Anda di halaman 1dari 2

TEROPONG IDEALISME ISLAM

Oleh : Derris Maulidah Fajriyah

Sering kali kita mendengar atau mengucapkan kata idealisme (idealism) yang sering
dikaitkan dengan kondisi ideal. Ideal itu tepat mengerti hakikat sesuatu dan menggunakan
sesuatu sesuai dengan fungsinya.

Secara epistemologi, Idealisme berasal dari kata idea yang artinya adalah sesuatu
yang hadir dalam jiwa, jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan
merendahkan hal-hal yang materi dan fisik. Realitas sendiri dijelaskan dengan gejala-gejala
psikis, roh, pikiran, diri, pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan materi. Idealisme sendiri
adalah satu aliran filsafat tradisional yang paling tua. Aliran idealisme merupakan suatu
aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurut idealisme, cita dalah suatu sikap yang
menganggap bahwa tidakan yang tepat atau benar akan menimbulkan konsekuensi atau hasil
yang diinginkan.

Di tengah-tengah pandangan teoritis dan aliran-aliran filsafat, sosial, politik, budaya,


dan aliran ekonomi, kita dapatkan ajaran islam sebagai sistem, dasar, pondasi, dan pedoman
dalam mengatur hidup manusia. Hal ini karena disaat aliran-aliran pemikiran tersebut
berusaha dengan basis rasionalismenya dan empirisnya berusaha untuk merumuskan aturan
hidup, maka islam sudah mempunyai aturan hidup yang lengkap untuk mengatur kehidupan
manusia kapan saja dan dimana saja. Ini wajar, karena aturan hidup islam bersumber dari
wahyu Allah kepada Rasul-Nya, sedangkan aliran-aliran pemikiran adalah pandangan dan
pendapat manusia yang mustahil akan mencapai tingkat kesempurnaan.

Islam mengawali segala pemikiran dan memandang kehidupan ini berdasarkan


kerangka idealisme. Semua harus dikaitkan dengan hakikatnya. Semua sudah mempunyai
identitasnya masing-masing, maka jangan disalahgunakan dan disalahartikan. Semua harus
ditempatkan pada tempatnya masing-masing dan harus ideal. Allah mengatakan dalam al-
Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13, “Orang yang paling tinggi derajatnya dihadapan-Ku adalah
mereka yang paling bertaqwa”. Taqwa adalah kualitas iman, bukan kualitas yang diperoleh
karena sertifikat yang pernah diperoleh dihadapan manusia. Kadang seorang menghormati
orang lain karena gelar yang diperoleh seseorang, bukan karena tingkat keilmuan dan
ketaqwaan orang tersebut. Ketika bertemu orang miskin dan tidak punya gelar mereka
langsung merendahkan orang tersebut, bila bertemu orang kaya dan bertitle profesor mereka
langsung menyembah. Dalam islam hal itu tidak dibenarkan, idealnya kita menghormati
manusia atas dasar tingkat kebaikan dan atas dasar kemanusiaan, bukan karena kekayaan atau
gelar yang dimiliki orang tersebut.

Sesuai dengan gambaran tersebut, maka orang beriman atau mukmin itu harus idealis!
Bagaimana tidak? Al-Qur’an sendiri sebagai kitab suci kita memang mengajarkan hal itu.
Dalam banyak persoalan, seringkali Al-Qur’an menyuruh kita untuk bersifat idealis. Idealis
disini dalam arti idealis menurut kacamata Allah SWT. Karena balasan dari sifat idealisme
ini juga sesuatu yang idealis, yakni surga.
Lalu, apa sih sifat-sifat idealis yang harus kita miliki itu? Kalau kita buka-buka Al-
Qur’an dan membaca serta memahami terjemahannya, pasti kita akan mendapati banyak ayat
berkenaan dengan idealisme. Misalnya saja, lafaz “muttaqin” atau “agar kamu bertaqwa”
yang ada pada sebagian besar perintah untuk beramal. Seperti setelah perintah pelaksanaan
ibadah puasa Ramadhan dalam QS. Al-Baqaraah ayat 183. Kemudian pada pembahasan
tentang pelaksanaan ibaddah haji dan umroh, Allah juga mengakhiri dengan kalimat maka
bertaqwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal. (QS. Al-Baqarah ayat 198)

Semua contoh idealisme tersebut menyiratkan arti bahwa sebagai muslim kita harus
mengejar semua impian-impian besar itu di sisi Allah SWT. Di dalamnya mengandung
berbagai planning hidup dan cita-cita yang jauh ke depan. Secara otomatis segala perintah-
perintah besar dan ideal tersebut harus dicapai dengan sepenuh hati dan tekad yang tinggi.
Karena memang yang dicari adalah ridho Allah dan surgaNya sebagai sesuatu yang mahal di
sisi Allah SWT. Dan memang realitanya tidak selalu demikian yang terlihat di sekitar kaum
muslimin. Banyak kaum muslimin yang kurang menyadari visi dan misi besar dirinya sebagai
seorang muslimin. Seringkali hal ini luput dari perhatiannya sebagai hamba Allah yang
memiliki cita-cita dan impian besar. Wajar saja kita melihat hampir sebagian besar umat
islam kurang maju dan tidak memiliki cita-cita besar. Akibatnya, merekapun terpuruk dalam
jurang keterbelakangan, kemiskinan, dan kemunduran dari berbagai dimensi kehidupan tanpa
mereka sadari.

Tentu saja semua ini karena mereka tidak memahami kandungan isi Al-Qur’an secara
baik dan benar. Akhirnya, al-Qur’an hanya sebagai kitab pajangan yang usang dan tidak
berarti bagi kehidupan mereka. Padahal Al-Qur’an adalah kitab petunjuk ke arah yang lebih
baik dan ideal menuju Allah SWT dan kebahagiaan, dunia wal akhiroh.

Refleksi 15/12/2017

Anda mungkin juga menyukai