Anda di halaman 1dari 43

ESTIMASI DAN ANALISIS PENURUNAN

TINGKAT KUALITAS DAN KUANTITAS AIR TANAH


MENGGUNAKAN METODE GEOSTATISTIK

(Studi Kasus: Kawasan Penambangan Karst Kabupaten


Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta)

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan oleh:

HERLINA
18/434759/PTK/12322

Kepada:

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK GEOMATIKA


DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
ESTIMASI DAN ANALISIS PENURUNAN
TINGKAT KUALITAS DAN KUANTITAS AIR TANAH
MENGGUNAKAN METODE GEOSTATISTIK

(Studi Kasus: Kawasan Penambangan Karst Kabupaten


Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta)

Proposal Penelitian Tesis Magister


Program Studi Teknik Geomatika
Kelompok Bidang Ilmu Teknik

Diajukan oleh :

HERLINA
18/434759/PTK/12322

Kepada:

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK GEOMATIKA


DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

i
Proposal Penelitian

HALAMAN PENGESAHAN
ESTIMASI DAN ANALISIS PENURUNAN
TINGKAT KUALITAS DAN KUANTITAS AIR TANAH
MENGGUNAKAN METODE GEOSTATISTIK

(Studi Kasus: Kawasan Penambangan Karst Kabupaten


Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta)

Diajukan oleh :
HERLINA
NIM. 18/434759/PTK/12322

Telah disetujui oleh :

Pembimbing Utama

Dr. Diyono. ST., MT. Tanggal : ………………............


NIP. 196910101994031002

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v

DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

I.1. Latar Belakang........................................................................................... 1

I.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3

I.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4

I.4. Pertanyaan Penelitian ................................................................................ 4

I.5. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 5

I.6. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5

I.7. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 5

BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 11

II.I. Air Tanah Karst ...................................................................................... 11

II.2. Kualitas Dan Kuantitas Air .................................................................... 12

II.3. Kerusakan Lingkungan Karst ................................................................ 12

II.4. Standar Mutu Baku Kualitas Air Provinsi DIY ..................................... 13

II.5. Sistem Informasi Geografis (SIG) ......................................................... 16

II.6. Analisis Geostatistik............................................................................... 17

II.6.1. Kriging ......................................................................................... 18

II.6.2. Cokriging ..................................................................................... 20

II.7. Semivariogram ..................................................................................... 20

II.8. Data Spatio-Temporal .......................................................................... 23

iii
II.9. Kartografi dan Geovisualisasi Data ..................................................... 24

BAB III RENCANA PENELITIAN .................................................................. 26

III.1 Peralatan Dan Bahan .............................................................................. 26

III.1.1. Peralatan .................................................................................... 26

.III.1.2. Bahan ......................................................................................... 26

III.2 Metode Penelitian .................................................................................. 27

III.2.1. Tahap Persiapan ........................................................................ 29

III.2.2. Tahap Pengumpulan Data ......................................................... 29

III.2.3. Tahap Pelaksanaan ..................................................................... 29

III.2.4. Tahap Pelaporan ........................................................................ 32

III.3 Jadwal Penelitian ................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 34

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Ilustrasi rekayasa hidrogeologi daerah karst .................................... 11


Gambar II.2 Ilustrasi proses dunia nyata yang dimodelkan dalam bentuk SIG .... 17
Gambar II.3 Hubungan antara lokasi (s) dan Pergeseran (h) ................................ 19
Gambar II.4 Grafik model semivariogram ............................................................ 21
Gambar II.5 Karaketristik hubungan objek dengan informasi spasial-temporal 24
Gambar II.6 Variabel Visual Bertins .................................................................... 24
Gambar III.1 Diagram alir penelitian ................................................................... 28
Gambar III.2 Proses estimasi kualitas air tanah menggunakan model builder .... 30
Gambar III.3 Proses estimasi kuantitas air tanah menggunakan model builder ... 31

v
DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Parameter Baku Mutu Air Daerah Istimewa Yogyakarta .................... 13
Tabel III.1 Rencana Jadwal Penelitian .................................................................. 33

vi
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Daerah Gunungkidul merupakan daerah yang tidak mempunyai deposit air


tanah maupun air permukaan yang cukup (Yuliyana, 2018). Hal ini disebabkan
karena daerah ini mempunyai struktur geologi yang didominanasi oleh karst.
Sebelum karst tersebut dieksploitasi, perlu dilakukan kajian terlebih dahulu
terhadap perubahan yang mungkin terjadi, terutama terhadap lingkungan
(Rismaningsih, 2013). Pengaruh terbesar terjadinya perubahan memberikan
dampak kepada lingkungan fisik dan sosial termasuk yang terjadi pada kawasan
karst Gunungkidul. Ramdhani (2014) menjelaskan bahwa kawasan karst
Gunungkidul identik dengan kondisi lahan yang kurang subur dan sering
mengalami masalah kekurangan air. Hal ini tidak terlepas dari minimnya sumber
air permukaan akibat hilangnya air permukaan menuju sistem bawah permukaan
melalui rekahan atau ponor. Hilangnya air permukaan menuju sistem bawah
permukaan menjadikan akuifer karst secara kuantitas memiliki potensi
sumberdaya air yang cukup melimpah. Namun, cadangan akuifer karst tersebut
tidak dapat dimanfaatkan dengan baik akibat kendala aksesibilitas dan
membutuhkan biaya cukup besar untuk pengelolaannya. Pada akhirnya, akuifer
karst akan terbuang sia-sia karena tidak dimanfaatkan secara optimal bahkan di
beberapa tempat terbuang percuma ke laut.

Sebagian besar perusahaan pertambangan menggunakan berbagai piranti


modern yang mampu bekerja dalam skala yang lebih besar dan cepat seperti
sistem peledakan beruntun, peralatan berat antara lain escavator dan penggaruk,
sedangkan untuk penambangan rakyat masih menggunakan teknik dan peralatan
tradisional seperti cangkul dan sekop. Penambangan yang dilakukan oleh
masyarakat lebih berdasarkan kebutuhan pemenuhan hidup, sedangkan
perusahaan-perusahaan pertambangan yang beroperasi di Kabupaten Gunungkidul
lebih jauh lagi digunakan untuk komoditi perdagangan. Kegiatan penambangan
tersebut tentunya akan menimbulkan berbagai dampak, baik dampak positif
maupun negatif. Dampak positif yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan
diantaranya penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan asli daerah, dan

1
peningkatan sumber devisa negara. Namun karena kurangnya pemahaman
masyarakat akan lingkungan hidup sehingga memunculkan dampak negatif
sebagai hasil sampingan dari penambangan kawasan karst. Eksploitasi kawasan
karst secara berlebihan akan merusak berbagai potensi yang ada seperti
kemiskinan keanekaragaman hayati pada kawasan karst setempat, rusaknya
tatanan air (sumber air karst berkurang dan tercemar), hancurnya tanaman bernilai
ekonomi tinggi, rusaknya obyek wisata alam gua dan karst, serta rusaknya sarana
dan prasarana seperti jalan aspal. Kawasan karst dengan tanah yang sangat tipis
dan ekosistem karst yang berbukit dengan kelerengan yang tinggi juga
memberikan potensi terhadap terjadinya erosi dan longsor yang besar, sehingga
makin membuat turunnya produktivitas dan kualitas air dan lahan (Sulistyorini
dkk. 2017).

Di Gunungkidul, luas karst ini sekitar 807 km persegi, atau 53% dari luas
kabupaten. Ada beberapa perusahaan pertambangan beroperasi di Gunung Kidul.
Data inventerisasi dan verifikasi Dinas Energi Sumber Daya Mineral (EDSM)
Yogyakarta, ada tujuh perusahaan menambang karst dengan total ekploitasi 40
ribu meter persegi. Ada 14 usaha penambangan warga sekitar 7.000 meter pesergi.
Bagus Yulianto dari Acintyacunyata Speleological Club (ASC), Yogyakarta,
mengatakan, hampir semua peizinan perusahaan ini sudah habis. Namun, masih
ada juga yang menambang ilegal. Kawasan karst memiliki fungsi utama
penyimpan air bagi ratusan ribu masyarakat sekitar. Namun, kawasan karst sangat
rentan perubahan. Aktivitas manusia menjadi ancaman terbesar kelestarian fungsi
ekologi karst. Bagus Yulianto menyampaikan jika penambangan berlanjut dampak
besar terhadap lingkungan, terutama sumber air. (Sumber : Mongabay.co.id. 30
Juni 2014. https://www.mongabay.co.id/2014/06/30/kepungan-tambang-karst-
ancam-sumber-mata-air/)
Tidak dapat dipungkiri bahwa penurunan kualitas dan kuantitas air
merupakan dampak dari aktivitas manusia yang mengeksploitasi lingkungan
secara berlebihan. Tingginya eksploitasi berdampak signifikan terhadap
perubahan dan penurunan kualitas air. Perlindungan dan pelestarian sumberdaya
air harus menjadi salah satu prioritas utama manusia. Pemanfaatan air untuk
berbagai kebutuhan harus memperhatikan parameter-parameter kualitas air sesuai
baku mutu yang sudah ditetapkan. Sumber mata air di lokasi studi telah

2
dimanfaatkan masyarakat sekitar, seperti untuk kebutuhan air bersih serta sebagai
sarana rekreasi alami. Maraknya alih fungsi kawasan hutan (konversi) seperti
untuk kegiatan pertambangan, pertanian, perkebunan dan lainnya dewasa ini,
berdampak besar pada perubahan kondisi air baik secara kualitas maupun
kuantitas (Wiryono, 2013).

Analisis geostatistik digunakan untuk menganalisis dan memprediksi


variabel yang berkaitan dengan karakteristik spasial atau spatio-temporal suatu
fenomena. Metode geostatistik yang berkembang sekarang ini, tidak hanya
mampu menginterpolasi nilai suatu variabel secara spasial, tetapi juga
memberikan ukuran tingkat ketidakpastian nilai data tersebut. Informasi
ketidakpastian suatu data sangat penting bagi para pengambil keputusan.
Ketidakpastian memungkinkan para pengambil keputusan untuk memperkirakan
output apa yang mungkin didapat dari setiap lokasi yang diinterpolasi. Metode
interpolasi membutuhkan distribusi data yang normal. Kemudian langkah awal
adalah menguji distribusi normalitas data dengan menggunakan uji normalitas
(Kaymaz, 2018).

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka perlu dilakukan estimasi dan analisis


besarnya penurunan tingkat kualitas dan kuantitas air tanah berdasarkan beberapa
parameter yang mempengaruhinya sebagai akibat penambangan karst yang
berlebihan. Hasil dari analisis setiap parameter yang mempengaruhi akan
dibandingkan dan disesuaikan dengan baku mutu air tanah yang sudah ditentukan
mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta nomor 20
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

I.2. Rumusan Masalah

Kerusakan lingkungan yang terjadi akibat penambangan karst yang


berlebihan berdampak terhadap penurunan kualitas dan kuantitas air. Menurunnya
kualitas dan kuantitas air tersebut banyak dikaji, namun besarnya penurunan
secara spatio-temporal belum dilakukan penelitian. Besarnya penurunan tersebut
perlu diestimasi dan dianalisis untuk selanjutnya dilakukan upaya-upaya
konservasi sumber daya air. Estimasi dan analisis kualitas dan kuantitas sumber
daya air karst di masa mendatang membutuhkan proses pemodelan dengan

3
mempertimbangkan hidrologi karst dan variasi temporalnya. Analisis dapat lebih
mudah dilakukan dengan dukungan teknologi informasi dan teknik visualisasi
untuk eksplorasi informasi. Oleh karena itu, dilakukan penelitian terkait estimasi
dan analisis besarnya penurunan yang dinilai dapat menjadi alternatif untuk
visualisasi spatio-temporal kualitas dan kuantitas air akibat penambangan karst
yang berlebihan.

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan utama yang ingin dicapai dalam kegiatan penelitian ini adalah
melakukan estimasi dan analisis besarnya penurunan tingkat kualitas dan
kuantitas air menggunakan metode geostatistik akibat penambangan kapur yang
berlebihan. Untuk mencapai tujuan tersebut, tujuan khusus dilakukannya
penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi parameter apa saja yang berpengaruh terhadap


penurunan tingkat kualitas dan kuantitas air di kawasan karst.

2. Melakukan proses estimasi terhadap penurunan tingkat kualitas dan


kuantitas air di kawasan karst dengan metode geostatistik.

3. Menganalisis hasil estimasi parameter yang berpengaruh terhadap


penurunan tingkat kualitas dan kuantitas air di kawasan karst.
4. Menyajikan peta dalam bentuk spatio-temporal untuk mengetahui
perubahan penurunan tingkat kualitas air.

I.4. Pertanyaan Penelitian

Dalam rangka mencapai tujuan penelitian yang menyeluruh, maka


pertanyaan penelitian didefinisikan sebagai berikut :
1. Apa sajakah parameter yang mempengaruhi penurunan tingkat kualitas
dan kuantitas air tanah di kawasan karst?
2. Bagaimana tingkat kualitas dan kuantitas air tanah di kawasan karst jika
diestimasi dengan metode geostatistik?
3. Bagaimana hasil penilaian tingkat kualitas dan kuantitas air tanah di
kawasan karst?
4. Bagaimana kebergunaan informasi tingkat kualitas dan kuantitas air tanah
dalam hal penyampaian informasi geospasial kepada instansi terkait?

4
I.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:


1. Wilayah studi yang dijadikan tempat penelitian adalah sebagian kawasan
karst Kabupaten Gunungkidul.
2. Cakupan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data spasial
peta geologi kawasan karst, peta batuan, peta tekstur tanah, lokasi sumber
mata air serta hasil pemantauan kualitas air. Data history penambangan
karst 10 tahun terakhir, Digital Elevation Model (DEM), peta penggunaan
lahan, curah hujan rerata tahunan dari tahun 2014 sampai dengan 2019,
koordinat lokasi stasiun curah hujan dan peta isohyet.
3. Analisis yang dilakukan meliputi identifikasi parameter temporal dari data
set sumber air, estimasi besarnya penurunan tingkat kualitas dan kuantitas
air, dan analisis hasil estimasi pada setiap parameter. Informasi tersebut
kemudian akan disampaikan dalam bentuk website dan peta online yang
berisikan tampilan timescale penurunan tingkat kualitas dan kuantitas air.

I.6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:


1. Visualisasi penurunan tingkat kualitas dan kuantitas air akibat
penambangan karst yang berlebihan diharapkan mampu menjadi masukan
dalam konservasi sumber daya air.
2. Bagi pemerintah, dapat memberikan masukan dan pertimbangan untuk
melakukan konservasi sumber daya air terutama daerah yang berpotensi
dilakukan penambangan karst secara berlebihan.
Bagi peneliti lain, diharapkan dapat menjadi referensi dalam penelitian
berikutnya terkait dengan analisis geostatistik dalam pengelolaan sumber
daya air.

I.7. Tinjauan Pustaka

Menambang di kawasan karst memiliki pengaruh berkurangnya daya


simpan atau daya tampung batu gamping terhadap air hujan, lintasan air dapat
berubah atau berpindah tempat, sumber-sumber airpun juga akan berkurang.
(Endarto dkk. 2014). Penelitian yang berhubungan dengan pengaruh besar

5
penambangan terhadap sistem karst dilakukan oleh Fang & Fu (2011), penelitian
tersebut bertujuan untuk mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruh sistem
karst meliputi tiga aspek yaitu kuantitas air, kualitas air dan sistem lingkungan.
Efeknya pada kuantitas air yaitu berkurangnya aliran mata air, penurunan muka
air dan sebagainya, terutama dipengaruhi oleh skala penambangan, tata letak
eksploitasi dan tekanan air. Efek kualitas air adalah polusi air tanah drainase
penambangan. Pengaruh terhadap lingkungan terutama bermanifestasi sebagai
penurunan tanah, celah tanah, kontaminasi tanah dan lingkungan ekologis dll.
Faktor utama adalah skala penambangan dan ketebalan penambangan. Hasil dari
faktor-faktor evaluasi penelitian tersebut adalah skala penambangan, tekanan air,
kosumsi air, tingkat cakupan, jumlah curah hujan, kompleksitas struktur. Pada
penelitian tersebut belum melakukan estimasi besarnya penurunan kualitas dan
kuantitas airnya secara temporal, karena fokus penelitiannya adalah evaluasi
faktor-faktor yang mempengaruhi penurunannya serta kebijakan apa yang
sebaiknya dilakukan untuk menguranginya.

Penelitian terkait kerusakan kawasan karst Gunungkidul sudah dilakukan


oleh Endarto dkk. (2014) . Penelitian tersebut mengevaluasi kerusakan dengan
metode Overlay dan Scoring parameter kerusakan karst yaitu perubahan
morfologi akibat penambangan, outlet cekungan tertutup, tutupan vegetasi,
kondisi mata air, keberadaan air pada goa dan bangunan diatas permukaan karst.
Selain itu Nezaputri (2016) juga sudah melakukan penelitian mengenai evaluasi
kerusakan dengan metode Scoring terhadap empat indikator kerusakan lingkungan
karst yaitu tutupan vegetasi, singkapan batuan, biodiversitas dan kondisi telaga.
Berdasarkan dua penelitian tersebut sudah dihasilkan beberapa peta kerusakan
kawasan karst akibat penambangan, namun belum mengkaji besarnya perubahan
kerusakan secara temporal.

Studi selama beberapa dekade telah menghasilkan metode dan teknik yang
komprehensif untuk mengkarakterisasi kualitas air tanah. Memahami rentang
waktu perubahan kualitas air tanah, dan apa yang mendorong perubahannya,
namun penelitian ini ruang lingkupnya menginformasikan manajemen air tanah,
perlindungan, dan keberlanjutan sumber daya air tersebut (M. Musgrove dkk.
2019). Karena karst ditandai dengan pergerakan alirannya yang cepat melalui

6
rongga dan saluran, perubahan cepat tersebut perlu disimulasikan dengan baik
(Lakey dan Krothe, 1996; Winston dan Criss, 2004; Mahler dan Massei, 2007).
Dengan demikian, estimasi perubahan tersebut sangat cocok untuk dinilai
besarnya, rentang waktu, dan kontrol pada perubahan temporal dalam kualitas air
tanah (M. Musgrove dkk. 2019).

Perubahan kualitas air tanah terjadi dari waktu ke waktu tergantung pada
pengelolaan air tanah, penggunaan dan konservasinya (M. Musgrove dkk. 2019).
Untuk lebih memahami rentang waktu perubahan kualitas air dari jangka pendek
(daily to monthly) dan jangka panjang (seasonal to decadal), pada penelitian yang
dilakukan oleh Musgrove dkk. (2019) tersebut, lembaga U.S. Geological Survey’s
National Water-Quality Assessment (NAWQA) mengambil tiga sampel sumur
pada tahun 2013 di Akuifer Edwards di selatan-tengah Texas. Dalam penelitian
tersebut mengkombinasikan pemantauan berkelanjutan dan pengambilan sampel
diskrit untuk membuktikan variabilitas kualitas air dalam rentang waktu tertentu,
dinamika akuifer karst, dan kerentanan akuifer. Kerentanan akuifer menjadi
perhatian bagi karst, yang rentan terhadap kontaminasi karena tanah tipis, aliran
terfokus dan jalur aliran cepat. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
kerentanan terhadap kontaminasi pada keduanya akuifer sangat dipengaruhi oleh
jalur aliran cepat dan dominasi air modern (M. Musgrove dkk. 2014).

Bidang geostatistik dan analisis spasial sangat terkait karena sama-sama


menekankan pada penggunaan pendekatan untuk menggambarkan, menganalisis,
dan memvisualisasikan variabilitas spasial dari fenomena yang terjadi secara
alami (Oyana & Margai, 2014). Analisis geostatistik menyediakan banyak metode
interpolasi yang berbeda (Indarto, 2013). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Ogbozige dkk. (2018) metode interpolasi yang digunakan adalah Interpolation
Weighted Interpolation (IDW) untuk prediksi kualitas air di daerah tangkapan air.
Alasan menggunakanan interpolasi IDW mengasumsikan bahwa semakin dekat
titik sampel ke sel yang nilainya diperkirakan, semakin dekat nilai sel akan
menyerupai nilai titik sampel.

Penelitian lain dengan metode interpolasi kriging dilakukan oleh


Baalousha (2010) untuk penilaian jaringan pemantauan kualitas air tanah di
cekungan Heretaunga, Teluk Hawke, Selandia Baru. Metodologi yang digunakan

7
adalah menggabungkan pemetaan kerentanan dan geostatistik untuk membantu
menentukan jaringan pemantauan kualitas air tanah yang paling efisien pada skala
regional. Pemetaan kerentanan mengidentifikasi area dengan potensi polusi tinggi,
dan pada alirannya, diprioritaskan untuk pemantauan kandungan nitrat.
Metodologi geostatistik kemudian digunakan untuk menginterpretasikan data
yang diperoleh dan untuk memeriksa distribusi spasial dari parameter yang
dipantau. Penelitian ini mengusulkan metodologi untuk menilai jaringan
pemantauan air tanah yang menggabungkan faktor hidrogeologis dengan
geostatistik, dan telah menunjukkan bahwa metode tersebut berguna dalam
menentukan lokasi pengambilan sampel yang diperlukan untuk mengoptimalkan
pemodelan kualitas air tanah.

Perbandingan metode interpolasi pada analisis geostatistik dilakukan pada


penelitian data hidrografi sungai bawah tanah Mississippi secara temporal oleh
Wu dkk. (2019). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi interpolasi
spasial yang optimal untuk pemetaan batimetri sungai dari pengukuran cross
sectional. Penelitian tersebut mengevaluasi berbagai metode interpolasi spaisial
termasuk Inverse Distance Weighting (IDW), Ordinary Kriging (OK), Radial
Basic Function (RBF) dan Local Polinomial Interpolation (LPI). Hasilnya
menunjukkan bahwa RBF dan OK merupakan yang terbaik dalam memetakan
batimetri. Hasil tersebut menginformasikan tentang pemilihan teknik interpolasi
yang tepat untuk memetakan cross sectional sungai batimetri. Interpolasi tersebut
dibandingkan dalam hal Root Mean Square Error (RMSE), kesalahan absolut,
bias dan koefisien determinasinya.

Penelitian lain yang berhubungan dengan metode interpolasi menurut


Johnston dkk. (2001) yaitu untuk mengeksplorasi korelasi spasial antara ozon dan
nitrogen dioxide di daerah Caroline. Hasilnya bahwa ada korelasi spasial antara
ozon dan nitrogen dioxide. Selanjutnya ordinary kriging dengan tool cokriging
digunakan untuk interpolasi karena dianggap metode interpolasi paling sesuai
untuk prediksi distribusi spasial yang saling berkorelasi. Berdasarkan penelitian
tersebut fenomena alam yang terjadi seperti pencemaran udara oleh polusi,
pencemaran air akan lebih sesuai menggunakan ordinary kriging tool cokriging
(Indarto, 2013).

8
Penelitian lain dilakukan oleh Johnson (2015) yang berkaitan dengan
metode interpolasi kriging cokriging untuk menghasilkan peta prediksi
konsentrasi besi (Fe) dan mangan (Mn) di kota Buncombe, California bagian
utara. Penelitian ini berfokus pada geologi batuan dasar, ketinggian, ketebalan
saprolit, dan kedalaman sumur untuk menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi Fe dan Mn. Menggunakan ArcGIS 10.2, tren spasial dalam
rentang konsentrasi Fe dan Mn divisualisasikan, dan perkiraan konsentrasi logam
diinterpolasi ke area yang tidak bersampel. Hasil dari analisis ini digunakan untuk
membuat peta yang menggambarkan distribusi spasial Fe dan Mn. Studi ini juga
menetapkan korelasi yang signifikan secara statistik antara konsentrasi Fe dan
Mn, yang dapat dikaitkan dengan geologi batuan dasar.

Berdasarkan penjabaran penelitian-penelitian tersebut, perbedaan


penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan parameter yang
digunakan untuk interpolasi yaitu parameter yang berpengaruh dalam penurunan
kualitas dan kuantitas air akibat penambangan karst mengacu pada Peraturan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20 Tahun 2008, Tentang
Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air. Persamaan dengan
penelitian sebelumnya adalah penggunaan metode interpolasi yaitu ordinary
kriging dengan tool cokriging karena dapat digunakan untuk memprediksi
distribusi spasial variabel primer dengan mempertimbangkan variabel sekunder,
dengan syarat kedua variabel saling berkorelasi. Variabel primer diantaranya
adalah kualitas dan kuantitas air sedangkan variabel sekunder adalah parameter
yang berkorelasi atau yang mempengaruhi penurunan tingkat kualitas dan
kuantitas air tanah. Selain itu ordinary kriging dikenal sebagai BLUE (Best Linear
Unbiased Estimator), metode estimasi ini mempertimbangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi akurasi estimasi, yaitu: banyaknya sampel, posisi sampel, jarak
antar sampel dengan titik yang diestimasi, kontinuitas spasial dari variabel-
variabel yang terlibat. Namun secara umum metode ordinary kriging
menghasilkan smoothing effect pada hasil estimasi, sehingga dianggap
mengabaikan variabilitas lokal diantara data asli. Oleh dari itu itu pada penelitian
ini juga dilakukan simulasi berupa visualisasi dimana multi-realisasi hasil
simulasi tetap pada distribusi statistik data awal (equiprobable) dan
memperhitungkan variabilitas lokal diantara data asli.

9
Persamaan lain antara penelitian ini dan penelitian sebelumnya adalah
terkait lokasi penelitian. Pada lokasi penelitian sebelumnya mengkaji dampak
kerusakan dari penambangan karstnya, belum melakukan estimasi besarnya
kerusakan, terutama pada penurunan tingkat kualitas dan kuantitas air tanah pada
waktu tertentu, sehingga bisa diketahui besarnya penurunan dari hasil visualisasi
perubahannya secara temporal. Selain itu, estimasi dan hasil visualisasinya dapat
mensimulasikan aliran air dan transportasi kontaminasi setiap parameter yang
mempengaruhi penurunan kualitas dan kuantitas air tanah.

10
BAB II
LANDASAN TEORI

II.I. Air Tanah Karst

Menurut International Association of Hydrogeologist (IAH), wilayah karst


dibentuk oleh batuan yang padat namun mudah larut seperti batu gamping,
dolomite, gypsum, anhydrite, dan beberapa batuan lain yang mudah larut. Karst
meyimpan air hanya sebentar (low storage), porositasnya rendah, air dalam karst
mengalir melalui rongga atau celah. Tanpa ada rekahan dan rongga, karst sulit
menyimpan dan mengalirkan air. Keberadaan tanah di atas batu kapur dapat
menahan air lebih lama. Menurut Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), sistem
aliran air pada karst unik, aliran air dikontrol oleh conduit (rongga) yang
membentuk sungai bawah tanah. Lubang penghubung resapan yang terhubung
dengan aliran bawah tanah menjadi hal penting. Keberadaan rongga atau rekahan
dan kehadiran lapisan tanah perlu dipetakkan untuk mengetahui hidrogeologi
karst. Batuan penyusun karst sendiri merupakan batuan yang pada umumnya
impermeable (tidak meloloskan air).

Gambar II.1 Ilustrasi rekayasa hidrogeologi daerah karst


(Iskandar, 2016)
Pada gambar II.1 tersebut, konservasi air tanah diupayakan untuk
mempertahankan kesediaan air tanah sehingga masih memungkinkan aktifitas dan
rekayasa manusia untuk menjamin ketersediaan air tanah. Rekayasa dalam
konservasi air tanah meliputi pengendalian pengambilan air tanah. Menjaga
resapan atau meningkatkan resapan air tanah di daerah yang terganggu oleh

11
aktivitas manusia melalui sumur resapan, sumur injeksi, waduk, danau resapan,
dan rekayasa penambangan sehingga infiltrasi air tanah meningkat.

II.2. Kualitas Dan Kuantitas Air

Kualitas air adalah suatu kondisi air yang ditinjau berdasarkan parameter
fisik, kimia dan biologi terkait pemanfaatannya dalam memenuhi kebutuhan hidup
manusia dibidang pertanian, industri, domestik, perikanan, PLTA dan wahana
rekreasi (Arsyad, 2010). Distribusi air pada tiap-tiap daerah berbeda karena hal itu
terkait dengan analisis spasial dalam pendekatan geografi. Distribusi air yang
berbeda akan berpengaruh pada kualitas air pada tiap-tiap daerah juga karena
masing-masing daerah memiliki karakteristiknya sendiri. Menurut Widyastuti dkk.
(2013) kualitas air dipengaruhi oleh faktor alami dan buatan, faktor alami
cenderung pada kondisi fisik suatu daerah, sedangkan faktor buatan lebih
cenderung kepada aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumberdaya air
tersebut.

II.3. Kerusakan Lingkungan Karst

Kerusakan lahan merupakan penurunan kapasitas potensial lahan bagi


produksi dan pengelolaan lingkungan atau dengan kata lain terganggunya fungsi
lahan (Haryono, 2014 ). Kabupaten Gunungkidul didominasi oleh perbukitan
karst yang secara alami memiliki kecenderungan mudah mengalami kerusakan
apabila dalam pengelolaannya kurang memperhatikan karakteristiknya. Kerusakan
lingkungan karst identik dengan pertambangan, ekstensifikasi pertanian,
penebangan hutan dan utamanya perubahan penggunaan lahan. Pertambangan
merupakan penyumbang kerusakan terberat di kawasan karst dan dibutuhkan
waktu yang relatif lama dalam perlakukan konservasi akibat penambangan.
Kerusakan lingkunga karst mengakibatkan berubahnya sistem aliran air tanah
akibat adanya perubahan karakteristik lahan. Menambang di kawasan karst
memiliki pengaruh pada kawasan tadah hujan, dan mengurangi daya simpan atau
daya tamping karst terhadap air hujan, lintasan air dapat berubah atau berpindah
tempat, sumber-sumber airpun juga berkurang (Klimchouk, 1997).

12
II.4. Standar Mutu Baku Kualitas Air Provinsi DIY

Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20


Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air,
bahwa baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi
atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang
ditanggung keberadaannya di dalam air baku mutu air di Provinsi DIY ditetapkan
untuk masing-masing kelas sesuai dengan peruntukkannya. Metode analisa yang
digunakan untuk pengujian parameter mutu air adalah metode analisa yang sudah
tervalidasi atau terakreditasi.
Tabel II.1 Parameter Baku Mutu Air Daerah Istimewa Yogyakarta

Parameter KANDUNGAN
Baku Mutu Satuan Kelas Keterangan
Air DIY Kelas I Kelas II Kelas IV
III
FISIKA

± 30C ± 30C ± 30C ± 30C Deviasi


temperatur
Temperatur 0C Terhadap Terhadap Terhadap Terhadap
dari keadaan
suhu suhu suhu suhu
alamiah
udara udara udara udara
Tidak
Bau - - -
berbau
Kekeruhan NTU 5 - - -
Warna TCU 50 100 - -
Residu
Terlarut mg/L 1000 1000 1000 2000
(TDS)
Residu
Tersuspensi mg/L 0 50 400 400
(TSS)
KIMIA
05-
Ph mg/L 6 – 8.5 6 – 8.5 06-Sep
Sep
BOD mg/L 2 3 6 12
COD mg/L 10 25 50 100
Angka batas
DO mg/L 6 5 4 0
minimum
Fosfat mg/L 0.2 0.2 1 5
Nitrat mg/L 10 10 20 20

13
Bagi
perikanan,kandung
an amonia bebas
Amoniak untuk ikan yang
mg/L 0.5 - - -
(NH3) peka ≤ 0,02 mg/L
sebagai NH3

Arsen mg/L 0.05 1 1 1


Kobalt mg/L 0.2 0.2 0.2 0.2
Barium mg/L 1 - - -
Boron mg/L 1 1 1 1
Selemium mg/L 0.01 0.05 0.05 0.05
Kadmium mg/L 0.01 0.01 0.01 0.01
Krom (VI) mg/L 0.05 0.05 0.05 1
Bagi pengolahan
Tembaga mg/L 0.02 0.02 0.02 0.2
air
minum secara
konvesional Cu ≤ 1
mg/L

Bagi pengolahan
air minum secara
Besi mg/L 0,3 - - -
konvesional Fe ≤ 5
mg/L

Bagi pengolahan
air minum secara
Timbal mg/L 0.03 0.03 0.03 1
konvesional Pb ≤
0,1 mg/L

Mangan mg/L 0.1 - - -


Raksa (Hg) mg/L 0.001 0.002 0.002 0.005

Bagi pengolahan
air minum secara
Seng (Zn) mg/L 0.05 0.05 0.05 2
konvesional Zn ≤ 5
mg/L

Klorida (Cl) mg/L 600 800 1000 1200


Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 -
Flourida mg/L 0.5 1.5 1.5 -

Bagi pengolahan
air minum secara
Nitrit mg/L 0.06 0.06 0.06 -
konvesional N02-N
≤ 1 mg/L

Sulfat mg/L 400 - - -

14
Bagi ABAM tidak
Klorin (Cl2) mg/L 0,03 0,03 0,03 -
dipersyaratkan\

Bagi pengolahan
air minum secara
Sulfida mg/L 0.002 0.002 0.002 -
konvesional H2S ≤
0,1 mg/L

Maksimum 10
SAR (Sodium untuk tanaman
Oct-
Adsorption mg/L peka maksimum 18
18
Ratio)*) untuk tanaman
kurang peka

MIKROBIOLOGI

Bagi pengolahan
MPN/10 air minum secara
Fecal 0 100 1000 2000 2000 konvesional Fecal
coliform
coliform ≤ 2000
MPN/100 mL
mL

Bagi pengolahan
MPN/10 air minum secara
Total 0 1000 5000 10000 10000 konvesional Fecal
coliform
coliform ≤ 10000
MPN/100 mL
mL
Total
MPN/10
coliform
0
(untuk 200
pemandian
mL
umum)
Jumlah
Koloni/
kuman 200
kolam renang mL
RADIOAKTIFITAS
Gross - Alfa Bq/L 0.1 0.1 0.1 0.1
Gross - Bq/L 1 1 1 1
Gross - Bq/L 1 1 1 1
SENYAWA ORGANIK DAN PESTISIDA
Minyak/lema
µg/L 1000 1000 1000 -
k
Minyak bumi µg/L nihil - - -
Deterjen µg/L 200 200 200 -
Fenol µg/L 1 1 1 -

15
BHC µg/L nihil nihil nihil nihil
Aldrin/Dieldri
µg/L nihil nihil nihil nihil
n
Chlordane µg/L nihil nihil nihil nihil
DDT µg/L nihil nihil nihil nihil
Heptachlor
dan
µg/L nihil nihil nihil nihil
heptachlor
epoxide
Lindane µg/L nihil nihil nihil nihil
methoxychlor µg/L nihil nihil nihil nihil
Endrin µg/L nihil nihil nihil nihil
Toxaphan µg/L nihil nihil nihil nihil
Pestisida
µg/L nihil nihil nihil nihil
Total

Keterangan:
(-) : tidak dipersyaratkan ml : mililiter
Mg : milligram L : Liter
µg : mikrogram Bq : Bequerel

II.5. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Dalam takaran praktis, pengertian SIG saat ini lebih sering diterapkan bagi
teknologi informasi spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan
teknologi komputer dan implementasinya dalam pengolahan data spasial. Terkait
hubungannya dengan teknologi computer, Aronoff (1989) mengartikan SIG
sebagai sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani
data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan
dan pemanggilan kembali), memanipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai
hasil akhir (output). Sebagai suatu sistem SIG yang terdiri atas
susbsistem/komponen, yaitu hardware, software, liveware, data base yang
masing-masing memiliki fungsi dan saling terkait membentuk satu sistem yang
disebut SIG. Representasi digital dalam bentuk input data kemudian dapat diolah
dalam beberapa fungsi analitis dalam SIG dan divisualisasikan dengan berbagai
cara (Huisman & A.de By, 2009). Proses tersebut terdapat pada gambar II.2
berikut.

16
Visualisasi

Peta
Dunia Nyata Data Geoinformasi

Pemodelan
Geokomputasi

Gambar II.2 Ilustrasi proses dunia nyata yang dimodelkan dalam bentuk SIG
(Huisman & A.de By, 2009)

Model dibuat karena adanya kompleksitas kenyataannya. Suatu model


adalah gambaran penyederhanaan dari keadaan-keadaan yang sebenarnya. Dalam
melakukan pemodelan diperlukan adanya proses analisis spasial. Analisis spasial
adalah proses pemodelan geografis suatu fenomena atau masalah, memperoleh
hasil dengan pemrosesan komputer, dan kemudian memeriksa dan menafsirkan
hasil model tersebut. Melalui analisis spasial dapat dilakukan eksplorasi secara
visual dan manipulasi data, membuat seleksi data berdasarkan kriteria yang
ditetapkan, membandingkan dan membedakan atribut yang bersumber dari
berbagai macam entitas, dan melakukan pengujian hipotesis. Analisis spasial
memungkinkan seseorang untuk memahami pola distribusi, peristiwa, dalam
bentuk data spasial dan temporal (Oyana & Margai, 2016).

II.6. Analisis Geostatistik

Geostatistik merupakan cabang ilmu statistik yang digunakan untuk


menganalisis dan memprediksi variabel (nilai) yang berkaitan dengan
karakteristik spasial atau spasio-temporal suatu fenomena (Indarto, 2013).
Geostatistik memungkinkan untuk mengestimasi nilai suatu variabel pada lokasi-
lokasi dimana tidak terdapat sampel pengukuran dan memberikan informasi
ketidakpastian dari prediksi yang diberikan. Metode geostatistik sangat penting
untuk mendukung proses pengambilan keputusan, karena pada kondisi tertentu
yang tidak mungkin melakukan pengukuran pada setiap lokasi yang diukur,
dengan geostatistik dapat dibentuk model dari suatu fenomena. Analisis
geostatistik menggunakan titik sampel yang diambil di lokasi yang berbeda dan
diinterpolasi pada permukaan yang berkelanjutan (Johnston dkk, 2001). Analisis

17
geostatistik menyediakan banyak metode interpolasi yang berbeda. Setiap metode
memiliki karakteristik unik dan mungkin akan memberikan informasi yang
berbeda. Metode-metode tersebut selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan
berbagai macam kriteria. Pemilihan metode interpolasi tergantung situasi atau
kasus yang akan diprediksi.

Karakteristik yang dimiliki metode geostatistika adalah penggunaan variogram


atau teknik-teknik lainnya untuk mengkuantifikasi dan memodelkan struktur
korelasi spasial dan juga penggunaan bernagai teknik interpolasi, seperti keluarga
besar kriging (Ordinary Kriging, Simple Kriging, Universal Kriging, Indikator
Kriging, Probability Kriging, Disjunctive Kriging) dan Cokriging yang
menggunakan model-model korelasi spasial.

II.6.1. Kriging

Metode kriging dikembangkan oleh George Matheron sebagai theory of


regionalized variabels dan D.G. Krige sebagai sebuah metode interpolasi yang
optimal untuk digunakan di dalam ilmu kebumian. Dasar dari teknik kriging
adalah laju perubahan antar titik di dalam ruang yang dapat di representasikan
dengan variogram. Tugas Kriging itu sendiri dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Mengkuantifikasi struktur spasial dari data, dan
2) Menghasilkan permukaan prediksi
Mengkuantifikasi struktur spasial disebut juga variografi, yaitu
mencocokkan sebuah model ketergantungan-spasial (spatial-dependence) pada
data ukuran, sedangkan untuk membuat prediksi sebuah nilai unknown pada suatu
lokasi tertentu, kriging akan menggunakan:
1) Model yang diperoleh variografi,
2) Konfigurasi data spasial, dan
3) Nilai titik-titik sampel ukuran disekitar lokasi prediksi.
Model kriging secara umum dinyatakan dalam rumus matematika
sederhana sebagai berikut:
𝑍(𝑠) = 𝜇(𝑠) + 𝜀1(𝑠) (II.1)
dimana:
• Z(s) adalah variabel yang menjadi perhatian, yang didekomposisikan
menjadi:

18
 Suatu tren deterministik µ(s), dan
 Bentuk kesalahan acak, berautokorelasi ɛ(s)
• Simbol s menyatakan posisi; misalnya dalam koordinat spasial x-
(bujur) dan y-(lintang).
Variasi dari formula di atas membentuk basis untuk semua jenis kriging
yang berbeda. Sekompleks apapun tren di dalam model tersebut µ(s) tetap tidak
akan dapat diprediksi dengan sempurna. Dalam hal ini dibuat beberapa asumsi
mengenai unsure kesalahan (error) ɛ(s); yaitu:
• ɛ(s) diharapkan bernilai nol (secara rata-rata), dan
• autokorelasi antara ɛ(s) dan ɛ(s+h) tidak tergantung pada lokasi aktual
s melainkan pada pergeseran (displacement) h di antara keduanya.

S1+h S2+h

S1 S2

Gambar II.3 Hubungan antara Lokasi (s) dan Pergeseran (h)

Sebagai contoh, pada gambar di atas kesalahan acak pada pasangan-


pasangan lokasi yang dihubungkan oleh tanda panah diasumsikan mempunyai
autokorelasi yang sama. Tren bisa merupakan sebuah konstanta sederhana; yaitu
µ(s) = µ untuk semua lokasi s, dan jika µ adalah unknown maka inilah model
dasar dari ordinary kriging. Tren juga bisa merupakan fungsi linear dari koordinat
spasial, sebagai contoh:
µ(s) = β0 + β1x + β2y + β3x2 + β4y2 + β5xy (II.2)
dimana fungsi di atas adalah sebuah permukaan tren polynomial orde-2 dan
merupakan regresi linear terhadap koordinat spasial x- dan y-. Tren yang
bervariasi dimana koefisien regresi adalah tidak diketahui (unknown), membentuk
model universal kriging. Jika tren benar-benar diketahui (artinya semua parameter
dan covariance diketahui), konstan ataupun tidak, akan membentuk model simple
kriging (Johnston et al., 2001).

19
II.6.2. Cokriging

Cokriging secara matematis hampir identik dengan Kriging. Cokriging


biasa mengasumsikan model berikut:
𝑍1(𝑠) = 𝜇1 + 𝜀1(𝑠)
𝑍2(𝑠) = 𝜇2 + 𝜀2(𝑠)
𝑍𝑛(𝑠) = 𝜇𝑛 + 𝜀𝑛(𝑠) (II.3)
Cokriging menggunakan informasi tentang beberapa tipe variabel. Variabel utama
yang menarik adalah Z1, dan baik autokorelasi untuk Z1 dan korelasi silang antara
Z1 dan semua jenis variabel lainnya digunakan untuk membuat prediksi yang
lebih baik. Sangat menarik untuk menggunakan informasi dari variabel lain untuk
membantu membuat prediksi. Cokriging membutuhkan lebih banyak estimasi,
termasuk memperkirakan autokorelasi untuk setiap variabel dan juga semua
korelasi silang. Secara teoritis, cokriging melakukan lebih baik daripada kriging
karena jika tidak ada korelasi silang, dapat kembali menggunakan autokorelasi
untuk Z1. Namun, setiap kali memperkirakan parameter autokorelasi yang tidak
diketahui, akan lebih banyak variabilitas, sehingga perolehan dalam ketepatan
prediksi mungkin tidak terlalu baik (ESRI, 2019)

II.7. Semivariogram

Ada berbagai macam model variogram, diantaranya adalah Circular,


Spherical, Tetraspherical, Pentaspherical, Exponential, Gaussian, Rational
Quadratic, Hole Effect, K-Bessel, J-Bessel, dan Stable, tetapi yang umum
digunakan pada metode kriging adalah Exponential dan Spherical.
Semivariogram adalah model matematika dari semivariance sebagai fungsi
dari jarak lag. Semivariogram digunakan untuk memodelkan bagaimana dua
model di dalam ruangatau waktu saling berkorelasi. Model tersebut biasanya
ditentukan dengan metode regresi kuadrat terkecil. Semivariance (γ) dihitung
untuk menjabarkan nilai ekspektasi dari selisih nilai sampel (z) sebagai fungsi dari
jarak lag (h) antara pasangan titik-titik sampel (seperti gambar 2.3), maka
didapatkan persamaan sebagai berikut (Oyana & Margai, 2014):
1 𝑛(ℎ)
𝛾(ℎ) = 2N(ℎ) �𝑖=l (𝑧𝑖 . 𝑧𝑖+ℎ )2 (II.4)

20
dimana:
𝛾(ℎ) = Semivariance; dihitung untuk menjabarkan nilai ekspektasi
dari selisih nilai sampel
𝑧𝑖 , 𝑧𝑖+ℎ = Nilai sampel sebagai fungsi dari jarak
N(h) = Banyaknya data
h= Jarak antar titik data (jarak lag)

γ (si, si)

Partial
Sill

Sill

Range
Nugget

Jarak
Gambar II.4 Grafik Model Semivariogram

dimana:
• Nugget adalah variabilitas pada jarak nol, mencerminkan kesalahan
sampling dan kesalahan analitis.
• Range adalah cakupan trend spasial; jarak batas dimana diluar itu sampel
bersifat independen secara spasial.
• Sill adalah variabilitas dari sampel-sampel yang independen secara spasial
(batas maksimum nilai variogram)
Model-model variogram yang umum digunakan pada metode kriging adalah
sebagai berikut [ESRI, 2006]:
(1) Linear


𝛾(ℎ) = 𝑐0 + 𝑐 �𝛼� 0<h≤α

𝛾(ℎ) = 𝑐0 + 𝑐 h>α
γ(h)

𝛾(0) = 0

h 21
(2) Exponential

−ℎ
𝛾(ℎ) = 𝑐0 + 𝑐 �1 − 𝑒𝑥𝑝 � 𝛼 �� h>0
γ(h)

h
(3) Spherical

3ℎ 1 ℎ 3
𝛾(ℎ) = 𝑐0 + 𝑐 �2𝛼 − 2 �𝛼� � 0<h<α

𝛾(ℎ) = 𝑐0 + 𝑐 h>α
γ(h)

𝛾(0) = 0

dimana:
𝑐0 = Efek Nugget yaitu variabilitas pada jarak nol,
mencerminkan kesalahan sampling dan kesalahan analisis
𝑐0 + 𝑐 = Sill yaitu variabilitas dari sampel-sampel yang independen
secara spasial
α= Range yaitu cakupan trend spasial; jarak batas dimana
sampel bersifat independen secara spasial
h= Jarak antar titik data sampel dan titik data estimasi

22
II.8. Data Spatio-Temporal

Data spatio-temporal merupakan data yang menyajikan perubahan yang terjadi


dalam ruang dan waktu dengan komponen atributnya berhubungan satu dengan
yang lain dalam sebuah data set. Data tersebut merepresentasikan informasi lokasi
dimana kejadian tersebut terjadi dan interval waktu kapan kejadian tersebut terjadi.
Terdapat 3 komponen yang dapat diekstraksi dalam data spatio-temporal yaitu
spasial (where), waktu (when) dan objek (what). Jenis analisis yang dapat
dilakukan pada data tersebut bergantung pada informasi jenis perubahan pada data.
Menurut Andrienko dkk. (2013) terdapat 3 jenis perubahan pada data spasial
temproal sebagai berikut:
1) Event data, informasi perubahan suatu objek yang mengalami kemunculan
yang berbeda-beda pada waktu tertentu yang didefinisikan berdasarkan
posisi secara spasial.
2) Movement data, berisikan informasi perubahan yang terjadi pada kategori
objek spasial berkaitan dengan bentuk, ukuran, dan arah yang
didefinisikan berdasarkan perubahan posisi secara spasial.
3) Time series data, berisikan informasi terkait nilai atribut yang menyatakan
waktu, dan mengalami perubahan berdasarkan interval waktu tertentu
disebut sebagai kelompok waktu (time series).
Perubahan yang terjadi pada data spasial-temporal tersebut berkaitan dengan
unsur ruang, waktu dan objek. Setiap unsur direpresentasikan berdasarkan nilai-
nilai atribut yang berhubungan dengan informasi spasial dan waktu. Hubungan
unsur spasial, waktu dan objek diperlihatkan pada gambar II.2. Unsur ruang terdiri
atas informasi yang berkaitan dengan lokasi atau menunjukkan alamat suatu
tempat. Keruangan dapat bersifat continuous ataupun discrete sesuai dengan
representasi fenomena yang mewakilinnya. (Longley dkk. 2005)

23
Gambar II.5 Karaketristik hubungan objek dengan informasi spasial-temporal
Andrienko dkk. (2013)

II.9. Kartografi dan Geovisualisasi Data

Kartografi merupakan pendekatan yang digunakan dalam pembuatan peta


dengan mempertimbangkan penyajian peta menggunakan variabel visual yang
sesuai. Variabel visual meruapakn suatu variabel yang digunakan untuk
membedakan suatu unsur yang diwakili pada setiap simbol, atau variasi untuk
menampilkan informasi secara grafis. Geometri data dapat dibedakan dalam 3
bentuk yaitu titik, garis dan luasan sedangkan tipe data dibedakan berupa tipe
nominal, ordinal, interval dan rasio.

Gambar II.6 Variabel Visual Bertins


(Sumber : https://www.axismaps.com )
Penggunaan variabel visual sangat penting dalam proses kartografi karena
mempengaruhi informasi yang diterima oleh pengguna dalam merepresentasikan
fenomena geografis. Untuk menampilkan fenomena tersebut selain menggunakan
prinsip kartografi juga mempertimbangkan aspek geovisualisasi. Dalam

24
memenuhi kebutuhan saat ini, geovisualisasi tidak hanya mencakup
pengembangan teori, perangkat, dan metode, tetapi juga melibatkan perangkat dan
metode untuk mempermudah memahami tren data geospasial guna pengambilan
keputusan (Buckley dkk. 2000).
Geovisualisasi menawarkan akses yang bersifat interaktif terhadap data di
dalam proses pembuatan peta yang merupakan proses penggabungan aspek grafis
dengan peralatan geo-computational dan teknik manajemen database (Kraak,
2007). Geovisualisasi mencakup eksplorasi visual, analisis, sintesis, dan penyajian
data geospasial dengan mengintegrasikan pendekatan dari kartografi dan
informasi lainnya yang berkaitan dengan representasi, termasuk visualisasi ilmiah,
analisis gambar, visualisasi informasi, eksplorasi analisis data, dan GI Science
(Dykes dkk., 2007). Peta dalam konteks visual representasi dapat diartikan
sebagai berikut (Kraak & Fabrikant, 2017):
1) Visual, karena bertindak sebagai antarmuka visual di dalam lingkungan
virtual atau keadaan nyata, dan merupakan abastraksi dari kenampakan
lingkungan yang dituangkan secara visual.
2) Represented, mewakili atau merepresentasikan lingkungan yang nyata.
Representasi mencakup pemetaan semantik dan semiotik, metafora,
simbolisasi, perubahan skala, dimensi variabel dll.
3) Interface to environment, merupakan antarmuka yang dapat berupa situasi
yang berkembang secara dinamis, realitas geografis, lingkungan virtual,
buatan atausimulasi.

25
BAB III
RENCANA PENELITIAN

III.1 Peralatan Dan Bahan

Pada sub-bab ini diuraikan hal-hal yang harus dipersiapkan dalam kegiatan
penelitian. Persiapan kegiatan penelitian ini meliputi persiapan peralatan dan
bahan.

III.1.1. Peralatan

Peralatan yang akan digunakan untuk menunjang pelaksanaan penelitian


ini sampai pada tahapan penulisan laporan terdiri atas perangkat keras dan
perangkat lunak.

Penelitian ini menggunakan perangkat keras sebagai berikut :


1) 1 (satu) unit Notebook sebagai perangkat keras pengolah data dan penulisan
laporan;
2) 1 (satu) unit kamera digital untuk dokumentasi lokasi objek penelitian;
3) 1 (satu) unit voice recorder sebagai alat perekam wawancara;
4) Printer untuk mencetak laporan.

Perangkat lunak yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut :


1) Sistem operasi windows 7 64-bit sebagai sistem operasi laptop.
2) Microsoft office 2013 untuk proses pengolahan data dan penulisan tesis.
3) ArcGIS dan Geostatistical Analyst extension
4) Tableau untuk visualisasi data statistik pada web.
5) Perangkat lunak visualisasi pada web berupa CartoDB, notepad++, XAMPP,
Cmder, Google Chrome.

.III.1.2. Bahan
Bahan penelitian yang dimaksud adalah data-data objek kajian penelitian
yang meliputi :
1) Peta geologi kawasan karst, peta batuan, peta tekstur tanah Kabupaten
Gunungkidul yang diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan
Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(Dinas PUP-ESDM DIY);

26
2) Lokasi sumber mata air serta hasil pemantauan kualitas air yang berada di
kawasan karst Kabupaten Gunungkidul dari tahun 2014 sampai dengan
tahun 2019 yang diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup Provinsi DIY;
3) Data history penambangan karst 10 tahun terakhir yang diperoleh dari
Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Dinas PUP-ESDM DIY);
4) Digital Elevation Model (DEM);
5) Peta penggunaan lahan yang diperoleh dari Badan Perencanaan Dan
Pembangunan Daerah DIY; dan
6) Curah hujan rerata tahunan dari tahun 2014 sampai dengan 2019,
koordinat lokasi stasiun curah hujan, peta isohyet Balai Besar Wilayah
Sungai Serayu Opak DIY.

III.2 Metode Penelitian

Rencana kegiatan yang akan dilakukan selama penelitian direpresentasikan


dalam bentuk diagram alir yang memuat mekanisme rencana pelaksanaan
penelitian. Dalam rencana pelaksanaan penelitian terdiri atas 4 (empat) tahapan,
yaitu dimulai dari tahap persiapan dan observasi awal, dan dilanjutkan dengan
tahapan pengumpulan data, setelah itu dilakukan tahapan pengolahan data yang
disertai analisis pembahasan, visualisasi dan dilanjutkan tahapan penulisan
laporan, seperti diilustrasikan pada diagram alir tampilkan dalam gambar III.1
berikut:

27
Studi Literatur dan
Observasi awal

Pengumpulan Data

Estimasi Kualitas Air


Estimasi Kuantitas Air

Digital Peta Peta


Sebaran Sumber Mata
Peta Batuan Elevation Tekstur Penggunaan
Air dan Hasil
Peta Kawasan Model (DTM) Tanah Lahan
Pemantauan Kualitas
Karst
Air 2014-2019

Curah Hujan
Tahunan
Penentuan Parameter Standar 2014-2019
Penilaian Kualitas Air Kawasan
Karst

Koordinat
Penyusunan Model Interpolasi Lokasi
Spasial Ordinary Kriging Dengan Curah Hujan
Tool Cokriging

Penyusunan Model Interpolasi


Prediksi Spasial
Spasial Ordinary Kriging Dengan
- Menghitung Mean Value
Tool Cokriging
-Menghitung Semivariogram
Empiric
-Menentukan Model Semivariogram
Prediksi Spasial
- Menghitung Mean Value
-Menghitung Semivariogram
Empiric
Pengujian Root Mean Square -Menentukan Model Semivariogram
Prediction Error (RMSPE)

Pengujian Root Mean Square


Prediction Error (RMSPE)

Hasil
Hasil 1. Nilai Statistik Univarian
1. Nilai Statistik Univarian 2. Nilai Parameter Peta
2. Nilai Parameter Peta Variogram Variogram
3. Nilai EBK Setiap Paramater 3. Nilai EBK Setiap
Paramater

Pembuatan Kelas Hasil Interpolasi


Penggabungan Parameter Yang Curah Hujan
Berpengaruh dan Pembuatan Kelas
Klasifikasi

Peta Estimasi
Overlay
Curah Hujan
Peta Klasifikasi Tingkat
Kualitas Air

Visualisasi Peta Time Series Peta Potensi Tingkat


Berbasis Web Kuantitas Air Tanah

Uji Usabilitas

Selesai

Gambar III.1 Diagram alir penelitian

28
III.2.1. Tahap Persiapan
Tahapan persiapan dimulai dengan mempelajari bahan- bahan
kepustakaan, yang relevan yang sesuai dengan masalah kualitas air tanah,
kuantitas air tanah, prinsip dasar metode geostatistik dan visualisasi. Berbagai
sumber penelitian-penelitian, jurnal artikel, buku dan peraturan-peraturan juga
dijadikan sebagai acuan dan pertimbangan dalam persiapan penelitian ini. Pada
tahapan ini peneliti juga telah melakukan survey awal dengan mengamati kondisi
di lingkungan lokasi objek penelitian. Gambaran tentang kondisi air dan
penambangan karst dengan warga setempat sekilas telah peneliti peroleh dari
informasi diskusi dan tanya jawab terhadap warga tersebut maupun perangkat
desa setempat. Selanjutnya peneliti mulai membuat rumusan masalah, tujuan,
pertanyaan penelitian, manfaat, cakupan dan tinjauan pustaka, serta membuat
daftar kebutuhan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menunjang
penelitian.

III.2.2. Tahap Pengumpulan Data


Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan data informasi spasial (peta)
serta melakukan wawancara/ interview kepada narasumber. Data yang digunakan
seperti yang telah disebutkan pada tahap peralatan dan bahan. Data tersebut
berupa data spasial dan data atribut. Selain itu dilakukan wawancara yang
merupakan sarana bertukar informasi. Dalam wawancara ini, peneliti akan akan
menggunakan alat bantu seperti alat perekam (voice recorder) yang dapat
membantu dalam pelaksanaan wawancara. Desain pertanyaan wawancara/
interview nantinya akan ditujukan kepada narasumber yang berada di wilayah
lokasi penelitian yang mengetahui dampak dari kepungan tambang karst terhadap
sumber air.

III.2.3. Tahap Pelaksanaan


Setelah kegiatan pengumpulan data spasial maupun data pendukung
lainnya selesai dilaksanakan, langkah selanjutnya adalah tahap pelaksanaan.
Secara umum tahapan pelaksanaan penelitian ini diantarnya:
III.2.3. 1 Estimasi Kualitas Air Tanah. Tahapan sebgaian proses estimasi
kualitas air tanah diperlihatkan pada gambar III.2 berikut ini dalam bentuk model
builder. Model Builder secara umum pada perangkat lunak ArcGIS bisa disebut

29
sebagai sebuah aplikasi atau modul tambahan yang dapat memfasilitasikan cara
untuk mengotomasikan (batch) sejumlah urutan proses rutin mengenai pembuatan
data spasial agar kemudian dapat diulangi secara presisi kapan saja. Aplikasi
tambahan ini digunakan untuk menentukan proses-proses serta urutan kerja
sejumlah tools dan script terkait yang dimilikinya khususnya yang terdapat di
dalam panel ArcToolbox.

Gambar III.2 Proses estimasi kualitas air tanah menggunakan tool model builder
Berdasarkan gambar III.2. di atas menjelaskan bagaimana proses yang
dilakukan untuk mengestimasi kualitas air pada penelitian ini. Berikut dijabarkan
rincian proses tersebut.
1) Sebaran lokasi pemantauan kualitas air di DIY dlakukan intersect dengan
area penelitian yaitu kawasan karst.
2) Mengestimasi semua parameter kualitas air berdasarkan standar mutu baku
kualitas air provinsi DIY dengan menginterpolasi lokasi pemantauan
kualitas air tanah menggunakan kriging.
3) Setelah proses interpolasi, dilakukan perhitungan secara statistik data input
proporsi hasil pengolahan. Proses interpolasi spasial pada software
menghasilkan nilai tengah prediksi. Kedua nilai tersebut dibandingkan
untuk mengetahui nilai gap paling kecil. Tahapan ini dilakukan karena
metode interpolasi spasial merupakan dugaan yang nilainya tidak dapat
100% sama dengan kondisi aktual. Menghitung semivariogram empirik
untuk menentukan model semivariogram yang paling cocok yang
mewakili pola distribusi data sampel. Semivariogram empirik adalah alat
untuk mengkaji hubungan autokorelasi spasial.

30
4) Melakukan pengujian nilai RMSPE. Nilai RMSPE adalah nilai yang
dihitung dari nilai cross validation dimana nilainya diperoleh melalui akar
dari rata-rata jumlah kuadrat nisbah antara selisih nilai dugaan hasil
interpolasi dengan nilai aktualnya pada titik plot validasi terhadap nilai
aktual. Semakin kecil nilai RMSPE maka nilai dugaannya semakin
mendekati akurat.
5) Menentukan parameter apa saja yang berpengaruh terhadap penurunan
kualitas air kawasan karst dengan menganalisis hasil estimasi.
6) Melakukan penggabungan hasil interpolasi semua parameter yang
berpengaruh terhadap penurunan kualitas air tanah
7) Melakukan klasifikasi terhadap tingkatan kualitas air tanah
III.2.3. 2 Estimasi Kuantitas Air Tanah. Tahapan estimasi kualitas air tanah
diperlihatkan pada gambar III.3 berikut ini dalam bentuk model builder.

Gambar III.3 Proses estimasi kuantitas air tanah menggunakan tool model builder
Berdasarkan gambar III.3. di atas menjelaskan bagaimana proses yang
dilakukan untuk mengestimasi kuantitas air pada penelitian ini. Berikut dijabarkan
rincian proses dalam model builder tersebut.
1) Melakukan scoring terhadap peta batuan, tekstur tanah, penggunaan lahan
dan DEM berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Istimewa

31
Yogyakarta Nomor 63 Tahun Tahun 2003 Tentang Kriteria Baku
Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan
Bahan Galian Golongan C di Wilayah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
2) Mengoverlay data hasil scoring dengan tool geoprocessing union.
3) Menginterpolasi curah hujan pada kawasan karst tersebut dengan ordinary
kriging. Tahapan yang sama dengan estimasi kualitas air yaitu dengan
dilakukan perhitungan secara statistik data input proporsi hasil
pengolahan. Menghitung semivariogram empirik untuk menentukan model
semivariogram yang paling cocok yang mewakili pola distribusi data
sampel. Semivariogram empirik adalah alat untuk mengkaji hubungan
autokorelasi spasial. Melakukan pengujian nilai RMSPE. Nilai RMSPE
adalah nilai yang dihitung dari nilai cross validation dimana nilainya
diperoleh melalui akar dari rata-rata jumlah kuadrat nisbah antara selisih
nilai dugaan hasil interpolasi dengan nilai aktualnya pada titik plot validasi
terhadap nilai aktual.
4) Mengoverlay hasil interpolasi curah hujan dengan hasil scoring dengan
tool union.
8) Melakukan klasifikasi terhadap tingkatan kauntitas air tanah.
III.2.3.3 Visualisasi. Menyajikan visualisasi peta dalam bentuk spatio-
temporal untuk mengetahui perubahan penurunan tingkat kualitas air dalam
bentuk web. Visualisasi dilakukan dengan menggunakan Tableau untuk
visualisasi data statistik pada web dengan platform publish berupa CartoDB.
III.2.3. 4 Uji usabilitas. Proses evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan
teknik penilaian kebergunaan dengan menerapkan metode pengisian kuesioner
secara online. Pengisian kuesioner dilakukan bersamaan dengan pengguna
mengakses dan mengoperasikan peta online melalui komputer masing-masing.

III.2.4. Tahap Pelaporan


Tahap ini melakukan analisis dan pembahasan dari hasil tahap sebelumnya
yaitu tahap persiapan, tahap pengumpulan data dan tahap pengolahan data.
Seluruh pelaksanaan penelitian dari awal hingga kesimpulan disusun dalam
bentuk laporan dengan mengacu pada format penulisan baku yang ditetapkan oleh
Program Studi Magister Teknik Geomatika Universitas Gadjah Mada, dan

32
dikonsultasikan secara intensif oleh dosen pembimbing yang telah ditunjuk.
Diskusi dilakukan untuk membuat penyempurnaan laporan akhir penelitian agar
menjadi data maupun informasi yang ilmiah dan berguna bagi semua pihak.

III.3 Jadwal Penelitian

Penyusunan jadwal rencana penelitian dibawah ini bertujuan supaya


pelaksanaan penelitian dapat terselesaikan secara efisien sesuai waktu yang telah
direncanakan. Adapun rincian kegiatan yang akan dilaksanakan dalam penelitian
ini sebagai berikut :

Tabel III.1 Rencana Jadwal Penelitian

Okt'19 Nov'19 Des'19 Jan'20 Feb'20 Mar’20


No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Studi
1 Literatur
Penyusunan
2 Proposal
Seminar
3 Proposal
Pengumpulan
4 Data
Pengolahan
5 Data
Penulisan
6 Laporan
Publikasi
7 Jurnal
8 Sidang
9 Revisi
Persiapan
10 Wisuda

33
DAFTAR PUSTAKA

Andrienko, G., Andrienko, N., Bak, P., Keim, D., & Wrobel, S. 2013. Visual
analytics of movement. In Visual Analytics of Movement (Vol. 9783642375).
https://doi.org/10.1007/978-3-642-37583-5

Aronoff. 1989. Geographic Information Sistem : A Management Perpective.


https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah Dan Air. Serial Pustaka IPB Press. Bogor.

Baalousha, H. 2010. Assessment of a groundwater quality monitoring network


using vulnerability mapping and geostatistics: A case study from Heretaunga
Plains, New Zealand. Agricultural Water Management, 97(2), 240–246.
https://doi.org/10.1016/j.agwat.2009.09.013
Buckley, A. R., Gahegan, M., & Clarke, K. 2000. Geographic visualization as an
emerging research theme in GIScience. Research proposal, University
Consortium for Geographic Information Science.
Dykes, J., Maceachren, A. M., & Kraak, M.-J. 2007. Exploring Geovisualization
(Reprint Ed). Elsevier B.V.

Endarto, R., Gunawan, T., & Haryono, E. 2014. Kajian Kerusakan Lingkungan
Karst Sebagai Dasar Pelestarian Sumberdaya Air (Kasus Di Das Bribin
Hulu Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta). Majalah
Geografi Indonesia, 29(1), 51. https://doi.org/10.22146/mgi.13099

Esri. 2019. ArcGis For Desktop. How Kriging Works.

Esri. 2006. ArcGis For Desktop. Understanding a semivariogram: The range,


sill, and nugget

Fang, X., & Fu, Y. 2011. Impact of Coal Mining on Karst Water System in North
China. Procedia Earth and Planetary Science, 3, 293–302.
https://doi.org/10.1016/j.proeps.2011.09.097
Haryono, E. 2014. Model Penilaian Kerusakan Ekosistem Karst di Indonesia.
Laporan Penelitian. Yogyakarta. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Huisman, O., & A.de By, R. 2009. Principles Of Geographic Information


Systems. The International Institute For Geo Information Science and Earth
Observation, 127, 98–111. https://doi.org/10.1016/j.jmva.2014.02.006
Indarto .2013. Analisis Geostatistik. Graha Ilmu:Yogyakarta.
Iskandar. 2016. Seminar Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) dan Konservasi
Airtanah Kawasan Karst. Ikatan Ahli geologi Indonesia: Jakarta.

Johnson, C. 2015. Using Kriging , Cokriging , and GIS to Visualize Fe and Mn in


Groundwater.

34
Johnston, K., Ver Hoef, J. M., Krivoruchko, K., & Lucas, N. 2001. Using ArcGis
Geostatistical Analyst. Transactions in GIS, 5(2), 165–178.
https://doi.org/10.1111/1467-9671.00074

Kaymaz, S. 2018. Mapping Water Quality by Using Geostatistical Method (


Marmaris Bay , Mugla , Turkey). Journal of Marine Biology and Aquatic
Research, 1(1), 1–9.

Kraak, M. 2003. The Space-Time Cube Revisited from a Geovisualization


Perspective. 21st International Cartographic Conference (ICC), (August),
10–16. https://doi.org/0-958-46093-0
Kraak, M.-J., & Fabrikant, S. I. 2017. Of maps, cartography and the geography of
the International Cartographic Association. International Journal of
Cartography, 9333, 1–23. https://doi.org/10.1080/23729333.2017.1288535
Klimchouk, A. 1997. The natural and Principal characteristics of epikarst, 12th
International Congress of Speleolog. La Chaux-de-Fonds, pp.306.

Longley, P. a, Goodchild, M. F., Maguire, D. J., & Rhind, D. W. 2005.


Geographical Information Systems and Science. 2nd Edition. In John Wiley
& Sons, Ltd (Vol. 83). https://doi.org/10.2307/215736
Mahler, B.J., Massei, N., 2007. Anthropogenic contaminants as tracers in an
urbanizing karst aquifer. J. Contam. Hydrol. 91, 81–106.

Musgrove, M. L., Katz, B. G., Fahlquist, L. S., Crandall, C. A., & Lindgren, R. J.
2014. Factors affecting public-supply well vulnerability in two karst
aquifers. Ground Water, 52, 63–75. https://doi.org/10.1111/gwat.12201

Musgrove, M., Solder, J. E., Opsahl, S. P., & Wilson, J. T. 2019. Timescales of
water-quality change in a karst aquifer, south-central Texas. Journal of
Hydrology X, 4(February), 100041.
https://doi.org/10.1016/j.hydroa.2019.100041

Nezaputri, N. 2016. Tingkat Kerusakan Lingkungan Karst di Daerah Tangkapan


Air Bribin-Baron, Gunungkidul.

Ogbozige, F. J., Adie, D. B., & Abubakar, U. A. 2018. Water quality assessment
and mapping using inverse distance weighted interpolation: a case of River
Kaduna, Nigeria. Nigerian Journal of Technology, 37(1), 249.
https://doi.org/10.4314/njt.v37i1.33

Oyana, T. J., & Margai, F. M. 2014. Spatial AnalysisStatistics, Visualization,


andComputational Methods. In Hazards Analysis: Reducing the Impact of
Disasters, Second Edition. https://doi.org/10.1201/b17463

Ramdhani, M. A. A. 2014. Studi Neraca Air Dalam Menentukan Daerah


Tangkapan Air Mata Air Karst. 1–30.

Rismaningsih, F. 2013. Seropan Dan Bribin Dengan Metode Geofisika Very Low
Frequency Di Daerah Gunungkidul , Yogyakarta. (November 2017), 1–2.

35
Sulistyorini, I. S., Edwin, M., & Arung, A. S. 2017. Analisis Kualitas Air Pada
Sumber Mata Air Di Kecamatan Karangan Dan Kaliorang Kabupaten Kutai
Timur. Jurnal Hutan Tropis, 4(1), 64. https://doi.org/10.20527/jht.v4i1.2883

Widyastuti, M., Wardani, A. E. P., & Rahayu, E. 2013. Pengelolaan Sumberdaya


Air Terpadu. Gadjah Mada University Press, 1(1), 1–51. Retrieved from
http://repository.ut.ac.id/4313/1/PWKL4221-M1.pdf

Wiryono. 2013. Aspek Ekologis Hutan Tanaman Indonesia. 14. Retrieved from
http://www.forda-mof.org//files/1._Aspek_Ekologis_Hutan_Tanaman-
Wiryono.pdf

Wu, C. Y., Mossa, J., Mao, L., & Almulla, M. 2019. Comparison of different
spatial interpolation methods for historical hydrographic data of the
lowermost Mississippi River. Annals of GIS, 25(2), 133–151.
https://doi.org/10.1080/19475683.2019.1588781

Yuliyana, P. D. 2018. Pemanfaatan Airtanah Dalam Urgensi Kebutuhan Air


Daerah Karst Gunungsewu Di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
(May), 0–9.

36

Anda mungkin juga menyukai