Pendahuluan
PBL KGD II
Nama Mahasiswa :
MIRA LISTIANTI MULIANI
Kasus/Diagnosa Medis:
Kasus ke : 2
KOREKSI I KOREKSI II
(....................................................) (........................................................)
Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) merupakan kondisi
dimana fungsi jantung sebagai pompa untukmengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh
tidak cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh (Andra Saferi, 2013).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-seltubuh akan nutrien dan
oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna
menampung darah lebih banyak untukdipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot
jantung kaku danmenebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat
dandinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat.Sebagai
akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Halini akan
mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh sepertitangan, kaki, paru, atau
organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (Congestive) (Udjianti, 2010).
B. ETIOLOGI
a. Secara umum:
1.) Kelainan otot jantung. Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan
ototjantung, disebabkan karena menurunnya kontraktilitas jantung.Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2.) Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat). Infarkmiokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung.
3.) Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja
jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek
tersebut dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofil otot jantung tadi
tidak dapat berfungsi secara normal, dan akibatnya akan terjadi gagal jantung.
4.) Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
5.) Faktor sistemik, terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan
dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia dan anemia
memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.
Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis dan
abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung (Brunner dan Suddart,
2000).
b. Faktor resiko
a) Usia
Laki-laki yang berusia lebih dari 45 tahun dan wanita yang berusia lebih dari 55 tahun,
mempunyai risiko lebih besar terkena penyakit jantung.
b) Genetik atau keturunan
Adanya riwayat dalam keluarga yang menderita penyakit jantung, meningkatkan
risiko terkena penyakit jantung. Riwayat dalam keluarga juga tidak dapat dirubah.
Namun informasi tersebut sangat penting bagi dokter. Jadi informasikan kepada
dokter apabila orang tua anda, kakek atau nenek, paman / bibi, atau saudara ada
yang menderita penyakit jantung.
c) Penyakit Lain
a) Kolesterol
Kolesterol terdiri dari kolesterol baik dan kolesterol jahat. HDL adalah kolesterol baik
sedangkan LDL adalah kolesterol jahat. Kolesterol total yang tinggi, LDL tinggi, atau
HDL rendah meningkatkan risiko penyakit jantung.
b) Hipertensi
Hipertensi meningkatkan resiko penyakit jantung. Jika tekanan darah anda tinggi,
berolahragalah secara teratur,berhenti merokok, berhenti minum alkohol, dan jaga pola
makan sehat. Apabila tekanan darah tidak terkontrol dengan perubahan pola hidup
tersebut, dokter akan meresepkan obat anti hipertensi (obat penurun tekanan darah).
Merokok dan minum alkohol terbukti mempunyai efek yang sangat buruk. Berhentilah
minum alkohol merokok. Dan jangan merokok di dekat atau samping orang yang tidak
merokok.
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Wijaya & Putri (2013), manifestasi gagal jantung sebagai berikut:
a. Gagal jantung kiri Menyebabkan kongestif, bendungan pada paru dan gangguan pada
mekanisme kontrol pernapasan.
Gejala:
Dispnea Terjadi kerena penumpukan atau penimbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat terjadi saat istirahat atau di cetuskan
oleh gerakan yang minimal atau sedang.
Orthopnea Pasien yang mengalami orthopnea tidak akan mau berbaring, tetapi akan
menggunakan bantal agar bisa tegak di tempat tidur atau duduk di kursi, bahkan saat tidur.
Batuk Hal ini di sebabkan oleh gagal ventrikel bisa kering dan tidak produktif, tetapi yang
sering adalah batuk basah yaitu batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah
banyak, yang kadang disertai dengan bercak darah.
Mudah lelah Terjadi akibat curah jantung yang kurang, menghambat jaringan dari srikulasi
normal dan oksigen serta menurunya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi
akibat meningkatnya energi yang di gunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi
akibat distress pernafasan dan batuk.
Ronkhi
Gelisah dan Cemas Terjadi akibat gangguan oksigen jaringan, stress akibat kesakitan
berfasan dan pengetahuan bahkan jantung tidak berfungsi dengan baik.
b. Gagal jantung kanan Menyebabkan peningkatan vena sistemik
Gejala :
Oedem perifer
Peningkatan BB
Distensi vena jugularis
Asites
Pitting edema
Anoreksia
D. KLASIFIKASI PENYAKIT
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas: (Mansjoer dan
Triyanti, 2007)
a. Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi
atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Klasifikasi
berdasarkan derajat sakitnya dibagi dalam 4 kelas, yaitu:
Kelas 1 : Penderita kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari-hari
tidak menyebabkan keluhan.
Kelas 2 : Penderita dengan kelainan jantung yang mempunyai akti vitas fisik terbatas. Tidak
ada keluhan sewaktu istirahat, tetapi aktivitas sehari - hari akan menyebabkan capek,
berdebar, sesak nafas.
Kelas 3 : Penderita dengan aktivitas fisik yang sangat terbatas. Pada keadaan istirahat
tidak terdapat keluhan, tetapi aktivitas fisik ringan saja akan menyebabkan capek,
berdebar, sesak nafas.
Kelas 4 : Penderita yang tidak mampu lagi mengadakan aktivitas fisik tanpa rasa terganggu.
Tanda-tanda dekompensasi atau angina malahan telah terdapat pada keadaan istirahat.
b. Berdasarkan lokasi terjadinya terbagi menjadi 2, yaitu :
Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa
darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan
terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispnea, batuk, mudah lelah,
takikardi dengan bunyi jantung S3, kecemasan kegelisahan, anoreksia, keringat dingin, dan
paroxysmal nocturnal dyspnea, ronki basah paru di bagian basal.
Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongestif visera dan jaringan perifer. Hal ini
terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat
sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi
vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi: edema ekstremitas bawah yang biasanya
merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar),
distensi vena leher, asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritonium), anoreksia dan
mual, dan lemah.
E. PATOFISIOLOGI
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang
harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu:
(1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa
jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan
oleh panjangnya regangan serabut jantung);
(2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel
dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium);
(3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada
jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat
penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan
pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan
panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi
singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output
pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang
berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi
sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan
dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam
sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal
jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang
menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Non Farmakologis
a) Istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
b) Oksigenasi
c) Dukungan diit : pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol atau menghilangkan
oedema.
2. Terapi Farmakologis :
a) Glikosida jantung
b) Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi
jantung.Efek yang dihasillkan adalah peningkatan curah jantung, penurunan tekanan
vena dan volume darah dan peningkatan diurisi dan mengurangi oedema.
3. Terapi diuretic, diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal.
Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.
4. Terapi vasodilator, obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadasi tekanan
terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel
dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat
diturunkan.
H. PENGKAJIAN KHUSUS
1. Pengkajian Primer
a. Airway :Batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot pernafasan,
oksigen.
b. Breathing :Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal
c. Circulation :Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya, penyakit katub jantung, anemia,
syok dll. Tekanan darah, nadi, frekuensi jantung, irama jantung, nadi apical, bunyi
jantung S3, gallop, nadi perifer berkurang, perubahan dalam denyutan nadi juguralis,
warna kulit, kebiruan punggung, kuku pucat atau sianosis, hepar ada pembesaran,
bunyi nafas krakles atau ronchi, oedema
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktifitas/istirahat
Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea saat istirahat atau
aktifitas, perubahan status mental, tanda vital berubah saat beraktifitas.
b. Integritas ego
Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung
c. Eliminasi
Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih pada malam hari, diare /
konstipasi
d. Makanana/cairan
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB signifikan. Pembengkakan
ekstremitas bawah, diit tinggi garam penggunaan diuretic distensi abdomen, oedema
umum, dll
e. Hygiene
Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.
f. Neurosensori
Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
g. Nyeri/kenyamanan
Nyeri dada akut- kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot, gelisah.
h. Interaksi social
Penurunan aktifitas yang biasa dilakukan
Gagal pompa
CHF
ventrikel kiri
Disfungsi miokardi
Vol. residu meningkat
Kelemahan
Intoleransi
Aktivitas
I. ANALISA DATA
No Data Analisa Data & Patoflow Masalah
- Lelah
- Perubahan kontraktilitas Kontraktilitas menurun
Payah jantung
Edema paru
Sesak
- Mengeluh lelah
- Dispnea setelah aktivitas Gagal pompa ventrikel kiri
- Merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas Suplai darah ke jantung menurun
- Merasa lemah
Nutrisi dan O2 menurun
DO:
Metabolisme sel menurun
- Frekuensi jantung meningkat
20% dari kondisi istirahat Lemah dan letih
- Gambaran EKG
- Sianosis
Intoleransi Aktivitas
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung b.d kontraktilitas jantung, perubahan prealod, afterload.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan keletihan otot-otot pernafasan.
3. Intoleransi aktivitas b.d penurunan curah jantung
Referensi
Muttaqin, Arif. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Wajan J. 2010.Keperawatan Kardiovaskuler . Jakarta: Salemba medika
Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut dengan Usia
Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang: UNDIP
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019 -2020
9999
No Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Aktivitas
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Penurunan curah Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Cardiac Care Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi,
jantung b.d 2x24 jam penurunan curah jantung dapat durasi)
1 perubahan prealod , teratasi dengan kriteria hasil: Vital Sign Monitoring
Catat adanya tanda dan gejala penurunan COP
afterload, Monitor status kardiovaskuler
kontraktilitas Cardiac Pump Efectiveness
Monitor balance cairan
jantung, Circulation Status Monitor adanya perubahan tekanan darah
Vital Sign Status Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
TTV dalam rentang normal Monitor toleransi aktivitas pasien
Tidak ada peningkatan JVP Monitor adanya dispneu, fatigue, takipneu, dan
Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada ortopneu
kelelahan Anjurkan untuk menurunkan stress
Tidak ada edema paru, perifer, dan Monitor TTV
tidak ada asites Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Tidak ada penurunan kesadaran Auskultasi tekanan darah pada kedua lengan
dan bandingkan
Monitor TTV sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor jumlah dan irama jantung
Monitor bunyi jantung
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
2 Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Jalan Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift
efektif berhubungan selama …………..pasien menunjukkan Nafas atau jaw thrust bila perlu
dengan keletihan kefektifan pola napas dengan kriteria hasil : Terapi Oksigen Posisikan pasien untuk memaksimalkan
otot-otot ventilasi
pernafasan. Mendemonstrasikan batuk efektif dan
suara nafas yang bersih , tidak ada Identifikasi pasien perlunya pemasangan
sianosis dan dyspneu (mampu alat jalan nafas buatan
mengeluarkan sputum, mampu bernafas Pasang mayo bila perlu
dengan mudah, tidak ada pursed lips) Lakukan fisoterapi dada jika perlu
Menunjukkan jalan nafas yang paten Keluarkan secret dengan batuk atau suction
Tanda – tanda vital dalam rentang normal Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara kassa basah NaCl
lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbanagn
Monitor respirasi dan status O2
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitol aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Observasi adanya tanda – tanda
hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Status Respirator : Pastikan kebutuhan oral / tracheal
b.d penurunan selama …………..pasien menunjukkan Ventilasi suctioning.
curah jantung keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan Status Respirator: Berikan O2… l/mnt, metode………
kriteria hasil : Kepatenan Jalan Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
Nafas dalam
Frekuensi nadi normal Kontrol Aspirasi Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Saturasi oksigen normal ventilasi
Kemudahan dalam melakukan Lakukan fisioterapi dada jika perlu
aktivitas sehari-hari Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Kecapean saat berjalan (-) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Keluhan lelah (-) tambahan
Dispnea saat beraktivitas (-) Berikan bronkodilator :
Monitor status hemodinamik
Dispnea setelah beraktivitas (-)
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Aritmia saat beraktivitas (-) Lembab
Aritmia setelah beraktivitas (-) Berikan antibiotik :
Sianosis (-) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
mengencerkan sekret
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
penggunaan peralatan : O2, Suction,
Inhalasi.