Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam undang-undang no 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual
keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Oleh karena itu setiap satuan pendidikan harus memberikan layanan yang
tepat sehingga dapat memfasilitasi perkembangan pribadi siswa secara optimal
berupa bimbingan dan konseling. Adapun pemahan mengenai apa dan bagai mana
bimbingan di sekolah mutlak diperlukan oleh pengawas. Sebab adanya layanan
bimbingan konseling berguna dalam mempermudah mengembangkan potensi
yang ada di dalam diri seseorang.
Maka pada kesempatan kali ini kelompok kami akan membahas mengenai
jenis-jenis layanan bimbingan, dimana pada pembahasan jenis-jenis layanan
bimbingan akan dibagi menjadi beberapa sub-tema, yang diantaranya yaitu: Jenis
Alat Pengumpul Data, Layanan Orientasi dan Layanan Informasi, Layananan
Penempatan, Masalah dalam Layanan Konseling, dan Jenis Layanan Evaluasi.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tesebut bisa dirumuskan masalah apa saja yang
akan menjadi pembahasan pada makalah ini:
1. Jenis Alat Pengumpul Data
2. Apa yang dimakssud dengan Layanan Orientasi dan Layanan Informasi?
3. Apa yang dimakssud dengan Layananan Penempatan?
4. Apa Masalah dalam Layanan Konseling?
5. Jenis Layanan Evaluasi
C. Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah di atas maka bisa diketahui tujuan dari penulisan
makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui jenis alat pengumpul data,
2. Untuk mengetahui layanan orientasi dan layanan informasi,

1
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud layanan penempatan,
4. Untuk mengetahui apa saja masalah dalam layanan konseling, dan
5. Untuk mengetahui jenis layanan evaluasi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Jenis Alat Pengumpul Data


Secara umum tehnik pengumpulan data dilakukan secara tes dan non tes.
Pertama, tehnik tes. Menurut Thohirin tes merupakan suatu metode penelitian
psikologis untuk memperoleh informasi tentang berbagai aspek dalam tingkah
laku dan kehidupan psikologis seseorang, dengan menggunkan pengukuran
(measurement) yang mengasilkan suau deskripsi kuantitatif tentang aspek yang
diukur. Sedangkan menurut Bimo Walgito tes adalah suatu metode atau alat utnuk
melakukan penyelidikan yang menggunakan soal-soal, pertanyaan-pertanyaan,
atau tugas-tugas yang telah dipilih dengan seksama dan telah distandarisasikan.
Alat tes yang digunakan untuk pengumpulan data (himpunan data) harus
distandardisasikan dalam cara penyelenggaraan tes, cara pemeriksaan, dan
penentuan norma penafsiran seragam. Selain itu juga harus
memilikivaliditas dan reabilitas. Jadi tes ialah suatu metode atau alat untuk
mengadakan penyelidikan dengan menggunakan soal-soal yang telah dipilih
dengan seksama, artinya dengan standar tertentu.
Tes sebagai metode penyelidikan mulai dikenal setelah Binet pada tahun 1904
mendapat tugas dari pemerintah untuk menemukan seorang anak yang mengalami
kelambatan belajar bila dibandingkan dengan teman-temannya. Kemudian,
penyelidikan tersebut dikerjakan bersama-sama dengan Simon, sehingga dikenal
dengn tes Binet Simon mengenai intelegensi. Kemudian tes Binet ini
disempurnakan oleh ahli-ahli lain. Salah satu revisi yang terkenal ialah revisi dari
Terman untuk dipakai di Amerika Serikat. Karena Terman ini bekerja di Stanford
University, revisinya terkenal dengan Standard revision, dan sering disebut
dengan Tes intelegensi Stanford-Binet.1
Tes sebagai alat pengumpulan data digunakan dengan tujuan untuk:
1. Meramalakan atau memperkirakan tentang taraf prestasi atau corak perilaku di
kemudian hari.
2. Mengadakan seleksi untuk menerima atau menempatkan individu pada possisi
tertentu.

1
Bimo Walgito, Bimbingan Konseling (Studi dan Karier), (Andi Offset: Yogyakarta, 2010), hlm.
88.

3
3. Mengadakan klasifikasi untuk menentukan dalam kelompok mana seseorang
sebaiknya dimasukkan untuk mengikuti suatu program pendidikan tertentu,
atau dikenai program rehabilitasi tertentu.
4. Mengadakan evaluasi tentang program-program studi, proses pembelajaran,
dan lain sebagainya2
Ada beberapa macam tes berdasarkan penggolongan atau klasifikasinya, yaitu:
1. Berdasarkan banyaknya orang yang dites
a. Tes individual (perseorangan)
b. Tes kelompok (group)
2. Berdasarkan kemampuan jiwa yang ingin diselidiki
a. Tes pengamatan
b. Tes perhatian
c. Intelegensi
3. Berdasarkan cara pengetesan
a. Tes verbal (tes bahasa)
b. Tes peraga (performance)3
Adapun menurut Thohirin tes yang digunakan dalam himpunan data ada beberapa
macam:
1. Tes Hasil Belajar (Achievement Test)
Tes ini digunakan apa yang telah dipelajari oleh siswa di berbagai mata
pelajaran. Tes hasil belajar ada beberapa macam anatara lain tes kompetensi
(competency test) dan tes diagnostik.
2. Tes Kemampuan Khusus atau Tes Bakat Khusus (Test of Spesific Ability)
Tes in digunakan untuk mengukur taraf kemampuan seseorang utnuk
berhasil dalam mata pelajaran tertentu, program pendidikan vokasioanl
tertentu, atau bidang karier tertentu.
3. Tes Minat
Tes ini digunaan untuk mengukur kegiatan-kegiatan apa yang paling
diminati siswa. Selain itu, juga untuk membantu siswa dalam memilih jenis
karier yang sesuai dengan karakteristik kepribadiannya.
4. Tes Perkembangan Vokasional

2
Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Pustaka Setia. 2012), hlm. 82.
3
Ibid, hlm. 83.

4
Tes ini digunakan untuk mengukur taraf perkembangan seseoarang
(siswa) dalam hal kesadaran akan memangku suatu pekerjaan ata jabatan
tertentu, memikirkan hubungan antara memangku suatu jabatan dengan ciri-
ciri kepribadiannya serta tuntutan-tuntutan sosial ekonomis, dan dalam
menyusun serta mengimplementasikan rencana masa depannya sendiri.
5. Tes Kepribadian
Tes ini digunakan dalam himpunan data untuk mengukur ciri-ciri
kepribadian tertentu pada siswa seperti karakter, temperamen, corak
kehidupan emosional, kesehatan mental, relasi sosial dengan orang lain dan
bidang-bidang kehidupan yang menimbulkan kesukaran dalam penyesuaian
diri4
Perlu diketahui bahwa baik tidaknya suatu tes bergantung pada
validitas dan reliabilitas tes tersebut. Validitas suatu tes adalah ukuran sampai
dimana tes itu dapat mengukur apa yang ingin diukur atau dites. Reliabilitas
dari tes adalah keajegan dari tes itu. Apabila tes itu diberikan pada subjek yang
sama pada waktu yang berbeda maka hasil tes itu akan menunjukkan hasil
yang sama atau dengan kata lain tes itu menunjukkan adanya keajegan hasil5
Kedua, tehnik nontes. Yang termasuk tehnik nontes dalam pengumpulan data
adalah:
1. Skala Penilain (rating scale)
Skala penilaian merupakan sebuah daftar yang menyajikan sejumlah
sifat atau sikap yang dijabarkan dalam bentuk skala. Tehnik ini sangat tepat
apabila digunakan untuk mengobservasi situasi tertentu secara kualitatif6
2. Sosiometri
Sosiometri merupakan alat untuk mengumpulkan data tentang
hubungan-hunbungan sosial dan tingkah laku sosial. Melalui tehnik ini
pembimbing (konselor) dapat memperoleh data tentang susunan antar siswa,
struktur hubungan siswa, dan arah hubungan sosial.
3. Kunjungan Rumah

4
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), (Jakarta:PT
Raja Grafindo Persada, 2013),. 212-213.
5
Bimo Walgito, Bimbingan Konseling (Studi ..., hlm. 89.
6
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), (Jakarta:PT
Raja Grafindo Persada, 2013), 218.

5
Kunjungan rumah dilakukan utnuk mengenl secara lebih dekat
lingkungan keluarga siswa. Kunjungan rumah akan menimbulkan keakraban
dan saling pengertian antara pihak sekolah secara umum dan pembimbing
secara khusus dengan orang tua siswa. Kunjungan rumah juga untuk
memperoleh informasi terutama untuk informasi yang belum diperoleh
melalui angket dan wawancara.
4. Kartu Pribadi (comulative record)
Kartu pribadi merupakan suatu catatan yang disusun secara kronologis
dan terus bertambah secara luas karena penambahan data secara kontinu. Di
dalam kartu pribadi terdapat data penting tentang siswa.
5. Studi Kasus
Studi kasus dapat bermakna suatu tehnik mempelajari seorang individu
(siswa) secara mendalam untuk membantunya memecahkan masalah atau
memperoleh penyesuaian diri secara lebih baik7.
6. Konferensi Kasus
Konferensi kasus adalah forum terbatas yang dilakukan oleh
pembimbing (konselor) guna membahas suatu permasalahan dan arah
pemecahannya.8
B. Materi Layanan Orientasi dan Layanan Informasi
1) Layanan Orientasi
a. Pengertian Layanan Orientasi
Layanan orientasi adalah layanan bimbingan yang dilakukan untuk
memperkenalkan siswa baru atau seseorang terhadap lingkungan yang
baru dimasukinya. Pemberian layanan ini bertolak dari anggapan
bahwa memasuki lingkungan baru bukanlah hal yang selalu dapat
berlangsung dengan mudah dan menyenangkan bagi setiap orang.
Demikian juga bagi siswa baru di sekolah atau bagi orang-orang

7
Ibid, hal. 218.

8
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), (Jakarta:PT
Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 218.

6
yang baru memasuki suatu dunia kerja, mereka belum banyak
mengenal tentang lingkungan yang baru dimasukinya.9
Situasi atau lingkungan yang baru bagi individu merupakan sesuatu
yang asing. Dalam kondisi keterasingan, individu akan mengalami
kesulitan untuk bersosialisasi. Dengan perkataan lain individu akan sulit
melakukan hal-hal yang sesuai dengan lingkungan barunya.
Ketidakmampuan bersosialisasi juga bisa menimbulkan perilaku
maladaptif atau perilaku menyimpang bagi individu. Layanan orientasi
berusaha mengantarkan individu memasuki suasana ataupun objek baru
agar ia dapat mengambil manfaat berkenaan dengan situasi atau objek
yang baru tersebut.10
b. Tujuan Layanan Orientasi
Hasil yang diharapkan melalui pemberian layanan orientasi adalah
mempermudah siswa dalam menyesuaikan diri terhadap pola
kehidupan sosial kegiatan belajar, dan kegiatan lain yang mendukung
keberhasilan siswa. Demikian juga orang tua siswa dengan memahami
kondisi, situasi dan ketentuan sekolah anaknya akan dapat memberikan
dukungan yang diperlukan bagi keberhasilan anaknya.
Pada bidang bimbingan ini layanan orientasi berperan dalam
pemberian pengenalan diantaranya:
a) Memberikan kemudahan penyesuaian diri siswa terhadap pola
kehidupan sosial.
b) Penyesuaian kehidupan belajar serta kegiatan lain yang mendukung
keberhasilan siswa.
c) Memberikan pemahaman kepada orang tua siswa mengenai
kondisi/situasi dan tuntutan sekolah anaknya agar dapat
memberikan dukungan yang diperlukan bagi keberhasilan belajar
anaknya.

Secara umum, layanan orientasi bertujuan untuk membantu


individu agar mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau

9
Prayitno & Erman Anti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling ,(Jakarta: Rineka Cipta, 2004),
hal. 255 -256.
10
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi),
(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2013), hal.137.

7
situasi yang baru. Dengan kata lain agar individu dapat memperoleh
manfaat sebesar-besarnya dari berbagai sumber yang ada pada suasana
atau lingkungan baru tersebut. Layanan ini juga akan mengantarkan
individu untuk memasuki suasana atau lingkungan baru.11

Tujuan program orientasi ialah untuk memberikan pengenalan kepada


murid-murid tentang kegiatan dan situasi pendidikan yang akan
ditempuhnya. Selain itu layanan orientasi diharapkan dapat mencegah
timbulnya permasalahan penyesuaian siswa dengan pola kehidupan sosial,
belajar dan kegiatan lain di sekolah yang berkaitan dengan keberhasilan
siswa. Begitu juga bagi orang tua agar memahami kondisi dan situasi
sekolah sehingga dapat mendukung keberhasilan anaknya. Seperti halnya
ketika para siswa baru mengikuti kegiatan masa orientasi di sekolah,
mereka dikenalkan dengan berbagai macam kegiatan yang ada di sekolah
seperti kegiatan ekstrakurikuler, selain itu mereka juga dikenalkan dengan
pelajaran baru yang mencakup organisasi sekolah, staf dan guru,
kurikulum, dan program BK.
c. Materi Layanan Orientasi
Dalam kegiatan layanan orientasi terdapat beberapa materi yang
harus disampaikan kepada siswa. Materi yang dapat diangkat melalui
layanan orientasi ada berba gai macam yaitu meliputi:
a) Orientasi umum sekolah yang baru dimasuki
b) Orientasi kelas baru dan semester baru
c) Orientasi kelas terakhir dan semester terakhir, UAN dan ijazah
Dibawah ini adalah materi kegiatan layanan orientasi, diantaranya:
1) Pengenalan lingkungan dan fasilitas sekolah.
2) Peraturan dan hak-hak serta kewajiban siswa
3) Organisasi dan wadah-wadah yang dapat membantu dan
meningkatkan hubungan sosial siswa.
4) Kurikulum dengan seluruh aspek-aspeknya.
5) Peranan kegiatan bimbingan karier.
6) Peranan pelayanan bimbingan dan konseling dalam membantu
segala jenis masalah dan kesulitan siswa.

11
Ibid. Hal. 138

8
2) Layanan Informasi
a. Pengertian Layanan Informasi
Menurut Prayitno & Erman Amti12, layanan informasi adalah kegiatan
memberikan pemahaman kepada individu-individu yang berkepentingan
tentang berbagai hal yang diperlukan untuk menjalani suatu tugas atau
kegiatan, atau untuk menentukan arah suatu tujuan atau rencana yang
dikehendaki. Dengan demikian, layanan informasi itu pertama-tama
merupakan perwujudan dari fungsi pemahaman dalam bimbingan dan
konseling.
Menurut Budi Purwoko13, penyajian informasi dalam rangka program
bimbingan ialah kegiatan membantu siswa dalam mengenali
lingkungannya, terutama tentang kesempatan-kesempatan yang ada
didalamnya, yang dapat dimanfaatkan siswa baik untuk masa kini maupun
masa yang akan datang. Penyajian informasi itu dimaksudkan untuk
memberikan wawasan kepada para siswa sehingga ia dapat menggunakan
informasi itu baik untuk mencegah atau mengatasi kesulitan yang
dihadapinya, serta untuk merencanakan masa depan. Perencanaan
kehidupan ini mencakup, kehidupan dalam studinya, dalam pekerjaannya,
maupun dalam membina keluarga.
Dari beberapa pengertian tentang layanan informasi diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa layanan informasi adalah suatu kegiatan atau
usaha untuk membekali para siswa tentang berbagai macam pengetahuan
supaya mereka mampu mengambil keputusan secara tepat dalam
kehidupannya.
b. Tujuan Layanan Informasi
Menurut Budi Purwoko (2008:52) tujuan yang ingin dicapai dengan
penyajian informasi adalah sebagai berikut:
1) Para siswa dapat mengorientasikan dirinya kepada informasi yang
diperolehnya terutama untuk kehidupannya, baik semasa masih
sekolah maupun setelah menamatkan sekolah.
2) Para siswa mengetahui sumber-sumber informasi yang diperlukan.
12
Prayitno & Amti, Erman. (2004). Dasar-Dasar BK. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 259-260

13
Purwoko, Budi. (2008). Organisasi dan Managemen Bimbingan Konseling. Surabaya: Unesa
University Press, hal. 52

9
3) Para siswa dapat menggunakan kegiatan kelompok sebagai sarana
memperoleh informasi.
4) Para siswa dapat memilih dengan tepat kesempatan-kesempatan yang
ada dalam lingkungannya sesuai dengan minat dan kemampuanya.
Sementara Ifdil menjelaskan tujuan layanan informasi ada dua macam
yaitu secara umum dan khusus. Secara umum agar terkuasainya informasi
tertentu sedangkan secara khusus terkait dengan fungsi pemahaman
(paham terhadap informasi yang diberikan) dan memanfaatkan informasi
dalam penyelesaian masalahnya. Layanan informasi menjadikan individu
mandiri yaitu memahami dan menerima diri dan lingkungan secara positif,
objektif dan dinamis, mampu mengambil keputusan, mampu mengarahkan
diri sesuai dengan kebutuhannya tersebut dan akhirnya dapat
mengaktualisasikan dirinya.14
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan layanan
informasi adalah supaya para siswa memperoleh informasi yang relevan
dalam rangka memilih dan mengambil keputusan secara tepat guna
pencapaian pengembangan diri secara optimal. Dalam penelitian ini tujuan
dari layanan informasi adalah membekali siswa dengan berbagai informasi
tentang potensi diri sehingga siswa mampu meningkatkan pemahaman
potensi diri guna mencapai kualitas hidup yang lebih baik.
c. Materi Layanan Informasi
Menurut Prayitno &Erman Amti15, pada dasarnya jenis dan jumlah
informasi tidak terbatas. Namun, khusunya dalam rangka pelayanan
bimbingan dan konseling, hanya akan dibicarakan tiga jenis informasi,
yaitu (a) informasi pendidikan, (b) informasi pekerjaan, (c) informasi
sosial budaya.
1) Informasi pendidikan
Dalam bidang pendidikan banyak individu yang berstatus siswa
atau calon siswa yang dihadapkan pada kemungkinan timbulnya
masalah atau kesulitan. Diantara masalah atau kesulitan tersebut
berhubungan dengan (a) pemilihan program studi, (b) pemilihan

14
Ifdil, (2008) Layana Infomasi, [online], tersedia :
http://www.konselingindonesia.com/read/22/layanan-informasi.html [2 November 2017]
15
Prayitno & Amti, Erman. (2004). Dasar-Dasar BK. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 261-268

10
sekolah fakultas dan jurusannya, (c) penyesuaian diri dengan
program studi, (d) penyesuaian diri dengan suasana belajar, dan (e)
putus sekolah. Mereka membutuhkan adanya keterangan atau
informasi untuk dapat membuat pilihan dan keputusan yang
bijaksana.
2) Informasi jabatan
Saat-saat transisi dari dunia pendidikan kedunia kerja sering
merupakan masa yang sangat sulit bagi banyak orang muda.
Kesulitan itu terletak tidak saja dalam mendapatkan jenis pekerjaan
yang cocok, tetapi juga dalam penyesuaian diri dengan suasana
kerja yang baru dimasuki dan pengembangan diri selanjutnya.
3) Informasi sosial budaya
Hal ini dapat dilakukan melalui penyajian informasi sosial
budaya yang meliputi, macam-macam suku bangsa, adat istiadat,
agama dan kepercayaan, bahasa, potensi-potensi daerah dan
kekhususan masyarakat atau daerah tertentu.
Budi Purwoko16, juga menjelaskan, jenis-jenis informasi yang penting
bagi para siswa waktu masih sekolah, misalnya informasi tentang:
1) Kondisi fisik sekolahnya, fasilitas yang tersedia, guru-gurunya,
para karyawan, bagian administrasi, dan sebainya.
2) Informasi tentang program studi disekolahnya, yang bersumber
dari kurikulum yang berlaku.
3) Informasi tentang cara belajar yang efisien, yang bersumber dari
para pembimbingnya.
4) Informasi tentang usaha kesehatan sekolah yang bersumber dari
doktor, para perawat kesehatan
Sedangkan Winkel & SriHastuti (2006:318) memberikan gambaran
bahwa data dan fakta yang disajikan kepada siswa sebagai informasi
biasanya dibedakan atas tiga tipe dasar, yaitu :
1) Informasi tentang pendidikan sekolah yang mencakup semua data
mengenai variasi program pendidikan sekolah dan pendidikan

16
Purwoko, Budi. (2008). Organisasi dan Managemen Bimbingan Konseling. Surabaya: Unesa
University Press. Hal. 53

11
prajabatan dari berbagai jenis, mulai dari semua persyaratan
penerimaan sampai dengan bekal yang dimiliki pada waktu tamat.
2) Informasi tentang dunia pekerjaan yang mencakup semua data
mengenai jenis-jenis pekerjaan yang ada dimasyarakat, mengenai
gradasi posisi dalam lingkup suatu jabatan, mengenai persyaratan
tahap dan jenis pendidikan, mengenai sistem klasifikasi jabatan,
dan mengenai prospek masa depan berkaitan dengan kebutuhan riil
masyarakat akan/corak pekerjaan tertentu.
3) Informasi tentang proses perkembangan manusia muda serta
pemahaman terhadap sesama manusia mencakup semua data dan
fakta mengenai tahap-tahap perkembangan serta lingkungan hidup
fisik dan psikologis, bersama dengan hubungan timbal balik antara
perkembangan kepribadian dan pergaulan sosial diberbagai
lingkungan masyarakat.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa materi


layanan informasi pada dasarnya tidak terbatas.Khusus dalam pelaksanaan
bimbingan dan konseling, layanan informasi yang diberikan kepada siswa
dibedakan menjadi empat tipe yaitu, informasi dalam bidang pribadi,
sosial, belajar dan karier.Namun demi tercapainya tujuan dari layanan
informasi maka materi informasi sebaiknya disesuaikan dengan tujuan dari
pelaksanaan layanan informasi itu sendiri. Kaitannya dengan penelitian ini
maka materi layanan informasi yang akan diberikan adalah informasi
tentang berbagai macam jenis potensi diri yang dimiliki oleh siswa yang
sangat mungkin untuk dikembangkan guna mencapai prestasi dan kualitas
hidup yang terbaik.

C. Layanan Penempatan dan Penyaluran


a. Penertian Layanan Penempatan dan Penyaluran
Retno Tri Hariastuti mengemukakan bahwa layanan penempatan
dan penyaluran adalah serangkaian kegiatan bimbingan dalam membantu
peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat (misalnya
penempatan atau penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan,

12
atau program studi, program pilihan, magang, kegiatan ekstrakulikuler)
sesuai dengan potensi, bakat, dan minat, serta kondisi pribadinya.17
Hal tersebut juga ditunjang oleh pendapat dari dewa ketut sukardi yang
mengemukakan bahwa layanan penempatan dan penyaluran adalah suatu
bantuan yang diberikan pada para siswa secara sistematis dalam
mengembangkan tujuannya dan pemilihannya dikaitkan dengan kependidikan
dan jabatan mereka di masa depan.18
Sedangkan menurut Winkel seperti yang dikutip oleh Tohirin bahwa
layanan penempatan dan penyaluran adalah usaha-usaha untuk membantu
siswa merencanakan masa depannya selama masih di sekolah dan madrasah
dan sesudah tamat, memilih program studi lanjutan sebagai persiapan untuk
kelak memangku jabatan tertentu.
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat diambil sebuah kesimpulan
bahwa layanan penempatan dan penyaluran adalah usaha-usaha yang dapat
membantu peserta didik merencanakan masa depannya serta memberikan
penempatan dan penyaluran yang tepat sesuai dengan potensi, bakat, minat,
dan kondisi dirinya sehingga siswa mampu berkembang bebas dan bijaksana
dalam mengambil keputusan dan pilihan karirnya.
b. Tujuan dan Fungsi Layanan Penempatan dan Penyaluran
Peserta didik mau tidak mau akan menghadapi dunia kerja dan
perguruan tinggi setelah mereka lulus dari sekolah menengah pertengahan,
yang menjadi permasalahan banyak diantara peserta didik yang tidak tahu
program apa yang akan mereka pilih sesuai dengan kemapuan mereka.
Dari alasan itulah layanan penempatan dan penyaluran diberikan kepada
peserta didik dengan tujuan mereka memperoleh tempat yang sesuai untuk
mengembangkan diri mereka secara maksimal.19
Potensi dalam diri peserta didik perlu dikembangkan secara optimal.
Pengembangan potensi memerlukan kondisi dan lingkungan yang memadai.
Layanan penempatan dan penyaluran membantu peserta didik untuk

17
Retno Tri Hariastuti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Surabaya : Unesa University
Press, 2008), h. 29
18
Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Konseling (Jakarta : PT Bina Aksara, 1988), h. 210
19
Yusuf Gunawan, Dkk, Pengantar Bimbingan dan Konseling, Buku Panduan Mahasiswa
(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1992), hal. 110-111

13
ditempatkan pada lingkungan yang lebih serasi agar potensi dalam yang ada
dapat berkembang secara optimal.20
Individu dalam proses perkembangannya sering dihadapkan pada
kondisi yang di satu sisi serasi (kondusif) mendukung perkembangannya dan
di sisi lain kurang serasi atau kurang mendukung. Kondisi tersebut berpotensi
menimbulkan masalah pada individu (siswa).
Di samping itu, layanan penempatan dan penyaluran bertujuan agar
siswa menempatkan diri dalam program studi akademik dan lingkup kegiatan
non akademik, yang menunjang perkembangannya dan semakin
merealisasikan rencana masa depannya atau melibatkan diri dalam lingkup
suatu jabatan yang diharapkan cocok baginya dan memberikan kepuasan
kepadanya. Dengan kata lain, tujuan layanan penempatan dan penyaluran ini
agar siswa memperoleh tempat yang sesuai untuk pengembangan potensi
dirinya. Tempat yang dimaksud adalah lingkungan baik fisik maupun psikis
atau lingkungan sosio emosional termasuk lingkungan budaya yang secara
langsung berpengaruh terhadap kehidupan dan perkembangan siswa.21
Layanan penempatan dan penyaluran ini akan sangat membantu siswa untuk
menyesuaikan diri dalam situasi baru baik dalam pendidikan maupunn
pekerjaan, sehingga mereka dapat memperoleh kepuasan, berkembang bebas,
dan bijaksanan dalam mengambil keputusan.22
Merujuk kepada fungsi-fungsi bimbingan konseling yang men-
cerminkan tujuan secara lebih khusus, tujuan layanan penempatan dan
penyaluran adalah sebagai berikut :23
Pertama, fungsi pemahaman yaitu membantu konseli agar memiliki
pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan,
pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli
diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan

20
Retno Tri Hariastuti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Surabaya : Unesa University
Press, 2008), h. 29-30

21
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta : Rineka Cipta,
1999), h. 276-277
22
Yusuf Gunawan, Dkk, Pengantar Bimbingan dan Konseling, Buku Panduan Mahasiswa
(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 109.
23
Dewa Ketut dan Nila Kusmawanti, Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Jakarta :
Rineka Cipta, 2008), h. 7-8

14
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
Merujuk kepada fungsi ini, tujuan layanan penempatan dan penyaluran adalah
agar siswa memahami potensi dan kondisi dirinya sendiri serta kondisi
lingkungannya.
Kedua, fungsi pencegahan yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya
konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin
terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli.
Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang
cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan
dirinya. Merujuk kepada fungsi ini, tujuan layanan penempatan dan
penyaluran adalah untuk mencegah semakin parahnya masalah, hambatan,
kesulitan, dan kerugian yang dialami individu (siswa). Atau mencegah
berlangsungnya masalah yang dialami individu.
Ketiga, fungsi pengentasan. Merujuk kepada fungsi ini, tujuan layanan
penempatan dan penyaluran adalah untuk mengangkat individu dari kondisi
yang tidak baik kepada kondisi yang lebih baik. Fungsi ini berkaitan dengan
fungsi pencegahan dimana layanan ini berupaya mengatasi masalah siswa
dengan menempatkan kepada kondisi yang sesuai (kondusif) dengan
kebutuhannya. Apabila upaya ini tidak berhasil, maka fungsi pencegahan akan
terangkatkan.
Keempat, fungsi pengembangan dan pemeliharaan. Merujuk kepada
fungsi ini, tujuan layanan penempatan dan penyaluran adalah untuk
mengembangkan potensi-potensi individu dan memeliharanya dari hal-hal
yang dapat menghambat dan merugikan perkembangannya.
Fungsi-fungsi tersebut diwujudkan melalui diselenggarakannya
berbagai jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling untuk mencapai
hasil sebagaimana terkandung di dalam masing-masing fungsi itu. Setiap
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan harus
secara langsung mengacu kepada satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut agar
hasil-hasil yang dicapainya secara jelas dapat diidentifikasi dan dievaluasi.24
c. Materi Layanan Penempatan dan Penyaluran

24
Direktorat Tenaga Kependidikan, Bimbingan dan Konseling di Sekolah(Jakarta :Departemen
Pendidikan Nasional, 2008), h. 8-9

15
Materi merupakan seperangkat isi layanan dalam bimbingan dan
konseling. Adapun materi layanan penempatan dan penyaluran meliputi dua
sisi, yaitu sisi potensi diri siswa itu sendiri dan sisi lingkungan siswa.25
a) Sisi potensi diri siswa, mencakup :
1) Potensi intelegensi, bakat, minat, dan kecenderungan kecenderungan
pribadi
2) Kondisi psikofisik seperti terlalu banyak bergerak (hiperaktif), cepat
lelah, alergi terhadap kondisi lingkungan tertentu
3) Kemampuan berkomunikasi dan kondisi hubungan sosial
4) Kemampuan panca indra
5) Kondisi fisik seperti jenis kelamin, ukuran badan, dan keadaan
jasmaniyah lainnya.
b) Kondisi lingkungan, mencakup :
1) Kondisi fisik, kelengkapan dan tata letak serta penyusunannya
2) Kondisi udara dan cahaya
3) Kondisi hubungan sosio emosional
4) Kondisi dinamis suasana kerja dan cara-cara bertingkah laku
5) Kondisi statis seperti aturan-aturan dan pembatasan-pembatasan
D. Masalah dalam Layanan Konseling
Problematika bimbingan dan konseling bukan disebabkan faktor eksternal,
tetapi pada dasarnya, bersumber dari faktor internalnya. Bimbingan dan konseling
hingga kini masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Pandangan ini timbul
karena kurangnya profesionalitas dan dedikasi yang tinggi dari orang-orang yang
menekuni bidang bimbingan dan konseling. Macam-macam problematika
bimbingan dan konseling menurut Rahdzi adalah sebagai berikut:26
1. Problematika Eksternal
Problematika dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di masyarakat
pada dasarnya disebabkan adanya pandangan keliru dari masyarakat.
Pandangan tersebut diantara nya sebagai berikut:
a) Layanan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja

25
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah(Berbasis Integrasi), (Jakarta:PT
Raja Grafindo Persada, 2013), hal.155.
26
Fakhrizal, (2017) Problematika Bimbingan dan Konseling, [online], tersedia:
http://www.jejakpendidikan.com/2017/05/problematika-bimbingan-dan-konseling.html [3 November
2017]

16
Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan dan konseling
adalah pelayanan harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam
bidang bimbingan dan konseling. Keahlian itu diperoleh dari pendidikan
dan pelatihan yang cukup lama di perguruan tinggu serta
pengalamanpengalaman.
b) Bimbingan dan konseling hanya untuk orang yang bermasalah saja
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu tugas
utama bimbingan dan konseling adalah membantu dalam menyelesaikan
masalah. Akan tetapi, peranan BK itu sendiri adalah melakukan tindakan
preventif agar masalah tidak timbul dan melakukan tindakan antisipasi
agar masalah yang sewaktu-waktu datang tidak berkembang menjadi
masalah yang besar. Seperti halnya dengan semboyan “Mencegah itu lebih
baik dari pada mengobati”.
c) Keberhasilan layanan bimbingan dan konseling bergantung pada sarana
dan prasarana
Sering kali ditemukan pandangan bahwa keahlian seorang
konselor disebabkan ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap dan
mutakhir. Seorang konselor yang kinerjanya dinilai tidak bagus sering
berdalih bahwa ia kurang didukung oleh sarana dan prasarana yang bagus
dan lengkap. Sebaliknya, pihak klien pun terkadang juga terjebak dalam
asumsi bahwa konselor yang hebat itu terlihat dari sarana dan prasarana
yang dimiliki konselor.
d) Konselor harus aktif, sedangkan klien harus/boleh pasif
Sering ditemukan bahwa klien menyerahkan penyelesaian
masalahnya sepenuhnya kepada konselor. Mereka menganggap bahwa
itulah kewajiban konselor. Terlebih lagi, jika dalam pelayanan BK
tersebut, klien harus membayar. Hal ini bisa saja terjadi karena tidak
jarang seorang konselor yang membuat klien menjadi sangat bergantung
kepadanya. Konselor terkadang mencitrakan dirinya sebagai pemecah
masalah yang handal dan dapat dipercaya. Konselor seperti ini biasanya
berorientasi pada ekonomi, bukan pengabdian. Tak jarang ia enggan
melepaskan kliennya sehinnga ia merekayasa untuk memperlambat proses
penyelesaian masalah.

17
e) Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling harus segera
terlihat
Seringkali klien (orang tua/ keluarga klien) yang berekonomi
tinggi memaksakan kehendak kepada konselor untuk menyelesaikan
masalahnya secepat mungkin, tak peduli berapapun biaya yang harus
dikeluarkan. Tidak jarang konselor secara sadar atau tidak sadar dengan
menyanggupi permintaan klien dengan suatu tujuan tertentu. Bahkan ada
seorang konselor yang mempromosikan dirinya mampu menyelesaikan
masalah dengan cepat dan tuntas. Padahal pada dasarnya orang yang
mampu menganalisis besar/kecilnya masalah dan cepat/lambatnya proses
penanganan masalah adalah konselor, karena ia memahami landasan dan
kerangka teoritik BK serta mempunyai pengalaman dalam penanganan
masalah yang sejenisnya.
2. Problematika Internal (Konselor)
Masalah yang timbul dari luar sebenarnya berasal dari diri konselor
itu sendiri. Pandangan para konselor yang salah tentang BK
menyebabkan mereka salah langkah dalam memberikan pelayanan BK.
Beberapa pandangan menuurut para konselor adalah sebagai berikut:
a) Menyamakan pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan
dokter dan psikiater
Dalam hal tertentu, memang terdapat persamaan antara
pekerjaan bimbingan dan konseling dengan dokter dan psikiater, yaitu
sama-sama menginginkan klien/pasien terbebas dari penderitaan yang
dialaminya, melalui berbagai teknik yang telah teruji sesuai dengan bidang
pelayanannya, baik dalam mengungkap masalah klien/pasien,
mendiagnosis, melakukan prognosis, ataupun penyembuhannya.
Meskipun begitu, pekrjaan bimbingan dan konseling tidaklah
persis sama dengan pekerjaan dokter atau psikiater. Dokter dan psikoater
bekerja dengan orang sakit, sedangkan konselor bekerja dengan orang
yang normal (sehat), namun sedang mengalami masalah. Cara
penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual dan
pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan
konseling memberika cara–cara pemecahan masalah secara konseptual

18
melalui pengubahan orientasi pribadi, penguat mental/psikis, dan
modifikasi perilaku.
b) Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien
Walaupun masalah yang dihadapi klien sejenis atau
sama, penyelesaiannya tetap saja tidak bisa disamaratakan. Cara apa pun
yang akan dipakai untukmengatasi masalah harus sesuai dengan
kepribadian klien dan berbagai hal yang terkait dengannya. Tidak ada
suatu cara yang ampuh untuk semua klien dan semua masalah. Masalah
yang tampaknya “sama” setelah dikaji secara mendalam ternyata
hakikatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk
mengatasinya. Harus dipahami bahwa setiap manusia itu berbeda dalam
kepribadian dan kemampuannya sehingga dalam penyelesaian masalah
harus disesuaikan dengan keadaan klien. Bahkan, jika seorang konselor
ingin mengadopsi cara/teknik penyelesaian dari konselor lain, ia juga harus
menyesuaikan dengan kemampuan konselor itu sendiri (yang
mengadopsi).
c) Bimbingan dan konseling mampu bekerja sendiri
Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang
terisolasi, melainkan proses yang sart dengan unsure-unsur budaya, sosial,
dan lingkungan. Oleh karena itu, pelayanan bimbingan dan konseling
tidak mungkin menyendiri. Konselor harus bekerja sama dengan orang-
orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang
sedang dihadapai oleh klien.
Namun demikian, konselor tidak boleh terlalu mengharapkan
bantuan ahli atau petugas lain. sebagai tenaga professional, konselor harus
terlebih dahulu mampu bekerja sendiri, tanpa harus bergantung pada ahli
atau petugas lain.
d) Bimbingan dan konseling dianggap sebagai proses pemberian nasihat
semata.
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan berupa
pemberian nasehat. Sebab, pemberian nasehat hanyalah merupakan
sebagaian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan
bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam
rangka pengembangan pribadi klien secara optimal. Misalkan, ketika

19
menghadapi klien yang suka mabuk, pelayanan bimbingan dan konseling
tidak hanya memberkan penekanan/nasehat bahwa mabuk itu tidak baik.
Pelayanan yang seharusnya adalah menggali factor-faktor luar yang
menyebabkan klien tersebut menjadi suka mabuk.
3. Problematika Dalam Dunia Pendidikan
Problematika utama dalam pelaksanaan BK di dunia pendidikan
juga disebabkan adanya kekeliruan pandangan. Berikut ini beberapa
kekeliruan pandangan BK dalam pendidikan.
a) Bimbingan dan konseling hanya sebagai pelengkap kegiatan pendidikan.
Ada sebagian orang berpendapat bahwa bimbingan dan
konseling hanyalah pelengkap dalam pendidikan sehingga sekolah tidak
perlu lagi bersusah payah menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan
konseling. Karena dianggap sudah implicit dalam pendidikan itu sendiri.
Cukup mantapkan saja pengajaran sebgai pelaksana nyata dari pendidikan.
Mereka sama sekali tidak melihat arti penting bimbingan dan konseling di
sekolah.
Kendati begitu, bukan berarti BK dan pendidikan harus
dipisahkan. Pada hakikatnya dua unsur ini saling membutuhkan dan saling
melengkapi. Bimbingan dan konseling memiliki derajat dan tujuan yang
sama dengan pelayanan pendidikan, yaitu mengantarkan para siswa untuk
memperoleh perkembangan diri yang optimal. Perbedaanya hanya terletak
dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, yang masing-masing memiliki
karakteristik tugas, dan fungsi yang khas dan berbeda.
b) Guru bimbingan dan konseling disekolah adalah “polisi sekolah”.
Masih banyak yang beranggapan bahwa bimbingan dan konseling
adalah “polisi sekolah”. Hal ini disebabkan pihak sekolah sering
menyerahkan sepenuhnya masalah pelanggaran kedisiplinan dan peraturan
sekolah lainnya kepada guru bimbingan konseling. Bahkan, banyak guru
BK yang diberi wewenang sebagai eksekutor bagi siswa yang bermasalah.
Dengan demikian, banyak sekali kita temukan disekolah-sekolah yang
menganggap guru BK sebagai guru yang “killer” (ditakuti). Guru bk bukan
untuk ditakuti, tetapi untuk disegani, dicintai, dan diteladani.
Jika kita analogikan dengan dunia hukum, konselor harus mempu
berperan sebagai pengacara, yang bertindak sebagai sahabat kepercayaan,

20
tempat mencurahkan isi hati dan pikiran. Konselor adalah kawan
pengiring, petunjuk jalan, pemberi informasi, pembangun kekuatan dan
Pembina perilaku-perilaku positif yang dikehendaki sehingga siapapun
yang berhubungan dengan bimbingan konseling akan memperoleh suasana
sejuk dan memberik harapan.
Kendati demikian, konselor juga tdak bisa membela-
/memlindungi siswa yang memang jelas bermasalah. Konselor hanya
boleh menjadi jaminan penangguhan hukuman/pemaafan baginya. Siswa
yang salah, tetaplah salah. Hukuman boleh saja tidak diberikan,
bergantung pada besar kecilnya masalah.
c) Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk siswa tertentu saja.
Bimbingan dan konseling tidak hanya diperuntukan pada siswa yang
bermasalahan atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun,
bimbingan dan konseling harus melayani seluruh siswa. Setiap siswa
berhak dan mendapat kesempatan pelayanan yang sama,melalui berbagai
bentuk pelayanan bimbingan dan konseling yang tersedia.
Masalah utama yang dihadapi BK saat ini adalah timbulnya
persepsipersepsi keliru dari beberapa kalangan akan arti dan hakikat
bimbingan dan konseling. Langkah selanjutnya adalah mengubah persepsi
kalangan tersebut agar sesuai hakikat bimbingan dan konsling itu sendiri.
Hal ini tentunnya dengan cara pemberian materi yang lebih baik kepada
konselor agar para konselor benar-benar memahami hakikat dari BK, yang
kemudian menindak lanjuti dengan bersosialisasi kepada masyarakat.
Jika pandangan masyarakat tentang BK sudah berubah,
tentunya pelaksanaan BK akan semakin mudah., bahkan menjadi salah
satu kebutuhan utama, yang keberadaannya benar-benar menjadi vital
dalam suatu lingkungan (sekolah, dunia kerja, organisasi, dan masyarakat).
E. Jenis Layanan Evaluasi
1. Pengertian Evaluasi
Penilaian merupakan langkah penting dalam majemen program
bimbingan. Tanpa penilaian keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan program
bimbingan yang telah direncanakan tidak mungkin diketahui/diidentifikasi.
Penilaian program bimbingan merupakan usaha untuk menilai sejauh mana
pelaksanaan program itu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata

21
lain bahwa keberhasilan program dalam pencapaian tujuan merupakan suatu
kondisi yang hendak dilihat lewat kegiatan penilaian.
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu Evaluation. Dalam
buku “Essentials of Educational Evaluation”, Edwind Wand dan Gerald W.
Brown, mengatakan bahwa : “Evaluation rafer to the act or prosses to
determining the value of something”. Jadi menurut Wand dan Brown, evaluasi
adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari pada
sesuatu.27
Evaluasi dapat pula diartikan sebagai proses pengumpulan informasi
(data) untuk mengetahui efektifitas (keterlaksanaan dan ketercapaian kegiatan-
kegiatan yang telah dilaksanakan dalam upaya mengambil keputusan.
Pengertian lain dari evaluasi ini adalah suatu usaha untuk mendapatkan
berbagai informasi secara berkala, bekesinambungan dan menyeluruh tentang
proses dan hasil dari perkembangan sikap dan perilaku atau tugas-tugas
perkembangan para siswa melalui program kegiatan yang telah dilaksanakan.
Penilaian kegiatan bimbingan di sekolah adalah segala upaya, tindakan
atau proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan yang berkaitan
dengan pelaksanaan program bimbingan di sekolah dengan mengacu pada
kriterteria atau patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan
yang dilaksanakan.
Kriteria atau patokan yang dipakai untuk menilai keberhasilan
pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah
mengacu pada terpenuhi atau tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan siswa
dan pihak-pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung berperan
membantu siswa memperoleh perubahan perilaku dan pribadi kearah yang
lebih baik.
Dalam keseluruhan kegiatan layanan bimbingan dan konseling,
penilaian diperlukan untuk memperoleh umpan balik terhadap kefektivan
layanan bimbingan yang telah dilaksanakan. Dengan informasi ini dapat
diketahui sampai sejauh mana derajat keberhasilan kegiatan layanan

27
Faricha Azizah, Fitri Br Ginting, Robbi Suraida Utami, (2017) Evaluasi Pelaksanaan Program
Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah, [online], tersedia:
http://pasca.um.ac.id/conferences/index.php/snbk/article/view/219 [3 November 2017]

22
bimbingan. Berdasarkan informasi ini dapat ditetapkan langkah-langkah
tindak lanjut untuk memperbaiki dan mengembangkan program selanjutnya.28
2. Tujuan Evaluasi
Kegiatan evaluasi bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan kegiatan
dan ketercapaian tujuan dari program yang telah ditetapkan.
Sedangkan pendapat lain mengemukakan bahwa evaluasi BK memiliki
dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus:29
1) Tujuan umum
Secara umum, penyelenggaraan evaluasi bimbingan dan konseling
bertujuan sebagai berikut:
a. Mengetahui kemajuan program bimbingan dan konseling atau
subjek yang telah memanfaatkan layanan bimbinga dan konseling.
b. Mengetahui tingkat efesiensi dan efektifitas strategi pelaksanaan
program bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan dalam
kurun waktu tertentu.
c. Secara operasional, penyelenggaraan evaluasi pelaksanaan program
bimbingan dan konseling ditujukan untuk: 1. Meneliti secara
berkala pelaksanaan program bimbingan dan konseling. 2.
Mengetahui tingkat efesiensi dan efektifitas dari layanan
bimbingan dan konseling. 3. Mengetahui jenis layanan yang sudah
atau belum dilaksanakan dan atau perlu diadakan perbaikan dan
pengembangan. 4. Mengetahui sampai sejauh mana keterlibatan
semua pihak dalam usaha menunjang keberhasilan pelaksanaan
program bimbingan dan konseling.
2) Tujuan khusus
Sedangkan secara khusus tujuan evaluasi bimbingan dan konseling
adalah:
a. Untuk mengetahui jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling
apakah sudah ada atau belum diberikan kepada siswa di sekolah.

28
Direktorat Tenaga Kependidikan, Bimbingan dan Konseling di Sekolah(Jakarta :Departemen
Pendidikan Nasional, 2008), hal. 28
29
Faricha Azizah, Fitri Br Ginting, Robbi Suraida Utami, (2017) Evaluasi Pelaksanaan Program
Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah, [online], tersedia:
http://pasca.um.ac.id/conferences/index.php/snbk/article/view/219 [3 November 2017]

23
b. Untuk mengetahui aspek-aspek lain apakah yang perlu dimasukkan
kedalam program bimbingan untuk perbaikan layanan yang
diberikan.
c. Untuk membantu kepala sekolah, guru-guru termasuk pembimbing
atau konselor dalam melakukan perbaikan tata kerja mereka dalam
memahami dan memenuhi kebutuhan tiap-tiap siswa.
d. Untuk mengetahui dalam bagian-bagian manakah dari program
bimbingan yang perlu diadakan perbaikan-perbaikan.
e. Untuk mendorong semua personil bimbingan agar bekerja leih giat
dalam mengembangkan program - program bimbingan.
3. Fungsi Evaluasi
a) Memberikan umpan balik (feed back) kepada guru pembimbing (konselor)
untuk memperbaiki atau mengembangkan program bimbingan dan
konseling.
b) Memberikan informasi kepada pihak pimpinan sekolah, guru mata
pelajaraan dan orang tua siswa tentang perkembangan siswa, agar secara
bersinergi atau berkolaborasi meningkatkan kualitas implementasi
program BK di sekolah.
4. Aspek-aspek yang Dievaluasi
Ada dua macam aspek kegiatan penilaian program kegiatan
bimbingan, yaitu penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses
dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana kefektivan layanan
bimbingan dilihat dari prosesnya, sedangkan penilaian hasil dimaksudkan
untuk memperoleh informasi kefektifan layanan bimbingan dilihat dari
hasilnya. Aspek yang dinilai baik proses maupun hasil antara lain :30
a) Kesesuaian antara program dan pelaksanaan,
b) Keterlaksanaan program,
c) Hambatan-hambatan yang dijumpai,
d) Dampak layanan bimbingan terhadap kegiatan belajar mengajar,
e) Respon siswa, personil sekolah, orang tua dan masyarakat terhadap
layanan bimbingan,

30
Direktorat Tenaga Kependidikan, Bimbingan dan Konseling di Sekolah(Jakarta :Departemen
Pendidikan Nasional, 2008), hal. 28-29

24
f) Perubahan kemajuan siswa dilihat dari pencapaian tujuan layanan
bimbingan, pencapaian tugas-tugas perkembangan dan hasil belajar,
dan keberhasilan siswa setelah menamatkan sekolah baik pada studi
lanjutan maupun pada kehidupan di masyarakat.
Apabila dilihat dari sifat evaluasi, evaluasi bimbingan dan konseling
lebih bersifat “penilaian dalam proses” yang dapat dilakukan dengan cara
berikut ini :
a) Mengetahui partisipasi dan aktifitas siswa dalam kegiatan layanan
bimbingan.
b) Mengungkapkan pemahaman siswa atas bahan-bahan yang disajikan
atau pemahaman/pendalaman siswa atas masalah yang dihadapinya.
c) Mengungkapkan kegunaan layanan bagi siswa dan perolehan siswa
sebagai hasil dari partisipasi atau aktifitasnya dalam kegiatan layanan
bimbingan.
d) Mengungkapkan minat siswa tentang perlunya layanan bimbingan
lebih lanjut.
e) Mengamati perkembangan siswa dari waktu ke waktu (butir ini
terutama dilakukan dalam kegiatan layanan bimbingan yang
berkesinambungan).
f) Mengungkapkan kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan
kegiatan layanan.
Berbeda dengan hasil evaluasi pengajaran yang pada umumnya
berbentuk angka atau skor, maka hasil evaluasi bimbingan dan konseling
berupa deskripsi tentang aspek-aspek yang dievaluasi (seperti partisipasi/
aktivitas dan pemahaman siswa, kegunaan layanan menurut siswa, perolehan
siswa dari layanan, perkembangan siswa dari waktu ke waktu, perolehan guru
pembimbing, komitmen pihak-pihak terkait, serta kelancaran dan suasana
penyelenggaraan kegiatan). Deskripsi tersebut mencerminkan sejauh mana
proses penyelenggaraan layanan/pendukung memberikan sesuatu yang
berharga bagi kemajuan dan perkembangan dan atau memberikan bahan atau
kemudahan untuk kegiatan layanan terhadap siswa.
5. Langkah Langkah Evaluasi

25
Dalam melaksanakan evaluasi program ditempuh langkah sebagai berikut :31
a. Merumuskan masalah atau beberapa pertanyaan. Karena tujuan evaluasi
adalah untuk memperoleh data yang diperlukan untuk mengambil
keputusan, maka konselor perlu mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan
yang terkait dengan hal-hal yang akan dievaluasi. Pertanyaan-pertanyaan
itu pada dasarnya terkait dua spek pokok yang dievaluasi yaitu : (1) tingkat
keterlakasanaan program (aspek proses) dan (2) tingkat ketercapaian
tujuan program (aspek hasil).
b. Mengembangkan atau menyusun instrumen pengumpul data. Untuk
memperoleh data yang diperlukan yaitu mengenai tingkat keterlakasanaan
dan ketercapaian program, maka konselor perlu menyusun instrumen yang
relevan dengan kedua aspek tersebut. Instumen itu diantaranya inventori,
angket, pedoman wawancara, pedoman observasi dan studi dokumentasi.
c. Mengumpulkan dan menganalisis data. Setelah data diperoleh maka data
itu dianalisis, yaitu menelaah tentang program apa saja yang telah dan
belum dilaksanakan, serta tujuan mana daja yang telah dan belum tercapai.
d. Melakukan tindak lanjut (follow up). Berdasarkan temuan yang diperoleh,
maka dapat dilakukan kegiatan tindak lanjut. Kegiatan ini dapat meliputi
dua kegiatan yaitu (1) memperbaiki hal-hal yang dipandang lemah, kurang
tepat atau kurang relevan dengan tujuan yang ingin dicapai dan (2)
mengembangkan program, dengan cara merubah atau menambah beberapa
hal yanh dipandang dapat meningkatkan efektivitas atau kualitas program.

31
Ibid, hal. 30

26
BAB III

KESIMPULAN

1. tehnik pengumpulan data dilakukan secara tes dan non tes.

Adapun menurut Thohirin tes yang digunakan dalam himpunan data ada beberapa
macam:
a. Tes Hasil Belajar (Achievement Test)
b. Tes Kemampuan Khusus atau Tes Bakat Khusus (Test of Spesific Ability)
c. Tes Minat
d. Tes Perkembangan Vokasional
e. Tes Kepribadian
Kedua, tehnik nontes. Yang termasuk tehnik nontes dalam pengumpulan data
adalah:
a. Skala Penilain (rating scale)
b. Sosiometri
c. Kunjungan Rumah
d. Kartu Pribadi (comulative record)
e. Studi Kasus
f. Konferensi Kasus
2. Layanan orientasi adalah layanan bimbingan yang dilakukan untuk
memperkenalkan siswa baru atau seseorang terhadap lingkungan yang baru
dimasukinya. Pemberian layanan ini bertolak dari anggapan bahwa
memasuki lingkungan baru bukanlah hal yang selalu dapat berlangsung
dengan mudah dan menyenangkan bagi setiap orang.
3. bahwa layanan penempatan dan penyaluran adalah serangkaian kegiatan
bimbingan dalam membantu peserta didik memperoleh penempatan dan
penyaluran yang tepat (misalnya penempatan atau penyaluran di dalam kelas,
kelompok belajar, jurusan, atau program studi, program pilihan, magang,
kegiatan ekstrakulikuler) sesuai dengan potensi, bakat, dan minat, serta kondisi
pribadinya.
4. Problematika bimbingan dan konselingitu meliputi 2 hal; pertama faktor internal
dan yang kedua faktor eksternal

27
5. Penilaian merupakan langkah penting dalam majemen program bimbingan.
Tanpa penilaian keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan program bimbingan
yang telah direncanakan tidak mungkin diketahui/diidentifikasi. Penilaian
program bimbingan merupakan usaha untuk menilai sejauh mana pelaksanaan
program itu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain bahwa
keberhasilan program dalam pencapaian tujuan merupakan suatu kondisi yang
hendak dilihat lewat kegiatan penilaian.
6. Adapun langkah-langkah yang ditempuh Dalam melaksanakan evaluasi
program sebagai berikut:
a. Merumuskan masalah atau beberapa pertanyaan.
b. Mengembangkan atau menyusun instrumen pengumpul data.
c. Mengumpulkan dan menganalisis data.
d. Melakukan tindak lanjut (follow up).

28
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Tenaga Kependidikan, (2008). Bimbingan dan Konseling di


Sekolah. Jakarta :Departemen Pendidikan Nasional
Faricha, A. 2., et al. (2017) Evaluasi Pelaksanaan Program Layanan
Bimbingan dan Konseling di Sekolah, [online], tersedia:
http://pasca.um.ac.id/conferences/index.php/snbk/article/view/219
Prayitno & Amti, Erman. (2004). Dasar-Dasar BK. Jakarta: Rineka Cipta.

Purwoko, Budi. (2008). Organisasi dan Managemen Bimbingan Konseling.


Surabaya: Unesa University Press.

Salahudin, Anas. (2012) Bimbingan dan Konseling. Bandung: Pustaka Setia.


Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang.(1993). Bimbingan Konseling
Sekolah. Semarang: IKIP Semarang Press.

Tohirin. (2013) Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah(Berbasis


Integrasi). Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.

Walgito, Bimo. (2010). Bimbingan Konseling (Studi dan Karier).


Yogyakarta:Andi Offset.
Winkel & Hastuti, Sri. (2006). Bimbingan Dan Konseling Di Institusi
Pendidikan. Yogjakarta: Media Abadi

http://www.jejakpendidikan.com/2017/05/problematika-bimbingan-dan-
konseling.html

29

Anda mungkin juga menyukai