Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

TOPIKAL KORTIKOSTEROID

Disusun oleh:

Kent Setiawan Jonathan - 01073180041

Pembimbing:

dr. Vincentia T, M. Sc, SpKK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

PERIODE 4 NOVEMBER – 7 DESEMBER 2019

JAKARTA
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN................................................................. .......................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3

Mekanisme kerja kortikosteroid.................................................................................................3

Tingkat potensi kortikosteroid...................................................................................................4

Dosis, frekuensi pemberian dan durasi.......................................................................................6

Vehikulum kortikosteroid................................................................. ........................................8

Efek samping jangka panjang.....................................................................................................9

Penggunaan topikal steroid pada ibu hamil dan kontraindikasi...............................................12

BAB III KESIMPULAN........................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14

1
BAB I

PENDAHULUAN

Topikal kortikosteroid berperan penting dalam pengobatan berbagai macam penyakit


di bidang dermatologi sebagai obat lini pertama. Obat ini juga merupakan pilihan yang efektif
untuk mengobati penyakit kulit yang sulit atau penyakit yang memiliki angka relaps yang
tinggi. Contoh – contoh penyakit kulit yang dapat ditangani oleh topikal kortikosteroid adalah
dermatitis atopik, psoriasis, vitiligo, liken simpleks kronis, dan masih banyak lagi. Obat ini
biasanya diindikasikan untuk penyakit yang bersifat inflamatori dan memiliki pruritus
sebagai presentasi klinis. Kortikosteroid tersedia dalam beberapa tingkat potensi dari potensi
lemah hingga potensi sangat kuat dan masing masing potensi tersebut digunakan tergantung
dari usia dari pasien, fase penyakitnya, dan letak anatomis lesi penyakit tersebut.1,2

Karena bervariasinya potensi, vehikulum, frekuensi dan durasi pemberian dari


kortikosteroid, penggunaan yang tidak tepat dari kortikosteroid ini meningkat di beberapa
kalangan seperti dokter umum, pasien sendiri, dan bahkan dermatologis sehingga terjadi
perburukan pada kondisi penyakit yang dialami pasien. Penggunaan kortikosteroid topikal ini
juga harus mempertimbangkan antara keuntungan dan kerugian agar tidak terjadi penggunaan
yang berlebihan atau salah pemakaian untuk tujuan kosmetik. Pada referat ini akan
membahas tentang pemilihan topikal kortikosteroid yang tepat serta pemakaian
vehikulumnya agar tercapai pengendalian penyakit dan tidak terjadi efek samping dari
kortikosteroid tersebut.1,2

2
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

Mekanisme kerja kortikosteroid

Mekanisme kerja dari kortikosteroid sangat luas dan memiliki beberapa efek seperti
anti – inflamatori, anti – mitotik, dan efek imunosupresan. Efek anti inflamatori dari
kortikosteroid ini terdiri dari vasokonstriksi, pelepasan fosfolipase A2 yang terhambat, dan
efek hambatan langsung pada DNA dan faktor transkirpsi inflamasi. Setelah kortikosteroid
melewati membran sel, maka akan secara langsung bereaksi dengan protein reseptor di dalam
sitoplasma dan membentuk kompleks steroid-reseptor. Kompleks tersebut akan masuk ke
dalam nukleus dan berikatan langsung dengan DNA. Proses pengikatan dengan DNA akan
mempengaruhi mRNA secara langsung dan kortikosteroid akan menstimulasi produksi dari
lipokortin. Lipokortin tersebut akan menghambat aktivitas fosfolipase A2 sehingga akan
menghambat produksi dari leukotriene dan prostaglandin yang merupakan sitokin
proinflamasi. Selain itu, kortikosteroid juga menghambat pembentukan interleukin 1 secara
langsung sehingga mendukung efek anti inflamasinya.2,3

Gambar 1. Mekanisme kerja dari kortikosteroid.5

3
Efek vasokonstriksi ini akan berpengaruh terhadap pembuluh darah yang berada pada
dermis bagian atas sehingga mengurangi jumlah dari mediator inflamasi pada daerah yang
diolesi, selain itu kortikosteroid juga dapat mengurangi permeabilitas pembuluh darah
sehingga mengganggu jalannya limfosit ke tempat lesi kulit.2,4

Sementara untuk pengobatan psoriasis, efek anti mitotik dari kortikosteroid adalah
mekanisme kerja yang berperan penting. Hal tersebut berhubungan dengan peningkatan dari
lipokortin sehingga dapat mengurangi mitosis dari sel epidermal dan efek anti mitotic ini juga
terdapat pada tingkat dermis dimana terjadi penghambatan pembelahan sel dan sintesis dari
kolagen.2 Pemberian deksametason untuk manajemen psoriasis berhubungan dengan
peningkatan annexin A1 dimana akan menghambat fosfolipase A2.5

Sifat lainnya yang dimiliki oleh kortikosteroid adalah efek imunosupresan yang dapat
menguntungkan sebagai manajemen berbagai penyakit kulit. Kortikosteroid ini dapat
menghambat dan menekan maturasi, diferensiasi, dan proliferasi dari semua macam sel imun
termasuk sel dendritik, dan makrofag. Dengan menekan sel dendritik dan makrofag, akan
mengakibatkan perubahan respons imunitas adaptif dari sel T helper 1 menjadi respons sel T
helper 2.5

Tingkat potensi kortikosteroid

Berdasarkan sistem Amerika, kortikosteroid dalam bentuk topikal dibagi menjadi 7


kelas berdasarkan potensinya sementara menurut klasifikasi British National Formulary
(BNF) kortikosteroid dibagi menjadi 4 kelas saja.1 Pembagian kelas potensi ini didasarkan
menggunakan uji assay vasokonstriksi dan dilihat efek pucatnya pada kulit seseorang yang
sehat. Klasifikasi berdasarkan sistem Amerika terdiri dari superpoten (I), potensi tinggi(II),
potensi sedang – tinggi (III), potensi sedang (IV-V), potensi rendah (VI), dan potensi paling
rendah (VII). Sementara pembagian menurut BNF adalah potensi sangat tinggi, potensi
tinggi, potensi sedang, dan potensi rendah. Kekuatan anti inflamasi obat – obatan topikal
steroid juga dipengaruhi oleh frekuensi pemberian, durasi dari pengobatan, dan dimana obat
tersebut dioleskan.1,7

4
Tabel 1. Klasifikasi topikal kortikosteroid berdasarkan BNF.8

Tabel 2. Klasifikasi Steroid berdasarkan sistem Amerika dan indikasinya.

5
Kortikosteroid topikal lebih baik meresap pada bagian tubuh yang tipis seperti
kelopak mata, dibandingkan pada kulit yang lebih tebal seperti telapak kaki. Perbedaan daya
serap pada kedua bagian tersebut adalah sebesar 300 kali. Daya tembus juga meningkat
sebanyak 2 hingga 10 kali pada kulit yang sedang mengalami inflamasi dan deskuamasi.
Sehingga steroid yang memiliki potensi tinggi sebaiknya digunakan pada bagian kulit yang
tebal dan area yang bukan lipatan dan bukan wajah untuk kasus dermatitis berat, dan
psoriasis.2

Steroid yang berpotensi sedang berguna untuk dipakai pada daerah yang memiliki
kulit yang tipis seperti kelopak mata atau area oklusi seperti ketiak.2 Steroid yang memiliki
potensi yang rendah sangat bermanfaat pada bagian kulit yang tipis atau besarnya daerah
yang akan diolesi karena menurunkan risiko absorpsi sistemik.2,7 Steroid potensi rendah juga
bermanfaat untuk diberikan pada kasus – kasus anak. Steroid yang memiliki potensi tinggi
atau sangat tinggi sebaiknya tidak disarankan untuk diberikan pada daerah wajah,
selangkangan, atau ketiak kecuali untuk kasus berat dan durasi penggunaan yang sesaat.7

Dosis, frekuensi pemberian dan durasi

Pemberian kortikosteroid topikal yang sama untuk indikasi yang sama pada dua
pasien yang berbeda dapat memberikan hasil dan efek samping yang berbeda. Hal tersebut
dikarenakan tidak adanya panduan pemberian sehingga masing – masing pasien
mengaplikasikan obat tersebut berbeda – beda dalam jumlah, frekuensi, dan durasi.1 Oleh
karena itu terdapat suatu pengukuran yang terstandar yaitu fingertip unit (FTU), FTU ini
digunakan untuk mengukur seberapa banyak krim/salep yang dibutuhkan untuk mencakup
suatu daerah anatomi secara cukup. FTU ini dinyatakan melalui pengolesan dari lipatan jari
paling distal hingga ke ujung jari telunjuk yang berasal dari tube dengan ujung tube
berdiameter 5 mm.9 Jumlah FTU yang dibutuhkan pada setiap bagian tubuh pada orang
dewasa dan anak – anak ditunjukkan pada gambar 4 dan gambar 5. 1 unit FTU setara dengan
0,5 g salep/krim yang dipakai. Terdapat juga “rule of hand” yang menyatakan bahwa satu
sisi datar tangan yang tertutup membutuhkan sekitar 0,5 FTU atau 0,25 g dari salep yang
akan diberikan sehingga hubungannya dengan FTU adalah 4 area tangan = 2 FTU = 1 g
salep.

6
Tabel 3. Rekomendasi FTU pada bagian tubuh orang dewasa.9

Tabel 4. Rekomendasi FTU pada bagian tubuh anak - anak.1

Dalam praktek sehari – hari, pemberian topikal kortikosteroid direkomendasikan


sebanyak 1 hingga 2 kali sehari untuk sediaan yang lama dan beberapa sediaan yang baru
diberikan sebanyak 1 kali sehari. Terdapat sebuah studi yang mengatakan bahwa frekuensi
pemberian topikal kortikosteroid yang lebih pada satu hari dalam kasus dermatitis atopik
tidak memberikan hasil yang lebih baik, dan justru meningkatkan efek sampingnya.10 Secara
uumum, semua topikal kortikosteroid tanpa memandang tingkat potensinya, penggunaannya
tidak direkomendasikan melebihi 2 hingga 4 minggu. Jika lesi kulit yang telah diolesi tidak

7
ada perubahan atau bertambah buruk, maka harus dipikirkan kembali ada kemungkinan
diagnosis yang kurang tepat. Steroid yang memiliki potensi sangat kuat dan potensi kuat
direkomendasikan penggunaannya maksimal 2 minggu diikuti oleh regimen tapering off
untuk maintenance dan menghindari efek samping.1

Vehikulum kortikosteroid

Vehikulum merupakan media pengantar dari obat – obatan topikal. Secara sederhana,
vehikulum ini dibagi menjadi cairan, bedak, dan salep. Selain itu sediaan lainnya merupakan
campuran 2 atau lebih dari bahan dasar tersebut contohnya adalah :

1. Bedak kocok, yaitu campuran cairan dan bedak.


2. Krim, yaitu campuran cairan dan salep.
3. Pasta, yaitu campuran salap dan bedak.
4. Linimen, yaitu campuran cairan, bedak, dan salep.
5. Gel merupakan sediaan hidrokoloid atau hidrofilik berupa suspensi yang dibuat dari
senyawa organik.11

Beberapa sediaan vehikulum untuk topikal kortikosteroid berupa salep, krim, gels,
lotion, solusio dan formulasi baru seperti sampo dan foam. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi untuk pemilihan vehikulum pada seseorang. Salap memiliki daya penetrasi
yang lebih tinggi dan berguna pada lesi yang berada pada kulit yang tebal seperti telapak
tangan dan kaki dan kulit yang sudah mengalami likenifikasi, namun salap ini memiliki
tekstur yang lebih berminyak dan secara kosmetik kurang baik sehingga pasien sendiri dapat
membatasi pemakaiannya dan penggunaannya sebaiknya dibatasi pada daerah yang berambut
karena dapat menyebabkan folikulitis.9,12

Krim memiliki potensi yang lebih rendah daripada salap dan secara kosmetik lebih
baik karena tidak memberikan residu.2 Sediaan vehikulum krim tidak terlalu berminyak jika
dibandingkan dengan salap, dan krim ini juga tidak sekental salap dan lebih mudah disebar
ketika dioleskan.12 Penggunaan vehikulum krim ini baik untuk inflamasi yang bersifat
eksudatif dan baik untuk lesi – lesi yang berada di lipatan tubuh.

Losio dan gel juga merupakan vehikulum yang paling tidak berminyak dibanding
vehikulum steroid lainnya. Losio sangat berguna jika digunakan pada lesi – lesi yang berada
di daerah berambut karena losio mudah menembusnya dan menyisakan sedikit residu, dan

8
losio juga memiliki efek cooling setelah fase aqueous berevaporasi. Gel juga bersifat tidak
berminyak dan cepat mengering sehingga gel juga biasanya digunakan pada lesi di daerah
yang berambut dan di kulit kepala karena gel secara kosmetik dinilai baik.7,12

Foam dan sampo merupakan vehikulum yang biasanya digunakan untuk kulit kepala,
dan merupakan formulasi yang baru sehingga sangat efektif untuk sebagai media steroid
namun foam ini memiliki harga yang cukup mahal.2 Terdapat 2 hal juga yang dapat
membantu penghantaran steroid yaitu hidrasi dan oklusi. Hidrasi akan membantu steroid
meningkatkan daya penetrasinya sehingga penggunaannya dapat diberikan setelah pasien
mandi untuk meningkatkan efektifitasnya. Oklusi juga dapat meningkatkan daya penetrasi
steroid dan dapat diterapkan pada seluruh vehikulum steroid, penutup sederhana
menggunakan plastik dapat meningkatkan daya penetrasi steroid beberapa kali lebih banyak
jika dibandingkan dengan kulit yang kering dan biasanya hal tersebut diterapkan semalaman
namun sebaiknya tidak diterapkan pada daerah wajah atau daerah lipatan tubuh. Beberapa
kerugian dilakukannya oklusi adalah dapat terjadinya iritasi, folikulitis, dan infeksi sehingga
perlu dimonitor penerapannya.7

Efek samping jangka panjang

Efek samping dari penggunaan topikal kortikosteroid dibagi dua menjadi efek
samping lokal dan sistemik. Efek samping lokal dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
potensi dari steroid yang digunakan, vehikulum yang digunakan, dan lokasi tubuh yang
diaplikasikan. Beberapa efek samping yang paling sering terjadi akibat penggunaan topikal
kortikosteroid adalah atrofi kulit, striae, rosacea, dermatitis perioral, akne, dan purpura.13
Semua steroid dengan tingkat potensi apapun dapat menyebabkan atrofi namun semakin kuat
potensis steroid yang digunakan, adanya oklusi, kulit yang tipis, dan pasien dengan usia yang
lanjut dapat meningkatkan risiko terjadinya atrofi kulit.7

Tabel 5. Efek samping dari penggunaan kortikosteroid topikal.1

9
Hipopigmentasi dan atrofi kulit juga dapat terjadi ketika steroid diberikan melalui
injeksi intralesi. Triamcinolone merupakan salah satu steroid yang dapat menyebabkan
hipopigmentasi karena dapat merusak fungsi dari melanosit dan triamcinolone memiliki
jumlah partikel yang besar dan mudah terjadinya agregasi sehingga untuk lesi yang dekat ke
permukaan kulit dengan hiperpigmentasi sebaiknya dihindari dan diganti oleh steroid injeksi
yang memiliki partikel yang kecil dan tidak mudah beragregasi.14 Atrofi kulit terjadi akibat
adanya perubahan pada tingkat epidermis dan dermis. Mula – mula epidermis akan menjadi
tipis akibat berkurangnya ukuran sel epidermis sehingga menurunkan aktivitas metaboliknya.
Setelah paparan yang lebih lama maka akan terjadi pengurangan ukuran dari lapisan sel yaitu
menghilangnya lapisan stratum granulosum dan stratum korneum yang menjadi tipis.
Pembentukan lemak stratum korneum dan granul keratohialin dan pembentukan
korneodesmosom akan tertekan sehingga dapat mengganggu fungsi melanosit dan pada
akhirnya dapat terjadi hipopigmentasi.13

Gambar 2. Penipisan kulit pada punggung tangan kiri akibat steroid.13

Penggunaan topikal steroid yang berulang juga dapat merubah jaringan ikat yang
berada di dermis sehingga dapat menyebabkan transparansi, kulit yang berkerut dan
mengkilap disertai dengan striae dan terlihatnya vena yang berada dibawahnya. Kehilangan
jaringan ikat tersebut dapat menyebabkan eritema, telangiektasia, dan purpura.

Infeksi pada kulit seperti tinea versikolor, onikomikosis, dan dermatofitosis dapat
terjadi dan cukup sering pada saat terapi menggunakan topikal steroid terutama pada masa –
masa awal terapi. Hal tersebut terjadi karena topikal steroid menekan respon imun yang
normal terhadap dermatofitosis sehingga mendukung terjadinya infeksi jamur. Ketika

10
dermatofit diobati dengan topikal steroid, gejala dan tanda infeksinya berkurang sesaat
sehingga dapat terjadi tinea inkognito. Selain infeksi jamur, efek tersebut juga dapat terjadi
pada herpes simplex, moluskum kontagiosum dan skabies

Gambar 3. Tinea inkognito.13

Gambar 4. (a) Akne nodularis dengan krusta hemorragik dan pustulasi, (b) Telangiektasia
pada vitiligo di kelopak mata.13

Topikal steroid juga dapat memfasilitasi proliferasi dari Propionibacterium acnes dan
Dermodex folliculoroum dimana lesi kulit bisa menjadi erupsi akne-rosacea. Erupsi akne
akibat steroid ini terdiri atas lesi inflamasi papul dengan pustul dengan sedikit komedo atau
tanpa komedo yang kecil dan monomorfik, lesi tersebut berada terutama di badan dan
ekstremitas. Topikal steroid ini dapat meningkatkan asam lemak bebas pada permukaan kulit
dan meningkatkan jumlah bakteri pada duktus pilosebasea. Takifilaksis merupakan salah satu
efek samping penggunaan topical steroid dan dicirikan dengan berkurangnya efikasi dari
steroid tersebut selama terapi dan biasanya terjadi pada pasien dengan psoriasis. Ketika
jaringan menjadi kurang sensitif maka steroid yang diberikan selanjutnya harus berpotensi
lebih kuat dari sebelumnya untuk mencapai hasil yang sama dan hal tersebut dapat
menyebabkan efek samping lainnya yang lebih buruk.13

11
Selain efek samping lokal, efek samping sistemik juga dapat terjadi karena
penggunaan topikal steroid yang berlangsung lama. Namun efek samping sistemik lebih
jarang terjadi dibanding dengan efek samping lokal, hal tersebut dikarenakan absorbsi
perkutaneus yang rendah dan efek samping sistemik biasanya terjadi pada pasien anak – anak
dan pasien dengan usia lanjut.2,15 Beberapa efek samping sistemik yang terdokumentasi
adalah:

1. Supresi dari aksis hipotalamus–pituitari–adrenal


2. Cushing’s Syndrome iatrogenik
3. Terganggunya pertumbuhan pada anak – anak
4. Hilangnya penglihatan dan glaukoma
5. Nekrosis avaskular dari kaput femoral

Glukokortikoid eksogen meskipun dalam bentuk topikal tetap memiliki efek supresi
pada hypothalamic cortisol releasing hormone dan hormon adrenokortikotropik. Peningkatan
kadar glukokortikoid pada darah dapat menyebabkan tanda – tanda Cushing’s syndrome
seperti buffalo hump, hirsutisme, striae, telangiektasia, diabetes, dan hipertensi diastolik.
Hormon glukokortikoid yang berlebihan juga dapat menekan growth hormone releasing
hormone dan pelepasan growth hormone dari hipotalamus dan kelenjar pituitari sehingga
dapat menyebabkan postur tubuh yang pendek dan mengganggu pertumbuhan.15

Penggunaan topikal steroid pada ibu hamil dan kontraindikasi

Topikal kortikosteroid biasanya digunakan pada ibu hamil yang menderita dermatitis
dan penyakit kulit lainnya seperti lupus eritematous diskoid, pemfigoid bulosa, pustulosis
plantar kronik, erupsi polimorfik selama kehamilan. Kemanan penggunaan steroid topikal
belum diklarifikasi namun pada masa lampau terdapat perhatian khusus bahwa
penggunaannya diasosiasikan dengan orofacial cleft dan pertumbuhan janin yang terganggu
yang merupakan efek yang serupa jika steroid diberikan secara oral.16 Terdapat jurnal yang
merekomendasikan bahwa steroid dengan tingkat potensi rendah – sedang dapat diberikan
selama masa kehamilan, steroid dengan potensi kuat dan sangat kuat dapat digunakan sebagai
terapi lini kedua untuk waktu yang sesingkat mungkin, risiko dari efek samping steroid
topikal dapat terjadi jika digunakan pada area yang memiliki tingkat absorpsi yang tinggi
seperti pada kelopak mata, genital, dan lipatan tubuh.17

12
Infeksi bakteri merupakan kontraindikasi digunakannya kortikosteroid topikal karena
efek anti inflamatori dan efek vasokonstriksinya dapat menutupi tanda dan gejala infeksi
tersebut sehingga pada akhirnya dapat menunda diagnosis dan terapinya. Steroid topikal juga
sebaiknya dihindari pada pasien dengan impetigo, furunkel, karbunkel, selulits, erisipelas,
eritrasma. Sementara kontraindikasi relatif berupa kandida dan dermatofitosis karena efek
imunosupresifnya dapat menyebabkan tinea inkognito.

13
BAB III
KESIMPULAN

Kortikosteroid topikal merupakan obat yang dapat menguntungkan dan merugikan


pasien untuk suatu penyakit kulit. Pemilihan kortikosteroid topikal ini harus melalui beberapa
pertimbangan seperti usia pasien, jenis dan etiologi lesi yang akan diberikan topikal steroid,
bagian tubuh mana yang akan diolesi oleh steroid, potensi steroid yang akan digunakan,
vehikulum steroid yang akan digunakan, durasi dan frekuensi penggunaan topikal steroid
tersebut. Sebagai tenaga medis sebaiknya perlu juga untuk mengedukasi cara penggunaan
kortikosteroid topikal yang baik dan benar dan mengedukasi tentang bahaya atau efek
samping dari penggunaannya sehingga tenaga medis perlu mengawasi penggunaan topikal
steroid tersebut karena jika tidak diawasi bisa terjadi efek samping – efek samping yang tidak
diinginkan dan dapat membuat lesi tersebut menjadi lebih buruk dan sulit untuk diobati.

14
Daftar pustaka

1. Rathi S, D′souza P. Rational and ethical use of topical corticosteroids based on safety
and efficacy. Indian Journal of Dermatology. 2012;57(4):251.
2. Gabros S. Topical Corticosteroids [Internet]. StatPearls [Internet]. U.S. National
Library of Medicine; 2019 [cited 2019Nov24].
3. Kragballe K. Topical corticosteroids: mechanisms of action [Internet]. Acta dermato-
venereologica. Supplementum. U.S. National Library of Medicine; 1989 [cited
2019Nov24].
4. Norris, D. A. (2005). Mechanisms of action of topical therapies and the rationale for
combination therapy. Journal of the American Academy of Dermatology, 53(1), S17–
S25. doi:10.1016/j.jaad.2005.04.027
5. Luís, Miguel, Diana, Pinheiro, Antunes, Joana, et al. Mechanisms of Action of
Topical Corticosteroids in Psoriasis [Internet]. International Journal of Endocrinology.
Hindawi; 2012 [cited 2019Nov25].
6. Ference JD, Last AR. Choosing Topical Corticosteroids [Internet]. American Family
Physician. 2009 [cited 2019Nov25].
7. Devaraj NK, Rashid AA, Manaap AH, Nasir S. Topical corticosteroids in clinical
practice [Internet]. 2019 [cited 2019Nov25].
8. Mehta AB, Nadkarni NJ, Patil SP, Godse KV, Gautam M, Agarwal S. Topical
corticosteroids in dermatology. Indian J Dermatol Venereol Leprol 2016;82:371-8
9. Williams HC. Established corticosteroid creams should be applied only once daily in
patients with atopic eczema. Bmj. 2007;334(7606):1272–.
10. Adhi Djuanda, dkk. 2017. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. p. 426 -427.
11. Mayba, J. N., & Gooderham, M. J. (2017). A Guide to Topical Vehicle Formulations.
Journal of Cutaneous Medicine and Surgery, 22(2), 207–
212. doi:10.1177/1203475417743234
12. Coondoo A, Phiske M, Verma S, Lahiri K. Side-effects of topical steroids: A long
overdue revisit. Indian Dermatology Online Journal. 2014;5(4):416.
13. Liang, J., & McElroy, K. (2013). Hypopigmentation After Triamcinolone Injection
for de Quervain Tenosynovitis. American Journal of Physical Medicine &
Rehabilitation, 92(7), 639. doi:10.1097/phm.0b013e318269ebdc

15
14. Dhar S, Seth J, Parikh D. Systemic side-effects of topical corticosteroids. Indian J
Dermatol 2014;59:460-4
15. Alabdulrazzaq F, Koren G. Topical corticosteroid use during pregnancy [Internet].
Canadian family physician Medecin de famille canadien. College of Family
Physicians of Canada; 2012 [cited 2019Nov26].
16. Chi, C.-C., Wang, S.-H., & Kirtschig, G. (2016). Safety of Topical Corticosteroids in
Pregnancy. JAMA Dermatology, 152(8), 934. doi:10.1001/jamadermatol.2016.1009

16

Anda mungkin juga menyukai