PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan oleh:
HERLINA
18/434759/PTK/12322
Kepada:
Diajukan oleh :
HERLINA
18/434759/PTK/12322
Kepada:
i
Proposal Penelitian
HALAMAN PENGESAHAN
ESTIMASI DAN ANALISIS PENURUNAN
TINGKAT KUALITAS DAN KUANTITAS AIR TANAH
MENGGUNAKAN METODE GEOSTATISTIK
Diajukan oleh :
HERLINA
NIM. 18/434759/PTK/12322
Pembimbing Utama
ii
DAFTAR ISI
iii
II.9. Kartografi dan Geovisualisasi Data ..................................................... 24
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Parameter Baku Mutu Air Daerah Istimewa Yogyakarta .................... 13
Tabel III.1 Rencana Jadwal Penelitian .................................................................. 33
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
peningkatan sumber devisa negara. Namun karena kurangnya pemahaman
masyarakat akan lingkungan hidup sehingga memunculkan dampak negatif
sebagai hasil sampingan dari penambangan kawasan karst. Eksploitasi kawasan
karst secara berlebihan akan merusak berbagai potensi yang ada seperti
kemiskinan keanekaragaman hayati pada kawasan karst setempat, rusaknya
tatanan air (sumber air karst berkurang dan tercemar), hancurnya tanaman bernilai
ekonomi tinggi, rusaknya obyek wisata alam gua dan karst, serta rusaknya sarana
dan prasarana seperti jalan aspal. Kawasan karst dengan tanah yang sangat tipis
dan ekosistem karst yang berbukit dengan kelerengan yang tinggi juga
memberikan potensi terhadap terjadinya erosi dan longsor yang besar, sehingga
makin membuat turunnya produktivitas dan kualitas air dan lahan (Sulistyorini
dkk. 2017).
Di Gunungkidul, luas karst ini sekitar 807 km persegi, atau 53% dari luas
kabupaten. Ada beberapa perusahaan pertambangan beroperasi di Gunung Kidul.
Data inventerisasi dan verifikasi Dinas Energi Sumber Daya Mineral (EDSM)
Yogyakarta, ada tujuh perusahaan menambang karst dengan total ekploitasi 40
ribu meter persegi. Ada 14 usaha penambangan warga sekitar 7.000 meter pesergi.
Bagus Yulianto dari Acintyacunyata Speleological Club (ASC), Yogyakarta,
mengatakan, hampir semua peizinan perusahaan ini sudah habis. Namun, masih
ada juga yang menambang ilegal. Kawasan karst memiliki fungsi utama
penyimpan air bagi ratusan ribu masyarakat sekitar. Namun, kawasan karst sangat
rentan perubahan. Aktivitas manusia menjadi ancaman terbesar kelestarian fungsi
ekologi karst. Bagus Yulianto menyampaikan jika penambangan berlanjut dampak
besar terhadap lingkungan, terutama sumber air. (Sumber : Mongabay.co.id. 30
Juni 2014. https://www.mongabay.co.id/2014/06/30/kepungan-tambang-karst-
ancam-sumber-mata-air/)
Tidak dapat dipungkiri bahwa penurunan kualitas dan kuantitas air
merupakan dampak dari aktivitas manusia yang mengeksploitasi lingkungan
secara berlebihan. Tingginya eksploitasi berdampak signifikan terhadap
perubahan dan penurunan kualitas air. Perlindungan dan pelestarian sumberdaya
air harus menjadi salah satu prioritas utama manusia. Pemanfaatan air untuk
berbagai kebutuhan harus memperhatikan parameter-parameter kualitas air sesuai
baku mutu yang sudah ditetapkan. Sumber mata air di lokasi studi telah
2
dimanfaatkan masyarakat sekitar, seperti untuk kebutuhan air bersih serta sebagai
sarana rekreasi alami. Maraknya alih fungsi kawasan hutan (konversi) seperti
untuk kegiatan pertambangan, pertanian, perkebunan dan lainnya dewasa ini,
berdampak besar pada perubahan kondisi air baik secara kualitas maupun
kuantitas (Wiryono, 2013).
3
mempertimbangkan hidrologi karst dan variasi temporalnya. Analisis dapat lebih
mudah dilakukan dengan dukungan teknologi informasi dan teknik visualisasi
untuk eksplorasi informasi. Oleh karena itu, dilakukan penelitian terkait estimasi
dan analisis besarnya penurunan yang dinilai dapat menjadi alternatif untuk
visualisasi spatio-temporal kualitas dan kuantitas air akibat penambangan karst
yang berlebihan.
Tujuan utama yang ingin dicapai dalam kegiatan penelitian ini adalah
melakukan estimasi dan analisis besarnya penurunan tingkat kualitas dan
kuantitas air menggunakan metode geostatistik akibat penambangan kapur yang
berlebihan. Untuk mencapai tujuan tersebut, tujuan khusus dilakukannya
penelitian ini adalah sebagai berikut:
4
I.5. Ruang Lingkup Penelitian
5
penambangan terhadap sistem karst dilakukan oleh Fang & Fu (2011), penelitian
tersebut bertujuan untuk mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruh sistem
karst meliputi tiga aspek yaitu kuantitas air, kualitas air dan sistem lingkungan.
Efeknya pada kuantitas air yaitu berkurangnya aliran mata air, penurunan muka
air dan sebagainya, terutama dipengaruhi oleh skala penambangan, tata letak
eksploitasi dan tekanan air. Efek kualitas air adalah polusi air tanah drainase
penambangan. Pengaruh terhadap lingkungan terutama bermanifestasi sebagai
penurunan tanah, celah tanah, kontaminasi tanah dan lingkungan ekologis dll.
Faktor utama adalah skala penambangan dan ketebalan penambangan. Hasil dari
faktor-faktor evaluasi penelitian tersebut adalah skala penambangan, tekanan air,
kosumsi air, tingkat cakupan, jumlah curah hujan, kompleksitas struktur. Pada
penelitian tersebut belum melakukan estimasi besarnya penurunan kualitas dan
kuantitas airnya secara temporal, karena fokus penelitiannya adalah evaluasi
faktor-faktor yang mempengaruhi penurunannya serta kebijakan apa yang
sebaiknya dilakukan untuk menguranginya.
Studi selama beberapa dekade telah menghasilkan metode dan teknik yang
komprehensif untuk mengkarakterisasi kualitas air tanah. Memahami rentang
waktu perubahan kualitas air tanah, dan apa yang mendorong perubahannya,
namun penelitian ini ruang lingkupnya menginformasikan manajemen air tanah,
perlindungan, dan keberlanjutan sumber daya air tersebut (M. Musgrove dkk.
2019). Karena karst ditandai dengan pergerakan alirannya yang cepat melalui
6
rongga dan saluran, perubahan cepat tersebut perlu disimulasikan dengan baik
(Lakey dan Krothe, 1996; Winston dan Criss, 2004; Mahler dan Massei, 2007).
Dengan demikian, estimasi perubahan tersebut sangat cocok untuk dinilai
besarnya, rentang waktu, dan kontrol pada perubahan temporal dalam kualitas air
tanah (M. Musgrove dkk. 2019).
Perubahan kualitas air tanah terjadi dari waktu ke waktu tergantung pada
pengelolaan air tanah, penggunaan dan konservasinya (M. Musgrove dkk. 2019).
Untuk lebih memahami rentang waktu perubahan kualitas air dari jangka pendek
(daily to monthly) dan jangka panjang (seasonal to decadal), pada penelitian yang
dilakukan oleh Musgrove dkk. (2019) tersebut, lembaga U.S. Geological Survey’s
National Water-Quality Assessment (NAWQA) mengambil tiga sampel sumur
pada tahun 2013 di Akuifer Edwards di selatan-tengah Texas. Dalam penelitian
tersebut mengkombinasikan pemantauan berkelanjutan dan pengambilan sampel
diskrit untuk membuktikan variabilitas kualitas air dalam rentang waktu tertentu,
dinamika akuifer karst, dan kerentanan akuifer. Kerentanan akuifer menjadi
perhatian bagi karst, yang rentan terhadap kontaminasi karena tanah tipis, aliran
terfokus dan jalur aliran cepat. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
kerentanan terhadap kontaminasi pada keduanya akuifer sangat dipengaruhi oleh
jalur aliran cepat dan dominasi air modern (M. Musgrove dkk. 2014).
7
adalah menggabungkan pemetaan kerentanan dan geostatistik untuk membantu
menentukan jaringan pemantauan kualitas air tanah yang paling efisien pada skala
regional. Pemetaan kerentanan mengidentifikasi area dengan potensi polusi tinggi,
dan pada alirannya, diprioritaskan untuk pemantauan kandungan nitrat.
Metodologi geostatistik kemudian digunakan untuk menginterpretasikan data
yang diperoleh dan untuk memeriksa distribusi spasial dari parameter yang
dipantau. Penelitian ini mengusulkan metodologi untuk menilai jaringan
pemantauan air tanah yang menggabungkan faktor hidrogeologis dengan
geostatistik, dan telah menunjukkan bahwa metode tersebut berguna dalam
menentukan lokasi pengambilan sampel yang diperlukan untuk mengoptimalkan
pemodelan kualitas air tanah.
8
Penelitian lain dilakukan oleh Johnson (2015) yang berkaitan dengan
metode interpolasi kriging cokriging untuk menghasilkan peta prediksi
konsentrasi besi (Fe) dan mangan (Mn) di kota Buncombe, California bagian
utara. Penelitian ini berfokus pada geologi batuan dasar, ketinggian, ketebalan
saprolit, dan kedalaman sumur untuk menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi Fe dan Mn. Menggunakan ArcGIS 10.2, tren spasial dalam
rentang konsentrasi Fe dan Mn divisualisasikan, dan perkiraan konsentrasi logam
diinterpolasi ke area yang tidak bersampel. Hasil dari analisis ini digunakan untuk
membuat peta yang menggambarkan distribusi spasial Fe dan Mn. Studi ini juga
menetapkan korelasi yang signifikan secara statistik antara konsentrasi Fe dan
Mn, yang dapat dikaitkan dengan geologi batuan dasar.
9
Persamaan lain antara penelitian ini dan penelitian sebelumnya adalah
terkait lokasi penelitian. Pada lokasi penelitian sebelumnya mengkaji dampak
kerusakan dari penambangan karstnya, belum melakukan estimasi besarnya
kerusakan, terutama pada penurunan tingkat kualitas dan kuantitas air tanah pada
waktu tertentu, sehingga bisa diketahui besarnya penurunan dari hasil visualisasi
perubahannya secara temporal. Selain itu, estimasi dan hasil visualisasinya dapat
mensimulasikan aliran air dan transportasi kontaminasi setiap parameter yang
mempengaruhi penurunan kualitas dan kuantitas air tanah.
10
BAB II
LANDASAN TEORI
11
aktivitas manusia melalui sumur resapan, sumur injeksi, waduk, danau resapan,
dan rekayasa penambangan sehingga infiltrasi air tanah meningkat.
Kualitas air adalah suatu kondisi air yang ditinjau berdasarkan parameter
fisik, kimia dan biologi terkait pemanfaatannya dalam memenuhi kebutuhan hidup
manusia dibidang pertanian, industri, domestik, perikanan, PLTA dan wahana
rekreasi (Arsyad, 2010). Distribusi air pada tiap-tiap daerah berbeda karena hal itu
terkait dengan analisis spasial dalam pendekatan geografi. Distribusi air yang
berbeda akan berpengaruh pada kualitas air pada tiap-tiap daerah juga karena
masing-masing daerah memiliki karakteristiknya sendiri. Menurut Widyastuti dkk.
(2013) kualitas air dipengaruhi oleh faktor alami dan buatan, faktor alami
cenderung pada kondisi fisik suatu daerah, sedangkan faktor buatan lebih
cenderung kepada aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumberdaya air
tersebut.
12
II.4. Standar Mutu Baku Kualitas Air Provinsi DIY
Parameter KANDUNGAN
Baku Mutu Satuan Kelas Keterangan
Air DIY Kelas I Kelas II Kelas IV
III
FISIKA
13
Bagi
perikanan,kandung
an amonia bebas
Amoniak untuk ikan yang
mg/L 0.5 - - -
(NH3) peka ≤ 0,02 mg/L
sebagai NH3
Bagi pengolahan
air minum secara
Besi mg/L 0,3 - - -
konvesional Fe ≤ 5
mg/L
Bagi pengolahan
air minum secara
Timbal mg/L 0.03 0.03 0.03 1
konvesional Pb ≤
0,1 mg/L
Bagi pengolahan
air minum secara
Seng (Zn) mg/L 0.05 0.05 0.05 2
konvesional Zn ≤ 5
mg/L
Bagi pengolahan
air minum secara
Nitrit mg/L 0.06 0.06 0.06 -
konvesional N02-N
≤ 1 mg/L
14
Bagi ABAM tidak
Klorin (Cl2) mg/L 0,03 0,03 0,03 -
dipersyaratkan\
Bagi pengolahan
air minum secara
Sulfida mg/L 0.002 0.002 0.002 -
konvesional H2S ≤
0,1 mg/L
Maksimum 10
SAR (Sodium untuk tanaman
Oct-
Adsorption mg/L peka maksimum 18
18
Ratio)*) untuk tanaman
kurang peka
MIKROBIOLOGI
Bagi pengolahan
MPN/10 air minum secara
Fecal 0 100 1000 2000 2000 konvesional Fecal
coliform
coliform ≤ 2000
MPN/100 mL
mL
Bagi pengolahan
MPN/10 air minum secara
Total 0 1000 5000 10000 10000 konvesional Fecal
coliform
coliform ≤ 10000
MPN/100 mL
mL
Total
MPN/10
coliform
0
(untuk 200
pemandian
mL
umum)
Jumlah
Koloni/
kuman 200
kolam renang mL
RADIOAKTIFITAS
Gross - Alfa Bq/L 0.1 0.1 0.1 0.1
Gross - Bq/L 1 1 1 1
Gross - Bq/L 1 1 1 1
SENYAWA ORGANIK DAN PESTISIDA
Minyak/lema
µg/L 1000 1000 1000 -
k
Minyak bumi µg/L nihil - - -
Deterjen µg/L 200 200 200 -
Fenol µg/L 1 1 1 -
15
BHC µg/L nihil nihil nihil nihil
Aldrin/Dieldri
µg/L nihil nihil nihil nihil
n
Chlordane µg/L nihil nihil nihil nihil
DDT µg/L nihil nihil nihil nihil
Heptachlor
dan
µg/L nihil nihil nihil nihil
heptachlor
epoxide
Lindane µg/L nihil nihil nihil nihil
methoxychlor µg/L nihil nihil nihil nihil
Endrin µg/L nihil nihil nihil nihil
Toxaphan µg/L nihil nihil nihil nihil
Pestisida
µg/L nihil nihil nihil nihil
Total
Keterangan:
(-) : tidak dipersyaratkan ml : mililiter
Mg : milligram L : Liter
µg : mikrogram Bq : Bequerel
Dalam takaran praktis, pengertian SIG saat ini lebih sering diterapkan bagi
teknologi informasi spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan
teknologi komputer dan implementasinya dalam pengolahan data spasial. Terkait
hubungannya dengan teknologi computer, Aronoff (1989) mengartikan SIG
sebagai sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani
data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan
dan pemanggilan kembali), memanipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai
hasil akhir (output). Sebagai suatu sistem SIG yang terdiri atas
susbsistem/komponen, yaitu hardware, software, liveware, data base yang
masing-masing memiliki fungsi dan saling terkait membentuk satu sistem yang
disebut SIG. Representasi digital dalam bentuk input data kemudian dapat diolah
dalam beberapa fungsi analitis dalam SIG dan divisualisasikan dengan berbagai
cara (Huisman & A.de By, 2009). Proses tersebut terdapat pada gambar II.2
berikut.
16
Visualisasi
Peta
Dunia Nyata Data Geoinformasi
Pemodelan
Geokomputasi
Gambar II.2 Ilustrasi proses dunia nyata yang dimodelkan dalam bentuk SIG
(Huisman & A.de By, 2009)
17
geostatistik menyediakan banyak metode interpolasi yang berbeda. Setiap metode
memiliki karakteristik unik dan mungkin akan memberikan informasi yang
berbeda. Metode-metode tersebut selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan
berbagai macam kriteria. Pemilihan metode interpolasi tergantung situasi atau
kasus yang akan diprediksi.
II.6.1. Kriging
18
Suatu tren deterministik µ(s), dan
Bentuk kesalahan acak, berautokorelasi ɛ(s)
• Simbol s menyatakan posisi; misalnya dalam koordinat spasial x-
(bujur) dan y-(lintang).
Variasi dari formula di atas membentuk basis untuk semua jenis kriging
yang berbeda. Sekompleks apapun tren di dalam model tersebut µ(s) tetap tidak
akan dapat diprediksi dengan sempurna. Dalam hal ini dibuat beberapa asumsi
mengenai unsure kesalahan (error) ɛ(s); yaitu:
• ɛ(s) diharapkan bernilai nol (secara rata-rata), dan
• autokorelasi antara ɛ(s) dan ɛ(s+h) tidak tergantung pada lokasi aktual
s melainkan pada pergeseran (displacement) h di antara keduanya.
S1+h S2+h
S1 S2
19
II.6.2. Cokriging
II.7. Semivariogram
20
dimana:
𝛾(ℎ) = Semivariance; dihitung untuk menjabarkan nilai ekspektasi
dari selisih nilai sampel
𝑧𝑖 , 𝑧𝑖+ℎ = Nilai sampel sebagai fungsi dari jarak
N(h) = Banyaknya data
h= Jarak antar titik data (jarak lag)
γ (si, si)
Partial
Sill
Sill
Range
Nugget
Jarak
Gambar II.4 Grafik Model Semivariogram
dimana:
• Nugget adalah variabilitas pada jarak nol, mencerminkan kesalahan
sampling dan kesalahan analitis.
• Range adalah cakupan trend spasial; jarak batas dimana diluar itu sampel
bersifat independen secara spasial.
• Sill adalah variabilitas dari sampel-sampel yang independen secara spasial
(batas maksimum nilai variogram)
Model-model variogram yang umum digunakan pada metode kriging adalah
sebagai berikut [ESRI, 2006]:
(1) Linear
ℎ
𝛾(ℎ) = 𝑐0 + 𝑐 �𝛼� 0<h≤α
𝛾(ℎ) = 𝑐0 + 𝑐 h>α
γ(h)
𝛾(0) = 0
h 21
(2) Exponential
−ℎ
𝛾(ℎ) = 𝑐0 + 𝑐 �1 − 𝑒𝑥𝑝 � 𝛼 �� h>0
γ(h)
h
(3) Spherical
3ℎ 1 ℎ 3
𝛾(ℎ) = 𝑐0 + 𝑐 �2𝛼 − 2 �𝛼� � 0<h<α
𝛾(ℎ) = 𝑐0 + 𝑐 h>α
γ(h)
𝛾(0) = 0
dimana:
𝑐0 = Efek Nugget yaitu variabilitas pada jarak nol,
mencerminkan kesalahan sampling dan kesalahan analisis
𝑐0 + 𝑐 = Sill yaitu variabilitas dari sampel-sampel yang independen
secara spasial
α= Range yaitu cakupan trend spasial; jarak batas dimana
sampel bersifat independen secara spasial
h= Jarak antar titik data sampel dan titik data estimasi
22
II.8. Data Spatio-Temporal
23
Gambar II.5 Karaketristik hubungan objek dengan informasi spasial-temporal
Andrienko dkk. (2013)
24
memenuhi kebutuhan saat ini, geovisualisasi tidak hanya mencakup
pengembangan teori, perangkat, dan metode, tetapi juga melibatkan perangkat dan
metode untuk mempermudah memahami tren data geospasial guna pengambilan
keputusan (Buckley dkk. 2000).
Geovisualisasi menawarkan akses yang bersifat interaktif terhadap data di
dalam proses pembuatan peta yang merupakan proses penggabungan aspek grafis
dengan peralatan geo-computational dan teknik manajemen database (Kraak,
2007). Geovisualisasi mencakup eksplorasi visual, analisis, sintesis, dan penyajian
data geospasial dengan mengintegrasikan pendekatan dari kartografi dan
informasi lainnya yang berkaitan dengan representasi, termasuk visualisasi ilmiah,
analisis gambar, visualisasi informasi, eksplorasi analisis data, dan GI Science
(Dykes dkk., 2007). Peta dalam konteks visual representasi dapat diartikan
sebagai berikut (Kraak & Fabrikant, 2017):
1) Visual, karena bertindak sebagai antarmuka visual di dalam lingkungan
virtual atau keadaan nyata, dan merupakan abastraksi dari kenampakan
lingkungan yang dituangkan secara visual.
2) Represented, mewakili atau merepresentasikan lingkungan yang nyata.
Representasi mencakup pemetaan semantik dan semiotik, metafora,
simbolisasi, perubahan skala, dimensi variabel dll.
3) Interface to environment, merupakan antarmuka yang dapat berupa situasi
yang berkembang secara dinamis, realitas geografis, lingkungan virtual,
buatan atausimulasi.
25
BAB III
RENCANA PENELITIAN
Pada sub-bab ini diuraikan hal-hal yang harus dipersiapkan dalam kegiatan
penelitian. Persiapan kegiatan penelitian ini meliputi persiapan peralatan dan
bahan.
III.1.1. Peralatan
.III.1.2. Bahan
Bahan penelitian yang dimaksud adalah data-data objek kajian penelitian
yang meliputi :
1) Peta geologi kawasan karst, peta batuan, peta tekstur tanah Kabupaten
Gunungkidul yang diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan
Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(Dinas PUP-ESDM DIY);
26
2) Lokasi sumber mata air serta hasil pemantauan kualitas air yang berada di
kawasan karst Kabupaten Gunungkidul dari tahun 2014 sampai dengan
tahun 2019 yang diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup Provinsi DIY;
3) Data history penambangan karst 10 tahun terakhir yang diperoleh dari
Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Dinas PUP-ESDM DIY);
4) Digital Elevation Model (DEM);
5) Peta penggunaan lahan yang diperoleh dari Badan Perencanaan Dan
Pembangunan Daerah DIY; dan
6) Curah hujan rerata tahunan dari tahun 2014 sampai dengan 2019,
koordinat lokasi stasiun curah hujan, peta isohyet Balai Besar Wilayah
Sungai Serayu Opak DIY.
27
Studi Literatur dan
Observasi awal
Pengumpulan Data
Curah Hujan
Tahunan
Penentuan Parameter Standar 2014-2019
Penilaian Kualitas Air Kawasan
Karst
Koordinat
Penyusunan Model Interpolasi Lokasi
Spasial Ordinary Kriging Dengan Curah Hujan
Tool Cokriging
Hasil
Hasil 1. Nilai Statistik Univarian
1. Nilai Statistik Univarian 2. Nilai Parameter Peta
2. Nilai Parameter Peta Variogram Variogram
3. Nilai EBK Setiap Paramater 3. Nilai EBK Setiap
Paramater
Peta Estimasi
Overlay
Curah Hujan
Peta Klasifikasi Tingkat
Kualitas Air
Uji Usabilitas
Selesai
28
III.2.1. Tahap Persiapan
Tahapan persiapan dimulai dengan mempelajari bahan- bahan
kepustakaan, yang relevan yang sesuai dengan masalah kualitas air tanah,
kuantitas air tanah, prinsip dasar metode geostatistik dan visualisasi. Berbagai
sumber penelitian-penelitian, jurnal artikel, buku dan peraturan-peraturan juga
dijadikan sebagai acuan dan pertimbangan dalam persiapan penelitian ini. Pada
tahapan ini peneliti juga telah melakukan survey awal dengan mengamati kondisi
di lingkungan lokasi objek penelitian. Gambaran tentang kondisi air dan
penambangan karst dengan warga setempat sekilas telah peneliti peroleh dari
informasi diskusi dan tanya jawab terhadap warga tersebut maupun perangkat
desa setempat. Selanjutnya peneliti mulai membuat rumusan masalah, tujuan,
pertanyaan penelitian, manfaat, cakupan dan tinjauan pustaka, serta membuat
daftar kebutuhan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menunjang
penelitian.
29
sebagai sebuah aplikasi atau modul tambahan yang dapat memfasilitasikan cara
untuk mengotomasikan (batch) sejumlah urutan proses rutin mengenai pembuatan
data spasial agar kemudian dapat diulangi secara presisi kapan saja. Aplikasi
tambahan ini digunakan untuk menentukan proses-proses serta urutan kerja
sejumlah tools dan script terkait yang dimilikinya khususnya yang terdapat di
dalam panel ArcToolbox.
Gambar III.2 Proses estimasi kualitas air tanah menggunakan tool model builder
Berdasarkan gambar III.2. di atas menjelaskan bagaimana proses yang
dilakukan untuk mengestimasi kualitas air pada penelitian ini. Berikut dijabarkan
rincian proses tersebut.
1) Sebaran lokasi pemantauan kualitas air di DIY dlakukan intersect dengan
area penelitian yaitu kawasan karst.
2) Mengestimasi semua parameter kualitas air berdasarkan standar mutu baku
kualitas air provinsi DIY dengan menginterpolasi lokasi pemantauan
kualitas air tanah menggunakan kriging.
3) Setelah proses interpolasi, dilakukan perhitungan secara statistik data input
proporsi hasil pengolahan. Proses interpolasi spasial pada software
menghasilkan nilai tengah prediksi. Kedua nilai tersebut dibandingkan
untuk mengetahui nilai gap paling kecil. Tahapan ini dilakukan karena
metode interpolasi spasial merupakan dugaan yang nilainya tidak dapat
100% sama dengan kondisi aktual. Menghitung semivariogram empirik
untuk menentukan model semivariogram yang paling cocok yang
mewakili pola distribusi data sampel. Semivariogram empirik adalah alat
untuk mengkaji hubungan autokorelasi spasial.
30
4) Melakukan pengujian nilai RMSPE. Nilai RMSPE adalah nilai yang
dihitung dari nilai cross validation dimana nilainya diperoleh melalui akar
dari rata-rata jumlah kuadrat nisbah antara selisih nilai dugaan hasil
interpolasi dengan nilai aktualnya pada titik plot validasi terhadap nilai
aktual. Semakin kecil nilai RMSPE maka nilai dugaannya semakin
mendekati akurat.
5) Menentukan parameter apa saja yang berpengaruh terhadap penurunan
kualitas air kawasan karst dengan menganalisis hasil estimasi.
6) Melakukan penggabungan hasil interpolasi semua parameter yang
berpengaruh terhadap penurunan kualitas air tanah
7) Melakukan klasifikasi terhadap tingkatan kualitas air tanah
III.2.3. 2 Estimasi Kuantitas Air Tanah. Tahapan estimasi kualitas air tanah
diperlihatkan pada gambar III.3 berikut ini dalam bentuk model builder.
Gambar III.3 Proses estimasi kuantitas air tanah menggunakan tool model builder
Berdasarkan gambar III.3. di atas menjelaskan bagaimana proses yang
dilakukan untuk mengestimasi kuantitas air pada penelitian ini. Berikut dijabarkan
rincian proses dalam model builder tersebut.
1) Melakukan scoring terhadap peta batuan, tekstur tanah, penggunaan lahan
dan DEM berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Istimewa
31
Yogyakarta Nomor 63 Tahun Tahun 2003 Tentang Kriteria Baku
Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan
Bahan Galian Golongan C di Wilayah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
2) Mengoverlay data hasil scoring dengan tool geoprocessing union.
3) Menginterpolasi curah hujan pada kawasan karst tersebut dengan ordinary
kriging. Tahapan yang sama dengan estimasi kualitas air yaitu dengan
dilakukan perhitungan secara statistik data input proporsi hasil
pengolahan. Menghitung semivariogram empirik untuk menentukan model
semivariogram yang paling cocok yang mewakili pola distribusi data
sampel. Semivariogram empirik adalah alat untuk mengkaji hubungan
autokorelasi spasial. Melakukan pengujian nilai RMSPE. Nilai RMSPE
adalah nilai yang dihitung dari nilai cross validation dimana nilainya
diperoleh melalui akar dari rata-rata jumlah kuadrat nisbah antara selisih
nilai dugaan hasil interpolasi dengan nilai aktualnya pada titik plot validasi
terhadap nilai aktual.
4) Mengoverlay hasil interpolasi curah hujan dengan hasil scoring dengan
tool union.
8) Melakukan klasifikasi terhadap tingkatan kauntitas air tanah.
III.2.3.3 Visualisasi. Menyajikan visualisasi peta dalam bentuk spatio-
temporal untuk mengetahui perubahan penurunan tingkat kualitas air dalam
bentuk web. Visualisasi dilakukan dengan menggunakan Tableau untuk
visualisasi data statistik pada web dengan platform publish berupa CartoDB.
III.2.3. 4 Uji usabilitas. Proses evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan
teknik penilaian kebergunaan dengan menerapkan metode pengisian kuesioner
secara online. Pengisian kuesioner dilakukan bersamaan dengan pengguna
mengakses dan mengoperasikan peta online melalui komputer masing-masing.
32
dikonsultasikan secara intensif oleh dosen pembimbing yang telah ditunjuk.
Diskusi dilakukan untuk membuat penyempurnaan laporan akhir penelitian agar
menjadi data maupun informasi yang ilmiah dan berguna bagi semua pihak.
33
DAFTAR PUSTAKA
Andrienko, G., Andrienko, N., Bak, P., Keim, D., & Wrobel, S. 2013. Visual
analytics of movement. In Visual Analytics of Movement (Vol. 9783642375).
https://doi.org/10.1007/978-3-642-37583-5
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah Dan Air. Serial Pustaka IPB Press. Bogor.
Endarto, R., Gunawan, T., & Haryono, E. 2014. Kajian Kerusakan Lingkungan
Karst Sebagai Dasar Pelestarian Sumberdaya Air (Kasus Di Das Bribin
Hulu Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta). Majalah
Geografi Indonesia, 29(1), 51. https://doi.org/10.22146/mgi.13099
Fang, X., & Fu, Y. 2011. Impact of Coal Mining on Karst Water System in North
China. Procedia Earth and Planetary Science, 3, 293–302.
https://doi.org/10.1016/j.proeps.2011.09.097
Haryono, E. 2014. Model Penilaian Kerusakan Ekosistem Karst di Indonesia.
Laporan Penelitian. Yogyakarta. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
34
Johnston, K., Ver Hoef, J. M., Krivoruchko, K., & Lucas, N. 2001. Using ArcGis
Geostatistical Analyst. Transactions in GIS, 5(2), 165–178.
https://doi.org/10.1111/1467-9671.00074
Musgrove, M. L., Katz, B. G., Fahlquist, L. S., Crandall, C. A., & Lindgren, R. J.
2014. Factors affecting public-supply well vulnerability in two karst
aquifers. Ground Water, 52, 63–75. https://doi.org/10.1111/gwat.12201
Musgrove, M., Solder, J. E., Opsahl, S. P., & Wilson, J. T. 2019. Timescales of
water-quality change in a karst aquifer, south-central Texas. Journal of
Hydrology X, 4(February), 100041.
https://doi.org/10.1016/j.hydroa.2019.100041
Ogbozige, F. J., Adie, D. B., & Abubakar, U. A. 2018. Water quality assessment
and mapping using inverse distance weighted interpolation: a case of River
Kaduna, Nigeria. Nigerian Journal of Technology, 37(1), 249.
https://doi.org/10.4314/njt.v37i1.33
Rismaningsih, F. 2013. Seropan Dan Bribin Dengan Metode Geofisika Very Low
Frequency Di Daerah Gunungkidul , Yogyakarta. (November 2017), 1–2.
35
Sulistyorini, I. S., Edwin, M., & Arung, A. S. 2017. Analisis Kualitas Air Pada
Sumber Mata Air Di Kecamatan Karangan Dan Kaliorang Kabupaten Kutai
Timur. Jurnal Hutan Tropis, 4(1), 64. https://doi.org/10.20527/jht.v4i1.2883
Wiryono. 2013. Aspek Ekologis Hutan Tanaman Indonesia. 14. Retrieved from
http://www.forda-mof.org//files/1._Aspek_Ekologis_Hutan_Tanaman-
Wiryono.pdf
Wu, C. Y., Mossa, J., Mao, L., & Almulla, M. 2019. Comparison of different
spatial interpolation methods for historical hydrographic data of the
lowermost Mississippi River. Annals of GIS, 25(2), 133–151.
https://doi.org/10.1080/19475683.2019.1588781
36