki (safety shoes dan sepatu boots)
h) Coverall
15
berpotensi mengalami cedera dari bahaya ergonomi pada saat penanganan
(handling), mengangkat, mendorong, dan memindahkan atau merubah
posisi, duduk tidak ergonomis, posisi berdiri lama, posisi statis, gerakan
berulang dan posisi yang tidak ergonomi. Risiko ergonomi di Fasyankes
terkait erat dengan reposisi pasien dari tempat tidur ke tempat tidur lain,
dari kursi ke tempat tidur, dari lantai ke tempat tidur, transportasi pasien,
termasuk membersihkan dan memandikan pasien, pemberian asuhan
pelayanan dan tindakan medis seperti tindakan operasi, pelayanan
kesehatan gigi, pelayanan kebidanan dan lain lain.
Penerapan prinsip ergonomi merupakan upaya penyesuaian pekerjaan
dengan manusia, serta bagaimana merancang tugas, pekerjaan, peralatan
kerja, informasi, serta fasilitas di lingkungan kerja. Ruang lingkup yang
harus dilaksanakan sesuai persyaratan ergonomi di fasyankes meliputi:
1) Penanganan Beban Manual (Manual Handling)
Standar berat objek yang boleh diangkat secara manual tergantung
dari letak obyek berada, dengan rincian sebagai berikut:
16
ergonomi. Postur kerja dalam keadaan duduk harus memperhatikan
beberapa hal berikut agar dapat bekerja dengan nyaman:
a. Pada saat duduk, posisikan siku sama tinggi dengan meja
kerja, lengan bawah horizontal dan lengan atas menggantung
bebas.
b. Atur tinggi kursi sehingga kaki Anda bisa diletakkan di atas
lantai dengan posisi datar. Jika diperlukan gunakan footrest
terutama bagi staf yang bertubuh mungil.
c. Sesuaikan sandaran kursi sehingga punggung bawah Anda
ditopang dengan baik.
d. Atur meja kerja supaya mendapatkan pencahayaan yang
sesuai. Hal ini untuk menghindari silau, pantulan cahaya dan
kurangnya pencahayaan dengan Nilai Ambang Batas
peruntukan pekerjaan yang dilakukan.
e. Pastikan ada ruang yang cukup di bawah meja untuk
pergerakan kaki.
f. Hindari tekanan berlebihan dari ujung tempat duduk pada
bagian belakang kaki dan lutut.
g. Letakkan semua dokumen dan alat yang diperlukan dalam
jangkauan Anda. Penyangga dokumen (document holder), alat
dan bahan dapat digunakan untuk menghindari pergerakan
mata dan leher yang janggal.
Postur kerja dalam keadaan posisi duduk tersebut selengkapnya
dapat mengacu kepada peraturan perundangundangan yang mengatur
mengenai standar keselamatan dan kesehatan kerja perkantoran.
Postur kerja dalam keadaan berdiri harus memperhatikan beberapa
hal berikut:
a. Postur berdiri yang baik adalah posisi tegak garis lurus pada
sisi tubuh mulai dari telinga bahu pinggul dan mata kaki.
b. Posisi berdiri sebiknya berat badan bertumpu secara seimbang
dua kaki.
c. Postur berdiri sebaiknya tidak dilakukan dalam jangka waktu
yang lama (+<1 jam atau <4 jam sehari) untuk menghindari
kerja otot yang statik, jika prostur kerja dilakukan berdiri
sebaiknya sedinamis mungkin.
d. Jaga punggung dalam posisi netral. Jika pekerjaan berdiri
dilakukan dalam jangka waktu lama, maka perlu ada foot step
(pijakan kaki) untuk mengistirahatkan salah satu kaki secara
bergantian.
e. Perlu disediakan tempat duduk untuk istirahat sejenak
Berdasarkan uraian tersebut di atas, secara khusus contoh postur
kerja yang ergonomi bagi bidan atau tenaga kesehatan penolong
persalinan yaitu:
a. Posisi penolong berdiri dengan fisiologi
b. Kaki rata dengan lantai
c. Gunakan sepatu tahan slip
d. Atur posisi berdiri dekat dengan proses kelahiran
17
e. Jika harus menunduk harus kurang 20◦ dan dengan kaki
menekuk dari pinggan sampai lutut bukan punggung.
f. Pada proses mengeluarkan bayi atau jahit/hetching
menggunakan bangku untuk footstep
g. Guna bangku khusus/tangga untuk menggapai benda dan alat
kerja yang lebih tinggi.
h. Minta bantuan asisten jika berat bayi atau benda diangkat
melebihi standar
i. Lakukan olahraga seperti senam, berenang, joging secara
teratur untuk meningkatkan dan mempertahankan kekuatan
fisik.
18
3) Cara Kerja dengan Gerakan Berulang
Gerakan berulang yaitu :
a. Pekerjaan manual handling dilakukan jika >12x per menit
dengan beban <5kg, contoh : petugas kebersihan.
b. Pekerjaan yang dilakukan dengan menggunakan pergelangan
tangan dan jari >20x per menit, contoh : petugas administrasi,
petugas farmasi, dokter gigi, perawat.
Perlu adanya rancangan kembali cara dan prosedur kerja yang lebih
efektif untuk mengurangi gerakan berulang, meningkatkan waktu
jeda antara aktifitas pengulangan atau mengganti dengan pekerjaan
yang lain.
4) Shift kerja
Shift kerja harus memperhatikan durasi kerja yang sesuai dengan
peraturan yaitu 40 jam per minggu, sehingga shift kerja yang
disarankan sebaiknya yang 3 shift dengan masing-masing shift 8 jam
kerja selama 5 hari kerja per minggu atau sesuai peraturan yang ada.
5) Durasi Kerja
Aktivitas rutin setiap 2 jam kerja sebaiknya diselingi dengan
peregangan. Durasi kerja untuk setiap karyawan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan antara lain :
a. 7 (tujuh) jam 1 (hari) dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)
minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau
8 (delapan) jam 1 (hari) dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)
minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
b. Jika terdapat kerja lembur harus mendapat persetujuan sumber
daya manusia yang bersangkutan dengan ketentuan waktu
kerja lembur paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan
14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
6) Tata Letak Ruang Kerja
Setiap ruang kerja harus dibuat dan diatur sedemikian rupa, sehingga
tiap sumber daya manusia yang bekerja dalam ruangan itu mendapat
ruang udara yang minimal 10 m³ dan sebaiknya 15 m³.
Tata letak ruang kerja di fasyankes harus memperhatikan house
keeping yang baik, diantaranya:
a. Pelaksanaan Pemeliharaan dan Perawatan Ruang Kerja
Lantai bebas dari bahan licin, cekungan, miring, dan berlubang
yang menyebabkan kecelakan dan cidera pada staf karyawan
rumah sakit.
b. Desain Alat dan Tempat Kerja
a) Penyusunan dan penempatan lemari peralatan dan material
kerja tidak mengganggu aktifitas lalu lalang pergerakan Staf
karyawan medis maupun non medis.
b) Penyusunan dan pengisian lemari peralatan dan material
kerja yang berat berada di bagian bawah.
c) Dalam pengelolaan benda tajam, sedapat mungkin bebas
dari benda tajam, serta siku-siku lemari peralatan dan
material kerja maupun benda lainny yang menyebabkan staf
karyawan medis maupun non medis cidera.
19
c. Pengelolaan Listrik dan Sumber Api
Dalam pengelolaan listrik dan sumber api, terbebas dari
penyebab elektrikal syok. Prosedur kerja yang aman di ruang
kerja Fasyankes harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Dilarang berlari di ruang kerja.
b) Semua yang berjalan di lorong ruang kerja dan di tangga
diatur berada sebelah kiri.
c) Sumber daya manusia yang membawa tumpukan barang
yang cukup tinggi atau berat harus menggunakan troli dan
tidak boleh naik melalui tangga tapi menggunakan lift
barang bila tersedia.
d) Tangga tidak boleh menjadi area untuk menyimpan barang,
berkumpul, dan segala aktivitas yang dapat menghambat
lalu lalang.
e) Bahaya jatuh dapat dicegah melalui kerumahtanggaan
fasyankes yang baik, cairan tumpah harus segera
dibersihkan dan potongan benda yang terlepas dan pecahan
kaca harus segera diambil
f) Bahaya tersandung dapat diminimalkan dengan segera
mengganti ubin rusak dan karpet usang
g) Menggunakan listrik dengan aman
5. Pemberian Imunisasi
Pemberian imunisasi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya penularan penyakit. Staf karyawan medis maupun non medis
memiliki risiko tertular penyakit infeksi seperti Hepatitis, Influenza,
Varicella, dan lain lain. Beberapa penyakit infeksi dapat dicegah dengan
imunisasi. Staf karyawan medis maupun non medis harus mendapatkan
imunisasi khusunya pada staf karyawan medis maupun non medis yang
memiliki risiko tinggi. Pemberian imunisasi diprioritaskan untuk imunisasi
Hepatitis B, karena tingginya risiko penularan Hepatitis B pada staf
karyawan medis maupun non medis.
20
6. Pembudayaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di fasyankes adalah upaya untuk
membudayakan staf karyawan medis dan non medis agar mempraktikkan
PHBS serta berperan aktif dalam mewujudkan fasyankes yang sehat.
PHBS di tempat kerja antara lain :
1) Menerapkan peraturan dan prosedur operasi kerja
2) Menggunakan alat pelindung diri (APDF) sesuai pekerjaannya
3) Tidak merokok di tempat kerja
4) Melakukan aktivitas fisik dan olahraga secara teratur
5) Mengonsumsi makanan dan minuman yang sehat
6) Menggunakan air bersih
7) Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
8) Membuang sampah pada tempatnya
9) Menggunakan jamban saat buang air besar dan buang air kecil
10) Tidak mengonsumsi NAPZA
11) Tidak meludah sembarang tempat
12) Memberantas jentik nyamuk
21
dan/atau air limbah, tempat penampungan sementara kotoran
dan sampah, serta penyaluran air hujan. Memastikan juga
tersedianya perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja
seperti APD untuk pekerjaan sanitasi.
g. Memastikan penggunaan bahan bangunan gedung harus aman
bagi kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan seperti zero
timbal, asbes, merkuri dan lain-lain. Persyaratan komponen
bangunan dan material fasyankes mengikuti peraturan yang
berlaku. Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi
kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang, kondisi
udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat
kebisingan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
h. Memastikan kelengkapan sarana pada bangunan gedung untuk
kepentingan umum meliputi penyediaan fasilitas yang cukup
untuk ruang ibadah, ruang ganti, ruangan bayi, ruang ASI, toilet,
tempat parkir
i. Memastikan kondisi kualitas bangunan pada fasyankes seperti
atap, langit-langit, dinding, lantai, jendela, dan lain-lain.
j. Memastikan ketresediaan toilet cukup dan higienis disesuaikan
dengan peraturan yang berlaku.
2) Pengelolaan Prasarana dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja
a. Memastikan kemudahan aksesibilitas. Kemudahan hubungan
ruangan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung sesuai
ketentuan yang berlaku.
b. Memastikan ketersediaan dan penggunaan APAR dengan
peraturan dan ketentuan yang berlaku
c. Memastikan kelengkapan prasarana pada bangunan gedung
untuk kepentingan umum meliputi penyediaan fasilitas yang
cukup seperti tempat sampah, fasilitas komunikasi dan
informasi. Bangunan gedung yang bertingkat harus
menyediakan tangga yang menghubungkan lantai yang satu
dengan yang lainnya dengan mempertimbangkan kemudahan,
keamanan, keselamatan dan kesehatan pengguna. Persyaratan
tangga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Memastikan tersedianya air bersih, air minum dan air kegunaan
khusus (ruang tindakan dan laboratorium) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
e. Memastikan kualitas udara dalam ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
f. Memastikan kondisi kualitas tanah tidak berpotensi sebagai
media penularan penyakit antara lain tanah bekas tempat
pembuangan akhir sampah, tidak terletak di daerah banjir, tidak
berada di bantaran sungai/aliran sungai/longsor dan bekas lokasi
pertambangan.
g. Memastikan penerapan prinsip-prinsip higiene sanitasi dalam
pengelolaan pangan di fasyankes
22
h. Memastikan prasarana untuk mencegah perkembangbiakan
vektor penyakit, mengamati dan memeriksa adanya tanda-tanda
kehidupan vektor dan binatang pembawa penyakit, antara lain
tempat perkembangbiaknya jentik, kecoa, nyamuk dan jejak
tikus, serta kucing.
23
Mengidentifikasi potensi keadaan darurat di area kerja yang berasal
dari aktivitas (proses, operasional, peralatan), produk dan jasa.
Contoh dari keadaan darurat yang mungkin terjadinya adalah
gempa bumi, banjir, kebakaran, peledakan, keracunan, huru hara,
dan pandemi.
b. Analisis Risiko Kerentanan Bencana
Analisis risiko kerentanan bencana merupakan penilaian terhadap
bencana yang paling mungkin terjadi. Analisis kerentanan bencana
terkait dengan bencana alam, teknologi, manusia, penyakit/wabah
dan hazard material.
c. Pengendalian kondisi darurat atau bencana
a) Membentuk Tim Tanggap Darurat atau Bencana
b) Menyusun juknis tanggap darurat atau bencana
c) Menyusun standar prosedur operasional tanggap darurat atau
bencana antara lain:
(1) kedaruratan keamanan (penculikan bayi, pencurian,
kekerasan pada petugas kesehatan).
(2) kedaruratan keselamatan (kesetrum, kebakaran, gedung
roboh).
(3) tumpahan bahan dan limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3).
(4) kegagalan peralatan medik dan non medik (kebocoran
rontgen, gas meledak, AC sentral).
d) Menyediakan alat/sarana dan prosedur keadaan darurat
berdasarkan hasil identifikasi, antara lain:
(1) rambu-rambu mengenai keselamatan dan tanda pintu
darurat.
(2) jalur evakuasi.
(3) titik kumpul (assembly point).
(4) APAR
e) Menilai kesesuaian, penempatan, dan kemudahan untuk
mendapatkan alat keadaan darurat oleh staf karyawan baik
medis dan non medis yang berkompeten dan berwenang.
f) Memasang tanda pintu darurat sesuai dengan standar dan
pedoman teknis.
g) Simulasi kondisi darurat atau bencana
Simulasi kondisi darurat atau bencana berdasarkan penilaian
analisa risiko kerentanan bencana dilakukan terhadap keadaan,
antara lain:
(1) penculikan bayi
(2) ancaman bom
(3) tumpahan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
(4) gangguan keamanan
Melakukan uji coba (simulasi) kesiapan petugas/staf
karyawan rumah sakit yang bertanggung jawab menangani
keadaan darurat yang dilakukan minimal 1 tahun sekali pada
setiap gedung.
24
2) Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran di Fasyankes meliputi:
a. Identifikasi Area Berisiko Bahaya Kebakaran dan Ledakan
a) Mengetahui potensi bahaya kebakaran yang ada di fasyankes.
b) Mengetahui lokasi dan area potensi kebakaran secara spesifik,
dengan membuat denah potensi berisiko tinggi terutama terkait
bahaya kebakaran.
c) Inventarisasi dan pengecekan sarana proteksi kebakaran pasif
dan aktif.
b. Proteksi kebakaran secara aktif, contohnya APAR, sprinkler,
detektor panas dan smoke detector
c. Proteksi kebakaran secara pasif, contohnya
a) jalur evakuasi
b) pintu darurat
c) tangga darurat
d) tempat titik kumpul aman
d. Pengendalian Kebakaran dan Ledakan di fasyankes
a) Penempatan bahan mudah terbakar aman dari api dan panas.
b) Pengaturan konstruksi gedung mengikuti prinsip keselamatan
dan kesehatan kerja sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
c) Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang mudah
terbakar dan gas medis di tempat yang aman.
d) Larangan merokok.
e) Inspeksi fasilitas/area berisiko kebakaran secara berkala.
f) Simulasi kebakaran minimal dilakukan 1 tahun sekali untuk
setiap gedung.
g) Pemantauan bahaya kebakaran terkait proses pembangunan di
dalam/berdekatan dengan bangunan yang dihuni pasien.
25
e. Tersedianya sarana keselamatan bahan dan limbah B3 seperti spill
kit, rambu dan simbol B3, dan lain lain.
f. Mamastikan ketersediaan dan penggunaan alat pelindung diri sesuai
karekteristik dan sifat bahan dan limbah B3.
g. Tersedianya standar prosedur operasional yang menjamin keamanan
kerja pada proses kegiatan pengelolaan bahan dan limbah B3
(pengurangan dan pemilahan, penyimpanan, pengangkutan,
penguburan dan/atau penimbunan bahan dan limbah B3).
h. Jika dilakukan oleh pihak ke tiga wajib membuat kesepakatan
jaminan keamanan kerja untuk pengelola dan Fasyankes akibat
kegagalan kegiatan pengelolaan bahan dan limbah B3 yang
dilakukan.
Pengelolaan Bahan dan limbah B3 secara teknis di setiap fasyankes
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
26
BAB IV
MANAJEMEN RISIKO KESEHATAN KERJA
DI RUMAH SAKIT
27
menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses dan
simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang
yang dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah
yang terbentuk proses produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia,
maka diperlukan: pemilikan material safety data sheets (MSDS) untuk
setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia menurut
jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang
digunakan, dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya.
28
Tujuan pemeriksaan kesehatan pra-kerja :
1. menetapkan kemampuan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan
penempatan pekerja;
2. mengidentifikasi kondisi kesehatan yang mungkin diperburuk oleh
pajanan bahaya kesehatan, kerentananan calon pekerja terhadap
bahaya kesehatan tertentu yang memerlukan eksklusi pada individu
dengan pajanan tertentu.
3. menetapkan data dasar (baseline data) evaluasi sebelum pekerja
ditempatkan atau melaksanakan pekerjaannya. Data dasar ini berguna
sebagai pertimbangan kelak adanya gangguan kesehatan dan adanya
kaitan dengan pajanan bahaya kesehatan di tempat kerja.
Tujuan Pemeriksaan Kesehatan Berkala :
1. Mendeteksi sedini mungkin setiap gangguan kesehatan yang mungkin
terjadi dan disebabkan oleh pajanan bahaya kesehatan di tempat kerja,
dan kondisi kerja;
2. Mendeteksi perubahan status kesehatan (penyakit yang tidak
berhubungan dengan pekerjaan) yang bermakna dapat menyebabkan
gangguan kesehatan apabila melanjutkan pekerjaan, atau menyebabkan
peningkatan kerentanan terhadap pajanan bahaya kesehatan di tempat
kerja atau kondisi kerja.
Tujuan Pemeriksaan Kesehatan Khusus :
Pada dasarnya pemeriksaan kesehatan khusus sama dengan
pemeriksaan kesehatan prakerja. Dalam hal ini hasil pemeriksaan
kesehatan khusus ditempatkan sebagai data dasar menggantikan data dasar
hasil pemeriksaan kesehatan prakerja. Jenis pemeriksaan yang dilakukan
pada pemeriksaan kesehatan khusus tergantung pada jenis pekerjaan,
riwayat penyakit, dan status kesehatan saat terakhir atau saat pemulihan.
Riwayat kesehatan dan riwayat pekerjaan secara lengkap diperlukan untuk
dapat dilakukan pemeriksaan kesehatan yang sesuai terutama bila
diketahui adanya pajanan yang berulang dan kemungkinan gangguan
kesehatan.
29
dengan berbagai cara, tergantung keadaan pada saat tersebut. Hirarki yang
disarankan dalam pengendalian secara umum adalah;
1. Eliminasi sumber bahaya;
2. Substitusi sumber/bahan berbahaya;
3. Pengendalian secara teknis;
4. Pengendalian secara administratif;
5. dan yang paling akhir adalah penggunaan alat pelindung diri
(personal protective equipment) (Greenberg, 2006).
30
BAB V
IDENTIFIKASI RISIKO
31
1. Bahan kimia apa saja yang digunakan di tempat kerja ?
- Beberapa jenis bahan kimia mengandung racun. Periksa label
pada bahan kimia yang digunakan, periksa MSDS-nya.
2. Bagaimana bahan kimia tersebut digunakan ?
- Cara menggunakan bahan kimia dapat menentukan apakah
bahan tersebut akan mempengaruhi tubuh. Beberapa proses
jauh lebih berbahaya dari yang lain. Contohnya kemungkinan
pekerja untuk menghirup suatu bahan kimia lebih besar bila
suatu bahan tersebut dipanaskan atau diamplas.
3. Bagaimana menentukan kadar racun dari suatu bahan kimia, dan
berapa banyak dari bahan masuk ke dalam tubuh kita?
- Bahan kimia mempunyai kadar toksisitas yang bervariasi. Pada
beberapa bahan kimia, apabila terjadi kontak dengan sejumlah
kecil bahan yang memiliki toksisitas rendah, maka tidak ada
efek negatif yang terjadi pada pekerja. Sementara pada
beberapa bahan kimia lain, akan terjadi efek negatif pada
pekerja walaupun hanya melakukan kontak dengan sejumlah
kecil bahan tersebut.
32
digunakan terlalu teknis dan sulit dimengerti, atau ada juga yang
informasinya sudah tidak sesuai lagi atau tidak akurat.
Oleh karena itu, apa yang diberikan oleh suplier bukan syarat mutlak
dalam menyusun MSDS. Informasi dari berbagai sumber yang dapat
melengkapi MSDS rumah sakit wajib menjadi literatur tambahan.
Penyusunan MSDS di RKZ Surabaya dilakukan berdasar informasi suplier
dan ditulis dalam format sesuai ketentuan.
IV.2 Kebisingan
Definisi kebisingan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI no. 13
tahun 2011tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Fisika dan Faktor
Kimia di Tempat Kerja adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada
tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Apakah
pekerjaan di rumah sakit menimbulkan kebisingan? Apakah pembicaraan
dengan teman dan keluarga termasuk kebisingan? Apakah musik termasuk
kebisingan? Apakah mesin alat medis yang bekerja dengan kecepatan
tinggi termasuk kebisingan? Pada dasarnya yang membedakan antara
kebisingan dengan bukan kebisingan adalah ”apakah bunyi tersebut
diinginkan?”
Pada kebanyakan kasus, suara adalah bunyi yang diinginkan,
sedangkan suara bising dari alat medis adalah suara yang tidak diinginkan.
Ada beberapa sumber bunyi di tempat kerja. Termasuk mesin yang
mempunyai bagian bergerak dan kontak antara logam, kendaraan
bermotor, pompa dan kompresor, saluran udara dan lain sebagainya.
Efek kebisingan terhadap kesehatan tergantung dari intensitas
frekwensi dan lamanya pajanan terhadap bunyi tersebut. Cara sederhana
untuk menentukan apakah tingkat suara yang ada di tempat kerja terlalu
keras adalah :
1. Jika harus berteriak atau berbicara keras dari jarak rentangan
tangan untuk dapat dimengerti oleh lawan bicara;
2. Jika telinga berdengung saat meninggalkan lokasi kerja;
3. Jika kesulitan menangkap pembicaraan biasa setelah kerja;
4. Jika merasa pusing atau mengantuk karena kebisingan;
5. Jika rekan kerja di unit kerja yang sama juga memiliki masalah
yang sama atau;
33
6. Telah diperiksa dokter dan didiagnosa mengalami gangguan
pendengaran.
34
terpajan bising berulang-ulang tanpa menimbulkan gangguan pendengaran
dan memahami pembicaraan normal. (Permenkes no. 70 tahun 2016
tentang Standar Dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri).
NAB kebisingan yang diatur dalam peraturan tersebut tidak berlaku untuk
bising yang bersifat impulsive atau dentuman yang lamanya <3 detik.
NAB kebisingan untuk 8 jam kerja per hari adalah sebesar 85 dBA.
Sedangkan NAB pajanan kebisingan untuk durasi pajanan tertentu dapat
dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 5.1 Tabel Hubungan Tingkat Kebisingan Dengan Masa Kerja
IV.3 Ergonomi
Ergonomi merupakan salah satu disiplin ilmu yang mempelajari
kenyamanan dan kelayakan lingkungan kerja terhadap postur tubuh
pekerja. Konsep dan motto ergonomi ialah: ”Sesuaikan pekerjaan dengan
kondisi pekerja, dan bukan sebaliknya”
35
Ergonomi memperhatikan :
1. Bagaimana orang mengerjakan pekerjaannya;
2. Bagaimana posisi dan gerakan tubuh yang digunakan ketika
bekerja;
3. Peralatan apa yang mereka gunakan;
4. Apa efek dari faktor diatas bagi kesehatan dan kenyamanan
pekerja.
Pekerjaan dan tempat kerja dapat menimbulkan cedera dan luka pada tubuh.
Untuk menghindari cedera, pertama-tama yang dilakukan adalah
mengidentifikasi risiko. Setelah risiko diidentifikasi, mencari jalan untuk
menghilangkan risiko tersebut. Beberapa faktor risiko yang berhubungan
dengan ergonomi dalam layanan kesehatan di RS Graha Medika
Banyuwangi ialah sebagai berikut
Tabel 5.2 Faktor Risiko Penyebab Penyakit Akibat Kerja Dalam Ergonomi
FAKTOR DEFINISI SOLUSI
RISIKO
Pengulangan Menjalankan gerakan Desain kembali cara kerja untuk
aktifitas yang sama secara mengurangi jumlah pengulangan
(Repetitive Work) berulang gerakan atau meningkatkan
waktu jeda antara ulangan, atau
rotasi dengan pekerjaan lain.
Beban berat Beban fisik berlebihan Mengurangi gaya yang
selama kerja diperlukan untuk melakukan
(menarik, memukul, kerja, mendesain kembali cara
mendorong). Semakin kerja, menambah jumlah pekerja
banyak daya yang pada pekerjaan tersebut,
harus dikeluarkan, menggunakan peralatan
semakin berat beban mekanik.
bagi tubuh.
Postur kaku Menekuk atau Mendesain cara kerja dan
memutar bagian tubuh peralatan yang dipakai hingga
postur tubuh selama kerja lebih
nyaman.
Beban statis Bertahan lama pada Mendesain cara kerja untuk
satu postur sehingga menghindari terlalu lama
menyebabkan bertahan pada satu postur,
kontraksi otot memberi kesempatan untuk
mengubah posisi.
Tekanan Tubuh tertekan pada Memperbaiki peralatan yang ada
suatu permukaan atau untuk menghilangkan tekanan,
tepianTubuh tertekan atau memberikan bantalan.
mukaan atau tepian
Getaran Menggunakan Mengisolasi tangan dari getaran.
peralatan yang
bergetar
36
FAKTOR DEFINISI SOLUSI
RISIKO
Suhu yang ekstrim Dingin mengurangi Atur suhu ruangan, beri insulasi
panas atau dingin daya raba, arus darah, pada tubuh.
kekuatan, dan
keseimbangan. Panas
menyebabkan
kelelahan
aktor Resiko Definisi Jalan Keluar
Secara keseluruhan, beberapa aktifitas yang dilakukan dalam layanan
di rumah sakit juga perlu diperhatikan tinjauan dari kaidah ergonomi untuk
mampu mengatur dan mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman
dan produktif bagi pekerja. Salah satu PAK karena faktor ergonomi ialah
CTD (Cummulative Trauma Disorder) yang merupakan suatu PAK akibat
pergerakan berulang dalam pelaksanaan kerja. Beberapa penyakit yang
termasuk dalam CTD dapat dilihat dalam tabel berikut
37
BAB VI
TATA LAKSANA UPAYA KESEHATAN KERJA
38
Hasil pemeriksaan akan diberikan kepada Kepala Sub Bagian Sumber
Daya Manusia (SDM) untuk dicatat dan diteruskan kepada Top
Manajemen. Keputusan diterima atau tidaknya calon karyawan berada
sepenuhnya di Top Manajemen sebagai penentu kebijakan tertinggi. Top
Manajemen dalam hal ini adalah Komisaris, Direktur, Kepala Bidang
Pelayanan Medis, Kepala Bidang Penunjang Medis, Kepala Bidang
Keperawatan dan Kepala Bidang Tata Usaha. Salinan hasil pemeriksaan
calon karyawan yang telah ditetapkan berdasarkan keputusan diatas,
diberikan kepada P2K3.
39
individu. TLD dievaluasi setiap 3 (tiga) bulan sekali di Badan
Tenaga Atom Nasional (BATAN).
Selain pemeriksaan dosis paparan radiasi, petugas Unit Radiologi,
khususnya profesi radiografer wajib menjalani pemeriksaan darah
lengkap. Pemeriksaan tersebut dilakukan sebanyak 1 (satu) tahun
sekali, selaras dengan SK Kepala Bapeten No.01/Ka-Bapeten/V-99
tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi.
2. Instalasi Laboratorium
Lingkungan kerja laboratorium merupakan tempat yang
potensial bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten,
terutama kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci yang
bersumber dari pasien, benda yang terkontaminasi dan udara. Virus
yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekret (misalnya
HIV dan Hepatitis B) sehingga dapat menginfeksi pekerja hanya
akibat kecelakaan kecil saat bekerja, misalnya karena tergores atau
tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Oleh sebab itu jenis
pemeriksaan kesehatan khusus bagi petugas dalam kaitan dengan
paparan tuberkulosis dan reagen adalah pemeriksaan foto torax.
Pemeriksaan ini setidaknya sekali dalam setahun.
3. Bagian Produksi Makanan (Petugas Penjamah Makanan);
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
715/Menkes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi
Jasaboga, yang mensyaratkan semua penjamah makanan tidak
menderita penyakit yang mudah menular misalnya batuk, pilek,
influenza, diare dan penyakit perut serta penyakit sejenisnya, maka
setiap Penjamah Makanan harus melakukan pemeriksaan
kesehatannya secara berkala minimal 2 (dua) kali/tahun. Jenis
pemeriksaan yang harus dijalani selain fisik adalah rectal swab.
Pemeriksaan tersebut minimal sekali dalam setahun.
40
V.2 Imunisasi Karyawan
Proses pelayanan kesehatan di rumah sakit memberikan dampak
signifikan terhadap perkembangan kesehatan staf yang bekerja. Risiko
penularan penyakit seperti hepatitis B, cacar air, influenza, HIV,
tuberkulosis dan lainnya.
Untuk melindungi setiap staf yang memberikan layanan kesehatan
maka dilaksanakan program vaksinasi terutama kepada staf yang berisiko
tertular. Berdasar karakteristik jenis layanan, maka ditetapkan beberapa
unit yang termasuk kategori tinggi tertular penyakit :
No Unit Kerja Risiko Penularan Morbiditas
1 Instalasi Tinggi : Cacar air, Influenza Tinggi : Hepatitis B,
Gawat Sedang : Hepatitis B Hepatitis C
Darurat Rendah : Hepatitis C, HIV, Sedang : HIV,
tuberculosis Tuberkulosis
Rendah : Cacar Air,
Influenza
41
No Unit Kerja Risiko Penularan Morbiditas
Hepatitis C, Cacar Air Tuberkulosis
Rendah : Cacar Air Rendah : Cacar Air,
Influenza
8 R.Amanda Sedang : Tuberkulosis, Tinggi : Hepatitis B,
Influenza, HIV, Hepatitis B, Hepatitis C
Hepatitis C, Cacar Air Sedang : HIV,
Tuberkulosis
Rendah : Cacar Air,
Influenza
9 R. Annisa Tinggi : Influenza Tinggi : Hepatitis B,
Sedang : Hepatitis B, Hepatitis C
Hepatitis C, HIV Sedang : HIV,
Tuberkulosis
Rendah : Cacar Air,
Influenza
10 R. Adelia Tinggi : Tuberkulosis, Tinggi : Tuberkulosis,
Influenza, Cacar Air Influenza
Rendah : HIV, Hepatitis B, Sedang : HIV, Hepatitis B,
Hepatitis C Hepatitis C, Cacar Air
Rendah : Cacar Air
42
BAB VII
KECELAKAAN KERJA
43
b. Leher,
c. Badan,
d. Anggota atas,
e. Anggota bawah,
f. Banyak tempat,
g. Kelainan umum,
h. Letak lain yang tidak dapat dimasukkan klasifikasi tersebut.
VI.2 Needle Stick Injury (NSI/Cidera Tetusuk Jarum)
Needle Stick Injury merupakan insiden kecelakaan kerja yang spesifik
hanya mungkin terjadi pada petugas di fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh
karena potensi bahaya yang mungkin memapar karyawan, maka tata
laksana kejadian NSI dilakukan sedemikian rupa sesuai dengan prosedur
standard dan protokol yang dikeluarkan oleh Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) RS.
Tujuan dari protokol Needle Stick Injury adalah :
1. Mengetahui jumlah kasus NSI;
2. Melakukan modifikasi teknis dan administrasi untuk menekan
kasus NSI;
3. Melakukan penanganan pencegahan infeksi nosokomial kepada
petugas.
VI.3 Pelaporan Kecelakaan Kerja
Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER no. 03/MEN/1998
tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan, suatu kejadian
kecelakaan kerja wajib dilaporkan dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24
(dua kali dua puluh empat) jam sejak terjadinya kecelakaan. Oleh sebab
itu, setiap karyawan yang mengalami kecelakaan saat bekerja maupun
mengetahui adanya insiden kecelakaan kerja di RS Graha Medika
Banyuwangi wajib melaporkannya setidaknya kepada atasan langsung di
unit kerja masing-masing.
Pelaporan kecelakaan kerja dilakukan dengan mengisi formulir laporan
kecelakaan kerja yang dikeluarkan oleh Sub Bagian SDM dengan ditanda-
tangani oleh korban (jika korban dalam keadaan sadar), staf medis yang
menangani pertolongan terhadap korban, dan Dokter Instalasi Gawat
Darurat. Jika korban dalam keadaan tidak sadarkan diri, validasi laporan
cukup dilakukan oleh staf medis yang menangani pertolongan korban
pertama kali. Selanjutnya pelaporan kecelakaan kerja kepada Disnaker dan
BPJS Ketenagakerjaan dilakukan oleh Tim Asuransi.
44
BAB VIII
PENUTUP
Demikian Pedoman Tata Laksana Kesehatan Kerja ini disusun dengan harapan
dapat menjadi acuan penyelenggaraan Program Kesehatan Kerja yang terpadu dan
berkualitas. Program Kesehatan Kerja mempunyai tujuan utama yaitu
memberikan perlindungan kepada pekerja dari bahaya kesehatan yang
berhubungan dengan lingkungan kerja dan promosi kesehatan pekerja. Lebih jauh
lagi adalah menciptakan kerja yang tidak saja aman dan sehat, tetapi juga nyaman
serta meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas kerja. Oleh karena itu
pengelolaan K3 di RS merupakan upaya kontinyu yang sebagaimana prinsip
surveilans guna menciptakan lingkungan kerja RS agar aman, sehat dan nyaman
baik bagi karyawan, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar RS.
Pengelolaan K3 di RS dapat berjalan dengan baik, bila didukung penuh oleh
pimpinan puncak dalam bentuk komitmen berkelanjutan dan bukan sekedar
pemenuhan standarisasi semata. Selain itu perlu juga pemahaman, kesadaran dan
perhatian yang penuh dari segala pihak yang terlibat di RS, sehingga apa yang
diharapkan terhadap penerapan K3 di RS bisa tercapai dengan baik sesuai tujuan
dan komitmen rumah sakit terhadap kehidupan yang bermartabat.
45
DAFTAR PUSTAKA
Republik Indonesia. 1981. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 01/Men/1981
tentang Kewajiban Melaporkan Penyakit Akibat Kerja. Sekretariat Kabinet
Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 1993. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.03 tahun 1998 tentang
Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan. Sekretariat Kabinet Negara.
Jakarta.
Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI no. 13 tahun 2011
tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat
Kerja. Sekretariat Kabinet Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan no. 70 tahun 2016 tentang
Standar Dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri. Sekretariat
Kabinet Negara. Jakarta.
46
FORMULIR LAPORAN BULANAN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA RUMAH SAKIT (K3RS)
1. .......................................... ...........................
2. .......................................... ...........................
3. .......................................... ...........................
4. .......................................... ...........................
5. .......................................... ...........................
47
No. Uraian Jumlah Keterangan
5 Jumlah kasus penyakit akibat
1. .......................................... ...........................
2. .......................................... ...........................
3. .......................................... ...........................
4. .......................................... ...........................
5. .......................................... ...........................
lingkungan RS ..........................
1. .......................................... ...........................
2. .......................................... ...........................
3. .......................................... ...........................
4. .......................................... ...........................
5. .......................................... ...........................
48
No. Uraian Jumlah Keterangan
11 Jumlah hari absen karena sakit
Mengetahui,
( ) ( )
49
LAPORAN TAHUNAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
Nama Fasyankes : ........... Jumlah SDM Fasyankes : ..........
Alamat : ........... Luas Fasyankes : ..........
Kab/Kota : ...........
Provinsi : ..........
Tahun Pelaporan : ..........
No Uraian Keterangan
1 SMK3 di Fasyankes
a. Ada komitmen / kebijakan Ada / Tidak
b. Dokumen rencana kegiatan K3 Ada / Tidak
c. Ada Tim K3 / Pengelola K3 Ada / Tidak
2 Pengenalan Potensi Bahaya dan Pengendalian
Resiko
a. Identifikasi potensi bahaya Ada / Tidak
b. Penilain Resiko Ada / Tidak
c. Pengendalian Resiko Ada / Tidak
3 Penerapan Kewaspadaan Standart
a. Sarana dan Prasarana Kebersihan tangan Ada / Tidak
b. Penyediaan APD Ada / Tidak
c. Pengelolaan jarum dan alat tajam Ada / Tidak
d. Dekontaminasi peralatan Ada / Tidak
4 Penerapan Prinsip Ergonomi Pada :
a. Angkat angkut (pasien, barang, dan lain - Ada / Tidak
lain), postur kerja
b. pengaturan shiff kerja Ada / Tidak
c. Pengaturan Tata Ruang Kerja Ada / Tidak
5 Pelayanan Kesehatan Kerja dan Imunisasi
Pemeriksaan kesehatan SDM Fasyankes
a. Fasyankes melakukan pemeriksaan Ada / Tidak
kesehatan berkala
b. Fasyankes melakukan imunisasi pada SDM Ada / Tidak
Fasyankes yang berisiko
6 Pembudayaan PHBS di Fasyankes
a. Melakukan sosialisasi Ada / Tidak
b. Media KIE Ada / Tidak
7 Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Pengelolaan Bahan Beracun dan Berbahaya
(B3) dan limbah Domestik
a. Daftar inventaris B3 Ada / Tidak
b. SPO penggunaan B3 Ada / Tidak
50
No Uraian Keterangan
c. Penyimpanan dan pembuangan limbah B3 Ada / Tidak
dan domestik sesuai persyaratan
8 Pengelolaan Sarana dan Prasarana dari aspek
K3
a. Pengukuran Pencahayaan, kualitas udara Ada / Tidak
b. Pemeliharaan Kebersihan Bangunan Ada / Tidak
c. Ketersediaan air dan listrik Ada / Tidak
d. Ketersediaan toilet sesuai standar Ada / Tidak
Mengetahui,
Direktur Rumah Sakit ................. Ketua Komite/Kepala Instalasi K3RS
( ) ( )
NIP. NIP.
51
52