pertanyaan. Terutama sekali bila kita dihadapkan pada problematika carut marutnya kehidupan antar umat manusia. sebagai contoh, serangan yang dilakukan rezim zionis Israel ke Jalur Gaza beberapa waktu yang lalu. Ribuan manusia di Gaza menjadi korban dalam kejahatan tersebut, sementara yang melakukan pembantaian itu adalah tentara zionis Israel yang juga manusia. lantas bagaimana sesungguhnya watak dasar dan tabiat makhluk yang bernama manusia itu? Plato. Ia memandang manusia terdiri dari jiwa dan tubuh. Dua elemen manusia ini memiliki esensi dan karakteristik yang berbeda. Jiwa adalah zat sejati yang berasal dari dunia sejati, dunia idea. Jiwa tertanam dalam tubuh manusia. sementara tubuh manusia adalah zat semu yang akan hilang lenyap bersamaan dengan kematian manusia. sedangkan ide tetap abadi. Sesuatu yang abadi terperangkap di dalam sesuatu yang fana, itulah nasib jiwa. Tubuh adalah penjara bagi jiwa. Sebagai zat yang berasal dari dunia idea, jiwa selalu ingin kembali ke dunia sejati itu. Manusia yang bagian sejatinya adalah jiwa yang terperangkap dalam tubuh, selalu merasa tidak bebas selama tubuhnya mengungkung jiwanya. Untuk membebaskan jiwa dari dunia fana dan kembali ke dunia idea, manusia harus memenuhi dirinya dengan hal-hal yang menjadi sifat utama dari jiwa. Sifat utama itu adalah rasionalitas, keutamaan moral dan kabajikan selama hidup di dunia ini. Aristoteles. Berbeda dengan Plato, ia memandang manusia sebagai satu kesatuan. Tubuh dan jiwa adalah satu substansi. Perbedaan keduanya bukan perbedaan esensial. Bagi Aristoteles jiwa manusia tidak terpenjara dalam tubuh. Ketidakbebasan manusia bukan dalam kondisi terpenjaranya jiwa oleh badan melainkan ketidakmampuan mereka menggunakan keseluruhan sistem psiko-fisik dalam memahami alam semesta dan ketidakmampuan mengembangkan dirinya dalam kehidupan sehari-hari,termasuk kehidupan sosial. Tujuan hidup manusia adalah mencapai kebahagiaan, tetapi bukan kebahagiaan yang hedonistik, bukan yang semata mementingkan kenikmatan fisik. Kebahagiaan manusia adalah kebahagiaan yang dicapai dengan tindakan-tindakan rasional . Pandangan Islam. Lantas bagaimana Islam memandang manusia? Islam memiliki pandangan yang optimistik tentang manusia. Dalam ajaran Islam, manusia yang lahir dalam keadaan fitri, suci dan bersih adalah merupakan makhluk terpuji dan dimuliakan meskipun pada kondisikondisi tertentu manusia dipandang sebagai makhluk yang rendah. Dalam bukunya Perspektif Al-Quran tentang Manusia dan Agama, Murtadha Muthahhari telah menunjukkan bagaimana Islam dan Al-Quran memandang manusia. Berikut ini adalah sebagian ayat-ayat Al-Quran yang dikutip dan dianalisis oleh Muthahhari berkenaan dengan masalah tersebut : 1. Manusia adalah khalifah Tuhan di bumi. 2. Manusia mempunyai kecenderungan dekat dengan Tuhan. Dengan kata lain, manusia sadar akan kehadiran Tuhan jauh di dasar sanubari mereka. Jadi segala keraguan dan keingkaran kepada Tuhan muncul ketika manusia menyimpang dari fitrah mereka sendiri. 3. Manusia bersifat bebas dan merdeka. Mereka diberi kepercayaan penuh oleh Tuhan, diberkahi dengan risalah yang diturunkan melalui para nabi, dan dikaruniai rasa tanggung jawab. 4. Manusia memiliki kesadaran moral. Mereka dapat membedakan yang baik dari yang jahat melalui inspirasi fitri yang ada pada mereka.
Rizky Alfian Tugas Islamic World View Istikhlaf Pembeda Utama antara Sistem Ekonomi Islam dan Sistem Ekonomi lainnya adalah sumbernya. Sistem Ekonomi Islam lahir dari sumber wahyu, sedang yang lain datang dari sumber akal. Karenanya, ciri Ekonomi Islam sangat khas dan sempurna, yaitu : Ilahiah dan Insaniah. Berciri ilahiah karena berdiri di atas dasar aqidah, syariat dan akhlaq. Artinya, Ekonomi Islam berlandaskan kepada aqidah yang meyakini bahwa harta benda adalah milik Allah SWT, sedang manusia hanya sebagai khalifah yang mengelolanya (Istikhlaf), sebagaimana diamanatkan Allah SWT dalam surat Al-Hadiid ayat 7. Dan Ekonomi Islam berpijak kepada syariat yang mewajibkan pengelolaan harta benda sesuai aturan Syariat Islam, sebagaimana ditekankan dalam surat Al-Maa-idah ayat 48 bahwa setiap umat para Nabi punya aturan syariat dan sistem. Serta Ekonomi Islam berdiri di atas pilar akhlaq yang membentuk para pelaku Ekonomi Islam berakhlaqul karimah dalam segala tindak ekonominya, sebagaimana Rasulullah SAW mengingatkan bahwasanya beliau diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaankemuliaan akhlaq. System ekonomi Islam dibangun atas dasar sejumlah prinsip berkaitan dengan aktivitas produksi, konsumsi, dan distribusi. Prinsip utama adalah prinsip bahwa aktivitas ekonomi Islam senantiasai mengacu kepada norma ketuhanan (aturan Allah SWT) karena Allah merupakan pemilik segala hal di muka bumi ini (Q.S. An-Najm:31, Q.S. Thaha:6, Yunus:66). Dalam ekonomi Islam ada istilah istikhlaf, yakni norma yang menyatakan bahwa apa yang dimiliki manusia hanyalah titipan dari Allah SWT[1]. Istikhlaf akan membuat manusia tidak sombong dengan hartanya dan menyadari harta sebagai ujian (Q.S. Al-Anfal:28), sebagaimana ucapan Nabi Sulaiman: Ini termasuk karunia Tuhanku untuk menguji apakah aku bersyukur atau mengingkari nikmat-Nya (Q.S. AnNahl:40). Istikhlaf juga tidak akan membuat manusia kikir atau pelit karena Allah memerintahkan sedekah, zakat, infak, dan menyantuni kaum lemah yang membutuhkan bantuan. Zakat bahkan termasuk sendi bangunan Islam yang wajibnya sama denga shalat, puasa, dan haji. Zakat menunjukkan komitmen Islam atas kaum lemah secara ekonomi dan sumber pemberdayaan ekonomi umat
Rizky Alfian Tugas Islamic World View Syariah Secara etimologis kata Syariah berakar kata syaraa ( ) yang berarti sesuatu yang dibuka secara lebar kepadanya. Dari sinilah terbentuk kata syariah yang berarti sumber air minum. Kata ini kemudian dikonotasikan oleh bangsa Arab dengan jalan yang lurus yang harus diikuti. Secara terminologis, Muhammad Ali al-Sayis mengartikan syariah dengan jalan yang lurus. Kemudian pengertian ini dijabarkan menjadi: Hukum Syara mengenai perbuatan manusia yang dihasilkan dari dalil-dalil terperinci. Syekh Mahmud Syaltut mengartikan syariah sebagai hukum- hukum dan tata aturan yang disyariatkan oleh Allah bagi hamba-Nya untuk diikuti : Menurut Faruq Nabhan, secara istilah, syariah berarti segala sesuatu yang disyariatkan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Sedangkan menurut Manna al-Qaththan, syariah berarti segala ketentuan yang disyariatkan bagi hamba-hamba-Nya, baik menyangkut aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalat. Abdul Wahab Khallaf memberikan pengertian syariah itu sebagai : , . Dari beberapa pengertian yang diungkapkan oleh para ahli dapat dirumuskan bahwa syariah adalah aturan-aturan yang berkenaan dengan prilaku manusia, baik yang berkenaan dengan hukum pokok maupun hukum cabang yang bersumber dari al-Quran dan hadis Nabi saw. Namun demikian, perlu difahami bahwa meskipun syariat Islam itu tidak berubah, tetapi dapat diterapkan dalam berbagai situasi dan kondisi, sebab petunjuk-petunjuk yang dibawakannya dapat membawa manusia kepada kebahagiaan yang abadi.