FILSAFAT ILMU
Oleh
Nama : Novia Ambar Ningrum
NPM : A2G019018
Kelas :B
A.F.Chalmers, Apa itu yang dinamakan ilmu,1983 (Jakarta: Hasta Mitra), hal. 93-94
http://ejurnal.stainparepare.ac.id/index.php/diktum/article/download/189/115/
Ibid, hal. 20, baca juga Zubaedi, dkk, Filsafat Barat, 2007, cet I, (Yogyakarta : Ar-
Ruzz Media), hal. 198
http://ejurnal.stainparepare.ac.id/index.php/diktum/article/download/189/115/
3. Apakah pengertian “problem” dalam filsafat ilmu dan apakah “problem” itu
sendiri dalam filsafat ilmu. (min. 400 kata).
Filsafat ilmu merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu, sehingga
filsafat ilmu perlu menjawab beberapa persoalan seperti landasan ontologis,
epistimologis dan aksiologis. Filsafat ilmu adalah proses berpikir secara mendalam dan
sungguh-sungguh mengenai hal-hal yang berkaitan dengan proses pendidikan dan bidang
keilmuan tertentu. Filsafat ilmu merupakan perenungan yang mempelajari ilmu secara
lebih mendalam, mengenai sebab akibat dan sebagainya.
Problem etika ilmu pengetahuan disini yakni menyangkut bagaimana penerapan dari
pada ilmu pengetahuan dan teknologi apa yang seharusnya dikerjakan/tidak dikerjakan
untuk memperkokoh kedudukan dan martabat manusia. Dan disinilah tanggung jawab
etis bagi penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi karena kedua hal tersebut
mempunyai pengaruh pada proses perkembangan.
Ada beberapa pendapat mengenai problem-problem apa saja yang diperbincangkan
dalam filsafat ilmu. Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas perlulah kiranya
dikutipkan dari pendapat-pendapat para ahli sebagai berikut:
a. A. Cornelius Benjamin
Benjamin memerinci aneka ragam problem itu dalam tiga bagian pertama persoalan
mengenai hubungan-hubungan teoritis antara ilmu yang satu dengan yang lain dan
antara ilmu-ilmu dengan usaha-usaha manusia yang lain untuk memahami, menilai,
dan mengendalikan dunia, sering kali pemahaman kita tentang suatu disiplin keilmuan
saling berhubungan atau bahkan bertentangan walaupun dalam satu objek kajian yang
sama, karena metode yang digunakan berbeda atau antara metode satu dengan yang
lainya saling melengkapi dan bahkan metode satu dengan yang lainya saling
bertentangan, misalnya suatu penemuan yang lama akan tidak relevan lagi ketika
ditemukan penemuan baru dengan jalan atau metode yang baru kedua persoalan yang
bersangkut paut dengan implikasi –implikasi teoritis dari kebenaran-kebenaran tertentu
dalam ilmu sejauh ini mengubah pertimbangan-pertimbangan kita dalam bidang-
bidang lain dari pengalaman kita ketiga persoalan yang bertalian dengan efek-efek
praktis, yakni efek-efek dari penemuan-penemuan ilmiah terhadap misalnya bentuk
pemerintahan, cara hidup, kesehatan dan rasa senang.
b. Victor Lenzen
Filsosof ini mengajukan dua problem :
1). Struktur ilmu, yaitu metode dan bentuk pengetahuan ilmiah
2). Pentingnya ilmu bagi praktek dan pengetahuan tentang realitas
c. B. Van Fraassen dan H. Margenau
Menurut kedua ahli ini problem-problem utama dalam filsafat ilmu setelah tahun-
tahun 60an ialah:
1). Metodologi, sering kali adanya hasil dari suatu penelitian ilmiah yang tidak sama
kendatipun objek penelitianya sama, hal ini bukan berarti objek kajianya yang berubah
namum metodenya yang harus di uji kembali masihkah relevan ataukah sudah tidak
relevan lagi karena kurun waktu yang berlainan sehingga perlunya metodologi yang
baru
2). Landasan Ilmu-ilmu, objek kajian filsafat ilmu ialah masalah ilmi-ilmu empiric
sehingga sering kali tidak tepat atau kurang akurat, maka hendaknya melakukan
terobosan berupa penelitian-penelitian yang mendasar mengenai landasan berpikirnya
dan mencapai kesuksesan seperti halnya ilmu-ilmu eksakta.
3). Ontologi, persoalan yang paling utama dalam kajian filsafat ilmu ialah masalah-
masalah yang menyangkut konsep secara substantive, proses, ruang dan waktu,
kausalitas, serta hubungan antara budi dan materi.
Dari berbagai problem yang dipaparkan oleh para filsuf diatas kiranya masih sangat
abstrak atau terkesan masih simpang siur. Untuk itu perlu adanya usaha pemilihan
guna mempermudah penyusunan sehingga menjadi suatu kebulatan yang lebih
sistematis.
Problem-problem yang terdapat di dalam filsafat ilmu sebenarnya dapat digolongkan
jika kita mampu mengeneralisasikanya, paling tidak ada enam hal pokok yaitu
pengetahuan, keberadaan, metode, penyimpulan, moralitas, dan keindahan.
Berdasarkan enam sasaran itu, bidang filsafat dapat secara sistematis dibagi dalam
enam cabang pokok, yaitu; epistemology (teori pengetahuan), metafisika (teori
mengenai apa yang ada), metodologi ( studi tentang metode), logika (teori
penyimpulan), etika (ajaran moralitas), dan estetika (teori keindahan)
Filsafat ilmu merupakan suatu bagian dari filsafat pada umumnya, oleh karenanya
problem-problem filsafat ilmu dapat digolongkan secara sistematis menjadi beberapa
bagian sesuai dengan cabang-cabang filsafat itu sendiri, dengan demikian semua
persoalan dalam filsafat ilmu dapat ditertibkan menjadi; problem epistemology tentang
ilmu, problem metafisis tentang ilmu, problem metodologis tentang ilmu, problem etis
tentang ilmu, dan problem estetis tentang ilmu.
Jujun S. Suriasumantri,F i l s a f a t I l m u. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003.
https://ruruls4y.wordpress.com/2012/04/22/makalah-filsafat-ilmu-tentang-cakupan-
dan-permasalahan-filsafat-ilmu/
Muntasyir, Rizal dan Misnal Munir, Filsafat ilmu, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
http://inafitriaaa27.blogspot.com/2016/12/problem-problem-filsafat-ilmu.html
4. Objek filsafat ilmu terdiri dari obyek material dan obyek formal. Kedua obyek
tersebut sangat berperan dan mempunyai makna yang penting dalam kehidupan
manusia dari zaman ke zaman. Jelaskan dan berikan contohnya. (min. 500).
1. A. Objek Material Filsafat Ilmu
Objek Material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang
telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum. Dalam gejala ini jelas ada tiga
hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat. Maka ada filsafat tentang manusia
(antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat (teologi –
filsafat ketuhanan dalam konteks hidup beriman dapat dengan mudah diganti dengan
kata Tuhan). Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling
berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat dilepaskan
dari yang lain. Menurut Drs. H.A.Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu
yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam
kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu : Ada yang bersifat
umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada umumnya
dan ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak (theodicae) dan
tidak mutlak yang terdiri dari manusia (antropologi metafisik) dan alam (kosmologi).
Dari beberapa perbedaan pengertian diatas pada dasarnya kedua objek filsafat ilmu
tersebut menjelaskan bahwa filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya
pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu Pengetahuan/Sains), baik itu ciri
substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan manusia.
Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat yang tercakup dalam
bidang ontoiogi, epistemologi, dan axiologi dengan berbagai pengembangan dan
pendalaman yang dilakukan oleh para ahli. Filsafat ilmu berusaha mengkaji hal
tersebut guna menjelaskan hakekat ilmu yang mempunyai banyak keterbatasan,
sehingga dapat diperoleh pemahaman yang padu mengenai berbagai fenomena alam
yang telah menjadi objek ilmu itu sendiri. Pada dasarnya filsafat atau berfilsafat
bukanlah sesuatu yang asing dan terlepas dari kehidupan sehari-hari, karena segala
sesuatu yang ada dan yang mungkin serta dapat difikirkan bisa menjadi objek filsafat
apabila selalu dipertanyakan, difikirkan secara radikal guna mencapai kebenaran.
Tiap-tiap manusia yang mulai berfikir tentang diri sendiri dan tentang tempat-
tempatnya dalam dunia akan menghadapi beberapa persoalan yang begitu penting,
sehingga persoalan-persoalan itu boleh diberi nama persoalan-persoalan pokok yaitu
apa dan siapakah manusia, dan apakah hakekat dari segala realitas, apakah maknanya,
dan apakah intisarinya. Sehingga menggambarkan objek filsafat itu adalah antara lain
: Truth (kebenaran), Matter (materi), Mind (pikiran), The Relation of matter and mind
(hubungan antara materi dan pikiran), Space and Time (ruang dan waktu), Cause
(sebab-sebab), Freedom (kebebasan), Monism versus Pluralism (serba tunggal lawan
serba jamak), God (Tuhan).
Dapat dibayangkan betapa luas dan mencakupnya objek filsafat baik dilihat dari
substansi masalah maupun sudut pandangnya terhadap masalah, sehingga dapat
disimpulkan bahwa objek filsafat adalah segala sesuatu yang terwujud dalam sudut
pandang dan kajian yang mendalam (radikal). Dan untuk memudahkan
mempelajarinya para ahli membagi objek-objek filsafat ilmu tersebut kedalam objek
material dan objek formal filsafat ilmu.
Suriasomantri, Jujun S. 1996. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
5. Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu “Philo” dan “Sophos” yang berarti
cinta akan kebijaksanaan. Apakah hakikat filsafat itu ? dan apakah hakekat
filsafat ilmu itu? (min. 500 kata).
Definisi filsafat cenderung agak membingungkan. Dalam buku berjudul Filsafat Ilmu:
Sebuah Pengantar Populer karya Jujun S Suriasumantri tidak menjelaskan dengan
spesifik apa itu definisi filsafat. Namun sebelum jauh menjelaskan apa itu filsafat, ada
baiknya kita memposisikan diri kita dahulu pada konteks kajian filsafat Barat, yang
berakar dari filsafat Yunani. Maka jika mengacu pada filsafat Barat, maka filsafat pada
dasarnya adalah “cinta akan kebijaksanaan” (Osborne, 2001). Kebijaksanaan berarti
pandai atau ingin tahu dengan lebih mendalam. Definisi lain seperti apa yang dijelaskan
oleh Bertrand Russel menjelaskan bahwa filsafat adalah tanah tak bertuan antara sains
dan teologi, yang terbuka terhadap serangan dari kedua belah pihak (Osborne, 2001).
Walaupun definisi filsafat cenderung tidak tetap dan masih menjadi perdebatan, namun
karakter filsafat bisa diterima secara umum. Mengacu apa yang ditulis oleh Jujun S
Suriasumantri (1982), menjelaskan bahwa karakter filsafat ada 3, yakni menyeluruh,
mendasar dan spekulatif. Jika Suriasumantri (1982) hanya menyebutkan 3 unsur dalam
filsafat, maka dalam Loren Bagus (1996) dalam Wahyudin (2016), menjelaskan bahwa
filsafat banguna utama filsafat ada 5, yakni 1). Filsafat merupakan upaya spekulatif
untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang suatu realitas, 2).
Merupakan upaya melukiskan hakekat realitas akhir dan dasar serta nyata, 3). Filsafat
merupakan upaya menentukan batas-batas dan jangkauan dari pengetahuan baik itu
tentang sumber, hakekat, keabsahan dan nilainya, 4). Penyelidikan kritis atas
pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai
bidang pengetahuan, 5). Filsafat merupakan disiplin ilmu yang berupaya untuk
membantu melihat apa yang dikatakan dan untuk mengatakan apa yang dilihat.
Maka pada hakekatnya filsafat itu adalah sesuatu hal tentang cinta dan kebijaksanaan.
Cinta dan kebijaksanaan tersebut kemudian diaplikasikan melalui pandangan yang
sistematik dan mendasar dalam menjelaskan realitas, mencoba menjawab kebenaran
pengetahuan (dengan pendekatan spekulatif) dengan menjangkau semua aspek
kehidupan, yang mengkaitkan dengan sumber, nilai, hakekat dan keabsahan. Lalu apa
perbedaannya dengan filsafat ilmu? Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistimologi
(filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan
ilmiah)(Suriasumantri, 1982).
Seperti definisi di atas, bahwa filsafat ilmu adalah bagi dari filsafat pengetahuan
(Wahyudin, 2016), dimana ilmu merupakan cabang yang mempunyai ciri-ciri tertentu.
Pengetahuan dan ilmu adalah hal yang berbeda, pengetahuan bisa saja ilmiah, namun
pengetahuan tidak dibangun dalam konstruk keilmiahan melalui tahap-tahap yang
dilakukan melalui ciri pencapaian ilmu. Pengetahuan yang mengacu pada konteks
keilmiahan pada dasarnya mengacu pada dasar pertanyaan; apa yang dikaji oleh
pengetahuan itu (ontologi), bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan tersebut
(epistimologi) dan untuk apa pengetahuan tersebut digunakan (aksiologi). Dengan
menggunakan dasar pertanyaan tersebut kita bisa tahu dan mampu membedakan
pengetahuan dalam konteks kehidupan manusia. Ilmu adalah anak dari filsafat.
Walaupun secara teknis lepas dari filsafat, namun ilmu masih tetap kembali ke induknya
yakni filsafat, dengan tetap menggunakan norma-norma filsafat (Suriasmumantri, 1982).