Anda di halaman 1dari 17

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Determinasi Tanaman
Hasil uji determinasi tanaman bayam merah yang dilakukan di
Laboratorium Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro
menunjukkan bahwa bagian tanaman bayam merah yang digunakan
dalam penelitian ini benar adalah daun bayam merah (Amaranthus
tricolor L.). Hasil determinasi daun bayam merah yang dapat dilihat
pada lampiran 1 adalah sebagai berikut :
1b, 2b, 3b, 4b, 6b, 7b, 9b, 10b, 11b, 12b, 13b, 14a, 15a,
…………. Golongan B : Tanaman dengan daun tunggal letak tersebar
…………. 109b, 120b, 128b, 129b, 135b, 136b, 139b, 140b, 142b,
143b, 146b, 154b, 155b, 156b, 162b, 163b, 167b, 169b, 171a, 172b,
173b, 174a, 175b, ………….. Famili 41 : Amarantaceae …………1b,
5b ……….. Genus : Amaranthus ……….. Spesies : Amaranthus
tricolor L. (Bayam merah).

2. Pengeringan dan Pembuatan Serbuk


Hasil pengeringan dan pembuatan serbuk daun bayam merah
dapat dilihat pada tabel 3 dan lampiran 12.
Tabel 3.
Penyusutan Simplisia

Simplisia Basah Simplisia Kering Serbuk Susut Pengeringan


6000 gram 1000 gram 400 gram 83,3%

3. Pembuatan Ekstrak Daun Bayam Merah


Hasil ekstrak kental dan rendemen ekstrak etanol daun bayam
merah disajikan pada tabel 4.

27
Tabel 4.
Rendemen Ekstrak Etanol Daun Bayam Merah

Serbuk Daun Bayam Merah Ekstrak Rendemen


400 gram 90 gram 22,5%

4. Hasil Skrining Fitokimia


Kandungan metabolit sekunder dalam ekstrak etanol daun
bayam merah (Amaranthus tricolor L.) diidentifikasi dengan cara
skrining fitokimia. Senyawa metabolit sekunder yang diuji antara lain
senyawa flavonoid dan saponin. Hasil skrining fitokimia yang
dilakukan dapat di lihat pada tabel 5.
Tabel 5.
Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Bayam Merah

Identifikasi Golongan Hasil Skrining Keterangan


Senyawa Fitokimia
Flavonoid + Terbentuknya warna
hitam kemerahan
Saponin + Terbentuknya buih/busa
Keterangan : (+) memberikan hasil positif
(-) memberikan hasil negatif

1 2

Gambar 8.
Hasil uji skrining fitokimia senyawa flavonoid (1) dan senyawa saponin (2)
ekstrak etanol 70% daun bayam merah
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

5. Hasil Pengamatan Fisiologis Luka Bakar


Hasil pengamatan secara fisiologis luka bakar dimulai pada hari
ke-1 hingga hari ke-14 pada kelompok kontrol positif, kelompok
kontrol negatif, kelompok konsentrasi 25%, kelompok konsentrasi
50% dan kelompok konsentrasi 75% dapat dilihat pada tabel 6.

28
Hasil pengamatan dilakukan secara interval 2 hari untuk mengetahui
perubahan fisik yang terjadi pada masing-masing kelompok.

Tabel 6.
Hasil Pengamatan Fisiologis Luka bakar

Kelompok Keterangan
Pengamatan Fisiologis Pada Hari Ke-

Tikus 1 2 4 6 8 10 12 14
Kontrol Warna P PC C CT CT CM CM TB
Positif Terbentuk -      - -
Keropeng   
Keropeng - - - -    
Terlepas  
Kontrol Warna P P PC C CT CT CT CM
Negatif Terbentuk - -      
Keropeng
Keropeng - - - - - - - -
Terlepas
Konsentrasi Warna P PC C C CT CT CM CM
25% Terbentuk - -      
Keropeng
Keropeng - - - - - -  
Terlepas
Konsentrasi Warna P PC C CT CT CT CM CM
50% Terbentuk - -      -
Keropeng 
Keropeng - - - - -   
Terlepas
Konsentrasi Warna P PC C CT CT CM CM TB
75% Terbentuk -       -
Keropeng  
Keropeng - - - - -   
Terlepas  
Keterangan :
P : Putih
PC : Putih Kecoklatan
C : Coklat
CT : Coklat Tua
CM : Coklat Kemerahan
TB : Tak Berwarna
 : Sangat Sedikit Keropeng
 : Sedikit Keropeng
 : Banyak Keropeng
 : Sangat Banyak Keropeng
- : Tidak Ada

29
6. Hasil Persentase Penyembuhan Luka Bakar
Data hasil rata-rata persentase penyembuhan luka bakar pada
kelompok positif, kelompok negatif, kelompok uji konsentrasi 25%,
kelompok uji konsentrasi 50% dan kelompok uji konsentrasi 75% pada
hari ke-14 dapat dilihat pada tabel 7 dan lampiran 7.
Tabel 7.
Hasil Rata-rata Persentase Penyembuhan Luka Bakar

Tikus Kontrol Kontrol Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi


Positif Negatif 25% 50% 75%
1 72% 36% 44% 56,6% 61,3%
2 67,3% 36,6% 46% 54% 64,6%
3 72,6% 38% 42% 61,3% 67,3%
4 70,6% 35,3% 48,6% 52,6% 66,6%
5 73,3% 38,6% 48% 58,6% 63,3%
6 68,6% 37,3% 47,3% 60% 60,6%
Rata-rata 70,73% 36,96% 45,98% 57,18% 63,95%

Grafik Rata-rata Persentase Penyembuhan Luka


Bakar Pada Hari ke-14
Persentase Penyembuhan Luka

80
60
40
20
0
Kontrol Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Kontrol
Negatif 25% 50% 75% Positif
Kelompok Perlakuan

Gambar 9.
Grafik Rata-rata Persentase Penyembuhan Luka Bakar
Pada Hari Ke-14

7. Hasil Analisis Statistik


Data hasil persentase penyembuhan luka bakar yang diperoleh
kemudian diolah secara statistik dengan menggunakan SPSS 16,0.
Analisa statistik dari data pengukuran diameter luka bakar meliputi uji
normalitas, uji homogenitas, uji One Way Anova dan apabila ada
perbedaan yang bermakna maka dilakukan uji lanjutan dengan
menggunakan uji LSD (Least Significance Different). Hasil analisis

30
statistik pada masing-masing uji dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui data persentase
penyembuhan luka bakar terdistribusi normal atau tidak. Hasil uji
normalitas menggunakan Kolmogorov-SmirnovZ dan Shapiro-Wilk
dengan nilai (p>0,05) dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8.
Hasil Analisis Statistik Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Persentase kontrol negatif .170 6 .200* .952 6 .758
Penyembuhan kontrol positif .138 6 .200 *
.974 6 .918
Luka *
konsentrasi 25% .173 6 .200 .935 6 .622
*
konsentrasi 50% .178 6 .200 .946 6 .710
konsentrasi 75% .195 6 .200* .954 6 .773

b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui data persentase
penyembuhan luka bakar terdistribusi homogen atau tidak. Hasil
uji homogenitas menggunakan uji Levene Statistic dengan nilai
(p>0,05) dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9.
Hasil Analisis Statistik Uji Homogenitas

Levene Statistic df1 df2 Sig.


.339 4 25 .849

c. Uji One Way Anova


Analisis data selanjutnya dilakukan uji One Way Anova
dengan nilai (p<0,05) yang dapat dilihat pada tabel 10. Uji One
Way Anova bertujuan untuk mengetahui data persentase
penyembuhan luka bakar berbeda secara signifikan pada masing-
masing kelompok.

31
Tabel 10.
Hasil Analisis Statistik Uji One Way Anova

Sum of Squares df Mean Square F Sig.


Between Groups 2784.408 4 696.102 2.957 .040
Within Groups 5884.416 25 235.377
Total 8668.824 29

d. Uji LSD
Analisis statistik kemudian dilanjutkan dengan uji LSD
(Least Significance Different) yang dapat dilihat pada tabel 11.
Uji LSD bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan secara
signifikan data persentase penyembuhan luka bakar antara
kelompok satu dengan kelompok lainnya yang ditandai dengan
tanda bintang (*).

Tabel 11.
Hasil Analisis Statistik Uji LSD
Multiple Comparisons
LSD
95% Confidence
Interval
Mean Lower Upper
(I) Kelompok (J) Kelompok Difference (I-J) Std. Error Sig. Bound Bound
kontrol negatif kontrol positif -24.62167* 8.85770 .010 -42.8644 -6.3789
konsentrasi 25% -7.83000 8.85770 .385 -26.0728 10.4128
konsentrasi 50% -18.66000* 8.85770 .045 -36.9028 -.4172
konsentrasi 75% -24.03833* 8.85770 .012 -42.2811 -5.7956
kontrol positif kontrol negatif 24.62167* 8.85770 .010 6.3789 42.8644
konsentrasi 25% 16.79167 8.85770 .070 -1.4511 35.0344
konsentrasi 50% 5.96167 8.85770 .507 -12.2811 24.2044
konsentrasi 75% .58333 8.85770 .948 -17.6594 18.8261
konsentrasi 25% kontrol negatif 7.83000 8.85770 .385 -10.4128 26.0728
kontrol positif -16.79167 8.85770 .070 -35.0344 1.4511
konsentrasi 50% -10.83000 8.85770 .233 -29.0728 7.4128
konsentrasi 75% -16.20833 8.85770 .079 -34.4511 2.0344
konsentrasi 50% kontrol negatif 18.66000* 8.85770 .045 .4172 36.9028
kontrol positif -5.96167 8.85770 .507 -24.2044 12.2811
konsentrasi 25% 10.83000 8.85770 .233 -7.4128 29.0728
konsentrasi 75% -5.37833 8.85770 .549 -23.6211 12.8644

32
konsentrasi 75% kontrol negatif 24.03833* 8.85770 .012 5.7956 42.2811
kontrol positif -.58333 8.85770 .948 -18.8261 17.6594
konsentrasi 25% 16.20833 8.85770 .079 -2.0344 34.4511
konsentrasi 50% 5.37833 8.85770 .549 -12.8644 23.6211
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

B. Pembahasan
1. Determinasi Tanaman
Penelitian ini menggunakan sampel tanaman bayam merah.
Menurut (Rumimper et al., 2014) bayam merah dapat ditemukan pada
ketinggian 5-2000 m dpl. Determinasi bertujuan untuk mengetahui
identitas tanaman yang diteliti sehingga kesalahan dalam pemilihan
tanaman atau pengumpulan bahan dapat dihindari. Determinasi
tanaman bayam merah bertujuan untuk membuktikan bahwa tanaman
yang digunakan dalam penelitian adalah benar tanaman Amaranthus
tricolor L. Bagian tanaman yang digunakan untuk determinasi adalah
seluruh bagian tanaman bayam merah. Bayam merah merupakan herba
berumur 1 tahun, berwarna merah, tegak atau condong kemudian
tegak. Bayam merah mempunyai tinggi yang mencapai 0,4–1 m dan
bercabang. Daun bulat telur memanjang bentuk lancet, panjang 5-8 cm
dengan ujung tumpul dan pangkal runcing, berwarna merah. Bunga
dalam tukal yang rapat, bentuk bulir atau bercabang pada pangkalnya.
Batang berwarna kemerah-merahan, lemah dan berair. Hasil
determinasi tanaman yang dilakukan di Laboratorium Fakultas Sains
dan Matematika Universitas Diponegoro menunjukkan bahwa bagian
tanaman (daun bayam merah) yang digunakan dalam penelitian ini
benar adalah daun bayam merah (Amaranthus tricolor L.). Hasil
determinasi dapat dilihat pada lampiran 1.

2. Ekstraksi Daun Bayam Merah


Dari hasil pembuatan simplisia yang disajikan pada tabel 3 dan
lampiran 12, daun bayam merah yang digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 6000 gram. Daun bayam merah tersebut dicuci untuk

33
menghilangkan kotoran dan cemaran yang menempel, kemudian
dirajang dan dikeringkan. Perajangan daun bayam merah bertujuan
untuk mempermudah proses pengeringan simplisia. Pengeringan
dilakukan dengan cara diangin-anginkan yang terlindung oleh sinar
matahari secara tidak langsung, pengeringan bertujuan untuk
mendapatkan simplisia agar tidak mudah rusak sehingga dapat
disimpan dalam wadah yang lebih lama. Simplisia kering yang
dihasilkan sebanyak 1000 gram, kemudian diserbuk sampai halus.
Pembuatan serbuk simplisia bertujuan untuk memperkecil ukuran
partikel simplisia sehingga senyawa yang terkandung dalam simplisia
dapat larut ketika diekstraksi (Sitepu, 2010). Serbuk yang dihasilkan
dari proses pembuatan simplisia tersebut sebanyak 400 gram dan susut
pengeringan yang dihasilkan sebesar 83,3%.
Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu senyawa dari
bahan dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Iriany et al., 2017).
Ekstraksi daun bayam merah dilakukan dengan menggunakan metode
maserasi. Metode maserasi merupakan metode ekstraksi cara dingin
yang dipilih dengan tujuan agar menghindari rusaknya senyawa-
senyawa yang terkandung dalam daun bayam merah akibat pemanasan
atau yang bersifat termolabil (Mukhriani, 2014). Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia selama 3-5 hari kedalam
pelarut dan dilakukan pengadukan sesering mungkin. Pengadukan
bertujuan untuk meratakan cairan pelarut sehingga pelarut dapat
mengalir secara berulang-ulang masuk keseluruh serbuk simplisia
(Ansel, 1989).
Pelarut yang digunakan dalam maserasi ini yaitu etanol 70%.
Pemilihan pelarut etanol 70% bertujuan untuk menarik senyawa
flavonoid dan saponin yang terkandung dalam daun bayam merah.
Pelarut etanol 70% merupakan pelarut yang bersifat polar, sedangkan
senyawa flavonoid dan saponin juga bersifat polar (Iriany et al., 2017)
sehingga senyawa flavonoid dan saponin tersebut dapat larut dalam

34
pelarut etanol. Menurut (Ghofroh, 2017), pemilihan pelarut
berdasarkan prinsip kelarutan like dissolve like yang artinya senyawa
polar hanya akan larut dalam pelarut polar.
Remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama (Pratiwi, 2010).
Pelarut kedua ditambahkan sebanyak penambahan pelarut pertama
yaitu dengan perbandingan 1:10. Remaserasi dilakukan karena larutan
sudah menjadi jenuh yang ditandai dengan pekatnya warna cairan
ekstrak (Sitepu, 2010). Hasil remaserasi cairan ekstrak pertama
berwarna merah hitam pekat, kemudian dilakukan remaserasi kedua
yang menghasilkan warna ekstrak cair merah hitam yang tidak terlalu
pekat, dan remaserasi ketiga menghasilkan warna cairan ekstrak merah
hitam yang bening.
Rendemen merupakan suatu parameter perhitungan yang
digunakan untuk mengetahui hasil ekstrak dari proses maserasi
(Ghofroh, 2017). Berdasarkan tabel 4, dapat diketahui bahwa nilai
rendemen ekstrak etanol 70% daun bayam merah sebesar 22,5%
dengan ekstrak kental sebanyak 90 gram. Perhitungan rendemen dapat
dilihat dalam lampiran 11.

3. Skrining Fitokimia
a. Uji Skrining Fitokimia Senyawa Flavonoid
Uji skrining fitokimia bertujuan untuk mengetahui
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun bayam
merah. Uji skrining fitokimia senyawa flavonoid pada penelitian
ini digunakan pereaksi serbuk magnesium dan 10 tetes HCl pekat
(Wijaya et al., 2014). Hasil yang terlihat pada tabel 5 menunjukkan
positif adanya kandungan senyawa flavonoid dalam ekstrak daun
bayam merah. Keberadaan flavonoid ditandai dengan terbentuknya
warna hitam kemerahan pada larutan yang dapat dilihat pada
gambar 8.1. Skrining fitokimia yang telah dilakukan peneliti

35
sebelumnya (Hanafi et al., 2014) juga menunjukkan positif adanya
kandungan senyawa flavonoid dalam daun bayam merah yang
dibuktikan dengan terbentuknya warna merah kehitaman. Warna
hitam kemerahan pada larutan karena ada penambahan serbuk
magnesium dan asam klorida pekat yang menghasilkan larutan
tersebut berwarna hitam kemerahan (Ndukui et al., 2013).
Perubahan warna pada larutan dikarenakan adanya reaksi antara
magnesium dan asam klorida pekat yang membentuk gelembung-
gelembung gas H2 , sedangkan magnesium dan HCl pekat berfungsi
mereduksi inti benzopiron yang terdapat pada struktur flavonoid
sehingga terbentuk warna merah (Illing et al., 2017).
b. Uji Skrining Fitokimia Senyawa Saponin
Uji skrining fitokimia senyawa saponin pada penelitian ini
dilakukan dengan uji buih atau busa dimana ekstrak daun bayam
merah dilarutkan dalam aquades panas kemudian dikocok kuat
secara vertikal selama 1 menit (Wijaya et al., 2014). Dari hasil
skrining fitokimia tersebut menunjukkan terbentuknya busa secara
stabil yang telah didiamkan selama 10 menit. Hasil yang disajikan
pada tabel 5 dan gambar 8.2 membuktikan bahwa terdapat
kandungan senyawa saponin dalam ekstrak daun bayam merah.
Terbentuknya busa atau buih dalam larutan dikarenakan senyawa
saponin mempunyai sifat fisik mudah larut dalam air dan akan
menimbulkan busa ketika dikocok. Saponin memiliki struktur
seperti sabun atau detergen membentuk busa yang mantap jika
dikocok. Senyawa yang memiliki gugus polar dan nonpolar bersifat
aktif permukaan sehingga saat dikocok dengan air, saponin dapat
membentuk misel. Pada struktur misel, gugus polar menghadap ke
luar sedangkan gugus nonpolarnya menghadap ke dalam. Keadaan
inilah yang tampak seperti busa. Saponin memiliki rasa yang pahit
atau getir. (Minarno, 2016).

36
4. Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Bayam Merah Terhadap
Penyembuhan Luka Bakar
Uji aktivitas ekstrak etanol daun bayam merah bertujuan untuk
mengetahui adanya aktivitas atau efek terhadap penyembuhan luka
bakar secara fisiologis dan untuk mengetahui konsentrasi yang paling
optimum dari ekstrak etanol daun bayam merah terhadap
penyembuhan luka bakar.
Sebelum pembuatan luka bakar, tikus dianastesi terlebih dahulu
dengan menggunakan jenis anastesi ketamin. Ketamin memberikan
efek analgesik yang biasa digunakan pada pembedahan singkat yang
menimbulkan rasa sakit dan untuk induksi anastesi. Pada dosis
anastesi menimbulkan keadaan seperti orang kesurupan, dimana
didapatkan efek analgesia yang dalam dan gangguan refleks faring dan
laring ringan (Sena, 2011).
Luka bakar yang telah dibuat kemudian diberi terapi sesuai
dengan kelompok perlakuan yaitu kelompok positif yang dioleskan
salep bioplacenton, kelompok negatif yang diberikan aquadest,
kelompok dengan konsentrasi ekstrak daun bayam merah 25%, 50%
dan 75%. Penelitian ini menggunakan salep bioplacenton sebagai
kontrol positif karena salep tersebut mengandung ekstrak plasenta
10% yang berfungsi untuk memicu pembentukan jaringan baru
sehingga dapat digunakan untuk penyembuhan luka, serta
mengandung neomisin sulfat 0,5% yang berfungsi untuk mencegah
atau mengatasi infeksi terhadap bakteri gram negatif pada area luka.
Pengolesan kelompok perlakuan dilakukan secara merata 3 kali
sehari selama 2 minggu. Hasil pengamatan dan analisa data
menujukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun bayam merah dapat
memberikan efek terhadap penyembuhan luka bakar pada tikus.
Adanya efek penyembuhan luka bakar tersebut karena terdapat
kandungan senyawa dalam ekstrak etanol 70% daun bayam merah
yaitu senyawa flavonoid dan saponin (Pradana et al., 2017). Menurut

37
(Pradana et al., 2017) daun bayam merah memiliki kandungan
senyawa kimia yaitu karotenoid, klorofil, alkaloid, flavonoid, saponin
dan polifenol.
Menurut Iriany (2017), flavonoid berfungsi sebagai penangkap
radikal bebas, penghambat hidrolisis dan oksidatif, serta bekerja
sebagai antiinflamasi. Flavonoid juga mengandung bioaktivitas
sebagai antialergi, antioksidan, antitumor, dan insektisida. Flavonoid
juga merupakan senyawa aktif yang berperan sebagai antibakteri yang
berfungsi untuk menghambat atau membunuh suatu mikroorganisme
(Suteja et al., 2016). Menurut (Novitasari dan Putri, 2016), saponin
dapat digunakan untuk proses penyembuhan luka karena saponin
berfungsi sebagai zat antioksidan, antiinflamasi, antibakteri dan
antijamur. Saponin juga berfungsi sebagai antiseptik yang dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme (Dewi
et al., 2016).
Kandungan senyawa yang terdapat dalam daun bayam merah
tersebut dapat digunakan untuk penyembuhan luka bakar. Hal ini
ditunjukkan pada hasil analisis data sesuai dengan parameter dalam
penyembuhan luka bakar meliputi pengamatan luka bakar secara
fisiologis, pengukuran luas luka bakar dan persentase penyembuhan
luka bakar.
a. Pengamatan Fisiologis Luka Bakar
Data hasil pengamatan secara fisiologis luka bakar pada
kelompok kontrol positif, kelompok kontrol negatif, kelompok
konsentrasi 25%, kelompok konsentrasi 50% dan kelompok
konsentrasi 75% dapat dilihat pada tabel 6 dan lampiran 14.
Pengamatan luka dilakukan dengan interval selama 2 hari untuk
melihat perubahan fisik yang terjadi pada daerah perlukaan.
Pada hari ke 1-3 setelah terbentuknya luka, terjadi tahapan
penyembuhan luka yang pertama yaitu fase inflamasi (Sadikim et al.,
2018). Fase inflamasi bertujuan untuk mencegah kolonisasi dan

38
infeksi oleh bakteri patogen, menghilangkan jaringan yang mati dan
hemostasis (Mawarsari, 2015). Inflamasi ditandai dengan adanya
Rubor (kemerahan), Tumor (pembengkakan), Calor (panas) dan Dolor
(rasa sakit/nyeri) (Ghofroh, 2017). Dari hasil pengamatan
makroskopis luka bakar yang disajikan pada tabel 6, tikus pada
kelompok kontrol positif mengalami fase inflamasi sampai hari ke-2,
kelompok kontrol negatif, konsentrasi ekstrak 25% dan konsentrasi
ekstrak 50% mengalami fase inflamasi sampai hari ke-3, sedangkan
pada kelompok konsentrasi 75% mengalami fase inflamasi sampai
hari ke-2. Semakin cepat proses inflamasi terjadi maka semakin cepat
proses penyembuhan luka selanjutnya.
Tahapan penyembuhan luka selanjutnya yaitu fase proliferasi.
Pembentukan keropeng menunjukkan proses penyembuhan luka
memasuki fase proliferasi tahap awal. Fase proliferasi terjadi pada hari
ke 3-21 (Sadikim et al., 2018). Menurut (Mawarsari, 2015), pada fase
proliferasi luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serat-serat kolagen,
membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak rata yang
disebut dengan jaringan granulasi. Berdasarkan hasil pengamatan
makroskopis luka bakar pada tabel 6, fase proliferasi pada kelompok
kontrol positif dimulai rata-rata pada hari 2, hal ini menunjukkan
bahwa salep bioplacenton efektif untuk menyembuhkan luka bakar
pada tikus. Pelepasan keropeng pada kelompok kontrol positif dimulai
pada hari ke-8, hal ini menunjukkan bahwa fase proliferasi sudah
memasuki tahap akhir. Kelompok kontrol negatif dan konsentrasi 25%
mengalami fase proliferasi yang sama yaitu pada hari ke-4, hal ini
dikarenakan sedikitnya senyawa yang terkandung dalam konsentrasi
ekstrak bayam merah 25% sehingga proses penyembuhan luka
menjadi lebih lama. Kelompok kontrol negatif belum menunjukkan
adanya pengelupasan keropeng, sedangkan pada kelompok
konsentrasi 25% pelepasan keropeng terjadi pada hari ke-12.
Kelompok konsentrasi 50% rata-rata mengalami fase proliferasi yang

39
dimulai pada hari ke-4 yang ditunjukkan dengan adanya keropeng
pada kulit tikus, sedangkan pada kelompok konsentrasi 75%
terbentuknya keropeng dimulai pada hari ke-2. Pelepasan keropeng
pada kelompok konsentrasi 50% dan 75% rata-rata dimulai pada hari
ke-10. Waktu pelepasan keropeng menunjukkan bahwa terjadinya
pertumbuhan sel-sel baru pada kulit sehingga mempercepat lepasnya
keropeng dan merapatnya tepi luka. Pada kelompok uji konsentrasi
75% daun bayam merah mengalami proses penyembuhan yang hampir
sama dengan kelompok kontrol positif. Hal ini dibuktikan pada waktu
mulai terbentuknya keropeng dan waktu terlepasnya keropeng.
Tahap penyembuhan luka yang terakhir yaitu fase remodeling
(maturasi). Fase maturasi terjadi setelah 21 hari sampai 1 tahun
(Sadikim et al., 2018). Fase ini segera dimulai segera setelah kavitas
luka terisi oleh jaringan granulasi, proses re-epitelisasi usai, dan
setelah kolagen menggantikan matriks temporer (Mawarsari, 2015).
Hasil yang ditunjukkan pada tabel 6, fase maturasi belum terjadi pada
setiap kelompok perlakuan. Hal ini dikarenakan luka pada kulit tikus
belum menutup secara sempurna.
b. Persentase Penyembuhan Luka Bakar
Data hasil pengukuran luas luka bakar ditunjukkan pada
lampiran 5. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat
penurunan luas luka bakar pada punggung tikus.
Data hasil pengukuran luas luka bakar diubah dalam bentuk
persentase untuk melihat besar persentase penyembuhan luka bakar
yang dihasilkan oleh ekstrak etanol 70% daun bayam merah. Hasil
persentase penyembuhan luka bakar ditunjukkan pada lampiran 7 dan
lampiran 8. Berdasarkan pada tabel 7, hasil rata-rata persentase
penyembuhan luka bakar menunjukkan bahwa kelompok kontrol
positif memiliki persentase yang lebih tinggi daripada kelompok yang
lainnya yaitu dengan persentase 70,73%. Kelompok konsentrasi
ekstrak 75% daun bayam merah memiliki persentase yang tinggi

40
setelah kelompok kontrol positif yaitu sebesar 63,95% .kemudian
diikuti dengan kelompok konsentrasi ekstrak 50% sebesar 57,18% dan
kelompok konsentrasi ekstrak 25% sebesar 45,98%.
Berdasarkan grafik rata-rata persentase penyembuhan luka bakar,
masing-masing tikus dalam kelompok kontrol positif mengalami
penyembuhan diatas 50% hal ini dikarenakan salep bioplacenton
berfungsi sebagai antibakteri yang terbukti mampu menyembuhan luka
bakar. Pada kelompok konsentrasi 25% dapat dilihat bahwa tikus
mengalami penyembuhan rata-rata dibawah 50%. Dari hasil tersebut
menunjukkan bahwa sedikitnya kandungan senyawa dalam ekstrak
etanol daun bayam merah sehingga mempengaruhi proses
penyembuhan luka. Hasil grafik pada gambar 9 tersebut dapat dilihat
bahwa rata-rata penyembuhan kelompok konsentrasi 50% pada
masing-masing tikus berada diatas 50%, yang artinya ekstrak etanol
daun bayam merah dengan konsentrasi 50% memiliki efek untuk
menyembuhkan luka bakar. Berdasarkan grafik tersebut, menunjukkan
bahwa setiap tikus pada kelompok konsentrasi 75% memiliki tingkat
rata-rata persentase yang cukup tinggi yaitu lebih dari 60%. Kelompok
konsentrasi 75% dan kelompok kontrol positif memiliki persentase
yang tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya, hal ini
dikarenakan senyawa yang terkandung dalam kelompok konsentrasi
75% lebih banyak daripada kelompok konsentrasi 25% dan 50%. Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa konsentrasi yang paling
optimum untuk penyembuhan luka bakar yaitu kelompok konsentrasi
75%.

5. Analisis Statistik
Data hasil persentase penyembuhan luka bakar yang diperoleh
kemudian dianalisis dengan uji normalitas dan uji homogenitas. Uji
normalitas bertujuan untuk mengetahui data persentase penyembuhan
luka bakar terdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas

41
menggunakan Kolmogorov-SmirnovZ dan Shapiro-Wilk dengan nilai
(p>0,05) dapat dilihat pada tabel 8. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa data persentase penyembuhan luka bakar terdistribusi normal
dengan masing-masing kelompok perlakuan nilai siginifikansinya
>0,05. Maka data tersebut layak untuk dilakukan uji homogenitas dan
uji One Way Anova.
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui data persentase
penyembuhan luka bakar terdistribusi homogen atau tidak. Hasil uji
homogenitas menggunakan uji Levene Statistic dengan nilai (p>0,05)
dapat dilihat pada tabel 9. Dari hasil uji homogenitas didapat nilai
signifikansi >0,05 yaitu sebesar 0,849 yang menunjukkan bahwa data
persentase penyembuhan luka bakar terdistribusi homogen.
Analisis data selanjutnya dilakukan uji One Way Anova dengan
nilai (p<0,05) yang dapat dilihat pada tabel 10. Uji One Way Anova
bertujuan untuk mengetahui data persentase penyembuhan luka bakar
berbeda secara signifikan pada masing-masing kelompok. Hasil uji
One Way Anova menunjukkan nilai signifikansi <0,05 yaitu 0,040
maka dapat disimpulkan bahwa data persentase penyembuhan luka
bakar pada masing-masing kelompok berbeda secara signifikan.
Analisis statistik kemudian dilanjutkan dengan uji LSD (Least
Significance Different) yang dapat dilihat pada tabel 11. Uji LSD
bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan secara signifikan data
persentase penyembuhan luka bakar antara kelompok satu dengan
kelompok lainnya. Berdasarkan hasil uji LSD tersebut dapat
disimpulkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan pada kelompok
kontrol positif dengan kontrol negatif yang menunjukkan nilai sig
0,010 (<0,05). Hasil uji LSD pada kelompok kontrol positif dengan
kelompok konsentrasi 25%, 50% dan 75% tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan, hal ini dikarenakan konsentrasi ekstrak
25%, 50% dan 75% mempunyai kemampuan menyembuhkan yang
sama dengan kelompok kontrol positif tetapi dengan lama

42
penyembuhan yang berbeda. Hasil uji LSD yang disajikan pada tabel
11 menyatakan bahwa kelompok kontrol negatif dengan kelompok
konsentrasi 75% menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan nilai
sig 0,012 (<0,05), hal ini dikarenakan konsentrasi ekstrak 75%
mengandung senyawa flavonoid dan senyawa saponin yang lebih
banyak sehingga mempercepat penyembuhan luka bakar. Berdasarkan
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya penurunan luas luka
bakar setiap kelompok perlakuan. Data hasil analisis statistik
persentase penyembuhan luka bakar ditunjukkan pada lampiran 4.

C. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah waktu yang digunakan untuk
penelitian ini yang relatif singkat yang dapat mempengaruhi hasil
penelitian, sehingga tidak dapat dilakukan pengamatan secara
histopatologi.

43

Anda mungkin juga menyukai