Anda di halaman 1dari 13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Locus Of Control Internal


1. Konsep Locus Of Control
Duffy dan Atwater (dalam Aurelia, 2017:21) mengemukakan locus of
control salah satu sumber keyakinan yang dimiliki seorang individu dalam
mengendalikan peristiwa yang telah terjadi baik itu berasal dari dalam dirinya
sendiri maupun dari luar dirinya. Sedangkan menurut Achadiyah dan Laily
(2013) mendefinisikan locus of control merupakan kepercayaan seseorang yang
dapat mengendalikan peristiwa-peristiwa disekitarnya. Senada dengan hal
tersebut Ni’mah dan Oktarina (2014) mengemukakan locus of control
merupakan kepercayaan yang berupa kesiapan mental dan dorongan berupa
motivasi yang dapat mempengaruhi suatu peristiwa yang terjadi.
Berdasarkan pemaparan diatas tersebut maka dapat disimpulkan locus of
control adalah suatu kepercayaan individu terhadap kemampuan dirinya
masing-masing yang dapat mempengaruhi suatu peristiwa. Pada dasarnya locus
of control dapat dibagi menjadi dua jenis yakni locus of control internal dan
locus of control eksternal. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini secara
spesifik yakni locus of control jenis internal.
2. Pengertian Locus Of Control Internal
Locus of control internal merupakan salah satu faktor kepribadian guna
dalam pengendalian diri seseorang. Menurut (Rahman, 2012:3) mendefinisikan
locus of control internal yakni keyakinan individu bahwa dirinya dapat
mengarahkan serta mengatur hidupnya serta bertanggung jawab atas
pencapaian yang telah diterimanya. Senada dengan hal itu, Ahmed (2018)
mengemukakan bahwa individu yang memiliki locus of control yang sangat
internal cenderung percaya bahwa mereka memiliki tingkat kontrol yang tinggi
atas apa yang terjadikehidupan mereka. Locus of control internal dapat

8
9

dipengaruhi dengan cara umpan balik berupa motivasi yang lahir didalam
diri individu itu sendiri, Nykanen dkk (2019).
Dari paparan para ahli diatas peneliti dapat menyimpulkan locus of
control internal yakni keyakinan yang timbul dari dalam diri individu secara
utuh yang didasari oleh suatu motivasi yang tumbuh karena suatu perubahan
yang telah terjadi dalam suatu peristiwa. Peristiwa itu sendiri dapat berupa
kinerja, suatu reward, bahkan hasil siswa dalam menempuh mata pelajaran di
suatu sekolah, maka dari itu peneliti menggunakan varibel locus of control
internal dalam penelitiannya.
3. Karakteristik Locus Of Control Internal
Sarafino (dalam Aurelia, 2017:23) mengemukakan terdapat beberapa
karakteristik individu yang mempunyai locus of control internal yang kuat,
diantaranya :
a. Ekspektansi
Individu memiliki keyakinan tinggi atas tingkah lakunya yang akan
berdampak pada dirinya sendiri, Dampak tersebut diyakini dampak yang baik
sebagai suatu imbalan atas apa yang dilakukannya karena keyakinan yang
lahir dalam dirinya sendiri.
b. Kontrol
Individu yakin bahwa peristiwa yang dialaminya merupakan hasil dari
kontrol dalam dirinya sendiri, maka individu tersebut akan cenderung lebih
berusaha lebih giat dari pada individu yang memiliki locus of control
eksternal, Sari dan Fakhruddiana (2012).
c. Mandiri
Hartati (2012) mengatakan bahwa individu yakin atas kemampuan
dirinya sendiri sebagai salah satu faktor perubahan dalam suatu peristiwa,
sehingga individu yang memiliki kendali internal yang baik cenderung lebih
sukses.
10

d. Bertanggung jawab
Individu memiliki rasa tanggung jawab yang besar atas peristiwa yang
dilaluinya, konsekuensi baik maupun buruk harus siap mereka terima, atas
dasar konsekuensi tersebut mereka akan berusaha lebih baik kedepannya
untuk hasil yang maksimal karena kontrol internal yang dimiliki serta
senantiasa selalu berpikiran positif ketika berperilaku (Ros Taylor, 2006:34).
4. Dampak Locus Of Control Internal Pada Individu
Setiap individu pasti memiliki lokus kendali internal yang berbeda-beda,
namun pada dasarnya atau pada umumnya dapat dikategorikan sebagai berikut
menurut Phares (dalam Aurelia, 2017:24) :
a. Sikap terhadap lingkungan
Individu yang memiliki lokus kendali internal yang tinggi, mereka
cenderung lebih aktif dan inovatif dalam mengumpulkan data guna
beradaptasi dengan lingkungan sekitar dengan tindakan yang baik, menurut
pendapat Ahmed (2018).
b. Perubahan sikap
Individu cenderung mampu bertahan atas dampak situasi di lingkungan,
perubahan sikap tersebut sesuai dengan kenginan dan kemampuan yang
dimiliki.
c. Perilaku menolong
Individu yang memiliki lokus kendali internal yang tinggi cenderung
memiliki rasa tolong menolong yang tinggi disbanding individu yang
memiliki lokus kendali eksternal yang tinggi, hal ini dijelaskan oleh Ibrahim
Tas (2018).
d. Pencapaian prestasi
Individu yang memiliki lokus kendali internal yang tinggi cenderung
memiliki tingkat kesuksesan atau pencapaian yang baik, karena mereka lebih
giat dalam memperbaiki diri dan mencari wawasan baru demi perubahan
dalam dirinya, manurut Krimizi dan Saricoban (2018).
11

B. Kecemasan Dalam Menghadapi Ujian Kompetensi


1. Pengertian Kecemasan
Secara umum manusia ditakdirkan memiliki rasa seperti rasa senang, rasa
sedih, bangga, gembira, dan lain sebagainya. Namun terdapat pula perasaan yang
dapat mengganggu mental dan fisik manusia salah satunya rasa cemas sehingga
dapat menimbulkan suatu tekanan tersendiri. Kecemesan tersebut dapat timbul
diberbagai kalangan umur, akan tetapi lebih sering terjadi kepada anak yang
mengenyam pendidikan, karena disana mereka dalam menimba ilmu hasil
akhirnya ditentukan oleh suatu nilai belajar maka hal ini dapat mengganggu
kepribadian mereka, Setyaningtyas (2018). Kecemasan pada anak-anak dan
kalangan remaja kebanyakan terjadi di lingkungan sekolah, hal tersebut
menyangkut dengan kegiatan belajar mereka disekolah seperti ulangan, ujian
nasional (UN) sampai ujian kompetensi yang ada pada sekolah menengah kejuruan
(SMK).
Rambe (2017) mengemukakan bahwa kecemasan merupakan suatu kondisi
fisiologi yang timbul didalam diri manusia berupa perasaan yang tidak
menyenangkan dan suatu hal buruk akan terjadi. Sama halnya dengan penjelasan
Kaplan (dalam Fatmawati, 2010:27) kecemasan juga ditandai dengan gejala-gejala
fisik manusia seperti pusing kepala, berkeringat, dada berdebar kencang sampai
tangan serta kaki gemeta sehingga timbul perasaan yang tidak menyenangkan dan
tidak mengenakan. Senada dengan hal tersebut Putu dan Apriliana (2018)
mendefinisikan kecemasan sebagai tanda ketidak tenangan seseorang dalam
menghadapi suatu peristiwa, keadaan tersebut ditandai dengan rasa yang gelisah,
konsentrasi terganggu, sering mengeluh, atau mengalami kesulitan tidur karena
sesuatu yang difikirkan. Dimisalkan pada siswa SMK yang akan menghadapi suatu
ujian kompetensi. Siswa cemas apabila mendapatkan hasil ujian yang kurang
memuaskan maka mereka perlu mengendalikan diri mereka, meyakinkan diri,
serta memfasilitasi diri dengan cara belajar agar mendatkan nilai yang memuaskan.
12

Hasil Putu dan Apriliana (2018) dalam mengamati siswa selama 1 minggu
sebelum ujian di salah satu SMK di Kuta, Bali, terdapat beberapa siswa yang
melamun, berwajah pucat, bahkan sampai mengutarakan keresahannya yang
diungkapkan kepada gurunya ketika diingatkan tentang persiapan ujian dan
pelaksanaan ujian. Kondisi-kondisi tersebut dikatan wajar oleh Minarto (2018)
karena terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persiapan siswa ketika akan
menghadapi suatu ujian sehingga timbul rasa kecemasan meskipun setiap siswa
memiliki tingkat kecemasan yang berbeda, tingkatan itu sendiri tergantung kondisi
diri siswa dan keyakinan siswa dalam menghadapi suatu ujian.
Berdasarkan pemaparan para ahli, penulis mendapat kesimpulan bahwa
kecemasan merupakan suatu rasa tidak menyenangkan, gugup, gemetar,
kurangnya konsentrasi dan dapat berupa tekanan batin serta timbul anggapan
bahwa sesuatu yang buruk akan dialami seseorang. Meskipun demikian, rasa
cemas tersebut dapat hilang apabila seseorang mendapatkan informasi yang
membuat dirinya tenang dan aman. Kecemasan siswa dalam menghadapi ujian
kompetensi akan dapat berkurang setelah mereka sudah melaksanak ujian, dan
kecemasan akan hilang setelah mereka mengetahui dan mendapatkan nilai yang
menerut mereka memuaskan diri sesuai dengan kemampuanya.
2. Komponen Kecemasan
Kecemasan memang terdiri dari beberapa faktor, namun yang paling tampak
adalah faktor fisik dan mental. Dari faktor-faktor tersebut dapat diasumsikan
bahwa kecemasan ditandai oleh keadaan stress (Suhendri dkk, 2012). Stress itu
sendiri dapat berupa stress sosial, stress fisik, dan stress psikologi, maka dari itu
terdapat beberapa komponen mengenai kecemasan, diantaranya :
a. Kognitif
Acocella dkk (dalam Fatmawati, 2011:32) mengemukakan berdasakan
dari teori kognitif, masalah yang terjadi pada individu yang mengalami
kecemasan adalah terjadinya kesalahan persepsi atau kesalahan intrepetasi
terhadap stimulus internal maupun eksternal. Individu yang mengalami
13

kecemasan akan melihat suatu hal yang tidak benar – benar mengancam
sebagai sesuatu yang mengancam. Pada dasarnya kecemasan muncul karena
kesadaran individu terhadap presepsi yang timbul didalam dirinya (Restiny,
2012:15).
Ketika seseorang dapat menurunkan rasa cemasnya maka orang tersebut
memiliki mekanisme pengendalian diri yang baik. Komponen kognitif ada
keterkaitannya dengan tahap pengenalan. Hal tersebut dapat terjadi karena
pada dasarnya manusia sejak lahir mempunyai keinginan yang harus dipenuhi
dan belum dapat dikomunikasikan secara baik seperti rasa lapar, kedinginan,
kepanasan dan kehausan, maka timbulah kecemasan yang berkesinambungan
karena kondisi tertentu dan akan terus berlanjut sesuai dengan perkembangan
dan pertumbuhan usia. Pada kecemasan itu sendiri dengan bertumbuhnya usia,
manusia akan menciptakan komukasi yang baik untuk memenuhi
kebutuhannya (Wahyuni, 2017). Dengan kata lain pada komponen kognitif ini
manusia dalam tahap pengenalan dan berkaitan dengan nalar serta proses
berfikir. Pada siswa yang mengalami kecemasan ini mereka mengalami
kecemasan awal karena presepsi yang mereka bangun, oleh karena itu timbul
gejala-gejala cemas seperti gemetar, tidak tenang jika diawasi guru ketika
ujian dan lain sebagainya.
b. Afektif
Secara garis besar pada afektif ini kecemasan muncul karena
terganggunya emosi seseorang, emosi itu sendiri berupa, semangat, motivasi,
nilai, serta perasaan. Namun pandangan lain dari Zulfikar dkk (2017)
mengemukakan bahwa manusia bebas menentukan emosinya sesuai
perasaannya masing-masing, namun dimana emosi mereka terganggu karena
suatu tekanan maka seseorang dapat menjadi lebih meningkat emosionalnya
seperti mudah tersinggung dan merasa kurang tenang. Biasanya siswa yang
mengalami kecemasan pada kompenen ini mengalami strees ringan seperti
mempunyai presepsi seolah-olah hal yang buruk akan terjadi sehingga timbul
14

pula gejala-gejala fisik seperti tangan gemetar, jantung berdebar, serta timbul
kecemasan menjelang ujian datang sehingga siswa sulit untuk belajar.
c. Motorik
Pada komponen ini didasari karena kemampuan fisik serta keterampilan
seseorang yang dapat diukur. Hubungannya dengan kecemasan karena pada
diri siswa kesiapan fisik serta keterampilan yang dimilikinya akan diukur
untuk menentukan suatu batasan tolak ukur kemampuan. Pada dunia
pendidikan ini masuk dalam Psikomotorik anak, yang biasanya banyak
terdapat pada pengamatan siswa jenjang menengah kejuruan, maka dari itu
komponen motorik ada kesinambungan dengan kecemasan siswa menjelang
ujian kompetensi pada jenjang menengah kejuruan.
Manusia yang telah belajar dapat dilihat dari perubahan perilaku dan
sikapnya, maka manusia tersebut dapat mengurangi tekanan berupa fisik
maupun batin akibat rasa cemas (Nahar, 2016). Siswa yang telah belajar dan
melatih keterampilan nantinya akan diukur kemampuannya barupa hasil
belajar. Hasil belajar sering disebut dengan nilai, nilai itu sendiri diperoleh
melalui suatu ulangan maupun ujian. Pada siswa SMK umunya untuk
memperoleh nilai keterampilan harus melewati suatu ujian kompetensi yang
wajib adanya selain ujian nasional. Maka dari itu tidak menutup kemungkinan
siswa mengalami kecemasan pula, pada kecemasan motorik ini tindai dengan
gejala-gejala fisik seperti siswa jantung berdebar cepat ketika menjelang ujian
kompetensi, dan sukar berbicara.
d. Somatik
Somatik ini umumnya tergambar dalam suatu gangguan pada kondisi
tubuh manusia, dimana manusia merasaa kelelahan berlebih sampai terganggu
konsentrasinya. Menjelang adanya ujian kompetensi, siswa yang mengalami
kecemasan yang sangat berlebih kemudian timbul gejala-gejala seperti
hilangnya konsentrasi, jantung yang berdebar terus menerus sampai
berkeringat jika mengetahui hal mengenai ujian tersebut.
15

3. Tingkat Kecemasan
Yusuf (dalam Asih, 2017:39) mengkategorikan tingkat rasa cemas menurut
komponen kecemasan yang dialami individu, diantaranya:
a. Tidak da kecemasan
Pada kondisi ini seseorang dalam keadaan normal, tidak mengalami
ketakukutan akibat suatu tekanan yang akan dihadapinya serta memiliki
pengendalian emosi yang baik sehingga tidak mudah tersinggung. Pada
tingkatan ini dimisalkan pada siswa yang sangat tenang saat menghadapi suatu
ujian kompetensi sehingga tidak menimbulkan rasa kecemasan dalam diri
siswa.
b. Kecemasan ringan
Dalam tingkat ini ditandai dengan meningkatnya kepekaan mendengar
dan memperhatikan. Kecemasan ini terjadi karena pengalam sehari-hari yang
dihadapinya sehingga individu meningkatkan presepsi kewaspadaanya akan
hal yang akan dihadapi. Hal ini dapat meningkatkan motivasi dalam belajar
dan semangat. Dimisalkan pada diri siswa yang akan menghadapi ujian
kompetensi, mereka cenderung meningkatkan belajar dalam arti guna
menghadapi ujian yang akan dihadapi tetapi hanya dalam batas wajar, tidak
timbul rasa tegang ataupun gangguan dalam konsentrasi.
c. Kecemasan sedang
Pada tingkat kecemasan sedang seseorang lebih mengedepankan hal
yang dirasa lebih penting dan mengesampingkan hal-hal yang kurang
diperlukan. Dalam kondisi ini kecemasan seseorang ditandai dengan gejala
fisik seperti gemetar dan berkeringat sebelum menghadapi sesuatu. Misal
pada siswa yang akan menghadapi ujian kompetensi, mereka belajar secara
giat seolah-olah mereka akan menghadapi sesuatu yang besar dan berarti serta
siswa yang mengalami kecemasan sedang ditandai dengan suatu kondisi fisik
tertentu seperti gemetar dan berkeringat sebelum menghadapi ujian, namun
setelah menjalani ujian mereka akan merasa tenang dan menguasai.
16

d. Kecemasan berat
Pada tingkat ini individu akan memfokuskan diri dan perilaku terhadap
hal yang akan dihadapinya dengan tujuan mengurangi ketegangan.
Kecemasan berat ini ditandai dengan adanya gejala fisik seperti tiba-tiba
pusing sampai kesulitan dalam tidur. Dengan alasan bahwa seseorang
memiliki presepsi akan hal buruk terjadi tidak menutup kemungkinan individu
yang memiliki tingkat kecemasan berat ini akan mudah pecah konsentrasinya
meskipun mereka memiliki persiapan diri yang baik sebelum menghadi suatu
kondisi. Dimisalkan pada siswa yang akan menghadapi ujian kompetensi,
mereka mengalami suatu tekanan yang berlebih atas presepsi buruk yang akan
terjadi, sehingga siswa yang akan menghadapi ulangan tersebut
konsentrasinya menjadi terganggu serta muncul gejala-gejala fisik seperti
melemahnya otot punggung, berkeringat secara terus menerus dan gemetar
diarea tangan dan kaki.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan
Lutfa dan Maliya (2008) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi
kecemasan, diantaranya:
a. Usia
Semakin bertambahnya usia seseorang akan mampu mengendalikan
dirinya dalam menghadapi kecemasan, paling tidak dapat meminimalisir
kecemasan atau kemungkinan yang akan terjadi. Alasan tersebut ada karena
bertambahnya usia seseorang akan meningkatkan jiwa psikisnya.
b. Nilai budaya dan spiritual
Kedua nilai ini yakni nilai budaya dan nilai spiritual berdampak pada
kepribadian seseorang. Seseorang yang memiliki jiwa spiritual yang tinggi
dan baik berkemugkinan akan berpresepsi positif selalu atas suatu kejadian
yang akan dihadapinya, sehingga kedua hal ini dapat mempengaruhi
kecemasan seseorang.
17

c. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap kecemasan,
semakin tinggi penendikan seseorang maka mereka mampu menghadapi
kecemasan dengan baik. Cara menghadapinya dengan berfikir rasional dan
memecahkan masalah atas dasar informasi yang mereka gali berbekal dari
pengalaman, pengetahuan serta wawasan yang diperoleh selama menempuh
ranah dalam pendidikan tertentu. Maka dari itu pendidikan dapat menentukan
cara atau pola berfikir manusia.
d. Keadaan fisik
Seseorang yang mempunyai gangguan fisik seperti cacat, operasi,
penyakit badan, cenderung lebih mudah mengalami stress sehingga dapat
timbul rasa cemas. Keadaan lain seperti kelelahan dapat pula mempengaruhi
kecemasan seseorang karena jika seseorang mengalami kelelahan mudah
mengalami stress.
e. Pengalaman masa lalu
Baik buruknya suatu pengalaman yang dialami seseorang dapat
mempengaruhi kecemasan, karena suatu pengalaman dapat pula
mempengaruhi stress seseorang.
f. Pengetahuan
Pengetahuan mampu menambah kemampuan seseorang dalam
mengatasi suatu masalah, sehingga dapat menimalisir kecemasan yang
berlebih. Ketidaktahuan seseorang dapat menimbulkan tekanan tertentu
sehingga timbulah rasa cemas namun pengetahuan yang mereka punya dapat
digunakan untuk mengatasi masalh-masalah yang ada.
g. Dukungan sosial
Hadirnya interaksi dalam kehidupan dapat mengurangi kecemasan
seseorang akan tetapi lingkungan mempengaruhi area berfikir seseorang.
18

C. Kecemasan Siswa Dalam Menghadapi Ujian Kompetensi


Kecemasan siswa dalam menghadapi ujian kompetensi akan mempengaruhi
keadaan yang ditandai dengan reaksi fisik maupun psikis. Reaksi-reaksi tersebut
biasanya terjadi sebelum dilaksanakannya ujian maupun pasca ujian, adapun
tanda-tandanya seperti tangan gemetar, berkeringat, melemahnya otot, dan
hilangnya konsentrasi. Hasil penelitian dari Fatmawati (2010) mengenai hubungan
antara locus of control dengan kecemasan menghadapi ujiana didapat terdapat
hubungan yang signifikan antara kedua variable tersebut, secara garis besar atau
umum mereka mempunyai kecemasan pada tingkat sedang.
Namun pada hasil penelitian Ratih, Ni Komang (2012) mengenai kecemasan
siswa dalam menghadapi ujian pada jenjang menengah atas tidak terdapat
hubungan yang signifikan jika dihubungkan dengan koping pada siswa atau dalam
kata lain kecemasan tersebut dihubungkan dengan perubahan perilaku serta cara
siswa itu sendiri dalam menyelesaikan masalah. Maka dari itu peneliti mengambil
variable lain antara kepercayaan diri siswa yang tergambar sebagai locus of control
internal siswa dengan kecemasan siswa untuk mengetahui apakah terdapat
hubungan yang signifikan antara dua variable tersebut.
D. Profil Siswa SMKS Penda 2 Karanganyar Jurusan TKR
a. Sejarah
Berdiri sejak tahun 1985, semula adalah STM Pertanian Karanganyar.
Seiring berjalannya waktu, serta menyesuaikan kebutuhan dari masyarakat,
maka terhitung mulai tanggal 22 April 1996 berdasar “surat persetujuan
pendirian/penyelenggaraan sekolah swasta nomor 584/I03/I/1996” yang
diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, STM Pertanian Karanganyar
bertranformasi menjadi SMK Penda 2 Karanganyar yang beralamat di Jl.
Lawu Harjosari Popongan Karanganyar (https://smkpenda2-kra.sch.id).
19

b. Visi Dan Misi Jurusan TKR


Visi :
Terwujudnya warga sekolah yang berakhlak mulia, terdidik, terampil dan
mandiri.
Misi :
1. Mengembangkan sumber daya secara optimal guna mempersiapkan
lulusan yang berakhlak mulia.
2. Mewujudkan pendidikan yang prima untuk menghasilkan lulusan yang
berprestasi.
3. Meningkatkan sumber daya dan peralatan praktik guna memenuhi
ketrampilan siswa.
4. Menumbuhkan jiwa kewiraushaan guna kemandirian siswa.
Pada SMKS Penda 2 Karanganyar khususnya kompetensi keahlian Teknik
Kendaraan Ringan Otomotif memiliki tujuan, diantaranya :
1. Bidang kompetensi keahlian Teknik Kendaraan Ringan yang diberikan,
sehingga mampu mengembangkan dan mengaplikasikan dalam
pekerjannya secara mandiri dan dapat mengisi lowongan pekerjaan yang
ada di dunia usaha dan dunia industry sebagai tenaga kerja tingkat
menengah yang handal.
2. Memiliki karakter, mampu berkompetisi dan mengembangkan sikap
professional dalam kompetensi keahlian Teknik Kendaraan Ringan.
3. Menciptakan lapangan kerja sendiri atau berwirausaha dalam bidang
kompetensi keahlian Teknik Kendaraan Ringan
4. Melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi sesuai kompetensi
yang dimiliki, (https://smkpenda2-kra.sch.id).
20

E. Hubungan Antara Locus Of Control Internal Dengan Kecemasan Siswa


Dalam Menghadapi Ujian Kompetensi.
Ujian berbasis kompetensi wajib adanya bagi sekolah menengah kejuruan,
hal tersebut menjadi tolak ukur keterampilan yang dimiliki siswa sehingga dapat
menciptakan sumberdaya manusia yang terampil dan aktif sehingga siap terjun ke
dunia kerja/industri. Dalam ujian tersebut para siswa dibebani dengan batas nilai
kelulusan yang semakin tahun meningkat adanya. Hal tersebut membuat tekanan
tersendiri bagi siswa SMK sehingga timbul rasa cemas sebelum melaksanakan
ujian kompetensi tersebut. Namun dengan persiapan yang baik maka kecemasan
tersebut akan berkurang bahkan hilang.
Persiapan tersebut berhubungan dengan masing-masing siswa atas
kepercayaan terhadap kemampuannya. Kepercayaan tersebut masuk dalam locus
of control internal, dimana kepercayaan atas kemampuan dirinya sendirilah yang
akan merubah nasib. Namun terdapat beberapa faktor yang dapat mengganggu
kepercayaan diri siswa diantaranya pengalaman yang buruk disekolah, kondisi
fisik yang kurang sehat menjelang ujian kompetensi, sampai kebiasaan tegang jika
menghadapi suatu hal. Dengan kepercayaan diri yang baik apakah kecemasan
tersebut akan berkurang bahkan hilang, sedangkan persiapan yang kurang baik
apakah kecemasan yang dialami siswa akan meningkat, untuk membuktikan
presepsi tersebut maka dilakukannya penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai