TOPIKAL KORTIKOSTEROID
Disusun oleh:
Pembimbing:
JAKARTA
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
Mekanisme kerja dari kortikosteroid sangat luas dan memiliki beberapa efek seperti
anti – inflamatori, anti – mitotik, dan efek imunosupresan. Efek anti inflamatori dari
kortikosteroid ini terdiri dari vasokonstriksi, pelepasan fosfolipase A2 yang terhambat, dan
efek hambatan langsung pada DNA dan faktor transkirpsi inflamasi. Setelah kortikosteroid
melewati membran sel, maka akan secara langsung bereaksi dengan protein reseptor di dalam
sitoplasma dan membentuk kompleks steroid-reseptor. Kompleks tersebut akan masuk ke
dalam nukleus dan berikatan langsung dengan DNA. Proses pengikatan dengan DNA akan
mempengaruhi mRNA secara langsung dan kortikosteroid akan menstimulasi produksi dari
lipokortin. Lipokortin tersebut akan menghambat aktivitas fosfolipase A2 sehingga akan
menghambat produksi dari leukotriene dan prostaglandin yang merupakan sitokin
proinflamasi. Selain itu, kortikosteroid juga menghambat pembentukan interleukin 1 secara
langsung sehingga mendukung efek anti inflamasinya.2,3
3
Efek vasokonstriksi ini akan berpengaruh terhadap pembuluh darah yang berada pada
dermis bagian atas sehingga mengurangi jumlah dari mediator inflamasi pada daerah yang
diolesi, selain itu kortikosteroid juga dapat mengurangi permeabilitas pembuluh darah
sehingga mengganggu jalannya limfosit ke tempat lesi kulit.2,4
Sementara untuk pengobatan psoriasis, efek anti mitotik dari kortikosteroid adalah
mekanisme kerja yang berperan penting. Hal tersebut berhubungan dengan peningkatan dari
lipokortin sehingga dapat mengurangi mitosis dari sel epidermal dan efek anti mitotic ini juga
terdapat pada tingkat dermis dimana terjadi penghambatan pembelahan sel dan sintesis dari
kolagen.2 Pemberian deksametason untuk manajemen psoriasis berhubungan dengan
peningkatan annexin A1 dimana akan menghambat fosfolipase A2.5
Sifat lainnya yang dimiliki oleh kortikosteroid adalah efek imunosupresan yang dapat
menguntungkan sebagai manajemen berbagai penyakit kulit. Kortikosteroid ini dapat
menghambat dan menekan maturasi, diferensiasi, dan proliferasi dari semua macam sel imun
termasuk sel dendritik, dan makrofag. Dengan menekan sel dendritik dan makrofag, akan
mengakibatkan perubahan respons imunitas adaptif dari sel T helper 1 menjadi respons sel T
helper 2.5
4
Tabel 1. Klasifikasi topikal kortikosteroid berdasarkan BNF.8
5
Kortikosteroid topikal lebih baik meresap pada bagian tubuh yang tipis seperti
kelopak mata, dibandingkan pada kulit yang lebih tebal seperti telapak kaki. Perbedaan daya
serap pada kedua bagian tersebut adalah sebesar 300 kali. Daya tembus juga meningkat
sebanyak 2 hingga 10 kali pada kulit yang sedang mengalami inflamasi dan deskuamasi.
Sehingga steroid yang memiliki potensi tinggi sebaiknya digunakan pada bagian kulit yang
tebal dan area yang bukan lipatan dan bukan wajah untuk kasus dermatitis berat, dan
psoriasis.2
Steroid yang berpotensi sedang berguna untuk dipakai pada daerah yang memiliki
kulit yang tipis seperti kelopak mata atau area oklusi seperti ketiak.2 Steroid yang memiliki
potensi yang rendah sangat bermanfaat pada bagian kulit yang tipis atau besarnya daerah
yang akan diolesi karena menurunkan risiko absorpsi sistemik.2,7 Steroid potensi rendah juga
bermanfaat untuk diberikan pada kasus – kasus anak. Steroid yang memiliki potensi tinggi
atau sangat tinggi sebaiknya tidak disarankan untuk diberikan pada daerah wajah,
selangkangan, atau ketiak kecuali untuk kasus berat dan durasi penggunaan yang sesaat.7
Pemberian kortikosteroid topikal yang sama untuk indikasi yang sama pada dua
pasien yang berbeda dapat memberikan hasil dan efek samping yang berbeda. Hal tersebut
dikarenakan tidak adanya panduan pemberian sehingga masing – masing pasien
mengaplikasikan obat tersebut berbeda – beda dalam jumlah, frekuensi, dan durasi.1 Oleh
karena itu terdapat suatu pengukuran yang terstandar yaitu fingertip unit (FTU), FTU ini
digunakan untuk mengukur seberapa banyak krim/salep yang dibutuhkan untuk mencakup
suatu daerah anatomi secara cukup. FTU ini dinyatakan melalui pengolesan dari lipatan jari
paling distal hingga ke ujung jari telunjuk yang berasal dari tube dengan ujung tube
berdiameter 5 mm.9 Jumlah FTU yang dibutuhkan pada setiap bagian tubuh pada orang
dewasa dan anak – anak ditunjukkan pada gambar 4 dan gambar 5. 1 unit FTU setara dengan
0,5 g salep/krim yang dipakai. Terdapat juga “rule of hand” yang menyatakan bahwa satu
sisi datar tangan yang tertutup membutuhkan sekitar 0,5 FTU atau 0,25 g dari salep yang
akan diberikan sehingga hubungannya dengan FTU adalah 4 area tangan = 2 FTU = 1 g
salep.
6
Tabel 3. Rekomendasi FTU pada bagian tubuh orang dewasa.9
7
ada perubahan atau bertambah buruk, maka harus dipikirkan kembali ada kemungkinan
diagnosis yang kurang tepat. Steroid yang memiliki potensi sangat kuat dan potensi kuat
direkomendasikan penggunaannya maksimal 2 minggu diikuti oleh regimen tapering off
untuk maintenance dan menghindari efek samping.1
Vehikulum kortikosteroid
Vehikulum merupakan media pengantar dari obat – obatan topikal. Secara sederhana,
vehikulum ini dibagi menjadi cairan, bedak, dan salep. Selain itu sediaan lainnya merupakan
campuran 2 atau lebih dari bahan dasar tersebut contohnya adalah :
Beberapa sediaan vehikulum untuk topikal kortikosteroid berupa salep, krim, gels,
lotion, solusio dan formulasi baru seperti sampo dan foam. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi untuk pemilihan vehikulum pada seseorang. Salap memiliki daya penetrasi
yang lebih tinggi dan berguna pada lesi yang berada pada kulit yang tebal seperti telapak
tangan dan kaki dan kulit yang sudah mengalami likenifikasi, namun salap ini memiliki
tekstur yang lebih berminyak dan secara kosmetik kurang baik sehingga pasien sendiri dapat
membatasi pemakaiannya dan penggunaannya sebaiknya dibatasi pada daerah yang berambut
karena dapat menyebabkan folikulitis.9,12
Krim memiliki potensi yang lebih rendah daripada salap dan secara kosmetik lebih
baik karena tidak memberikan residu.2 Sediaan vehikulum krim tidak terlalu berminyak jika
dibandingkan dengan salap, dan krim ini juga tidak sekental salap dan lebih mudah disebar
ketika dioleskan.12 Penggunaan vehikulum krim ini baik untuk inflamasi yang bersifat
eksudatif dan baik untuk lesi – lesi yang berada di lipatan tubuh.
Losio dan gel juga merupakan vehikulum yang paling tidak berminyak dibanding
vehikulum steroid lainnya. Losio sangat berguna jika digunakan pada lesi – lesi yang berada
di daerah berambut karena losio mudah menembusnya dan menyisakan sedikit residu, dan
8
losio juga memiliki efek cooling setelah fase aqueous berevaporasi. Gel juga bersifat tidak
berminyak dan cepat mengering sehingga gel juga biasanya digunakan pada lesi di daerah
yang berambut dan di kulit kepala karena gel secara kosmetik dinilai baik.7,12
Foam dan sampo merupakan vehikulum yang biasanya digunakan untuk kulit kepala,
dan merupakan formulasi yang baru sehingga sangat efektif untuk sebagai media steroid
namun foam ini memiliki harga yang cukup mahal.2 Terdapat 2 hal juga yang dapat
membantu penghantaran steroid yaitu hidrasi dan oklusi. Hidrasi akan membantu steroid
meningkatkan daya penetrasinya sehingga penggunaannya dapat diberikan setelah pasien
mandi untuk meningkatkan efektifitasnya. Oklusi juga dapat meningkatkan daya penetrasi
steroid dan dapat diterapkan pada seluruh vehikulum steroid, penutup sederhana
menggunakan plastik dapat meningkatkan daya penetrasi steroid beberapa kali lebih banyak
jika dibandingkan dengan kulit yang kering dan biasanya hal tersebut diterapkan semalaman
namun sebaiknya tidak diterapkan pada daerah wajah atau daerah lipatan tubuh. Beberapa
kerugian dilakukannya oklusi adalah dapat terjadinya iritasi, folikulitis, dan infeksi sehingga
perlu dimonitor penerapannya.7
Efek samping dari penggunaan topikal kortikosteroid dibagi dua menjadi efek
samping lokal dan sistemik. Efek samping lokal dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
potensi dari steroid yang digunakan, vehikulum yang digunakan, dan lokasi tubuh yang
diaplikasikan. Beberapa efek samping yang paling sering terjadi akibat penggunaan topikal
kortikosteroid adalah atrofi kulit, striae, rosacea, dermatitis perioral, akne, dan purpura.13
Semua steroid dengan tingkat potensi apapun dapat menyebabkan atrofi namun semakin kuat
potensis steroid yang digunakan, adanya oklusi, kulit yang tipis, dan pasien dengan usia yang
lanjut dapat meningkatkan risiko terjadinya atrofi kulit.7
9
Hipopigmentasi dan atrofi kulit juga dapat terjadi ketika steroid diberikan melalui
injeksi intralesi. Triamcinolone merupakan salah satu steroid yang dapat menyebabkan
hipopigmentasi karena dapat merusak fungsi dari melanosit dan triamcinolone memiliki
jumlah partikel yang besar dan mudah terjadinya agregasi sehingga untuk lesi yang dekat ke
permukaan kulit dengan hiperpigmentasi sebaiknya dihindari dan diganti oleh steroid injeksi
yang memiliki partikel yang kecil dan tidak mudah beragregasi.14 Atrofi kulit terjadi akibat
adanya perubahan pada tingkat epidermis dan dermis. Mula – mula epidermis akan menjadi
tipis akibat berkurangnya ukuran sel epidermis sehingga menurunkan aktivitas metaboliknya.
Setelah paparan yang lebih lama maka akan terjadi pengurangan ukuran dari lapisan sel yaitu
menghilangnya lapisan stratum granulosum dan stratum korneum yang menjadi tipis.
Pembentukan lemak stratum korneum dan granul keratohialin dan pembentukan
korneodesmosom akan tertekan sehingga dapat mengganggu fungsi melanosit dan pada
akhirnya dapat terjadi hipopigmentasi.13
Penggunaan topikal steroid yang berulang juga dapat merubah jaringan ikat yang
berada di dermis sehingga dapat menyebabkan transparansi, kulit yang berkerut dan
mengkilap disertai dengan striae dan terlihatnya vena yang berada dibawahnya. Kehilangan
jaringan ikat tersebut dapat menyebabkan eritema, telangiektasia, dan purpura.
Infeksi pada kulit seperti tinea versikolor, onikomikosis, dan dermatofitosis dapat
terjadi dan cukup sering pada saat terapi menggunakan topikal steroid terutama pada masa –
masa awal terapi. Hal tersebut terjadi karena topikal steroid menekan respon imun yang
normal terhadap dermatofitosis sehingga mendukung terjadinya infeksi jamur. Ketika
10
dermatofit diobati dengan topikal steroid, gejala dan tanda infeksinya berkurang sesaat
sehingga dapat terjadi tinea inkognito. Selain infeksi jamur, efek tersebut juga dapat terjadi
pada herpes simplex, moluskum kontagiosum dan skabies
Gambar 4. (a) Akne nodularis dengan krusta hemorragik dan pustulasi, (b) Telangiektasia
pada vitiligo di kelopak mata.13
Topikal steroid juga dapat memfasilitasi proliferasi dari Propionibacterium acnes dan
Dermodex folliculoroum dimana lesi kulit bisa menjadi erupsi akne-rosacea. Erupsi akne
akibat steroid ini terdiri atas lesi inflamasi papul dengan pustul dengan sedikit komedo atau
tanpa komedo yang kecil dan monomorfik, lesi tersebut berada terutama di badan dan
ekstremitas. Topikal steroid ini dapat meningkatkan asam lemak bebas pada permukaan kulit
dan meningkatkan jumlah bakteri pada duktus pilosebasea. Takifilaksis merupakan salah satu
efek samping penggunaan topical steroid dan dicirikan dengan berkurangnya efikasi dari
steroid tersebut selama terapi dan biasanya terjadi pada pasien dengan psoriasis. Ketika
jaringan menjadi kurang sensitif maka steroid yang diberikan selanjutnya harus berpotensi
lebih kuat dari sebelumnya untuk mencapai hasil yang sama dan hal tersebut dapat
menyebabkan efek samping lainnya yang lebih buruk.13
11
Selain efek samping lokal, efek samping sistemik juga dapat terjadi karena
penggunaan topikal steroid yang berlangsung lama. Namun efek samping sistemik lebih
jarang terjadi dibanding dengan efek samping lokal, hal tersebut dikarenakan absorbsi
perkutaneus yang rendah dan efek samping sistemik biasanya terjadi pada pasien anak – anak
dan pasien dengan usia lanjut.2,15 Beberapa efek samping sistemik yang terdokumentasi
adalah:
Glukokortikoid eksogen meskipun dalam bentuk topikal tetap memiliki efek supresi
pada hypothalamic cortisol releasing hormone dan hormon adrenokortikotropik. Peningkatan
kadar glukokortikoid pada darah dapat menyebabkan tanda – tanda Cushing’s syndrome
seperti buffalo hump, hirsutisme, striae, telangiektasia, diabetes, dan hipertensi diastolik.
Hormon glukokortikoid yang berlebihan juga dapat menekan growth hormone releasing
hormone dan pelepasan growth hormone dari hipotalamus dan kelenjar pituitari sehingga
dapat menyebabkan postur tubuh yang pendek dan mengganggu pertumbuhan.15
Topikal kortikosteroid biasanya digunakan pada ibu hamil yang menderita dermatitis
dan penyakit kulit lainnya seperti lupus eritematous diskoid, pemfigoid bulosa, pustulosis
plantar kronik, erupsi polimorfik selama kehamilan. Kemanan penggunaan steroid topikal
belum diklarifikasi namun pada masa lampau terdapat perhatian khusus bahwa
penggunaannya diasosiasikan dengan orofacial cleft dan pertumbuhan janin yang terganggu
yang merupakan efek yang serupa jika steroid diberikan secara oral.16 Terdapat jurnal yang
merekomendasikan bahwa steroid dengan tingkat potensi rendah – sedang dapat diberikan
selama masa kehamilan, steroid dengan potensi kuat dan sangat kuat dapat digunakan sebagai
terapi lini kedua untuk waktu yang sesingkat mungkin, risiko dari efek samping steroid
topikal dapat terjadi jika digunakan pada area yang memiliki tingkat absorpsi yang tinggi
seperti pada kelopak mata, genital, dan lipatan tubuh.17
12
Infeksi bakteri merupakan kontraindikasi digunakannya kortikosteroid topikal karena
efek anti inflamatori dan efek vasokonstriksinya dapat menutupi tanda dan gejala infeksi
tersebut sehingga pada akhirnya dapat menunda diagnosis dan terapinya. Steroid topikal juga
sebaiknya dihindari pada pasien dengan impetigo, furunkel, karbunkel, selulits, erisipelas,
eritrasma. Sementara kontraindikasi relatif berupa kandida dan dermatofitosis karena efek
imunosupresifnya dapat menyebabkan tinea inkognito.
13
BAB III
KESIMPULAN
14
Daftar pustaka
1. Rathi S, D′souza P. Rational and ethical use of topical corticosteroids based on safety
and efficacy. Indian Journal of Dermatology. 2012;57(4):251.
2. Gabros S. Topical Corticosteroids [Internet]. StatPearls [Internet]. U.S. National
Library of Medicine; 2019 [cited 2019Nov24].
3. Kragballe K. Topical corticosteroids: mechanisms of action [Internet]. Acta dermato-
venereologica. Supplementum. U.S. National Library of Medicine; 1989 [cited
2019Nov24].
4. Norris, D. A. (2005). Mechanisms of action of topical therapies and the rationale for
combination therapy. Journal of the American Academy of Dermatology, 53(1), S17–
S25. doi:10.1016/j.jaad.2005.04.027
5. Luís, Miguel, Diana, Pinheiro, Antunes, Joana, et al. Mechanisms of Action of
Topical Corticosteroids in Psoriasis [Internet]. International Journal of Endocrinology.
Hindawi; 2012 [cited 2019Nov25].
6. Ference JD, Last AR. Choosing Topical Corticosteroids [Internet]. American Family
Physician. 2009 [cited 2019Nov25].
7. Devaraj NK, Rashid AA, Manaap AH, Nasir S. Topical corticosteroids in clinical
practice [Internet]. 2019 [cited 2019Nov25].
8. Mehta AB, Nadkarni NJ, Patil SP, Godse KV, Gautam M, Agarwal S. Topical
corticosteroids in dermatology. Indian J Dermatol Venereol Leprol 2016;82:371-8
9. Williams HC. Established corticosteroid creams should be applied only once daily in
patients with atopic eczema. Bmj. 2007;334(7606):1272–.
10. Adhi Djuanda, dkk. 2017. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. p. 426 -427.
11. Mayba, J. N., & Gooderham, M. J. (2017). A Guide to Topical Vehicle Formulations.
Journal of Cutaneous Medicine and Surgery, 22(2), 207–
212. doi:10.1177/1203475417743234
12. Coondoo A, Phiske M, Verma S, Lahiri K. Side-effects of topical steroids: A long
overdue revisit. Indian Dermatology Online Journal. 2014;5(4):416.
13. Liang, J., & McElroy, K. (2013). Hypopigmentation After Triamcinolone Injection
for de Quervain Tenosynovitis. American Journal of Physical Medicine &
Rehabilitation, 92(7), 639. doi:10.1097/phm.0b013e318269ebdc
15
14. Dhar S, Seth J, Parikh D. Systemic side-effects of topical corticosteroids. Indian J
Dermatol 2014;59:460-4
15. Alabdulrazzaq F, Koren G. Topical corticosteroid use during pregnancy [Internet].
Canadian family physician Medecin de famille canadien. College of Family
Physicians of Canada; 2012 [cited 2019Nov26].
16. Chi, C.-C., Wang, S.-H., & Kirtschig, G. (2016). Safety of Topical Corticosteroids in
Pregnancy. JAMA Dermatology, 152(8), 934. doi:10.1001/jamadermatol.2016.1009
16