Anda di halaman 1dari 11

Pengaruh Suhu Terhadap Denyut Jantung Daphnia Sp.

Derris Maulidah Fajriyah

Tadris Biologi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Jember

T20178006

ABSTRAK
Dhapnia adalah salah satu spesies dari Crustacea berupa plankton yang hidup di air tawar
tubuhnya transparan dan tidak berwarna. Daphnia merupakan hewan poikiloterm. Perubahan suhu
lingkungan dapat mempengaruhi denyut jantung Daphnia sp. Kecepatan denyut jantung Dhapnia
dipengaruhi beberapa faktor antara lain aktivitas, ukuran dan umur, cahaya, temperatur (suhu), Obat-
obat (senyawa kimia). Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara mengukur frekuensi denyut
jantung Daphnia sp. dan mengidentifikasi frekuensi denyut jantung serta pengaruh suhu terhadap denyut
jantung Daphnia sp. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian eksperimental dengan variabel
kontrol, respon, dan manipulasi. Diperoleh hasil pengamatan pada Dhapnia di suhu awal 10°C, 15°C,
20°C, dan 25°C yang dilakukan 3 kali pengukuran juga terjadi kenaikan rata-rata denyut jantung seiring
dengan kenaikan pada masing-masing suhu sebagai berikut 25,3; 41; 43,3; dan 50. Pengaruh suhu
terhadap rata-rata denyut jantung juga terlihat pada perubahan suhu kultur dari suhu awal yang diubah
menjadi suhu akhir yakni 10°C menjadi 20°C, 15°C menjadi 25°C, 20°C menjadi 30°C, dan 25°C menjadi
35°C. Rata-rata denyut jantung tidak hanya kenaikan pada suhu awal namun pada suhu akhir juga
mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan suhu yang masing-masing besarnya 43,3; 50; 52,3;
dan 54,3. Hasil menunjukkan bahwa terdapat terdapat pengaruh suhu lingkungan terhadap denyut
jantung Daphnia sp. yaitu semakin bertambah suhu lingkungan, frekuensi denyut jantung Daphnia sp.
semakin cepat.

Kata Kunci : Suhu/ Denyut Jantung/ Daphnia sp.

PENDAHULUAN
Termoregulasi adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk mempertahankan suhu
internal agar berada di dalam kisaran yang dapat ditolelir (Soewolo, 2000). Hewan mengatur suhu
tubuhnya supaya tetap konstan, paling tidak, supaya suhu tubuhnya tidak mengalami perubahan
yang terlalu besar. Mekanisme termoregulasi yang dilakukan hewan ialah dengan mengatur
keseimbangan antara perolehan dan kehilangan/pelepasan panas (Isnaeni, 2006). Mekanisme
pengeluaran panas terdapat empat proses fisik yang bertanggung jawab atas perolehan panas dan
kehilangan panas yaitu: (1) Konduksi yaitu perpindahan langsung gerakan termal (panas) antara
molekul-molekul lingkungan dengan molekul-molekul permukaan tubuh misalnya seekor hewan
duduk dalam koam air dingin atau diatas batu yang panas akan selalu dihantarkan dari benda
bersuhu lebih tinggi ke benda bersuhu lebih rendah. (2) Konveksi yaitu perpindahn panas melalui
pergerakan udara atau cairan melewati permukaan tubuh seperti ketika tiupan angin turut
menghilangkan panas dari permukaan tubuh hewan yang berkuit kering. (3) Radiasi yaitu pancaran
gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh semua benda yang lebih hangat dari suhu yang
absolute nol termasuk tubuh hewan dan matahari contohnya hewan menyerap panas radiasi dari
matahari. (4) Evaporasi atau penguapan adalah kehilangan panas dari permukaan cairan yang
hilang berupa molekulnya yang berubah menjadi gas evaporasi air dari seekor hewan memberi efek
pendinginan yang signifikan pada permukaan hewan itu. Konveksi dan evaporasi merupakan
penyebab kehilangan panas yang paling bervariasi. (Campbell, 2004).
Berdasarkan kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuh, hewan dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu poikiloterm dan homoeoterm (Isnaeni, 2006). Suhu tubuh hewan
poikiloterm atau eksoterm ditentukan oleh keseimbangan kondisi suhu lingkungan dan berubah-
ubah seperti berubah-ubahnya kondisi suhu lingkungan. Pada hewan poikiloterm air, suhu
tubuhnya sangat ditentukan oleh keseimbangan konduktif dan konfektif dengan air mediumnya
dan suhu tubuhnya mirip dengan suhu air. Hewan memproduksi panas internal secara metabolik,
dan ini mungkin meningkatkan suhu tubuh di atas memiliki insulasi sehingga perbedaan suhu
hewan dengan air sangat kecil (Goenarso, 2005).

Suhu berpengaruh kepada tingkat metabolisme. Suhu yang tinggi akan menyebabkan
aktivitas molekul-molekul semakin tinggi karena energi kinetiknya makin besar dan kemungkinan
terjadinya tumbukan antara molekul satu dengan molekul lain semakin besar pula (Tobin, 2005).
Akan tetapi, kenaikan aktivitas metabolisme hanya akan bertambah seiring dengan kenaikan suhu
hingga batas tertentu saja. Hal ini disebabkan metabolisme di dalam tubuh diatur enzim (salah
satunya) yang memiliki suhu optimum dalam bekerja. Jika suhu lingkungan atau tubuh meningkat
atau menurun drastis, enzim-enzim tersebut dapat terdenaturasi dan kehilangan fungsinya (Chang,
1996).

Pada hewan poikiloterm yang hidup di air suhu tubuhnya sangat ditentukan oleh
keseimbangan konduksi dan konveksi dengan kondisi air di sekelilingnya, kenaikan suhu akan
mempengaruhi laju metabolisme dan meningkatkan laju respirasi. Hewan poikiloterm yang hidup
di akuatik adalah Daphnia sp. merupakan hewan yang sangat sensitif terhadap perubahan
lingkungan sehingga sangat mudah untuk diamati dan digunakan sebagai hewan uji hayati. Hewan
ini adalah sejenis zooplankton yang hidup di air tawar yang mendiami kolam-kolam atau danau-
danau. Hewan ini disebut dengan kutu air karena cara bergeraknya menyerupai seekor kutu, yakni
meloncat-loncat. Daphnia sp. hidup pada selang suhu 18-24°C. Selang suhu ini merupakan selang
suhu optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan Daphnia sp. Diluar selang tersebut, Daphnia sp
akan cenderung dorman (Mokoginta, 2003).

Daphnia merupakan salah satu spesies dari Crustacea yang sebagian besar hidup bebas dan
ada yang hidup dalam kelompok-kelompok besar (Soetrisno, 1989). Dhapnia adalah salah satu
spesies dari Crustacea berupa plankton yang hidup di air tawar tubuhnya transparan dan tidak
berwarna. Alat gerak utamanya adalah antena yang mengatur gerakan ke atas dan bawah. Daphnia
selalu ditemukan di tempat hidupnya dalam posisi kepala di atas. Kepala terbentuk sebagai
persatuan segmen-segmen, kadang-kadang bersatu dengan dada membentuk cephalotoraks
(Susanto, 1989). Pembagian segmen tubuh Daphnia hampir tidak terlihat. Kepala menyatu, dengan
bentuk membungkuk kea rah tubuh bagian bawah terlihat dengan jelas melalui lekukan yang jelas.
Pada beberapa spesies sebagian besar anggota tubuh tertutup oleh carapace, dengan enam pasang
kaki semu yang berada pada rongga perut. Bagian tubuh yang paling terlihat adalah mata, antenna
dan sepasang seta. Pada beberapa jenis Daphnia, bagian carapacenya tembus cahaya dan tampak
dengan jelas melalui mikroskop bagian dalam tubuhnya (Mokoginta, 2003). Beberapa faktor ekologi
memberikan pengaruh terhadap kehidupan Daphnia diantaranya yaitu suhu lingkungan. Serta
lingkungan ph yang netral berkisar pada Ph 1-8 merupakan habitat yang sesuai untuk pertumbuhan
daphnia secara optimum (Susanto, 1989).

Daphnia sp. Memeiliki ukuran 1-2 mm, tubuh berbentuk lonjong, pipih, dan terdapat ruas-
ruas/segmen (Chumaidi dan Djajadireja, 2006). Daphnia mempunyai warna yang berbeda-beda
tergantung habitatnya. Spesies daerah limnetik biasanya tidak mempunyai warna atau berwarna
muda, sedangkan di daerah litoral memiliki warna yang bervariasi mulai dari coklat kekuningan,
coklat kemerahan, kelabu, sampai berwarna hitam. Umumnya cara berenang Daphnia sp. tersendat-
sendat, tetapi ada beberapa spesies yang tidak dapat berenang/bergerak dengan merayap karena
beradaptasi hidup di alga rambut dan sampah daun dari hutan tropik. Daphnia dapat hidup dengan
baik pada suhu berkisar antara 22-23ºC, pH berkisar antara 6-8, dan oksigen terlarut (DO) > 3,5
ppm, dan ddapat bertahan hidup pada kandungan amoniak antara 0,35 ppm-0,061 ppm
(Kusumaryanto, 2001). Ciri khusus yang dimiliki oleh Daphnia, baik berupa alat gerak maupun
habitat hidupnya sesuai dengan firman Allah SWT yang tercantum dalam Qur’an Surah An-Nur
ayat 45, mengenai penciptaan hewan. Allah berfirman:
‫اا وماَ يووشاَاء ۚ إمان‬ ‫ق اكال وداَباةة ممنن وماَةء ۖ فوممننهانم ومنن يونممشيِ وعلوىى بو ن‬
‫طنممه ووممننهانم ومنن يونممشيِ وعلوىى مرنجلونيمن ووممننهانم ومنن يونممشيِ وعلوىى أونربوةع ۚ يونخلا ا‬
‫ق ا‬ ‫وو ا‬
‫اا وخلو و‬
‫او وعلوىى اكلل وشنيِةء قومديرر‬‫ا‬

Artinya: “Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari
hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang
sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya,
sesunggguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Qs. An-Nur ayat 45)

Jantung Daphnia sp. merupakan struktur globular kecil dibagian anterodorsal tubuh.
Kecepatan denyut jantungnya dipengaruhi beberapa faktor antara lain aktivitas, ukuran dan umur,
cahaya, temperatur (suhu), Obat-obat (senyawa kimia). Perubahan suhu lingkungan dapat
mempengaruhi denyut jantung Daphnia sp. Daphnia merupakan salah satu hewan poikiloterm.
Perubahan suhu memberikan pengaruh terhadap konformasi protein dan aktivitas enzim sehingga
suhu tubuh yang konstan sangat dibutuhkan hewan. Reaksi dalam sel terganggu seiring dengan
aktivitas enzim. Pengamatan yang dilakukan di bawah mikroskop dapat secara jelas melihat kerja
denyut jantung Daphnia, karena dinding tubuh Daphnia sp. transparan sehingga organ-organ
internalnya akan tampak jelas (Susanto, 1989). Dalam keadaan normal denyut jantung per menit
sekitar 100 - 150 kali per menit. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan frekuensi denyut
jantung besar (Guyton, 1976). Denyut jantung Daphnia pada keadaan normal sebanyak 120 denyut
per menit. Pada kondisi tertentu kecepatan rata-rata denyut jantung Daphnia sp. ini dapat berubah-
ubah disebabkan oleh beberapa faktor misalnya denyut jantung lebih cepat pada waktu sore hari,
pada saat densitas populasi rendah, pada saat betina mengerami telur (Barness, 1996).

Pada lingkungan dengan suhu tinggi akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh
sehingga laju respirasi meningkat dan berdampak pada peningkatan denyut jantung Daphnia
(Waterman, 1960). Beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan denyut jantung Daphnia sp.
adalah: (1) Aktivitas, dalam keadaan tenang dan tidak banyak bergerak akan mempengaruhi denyut
jantung pada Daphnia sp.yaitu menjadi semakin lambat. Ukuran dan umur. Daphnia sp. yang
memiliki ukuran tubuh lebih besar cenderung mempunyai denyut jantung yang lebih lambat. (2)
Cahaya, pada keadaan gelap denyut jantung Daphnia sp. akan mengalami penurunan sedangkan
pada daerah yang cukup cahaya denyut jantung Daphnia sp. akan mengalami peningkatan. (3)
Temperatur, denyut jantung Daphnia sp.akan bertambah tinggi apabila suhu meningkat. (4) Obat-
obat (senyawa kimia), zat kimia akan menyebabkan aktivitas denyut jantung Daphnia sp. menjadi
tinggi atau meningkat (Pangkey, 2009).

Tujuan dilaksanakannya praktikum yang berjudul “Pengaruh Suhu Terhadap Denyut


Jantung Daphnia Sp.” yaitu (1) Untuk mengetahui cara mengukur frekuensi denyut jantung Daphnia
sp., (2) Mengidentifikasi frekuensi denyut jantung serta pengaruh suhu terhadap denyut jantung
Daphnia sp. Sesuai dengan teori-teori yang telah dipaparkan diatas, hipotesis dari praktikum ini
yaitu terdapat kenaikan kecepatan frekuensi denyut jantung Daphnia seiring dengan semakin
tingginya suhu lingkungan yang diberikan.

METODE PENELITIAN
Praktikum ini dilaksanakan pada hari jum’at, 22 November 2019. Lokasi pelaksanaan
praktikum “Pengaruh Suhu Terhadap Denyut Jantung Daphnia Sp.” di Laboratorium Terpadu
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Jember. Alat-alat yang digunakan dalam pengamatan
ini diantaranya mikroskop, object glass, cawan petri, gelas beker, pipet tetes, bak air kecil,
thermometer, dan stopwatch. Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu Dhapnia,
air biasa, air panas, dan es batu.

Jenis penelitian yang digunakan pada praktikum “Pengaruh Suhu Terhadap Denyut Jantung
Daphnia Sp.”merupakan jenis penelitian eksperimental, karena menggunakan beberapa variabel,
antara lain variabel kontrol, variabel respon, dan variabel manipulasi. Adapun uraiannya sebagai
berikut : (1) Variabel kontrol yaitu jenis Daphnia sp., waktu perhitungan denyut jantung Daphnia sp.
(2) Variabel manipulasi yaitu suhu lingkungan (Air) pada suhu 10ºC, 15ºC, 20ºC, dan 25ºC. (3)
Variabel respon yaitu frekuensi denyut jantung Daphnia sp.

Langkah kerja yang dilakukan pertama, kultur Daphnia disiapkan pada suhu awal (10ºC, 15
ºC, 20ºC, dan 25 ºC). Daphnia dan sedikit air biasa diletakkan pada gelas beker yang berada pada
suhu yang telah ditentukan yaitu suhu pertama 10ºC di dalam bak air kecil yang telah diisi dengan
es batu. Lalu suhu dihitung dengan termometer sampai mencapai suhu yang diinginkan.
Kemudian, diambil satu ekor Daphnia dari kultur dengan menggunakan pipet dan diletakkan pada
object glass sambil diamati dengan mikroskop. Selanjutnya, ditambahkan air secukupnya agar tidak
kekeringan, namun jangan terlalu banyak karena Daphnia akan mudah bergerak dan diatur
posisinya). Diatur letak Daphnia dengan posisi tubuh dimiringkan sehingga jantungnya tampak jelas
dan mudah diamati denyutnya. Setelah tampak denyutan jantungnya, dihitung jumlah denyut
setiap 15 detik dengan menggunakan stopwatch. Dibuat tiga kali pengukuran dan hasilnya dirata-
rata. Pada setiap kali pengukuran suhu harus tetap pada kisaran suhu yang telah ditentukan.
Lampu mikroskop dapat dengan cepat menaikkan suhu object glass. Sehingga langkah pengamatan
dengan mikroskop dilakukan secara cepat agar suhu lingkungan Daphnia tidak berubah.
Selanjutnya Daphnia dipindahkan ke tempat baru dengan suhu 10ºC lebih tinggi dari suhu semula,
dengan diletakkan dalam gelas beker dan dicelupkkan pada wadah berisi air panas. Lalu diukur
suhunya dengan menggunakan termometer, dan disesuaikan. Kemudian, langkah pengamatan
pada mikroskop dilakukan kembali dengan suhu baru. Langkah tersebut diulangi sampai mencapai
suhu akhir yang diinginkan. Pada setiap suhu baru, dihitung denyut jantung Daphnia dan dicatat
pada tabel.

HASIL
Tabel. Pengaruh Suhu Terhadap Denyut Jantung Daphnia sp.
Frekuensi denyut (kali/15 detik) Frekuensi denyut (kali/15 detik)
Suhu Suhu
Rata- Standar Rata Standar Q10
Awal 1 2 3 Akhir 1 2 3
rata Deviasi -rata Deviasi

10ºC 15 28 33 25,3 9,291573 20ºC 42 43 45 43,3 1,527525 1,71

15ºC 32 44 47 41 7,937254 25ºC 44 50 56 50 6 1,21

20ºC 42 43 45 43,3 1,527525 30ºC 48 52 57 52,3 4,50925 1,20

25ºC 44 50 56 50 6 35ºC 54 54 55 54,3 0,57735 1,08

Grafik 1. Pengaruh Suhu Terhadap Denyut Jantung Daphnia sp.


Grafik 2. Variasi Hasil Pengaruh Suhu Terhadap Denyut Jantung Daphnia sp.

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada praktikum “Pengaruh Suhu Terhadap
Denyut Jantung Daphnia sp.” diperoleh hasil tertera pada tabel dan grafik bahwa ternyata suhu
mempengaruhi frekuensi denyut jantung. Hal ini terbukti pada hasil percobaan yaitu pada suhu
awal 10°C rata-rata denyut jantung selama 15 detik dengan 3 kali pengulangan adalah 25,3.
Kemudian Daphnia tersebut diberi kejutan dengan kenaikan suhu menjadi 20°C, diperoleh hasil
jumlah denyut rata-rata menjadi lebih tinggi yaitu 43,3. Pada percobaan berikutnya yaitu dengan
suhu awal 15°C, 20°C, dan 25°C yang dilakukan 3 kali pengukuran juga terjadi kenaikan rata-rata
denyut jantung seiring dengan kenaikan pada masing-masing suhu sebagai berikut 41, 43,3 dan 50.
Pengaruh suhu terhadap rata-rata denyut jantung juga terlihat pada perubahan suhu kultur dari
suhu awal yang diubah menjadi suhu akhir yakni 10°C menjadi 20°C, 15°C menjadi 25°C, 20°C
menjadi 30°C, dan 25°C menjadi 35°C. Rata-rata denyut jantung tidak hanya kenaikan pada suhu
awal namun pada suhu akhir juga mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan suhu yang
masing-masing besarnya 43,3, 50, 52,3 dan 54,3.
Setelah diperoleh rata-rata denyut jantung pada suhu awal dan suhu akhir kemudian dilakukan
perhitungan untuk menentukan koefisien kecepatan denyut jantung pada (Q 10) yaitu dengan
membagi suku akhir dengan suhu awal. Dari perhitungan yang telah dilakukan diperoleh hasil
pada suhu 10°C - 20°C; 15°C - 25°C; 20°C - 30°C; dan 25°C - 35°C masing-masing sebesar 1,71;
1,21;1,20; 1,08. Selanjutnya, pada grafik 2 memperlihatkan pengaruh denyut jantung Daphnia pada
variasi suhu lingkungan dengan menggunakan rumus Standar Deviasi menghasilkan data yang
bervariasi pula. Hasilnya sebagai berikut, pada suhu 10°C, 15°C, 20°C, 25°C, 30°C, dan 35°C
diperoleh standar deviasi yang bervariasi sesuai dengan data secara berurutan yaitu 9,291573;
7,937254; 1,527525; 6; 4,50925; dan 0,57735. Grafik 2 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara
variasi suhu yang diberikan pada Daphnia terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia, yakni
semakin tinggi suhu yang diberikan, maka denyut jantung Daphnia semakin cepat atau meningkat.
Walaupun dalam grafik 2 menunjukkan adanya perbedaan rata-rata jumlah denyut jantung pada
tiap suhu, namun variasi tersebut secara keseluruhan menunjukkan denyut jantung Daphnia sp.
meningkat pada tiap suhu yang dinaikkan. Perbedaan hasil rata-rata jumlah denyut jantung
Daphnia sebagai respon yang disebabkan oleh adanya perbedaan suhu yang diberikan. Sehingga
dapat diketahui, hasil tersebut menunjukkan bahwa pada suhu dingin atau rendah kecepatan
denyut jantung Daphnia sp lebih lambat daripada saat suhu tinggi. Hal itu dikarenakan pada waktu
temperatur turun maka laju metabolisme turun dan menyebabkan turunnya kecepatan
pengambilan oksigen yang mengakibatkan penurunan frekuensi denyut jantung Daphnia sp.
Sedangkan pada lingkungan dengan suhu tinggi akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh
sehingga laju respirasi meningkat dan berdampak pada peningkatan frekuensi denyut jantung
Daphnia sp.

PEMBAHASAN
Praktikum berjudul “Pengaruh Suhu Terhadap Denyut Jantung Daphnia sp.” bertujuan
untuk mengetahui cara mengukur frekuensi denyut jantung Daphnia sp. dan mengidentifikasi
frekuensi denyut jantung serta pengaruh suhu terhadap denyut jantung Daphnia sp. Praktikum ini
dilakukan dengan langkah Daphnia diletakkan pada berbagai suhu mulai dari suhu awal 10°C
menjadi 20°C, 15°C menjadi 25°C, 20°C menjadi 30°C, dan 25°C menjadi 35°C. Variasi suhu tersebut
dihitung menggunakan termometer dengan perlakuan Daphnia diletakkan pada berbagai air, baik
air panas maupun air dingin untuk disesuaikan suhunya. Subjek uji yang digunakan yaitu Daphnia
karena merupakan salah satu hewan poikiloterm yang suhu tubuhnya ditentukan oleh
keseimbangan kondisi suhu lingkungan dan berubah-ubah seperti berubah-ubahnya kondisi suhu
lingkungan. Sesuai dengan teori menurut Mokoginta (2003) Pada hewan poikiloterm yang hidup di
air suhu tubuhnya sangat ditentukan oleh keseimbangan konduksi dan konveksi dengan kondisi air
di sekelilingnya, kenaikan suhu akan mempengaruhi laju metabolisme dan meningkatkan laju
respirasi. Hewan poikiloterm yang hidup di akuatik adalah Daphnia sp. merupakan hewan yang
sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan sehingga sangat mudah untuk diamati dan
digunakan sebagai hewan uji hayati. Adapun alasan lain digunakannya Daphnia sp. untuk diamati
denyut jantungnya adalah karena tubuhnya transparan dan tidak berwarna sehingga dapat diamati
dengan menggunakan mikroskop. Hal tersebut sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa
Dhapnia adalah salah satu spesies dari Crustacea berupa plankton yang hidup di air tawar tubuhnya
transparan dan tidak berwarna. (Susanto, 1989).

Daphnia yang digunakan berwarna merah kecoklatan merupakan spesies Daphnia magna.
Menurut Kusumaryanto (2001), Daphnia mempunyai warna yang berbeda-beda tergantung
habitatnya. Spesies daerah limnetik biasanya tidak mempunyai warna atau berwarna muda,
sedangkan di daerah litoral memiliki warna yang bervariasi mulai dari coklat kekuningan, coklat
kemerahan, kelabu, sampai berwarna hitam. Umumnya cara berenang Daphnia sp. tersendat-sendat,
tetapi ada beberapa spesies yang tidak dapat berenang/bergerak dengan merayap karena
beradaptasi hidup di alga rambut dan sampah daun dari hutan tropik. Saat diamati di bawwah
mikroskop, terlihat Daphnia bergerak dan tubuhnya tampak begitu jelas dengan bagian kepala pada
posisi di atas. Kepala terbentuk sebagai persatuan segmen-segmen dan bersatu dengan dada.
Kepala menyatu, dengan bentuk membungkuk ke arah tubuh bagian bawah terlihat dengan jelas
melalui lekukan yang jelas. Terlihat beberapa pasang kaki semu yang berada pada rongga perut.
Bagian tubuh yang paling terlihat adalah mata, antenna dan jantung.

Cara menentukan atau mengukur frekuensi denyut jantung Dhapnia sp. adalah dengan
mengambil kultur dengan pipet, kemudian secara hati-hati dipindahkan pada object glass sambil
dilihat dibawah mikroskop. Sebaiknya jumlah airnya dikontrol agar tidak kekeringan, dan tidak
sampai terlalu banyak karena akan memudahkan Daphnia dalam bergerak dan sulit untuk diatur
posisinya. Dhapnia diletakkan pada posisi tubuh miring hingga jantungnya tampak jelas dan mudah
dihitung denyutnya. Pengamatan berfokus pada bagian jantung Daphnia karena untuk mengetahui
pengaruh suhu terhadap denyut jantung Dhapnia sp.

Pada pengamatan yang telah dilakukan di bawah mikroskop, di suhu awal yaitu 10°C
diperoleh rata-rata jumlah denyut jantung sebesar 25,3. Kemudian Daphnia tersebut diberi kejutan
dengan kenaikan suhu menjadi 20°C, diperoleh hasil jumlah denyut rata-rata menjadi lebih tinggi
yaitu 43,3. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat kenaikan rata-rata denyut jantung seiring
dengan adanya kenaikan pada suhu yang diberikan. Hal yang sama juga terlihat pada suhu awal
15°C diperoleh rata-rata jumlah denyut jantung sebesar 41. Kemudian Daphnia diberi kejutan
dengan kenaikan suhu menjadi 25°C, diperoleh hasil jumlah denyut rata-rata menjadi lebih tinggi
yaitu sebesar 50. Pada suhu awal 20°C diperoleh rata-rata jumlah denyut jantung Daphnia sebesar
43,3. Kemudian Daphnia tersebut diberi kejutan dengan kenaikan suhu menjadi 30°C, diperoleh hasil
jumlah denyut rata-rata menjadi lebih tinggi yaitu 52,3. Pada suhu awal 25°C diperoleh rata-rata
jumlah denyut jantung sebesar 50. Kemudian Daphnia tersebut diberi kejutan dengan kenaikan suhu
menjadi 35°C, diperoleh hasil jumlah denyut rata-rata menjadi lebih tinggi yaitu 54,3. Dari semua
variasi suhu yang diberikan, menunjukkan adanya kenaikan rata-rata jumlah denyut jantung pada
Dhapnia seiring dengan kenaikan suhu. Respon frekuensi denyut jantung Daphnia sp. mengalami
peningkatan dari suhu lingkungan rendah menuju ke suhu lingkungan tinggi. Respon denyut
jantung Daphnia tersebut terjadi karena Daphnia merupakan hewan poikiloterm atau dapat disebut
ektoterm karena suhu tubuhnya ditentukan dan dipengaruhi oleh suhu lingkungan eksternal yaitu
apabila suhu lingkungan berubah maka suhu tubuh pada Daphnia sp. juga berubah seiring dengan
suhu lingkungannya. Hal ini digunakan Daphnia untuk menyesuaikan diri agar metabolisme dalam
tubuh tetap berjalan dan dapat bertahan hidup. Selain itu, pada hewan poikiloterm yang hidup di
air suhu tubuhnya sangat ditentukan oleh keseimbangan konduksi dan konveksi dengan kondisi air
di sekelilingnya, kenaikan suhu akan mempengaruhi laju metabolisme dan meningkatkan laju
respirasi (Mokoginta, 2003) yang akhirnya juga akan mempengaruhi frekuensi denyut jantung
Dhapnia sp.
Peningkatan suhu tubuh hewan dapat meningkatkan laju reaksi dalam sel. Sehubungan
bahwa Daphnia merupakan hewan poikiloterm, maka pada suhu lingkungan yang semakin
meningkat, Dhapnia juga akan melakukan adaptasi morfologis yang serupa dengan hewan ektoterm
umumnya yaitu dengan mempertinggi konduktan dan mempercepat aliran darah agar panas
mudah terlepas dari tubuh. Mekanisme adaptasi fisiologi ini juga mempengaruhi peningkatan
frekuensi denyut jantung pada Dhapnia sp. Hewan ini dapat memperoleh energi panas dari
lingkungan dan energi tersebut digunakan untuk proses metabolisme. Hal tersebut sesuai dengan
mekanisme dari termolegulasi suatu hewan. Sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Soewolo
(2000) bahwa termoregulasi adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk mempertahankan suhu
internal agar berada di dalam kisaran yang dapat ditolelir.
Dilihat dari struktur Daphnia memiliki ukuran tubuh yang amat kecil sehingga pada Dhapnia
memiliki luas permukaan yang luas sehingga dalam pelepasan panas lebih tidak efisien. Sedangkan
pada dasarnya denyut jantung juga dipengaruhi oleh suhu, dan suhu dapat diserap serta dilepas
oleh tubuh, maka jika terjadi perubahan suhu pada lingkungan mengakibatkan Dhapnia beradaptasi
yang membuat aktivitas denyut jantung semakin cepat. Apabila suhu semakin meningkat
metabolisme dalam tubuh akan terpicu dikarenakan pula oleh kerja enzim dalam metabolisme.
Dhapnia mempunyai jantung dibagian anterodorsal dengan struktur globular kecil yang kecepatan
denyut jantungnya dipengaruhi oleh suhu. Sehingga suhu tubuh yang semakin tinggi akan
berakibat pada proses meningkatnya frekuensi denyut jantung. Selain itu, kenaikan suhu juga
berpengaruh pada metabolisme Dhapnia sp. yakni semakin tinggi suhu maka metabolisme akan
semakin meningkat, sehingga meningkatkan frekuensi detak jantung. Hal tersebut sesuai dengan
teori yang menyatakan bahwa, suhu berpengaruh kepada tingkat metabolisme. Suhu yang tinggi
akan menyebabkan aktivitas molekul-molekul semakin tinggi karena energi kinetiknya makin besar
dan kemungkinan terjadinya tumbukan antara molekul satu dengan molekul lain semakin besar
pula (Tobin, 2005). Akan tetapi, kenaikan aktivitas metabolisme hanya akan bertambah seiring
dengan kenaikan suhu hingga batas tertentu saja. Hal ini disebabkan metabolisme di dalam tubuh
diatur enzim (salah satunya) yang memiliki suhu optimum dalam bekerja. Jika suhu lingkungan
atau tubuh meningkat atau menurun drastis, enzim-enzim tersebut dapat terdenaturasi dan
kehilangan fungsinya (Chang, 1996).
Selain suhu, kecepatan denyut jantung Daphnia juga dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya (1) Aktivitas, dalam keadaan tenang dan tidak banyak bergerak akan mempengaruhi
denyut jantung pada Daphnia sp.yaitu menjadi semakin lambat. Ukuran dan umur. Daphnia sp. yang
memiliki ukuran tubuh lebih besar cenderung mempunyai denyut jantung yang lebih lambat. (2)
Cahaya, pada keadaan gelap denyut jantung Daphnia sp. akan mengalami penurunan sedangkan
pada daerah yang cukup cahaya denyut jantung Daphnia sp. akan mengalami peningkatan. (3)
Temperatur, denyut jantung Daphnia sp.akan bertambah tinggi apabila suhu meningkat. (4) Obat-
obat (senyawa kimia), zat kimia akan menyebabkan aktivitas denyut jantung Daphnia sp. menjadi
tinggi atau meningkat (Pangkey, 2009). Teori tersebut sesuai dengan saat dilakukannya
pengamatan, terlihat bahwa terdapat perbedaan keaktifan saat bergerak antara Daphnia yang
berukuran besar dan Dhapnia yang berukuran kecil. Selain itu, cahaya lampu dari mikroskop juga
mempengaruhi peningkatan frekuensi denyut jantung Daphnia karena dapat meningkatkan suhu
pada object glass. Pada praktikum yang telah dilakukan oleh praktikan, secara umum sesuai dengan
teori yaitu pada lingkungan dengan suhu tinggi akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh,
sehingga laju respirasi meningkat dan berdampak pada peningkatan frekuensi denyut jantung
Daphnia sp.

KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diketahui kecepatan denyut jantung Daphnia
sp. dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Frekuensi denyut jantung Daphnia sp. diukur dengan cara
menempatkan Daphnia sp. pada suhu yang telah ditentukan (10 0C, 150C, 200C, 250C) kemudian
mengamati denyut jantung yang sudah nampak dibawah mikroskop dan menghitung jumlah
denyut setiap 15 detik dengan tiga kali pengulangan, sehingga didapatkan hasil rata-rata.
Semakin tinggi suhu lingkungan, maka aktivitas atau frekuensi denyut jantung Daphnia sp.
semakin cepat. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh suhu lingkungan terhadap
denyut jantung Daphnia sp. yakni suhu berbanding lurus dengan denyut jantung Daphnia sp.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Reece, Micchell. 2004. Biologi Jilid 3. Jakarta : Erlangga.

Chang, R. 1996. Essential Chemistry. Mc. Graw Hill Company, Inc. USA.

Chumaidi dan Djajadireja. 2006. Kultur Massal Daphnia sp. di Kolam dengan Menggunakan Pupuk
Kotoran Ayam. Buletin Perikanan. Penelitian Perikanan Darat, 3(2).

Goenarso, Darmaji. 2005. Fisiologi Hewan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Guyton, Arthur C. 1976. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.

Kusumaryanto, H. 2001. Pengaruh Jumlah Inokulasi Awal Terhadap Pertumbuhan Populasi, Bimassa dan
Pembentukan Epipium Daphnia sp., Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

Mokoginta, Ing. 2003. Budidaya Pakan Alami Air Tawar, Modul: Budidaya Daphnia. Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan-Dikdasmen Depdiknas.

Pangkey, Henneke. 2009. Daphnia dan Penggunaannya. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 5.

Soetrisno. 1989. Diktat Fisiologi Hewan. Purwokerto : Fakultas Peternakan UNSOED.

Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional.

Susanto. 1989. Fisiologi Ikan. Jakarta: Rineka Cipta

Tobin, A.J. 2005. Asking About Life. Thomson Brooks/Cole. Canada.

Waterman, T.H. 1960. The Phsyology of Crustacea Volume I. New York : Academic Press.

LAMPIRAN
Pertanyaan
1. Buatlah grafik yang menyatakan hubungan antara jumlah denyut per menit dengan
berbagai suhu awal yang telah ditentukan!
2. Berdasarkan grafik tersebut, bagaimana pengaruh suhu terhadap denyut jantung Daphnia?
3. Hitunglah Q10 pada setiap suhu yang telah anda lakukan!

Jawab:

1. Grafik hubungan antara jumlah denyut per menit dengan berbagai suhu yang telah
ditentukan

2. Grafik tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu yang diberikan, maka denyut
jantung Daphnia akan semakin cepat atau meningkat. Adapun perbedaan dari hasil rata-rata
jumlah denyut jantung Daphnia sebagai respon yang disebabkan oleh adanya perbedaan
suhu yang diberikan. Pada suhu dingin atau rendah kecepatan denyut jantung Daphnia sp
lebih lambat daripada saat suhu tinggi. Hal itu dikarenakan pada waktu temperatur turun
maka laju metabolisme turun dan menyebabkan turunnya kecepatan pengambilan oksigen
yang mengakibatkan penurunan frekuensi denyut jantung Daphnia sp. Sedangkan pada
lingkungan dengan suhu tinggi akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh sehingga laju
respirasi meningkat dan berdampak pada peningkatan frekuensi denyut jantung Daphnia sp.
3. Q = rata-rata denyut jantung pada suhu akhir
rata-rata denyut jantung pada suhu awal
Q1 = 43,3 = 1,71
25,3
Q2 = 50 = 1,21
41
Q3 = 52,3 = 1,20
43,3
Q4 = 54,3 = 1,08
50

Anda mungkin juga menyukai