Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi merupakan hal yang dilakukan oleh tiap individu. Melalui komunikasi,
seseorang akan dapat mengerti, mengetahui, dan memahami sesuatu atau orang lain. Menurut
Keliat, Akemat, Helena & Nurhaeni (2007) fungsi komunikasi adalah untuk pertukaran
informasi dan memengaruhi orang lain. Pada dunia kesehatan, komunikasi yang diterapkan
oleh tenaga kesehatan khususnya perawat dengan pasien adalah komunikasi terapeutik.
Melalui komunikasi terapeutik, diharapakan perawat akan dapat lebih mengetahui kebutuhan
pasien yang menunjang proses penyembuhannya.
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi inter-personal antara perawat dengan
pasien yang berfokus kepada kebutuhan pasien agar tercapai pertukaran informasi yang
efektif untuk menunjang proses pemulihan (Videbeck, 2008). Tujuan dari komunikasi
terapeutik dapat dicapai melalui eksplorasi berbagai aspek pengalaman hidup pasien (Stuart,
2013). Hal yang perlu diperhatikan pada komunikasi terapeutik adalah sikap dan kemampuan
perawat dalam melakukan komunikasi inter-personal. Menurut Potter & Perry (2013) untuk
melalukan komunikasi inter-personal, diperlukan kemampuan mengambil inisiatif,
memberikan respon yang tepat, membangun kepercayaan antara perawat-pasien, dan
menghargai setiap karakter individu.
Penerapan komunikasi terapeutik pada individu dilakukan dalam 4 tahap. Menurut Stuart
(2013) tahap komunikasi terapeutik antara lain: tahap pra interaksi, perkenalan, orientasi,
kerja, dan tahap terminasi. Sedangkan, tekhik komunikasi terapeutik menurut Shives (1994),
Stuart & Sundeen (1950) dan Wilson & Kneisl (1920) antara lain : Mendengarkan dengan
penuh perhatian, menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan pertanyaan terbuka,
mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata- kata sendiri, klarifikasi, memfokuskan,
menyampaikan hasil observasi, menawarkan informasi, diam, meringkas, memberikan
penghargaan, menawarkan diri, memberikan kesempatan kepada klien untuk memulai
pembicaraan, menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan, menempatkan kejadian secara
teratur, menganjurkan klien untuk menguraikan persepsinya, dan refleksi. Dalam makalah ini
akan dibahas tentang tehnik dan tahapan dari komunikasi terapeutik.

1
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi terapeutik?

2. Apa teknik-teknik dari komunikasi terapiutik?

4. Bagaimana tahapan komunikasi terapeutik dalam keperawatan?

C. TUJUAN MAKALAH

Agar dapat mengetahui apa saja teknik dan tahapan dari komunikasi terapeutik.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini
komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi
keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien.
Oleh karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif
komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997).
Northouse (1998) mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau
keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan
psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.
Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan
interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh
pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien.

B. Teknik Komunikasi Terapeutik

Karakter setiap klien tidak sama, oleh karena itu diperlukan penerapan teknik
berkomunikasi yang berbeda pula. Teknik komunikasi berikut ini, terutama penggunaan
referensi dari Shives (1994), Stuart & Sundeen (1950), dan Wilson & Kneisl (1920), antara
lain:

1. Mendengarkan dengan penuh perhatian

Kesan pertama ketika perawat mau mendengarkan keluhan klien dengan seksama adalah
perawat akan memperhatikan klien. Dengan demikian kepercayaan klien terhadap kapasitas
dan kapabilitas perawat akan terjaga. Keluhan yang disampaikan menjadi lebih lengkap dan
lebih terinci serta sistematis yang memudahkan perawat mengelompokkan data sebagai
sarana untuk menentukan diagnosis keperawatan, baik yang aktual maupun potensial.
Mendengarkan keluhan klien dengan penuh perhatian akan menciptakan kondisi keterlibatan
emosional yang maksimal dalam situasi hubungan interpersonal antara klien dan perawat.
Klien dengan bebas menjelaskan dan menceritakan situasi yang dialami akibat adanya
penyakit yang diderita. Menurut Varcarolis dan Nurjannah I (2001) bahwa dengan

3
mendengarakan akan menciptakan situasi interpersonal dalam keterlibatan maksimal yang
dianggap aman dan membuat klien merasa bebas. Pencapaian hasil untuk mendapatkan
kondisi riil dari klien akan lebih maksimal dan memudahkan perawat dalam menentukan
intervensi yang tepat. Untuk itu diperlukan konsentrasi yang maksimal dan terlibat secara
aktif dalam mempersepsikan pesan orang lain dengan menggunakan semua indra. Seluruh
gerak-gerik yang ditampilkan dan seluruh ucapan yang diutarakan menjadikan rujukan dalam
mempersepsikan isi pesan tersebut. Hal ini dikarenakan mendengarkan secara aktif tidak
hanya tekun mendengarkan orang lain menceritakan isi keluhan yang disampaikan saja, akan
tetapi juga perlu dikonfortasi dengan pesan non verbal yang ditampakkan. Hal ini
memungkinkan terjadinya proses feelling transfer antara kode non verbal klien dengan
persepsi perawat. Nilai-nilai yang ditampakkan menimbulkan kesan bahwa apa yang
disampaikan dan yang ditampilkan itu bermakna dan penting untuk ditindaklanjuti. Klien
yang didengarkan pembicaraan merasa sangat dihargai, sehingga apa yang dikatakan
merupakan hal yang sangat penting, sehingga memunculkan kesan “Anda bernilai untuk saya
dan saya tertarik padamu”. Perangkat lain yang tidak kalah pentingnya dalam pencapaian
keterlibatan maksimal dalam proses mendengarkan adalah merespons klien dengan kode non
verbal melalui kontak mata, menganggukan kepala, senyum di saat yang tepat dan merespons
dengan kode verbal yang minimal, misal “Ooo..., mmm..., ya...” adalah sikap untuk
menunjukkan cara mendengarkan penuh perhatian :

a. Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa perawat perhatian


terhadap kebutuhan dan masalah klien.
b. Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan
verbal dan non-verbal yang sedang dikomunikasikan.
c. Keterampilan mendengarkan sepenuh perhatian adalah dengan pandang klien ketika
sedang bicara.
d. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan.
e. Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan.
f. Hindarkan gerakan yang tidak perlu.
g. Anggukkan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik.
h. Condongkan tubuh ke arah lawan bicara, bila perlu duduk atau minimal sejajar dengan
klien.
i. Meninggalkan emosi dan perasaan-perasaan kita dengan cara menyisihkan perhatian,
ketakutan atau masalah yang sedang kita hadapi.

4
j. Mendengarkan dan memerhatikan intonasi kata yang diucapkan untuk menggambarkan
sesuatu yang berlebihan.
k. Memerhatikan dan mendengarkan apa yang tidak terucap oleh klien yang
menggambarkan sesuatu yang sulit dan menyakitkan klien.
2. Menunjukan penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima pasti menyetujui, sedangkan menyetujui


belum tentu menerima. Perilaku apa yang ditampilkan oleh klien dan keluhan apa saja yang
disampaikan klien merupakan masukan yang berharga bagi perawat, walaupun kadang apa
yang diucapkan tidak sesuai dengan penyakit yang diderita atau tanda dan gejala masalah
yang dihadapi klien. Perawat tidak perlu menampakkan penolakan maupun keraguan
terhadap apa yang disampaikan klien yang membuat klien merasa tidak bebas dalam
mengutarakannya. Semua ide dan perasaan yang disampaikan ditampung semua, dan
selanjutnya perlu verifikasi dan validasi data saja bila ada yang kurang mengena dan tidak
sesuai, sehingga didapatkan kesimpulan dalam menegakkan diagnosis keperawatan.

Unsur yang harus dihindari dalam menunjukkan penerimaan adalah mengubah pikiran
klien, tidak ada unsur yang menilai, berdebat apalagi mengkrittik. Apa yang disampaikan
klien merupakan suatu yang berharga bagi perawat. Bila perlu perawat selalu mendukung
klien dalam mengutarakan keluhannya dengan menunjukkan perilaku ketertarikan. Menurut
Nurjannah I (2001), bahwa penerimaan adalah mendukung dan menerima informasi dengan
tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Dengan sikap tersebut
perawat mampu menempatkan diri pada situasi klien, perawat mengerti perasaan yang
dihadapi klien yang menunjukkan sikap empati terhadap klien. Menerima berarti bersedia
untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja
sebagai perawat kita tidak harus menerima semua perilaku klien. Perawat sebaiknya
menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti
mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Begitu juga dengan
kata-kata “ah masak”, “apa benar itu”, “yang benar saja” atau kata-kata lain yang
menimbulkan kesan keraguan atau ketidakpercayaan.

Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menunjukkan penerimaan:


a. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.
b. Memberikan umpan balik verbal yang menampakkan pengertian.
c. Memastikan bahwa issyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal.

5
d. Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk
mengubah pikiran klien.
3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan pernyataan terbuka

Tujuan perawat bertanya dengan pertanyaan terbuka (Broad Opening) adalah untuk
mendapatkan informasi yang spesifik mengenai kondisi riil dari klien dengan menggali
penyebab klien mencari pertolongan atau penyebab klien datang ketempat pelayanan
kesehatan. Pertanyaan terbuka memberikan peluang maupun kesempatan klien untuk
menyusun dan mengorganisir pikirannya dalam mengungkapkan keluhannya sesuai dengan
apa yang dirasakan. Kesan yang didapatkan dengan pertanyaan terbuka adalah tidak
menginterogasi atau menyidik, dan jawabannya tidak mengesankan “yes or no question”,
akan tetapi memberi peluang bagi klien tanpa adanya tekanan dari luar, sehingga data yang
didapatkan adalah data terapeutik, yaitu data yang dapat dipakai sebagai acuan dasar untuk
melaksanakan asuhan keperawatan dalam membantu memenuhi kebutuhan dasar untuk
melaksankan asuhan keperawatan dalam membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia
melalui perumusan diagnosis keperawatan yang tepat dan akurat. Dalam pertanyaan terbuka,
kesan klien dijadikan sebagai subjek dam bukan objek, artinya yang mendominasi interaksi
justru dari klien dan bukan sebaliknya yang mendominasi interaksi adalah perawat. Mari kita
bandingkan kedua pertanyaan ini:

a. ”Ada apa di rumah sehingga ibu membawa anak ibu ke IGD?”


b. “Apakah anak ibu kejang sehingga ibu datang ke IGD?”

Pada pertanyaan poin (a) akan kita dapatkan data yang mungkin lebih dari satu
kalimat atau satu kata, karena pertanyaan itu sifatnya pertanyaan terbuka yang memberikan
peluang kepada ibu untuk menceritakan kejadian-kejadian yang dialami oleh anaknya selama
di rumah. Beda dengan poin (b) yang mempersempit gerak dan imajinasi ibu dalam
mengungkapkan apa yang dialami anaknya sewaktu di rumah. Mungkin ibu akan menjawab
dengan jawaban ya atau tidak saja (yes or no question) tanpa mampu mengembangkan tanda
dan gejala yang ada pada anaknya. Kesannya, justru perawat yang mendominasi interaksi dan
jawaban yang dihasilkan kemungkinan banyak yang bias karena tampak sekali perawat
mendikte klien. Kegiatan ini bernilai terapeutik apabila klien menunjukkan penerimaan dan
nilai dari inisiatif klien dan menjadi non terapeutik apabila perawat mendominasi interaksi
dan menolak respons klien (Stuart and Sundeen, 1995). Hal inilah yang dikatakan klien
sebagai objek dan bukan subjek. Perawat harus menghindari pertanyaan yang bersifat

6
Inapropriate Quantity Question maupun Inapropriate Quality Question. Ciri-ciri
Inapropriate Quantity Question:

a. Pertanyaan terlalu banyak.


b. Pertanyaan tidak terfokus pada masalah.
c. Klien menjadi bingung untuk menjawab.

Semestinya pertanyaan yang ditujukan pada klien itu padat, jelas dan tidak berbelit-
belit, bersifat basa-basi, apalagi pertanyaan yang melebar dari konteks masalah. Harus
disadari oleh perawat bahwa data yang digali cukup data yang berhubungan dengan keluhan
klien saja (data primer), sedangkan data pendamping (data sekunder) bisa didapatkan dari
cara yang lain, antara lain studi dokumentasi, observasi maupun pemeriksaan fisik.
Contohnya: ”bapak sakit apa?, kapan sakitnya?, di mana sakitnya?, diantar oleh siapa?, pakai
kendaraan apa?, dsb.

Pertanyaan tersebut tidak memberikan ruang pada klien untuk menjawab pertanyaan
dengan baik karena mengganggu konsentrasinya, oleh karena terlalu banyak untuk dijawab.
Sedangkan ciri-ciri dari Inapropriate Quality Question:

a. Pertanyaan yang memvonis klien.


b. Fokus pada alasan klien berbuat.
c. Ada unsur mengintimidasi dan menginterogasi.
d. Pertanyaan yang sering menyinggung perasaan klien.

Pertanyaan yang bersifat Inapropriate Quality Question sebenarnya pertanyaan yang


singkat, padat dan jelas, akan tetapi pertanyaan itu tidak memerhatikan sisi psikologis klien
serta tidak berkualitas. Perawat terkesan ingin segera mendapatkan jawaban atau data dari
klien. Bisa ditebak jawaban yang didapatkan kadang tidak mencerminkan masalah klien dan
ada kemungkinan jawaban tidak tepat sasara. Biasanya pertanyaannya diawali dengan
mengapa atau kenapa. Pertanyaan itu kalau dilihat lebih dalam merupakan pertanyaan yang
memvonis, karena perawat membutuhkan alasan yang terkesan rasional tapi memaksa.
Contoh:

 P :”Kenapa bapak datang ke rumah sakit ini?”


 K :”Aku ini sakit, kalau tak sakit mana mungkin ke rumah sakit.”

7
4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri

Dengan mengulang kembali ucapan klien (Restarting), harapan perawat adalah memberi
perhatian terhadap apa yang telah di ucapkan. Stuart and Sundeen (1995) mendefinisikan
pengulangan (Restarting) adalah pengulangan pikiran utama yang diekspresikan klien.

Tujuan pengulangan pikiran utama adalah memberikan penguatan dan memperjelas pada
pokok bahasan atau isi pesan yang telah disampaikan oleh klien sebagai umpan balik
sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan diperhatikan serta mengharapkan
komunikasi bisa berlanjut. Hal ini dilakukan karena kita sering salah persepsi terhadap
perilaku klien atau apa yang diucapkan klien. Perawat harus berhati-hati ketika menggunakan
metode ini, karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti berbeda.
Untuk itu perlu adanya klarifikasi, validasi maupun pengulangan kata yang disampaikan agar
pesan yang disampaikan sesuai dengan maksud dan tujuan, oleh karena bila tidak ada
klarifikasi maupun validasi kata/pesan kemungkinan pesan yang disampaikan menjadi bias
oleh karena banyak noise disekelilingnya. Menurut Boyd & Nihart dalam Nurjannah, I
(2001), teknik ini menjadi tidak terapeutik bila perawat kurang melakukan validasi terhadap
interpretasi pesan, menilai dan meyakinkan serta bertahan. Contoh:

 K :”saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga”


 P :”saudara mengalami kesulitan untuk tidur....”
5. Klarifikasi

Geldard, D dalam Suryani (2006) berpendapat bahwa klarifikasi (clarification) adalah


menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk
menjelaskan arti dari ungkapannya. Ini berarti klarifikasi dapat diartikan sebagai upaya untuk
mendapatkan persamaan persepsi antara klien dan perawat tentang perasaan yang di hadapi
dalam rangka memperjelas masalah untuk memfokuskan perhatian.

Klarifikasi identik dengan validasi, yaitu menanyakan kepada klien terhadap apa yang
belum dimengerti agar pasien yang di sampaikan menjadi lebih jelas. Upaya yang dilakukan
perawat terhadap apa yang belum dipahami terhadap pesan dan kesan yang ditampakkan
klien merupakan upaya perawat untuk mau memahami situasi yang di gambarkan klien, agar
tidak terjadi miskomunikasi hubungan klien- perawat. Menurut Nurjanah, I (2001) bahwa
klarifikasi dilakukan apabila pesan yang disampaikan belum jelas bagi perawat dan perawat
mencoba memahani situasi yang digambarkan klien. Namun demikian, agar pesan dapat

8
sampai dengan benar, perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah mengerti
klien dengan memperhatikan pokok pembicaraan. Sehingga demostrasi terhadap apa yang
telah dijelaskan merupakan bentuk klarifikasi terhadap apa yang telah diucapkan.

Contoh : “Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang Anda katakan”.

6. Memfokuskan

Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih
spesifik dan dimengerti. Materi yang akan disampaikan ataupun yang akan didiskusikan
mengerucut pada salah satu masalah saja, yang penting adalah konsisten dan kontinu atau
berkesinambungan dan tidak menyimpang dari topik pembicaraan dan tujuan komunikasi.
Focusing dalam rangka mempersempit pembicaraan yang tertuju pada topik pembicaraan saja
dan tidak melebar dengan prinsip bekerja sampai tuntas atau membicarakan sesuatu sampai
tuntas mengingat yang dikerjakan perawat dipelayanan cukup menyita waktu dan perhatian
yang serius. Menurut Cangara, H (2004) prinsip continuity dan consistency dalam proses
interaksi mengandung arti bahwa pesan yang disampaikan bersifat konsisten dan
berkesinambungan dan tidak menyimpang dari topik dan tujuan komunikasi yang telah
ditetapkan.

Teknik ini focusing ini merupakan prinsip utama manakala kita ingin mendapatkan
pembicaraan yang serius dengan tingkat pemaknaan yang kuat. Perawat tidak seharusnya
memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika ada
pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru.

Contoh : “Hal ini nampaknya penting, nanti kita bicarakan lebih dalam lagi”.

7. Menyampaikan hasil observasi

Stuart & Sundeen (1995) menganjurkan penyampaian hasil observasi kepada klien
apabila terdapat konflik antara verbal dan non verbal klien dan saat tingkah laku verbal dan
non verbal nyata dan tidak biasa pada klien. Penyampaian hasil pengamatan kepada klien
diharapkan untuk mengubah perilaku yang merusak pada diri klien. Perawat menguraikan
kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan
perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah
memfokuskan atau mengklarifikasi pesan. Contoh :

 “Anda tampak cemas”

9
 “Apakah Anda merasa tidak tenang apabila Anda…”

Ini berarti dalam menyampaikan hasil observasi tidak serta merta menyampaikan hasil
yang di dapat saat melakukan observasi. Menyampaikan hasil observasi diharapkan agar
klien menyadari atas perilaku yang merusak maupun perilaku yang tidak produktif, sehingga
menyampaikan hasil observasu tidak bertujuan untuk memberikan penilaian, tapi semata-
mata mengharapkan agar perilaku yang di perbuat itu disadari sebagai perilaku yang tidak
menguntungkan kelangsungan proses penyembuhan penyakit dengan memperhatikan
perasaan dan konsep dirinya.

8. Menawarkan Informasi

Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik klien terhadap
keadaannya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan kesehatan bagi klien.
Selain itu, ini akan menambah rasa percaya klien terhadap perawat, karena perawat terkesan
menguasai masalah yang di hadapi klien. Sedangkan, menahan informasi saat klien
membutuhkan, akan membuat klien tidak percaya kepada perawat. Untuk itu perawat harus
mampu menguasai ilmu pengetahuan yang memadai tentang masalah yang di hadapi klien,
sebagai bekal dalam memberikan pelayanan keperawatan. Apabila ada informasi yang
ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh
memberikan nasehat kepada klien ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi klien
untuk membuat keputusan.

9. Diam

Diam yang dilakukan perawat terhadap klien adalah bertujuan untuk menunggu respons
klien untuk mengungkapkan perasaannya. Teknik komunikasi yang dilakukan perawat
dengan tidak bicara apapun (diam) merupakan Teknik komunikasi yang memberikan
kesempatan kepada klien untuk mengorganisir dan menyusun pikiran atau ide sebelum
diungkapkan kepada perawat. Hal ini memungkinkan klien mengekspresikan ide dan
pikirannya dengan detail dan sistematis. Penggunaan metode diam memerlukan keterampilan
dan ketetapan waktu, jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Menurut Boyd
& Nihart dalam Nurjannah, I (2001:58) bahwa diam digunakan pada saat klien perlu
mengekspresikan ide tapi tidak tahu bagaimana melakukannya/menyampaikan hal tersebut.
Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir
pikirannya, dan memproses informasi. Diam terutama berguna pada saat klien harus

10
mengambil keputusan. Diam sangat berguna untuk memelihara ketenangan, dan diharapkan
diam tidak bisa dilakukan dalam waktu yang lama, karena mengakibatkan klien jadi khawatir.
Diam sangat berbeda dengan mendiamkan. Perilaku mendiamkan tidak dibenarkan dalam
konteks komunikasi terapeutik. Perawat mendiamkan klien disebabkan perawat jengkel
dengan klien karena klien terlalu mengkritik, cerewet, rewel dan tidak kooperatif. Perilaku
yang destruktif yang timbul dari klien disebabkan ada yang kurang dari klien, sehingga
perawat harus sadar dan tanggap dengan perilaku tersebut. Perlu koreksi dari diri perawat
mungkin ada yang kurang dalam memberikan pelayanan keperawatan sehingga timbul
perilaku destruktif klien. Dalam konteks komunikasi, diam yang dilakukan oleh seseorang
mengandung banyak arti dan oresepsi. Menurut Nurjannah, I (200), diam diartikan dan
dipresepsikan antara lain :

a. Sesorang telah mengerti.


b. Marah dan frustasi tapi menolak untuk mengungkapkan
c. Kesediaan orang lain untuk menanti
d. Bosan
e. Mendengarkan penuh perhatian
f. Seseorang tidak dapat berfikir atau tidak mampu mengungkapkan pembicaraan

10. Meringkas

Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat
dalam rangka meningkatkan pemahaman. Meringkas berarti mengidentifikasi poin-poin
penting selama diskusi ataupun pembicaraan, sehingga didalamnya sekaligus ada proses
klarisikasi atau ide dalam pikirannya, meringkas bisa diartikan sebagai proses abstraksi di
mana temaot kesimpulan atas diskusi maupun pembicaraan yang telah dilakukan sehingga
ada kesamaan ide dalam pikiran. Meringkas berarti memberi kesempatan untuk
mengklarifikasi komunikasi agar sama dengan ide dalam pikiran (Varcarolis, 1990 dan
Nurjannaj,I, 2001). Metode ini bermanfaat untuk membuat topik yang telah dibahas sebelum
meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat
mengulang aspek penting dalam ineraksinya, sehingga dapa melanjutkan pembicaraan
dengan topik yang berkaitan. Contoh “selama berapa jam, anda dan saya telah
membicarakan….”

11
11. Memberikan penghargaan
a. Reinforcing positif atas hal-hal yang mampu dilakukan klien dengan baik dan benar
merupakan bentuk pemberian penghargaan. Upaya yang dilakukan dalam pemberian
reinforcing positif bertujuan untuk meningkatkan motivasi kepada klien untuk berbuat
yang lebih baik lagi. Sehingga bisa dikatakan bahwa reinforcing positif merupakan motif
atau bentuk dorongan kepada klien dengan cara membanggakan diri klien agar mampu
memacu semangar dalam penerimaan diri untuk berbuat dan berperilaku yang leboh baik
lagi. Demikian juga dengan memberi salam pada klien dengan menyebut Namanya,
menunjukan kesadaran tetang perubahan yang terjadi pada diri klien, menghargai klien
sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri
sebagai individu merupakan bentuk dari pemberian reinforcing positif yang mampu
menggugah semangat klien. Penghargaan dalam pelayanan keperawatan tidak berbentuk
materiil, akan tetapi berbentuk dorongan psikologis atau inmaterial untuk memacu lebih
baik lagi. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata
jangan sampai klien berusaha keras melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau
persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ini
“bagus” dan sebaliknya “buruk”. Perlu mengatakan “Apabila klien mencapai sesuatu
yang nyata, maka perawat dapat mengatakan demikian. “contoh”
 “selamat pagi Ibu Sri’. Atau “Assalamualaikum”
 “saya perhatikan ibu sudah menyisir rambut ibu”
 Saya hari ini tampak senang melihat ibu sudah mulai latihan gerak”

Dalam ajaran Islam, memberi salam dan peghargaan menggambarkan akhlak terpuji,
karena berarti mendoakan orang lain memperoleh rahmat dari Allah SWT. Sala
menunjukan berapa perawat peduli terhadap orang lain dengan bersikap ramah dan
akrab.

12. Menawarkan diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau
klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Menawarkan diri merupakan kegiatan
untuk memberikan respons agar seseorang menyadari perilakunya yang merugikan baik
dirinya sendiri maupun orang lain tanpa ada rasa bermusuhan. Sering kali perawat hanya
menawarkan kehadirannya, rasa terarik, Teknik komunikasi ini harus dilakukan tanpa
pamrih. Contoh “Saya ingin anda merasa tenang dan nyaman ”.

12
13. Memberikan kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.

Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topic


pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang peranannya dalam
interaksi ini, dapat distimulasi perawat dengan mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia
diharapkan untuk membuka pembicaraan

Contoh :

 “Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan?’


 “Apakah yang sedang saudara pikirkan?”
 “Dari mana anda ingin mulai pembicaraan ini?”

14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang
mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik
dengan apa yang akan dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan
se;anjutnya. Perawat lebih berusaha untuk menafsirkan daripada mengarahkan
diskusi/pembeicaraan. Contoh:

 “…teruskan...!”
 “…dan kemudian...?
 “Ceritakan kepada saya tentang itu…”

15. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk
melihatnya dalam suatu perspektif.

Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk
melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan
monolong perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang
pertama. Perawat akan dapat menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data
tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam memenuhi kebutuhannya.

Contoh :

 “Apakah terjadi sebelum dan sesudahnyya”.

13
 “Kapan kejadian tersebut terjadi”

16. Menganjurkan klien untuk menguraikan persepsinya.

Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat semuanya dari perpektif
klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Klien
menceritakan pengalamannya, perawat harus waspada akan timbulnya gejala ansietas.

Contoh :

 “Ceritakan kepada saya bagaimana perasaan saudara ketika akan dioperasi”


 “Apa yang sedang terjadi”

17. Refleksi

’Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan


perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia
pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab : “bagaimana
menurutmu?“ atau “bagaimana perasaanmu“. dengan mengembalikan pikiran dan
perasaannya itu kepaada dirinya sendiri, klien akan berusaha untuk menilai apa yang sedang
ia pikirkan, justru dia sendiri yang menilai dan bukan orang lain. Menurut Stuart & Sundeen
(1995), bahwa tehnik refleksi digunakan untuk mengembalikan ide, perasaan dan pertanyaan
kepada klien. Sedangkan menurut Schultz & Videbeck (1998), bahwa refleksi merupakan
mengembalikan pikiran dan perasaan klien. Terkadang klien belum mampu memutuskan apa
yang telah ada dalam pikirannya, akan tetapi pikiran dan perasaan itu menggangu, sehingga
klien tidak mampu mengambil keputusan. Hal itu terjadi oleh karena kebimbangan atau
keraguan dalam diri klien. Keraguan tersebut menimbulkan sifat ambivalensi sehingga perlu
dukungan orang lain dalam pengambilan keputusan. Akan tetapi tehnik refleksi yang
dilakukan perawat bukan untuk menilai pikiran dan perasaan klien, akan tetapi perawat
mengembalikan lagi pikiran dan perasaan yang merupakan bagian dari dirinya sendiri
sehingga klien mencoba untuk menilai lagi pikiran dan perasaan yang telah ada sebagai
upaya untuk mengevaluasi dan menimbang nimbang keputusan yang akan diambil. Dengan
demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat dan pikiran klien adalah berharga dank
lien mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka ia pun akan berpikir bahwa
dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang
terintegritas dan bukan sebagai bagian dari orang lain.

14
Contoh :

 K : “apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter? “


 P : “Apakah menurut anda, anda harus mengatakannya? “
 K : “Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi saya,bahkan tidak
menelpon saya,kalau dia datang saya tidak ingin bicara dengannya“
 P : “Ini menyebabkan anda marah“

C. Tahap- Tahap Komunikasi Terapeutik


1. Tahap Pra interaksi

Pada tahap ini disebut tahap apersepsi dimana perawat menggali dulu kemampuan
yang dimiliki sebelum kontak/berhubungan dengan klien, termasuk kondisi kecemasan pada
diri perawat. Sehingga pada tahap prainteraksi ada 2 unsur :

a. Pengetahuan yang dimiliki yang terkait dengan penyakit dan masalah klien.
Pengetahuan yang dimiliki perawat akan kondisi klien dipakai bekal dalam
berinteraksi,sehingga ketika perawat belum menguasai penyakit dan keluhan klien,
maka perawat perlu belajar dulu atau diskusi dengan teman sejawat, atasan maupun
dengan yang lainnya,sehingga ketika perawat hadir fisik dihadapan klien perawat sudah
siap untuk berinteraksi. Penguasaan materi yang akan didiskusikan mutlak sangat
diperlukan dalam berdiskusi dengan klien.
b. Kecemasan dan kekalutan diri
Kecemasan yang dialami seseorang dapat memperngaruhi intersksinya dengan orang
lain (Ellis,gates dan Kenworthy dalam Suryani,2006). Konsentrasi menjadi pecah, tidak
mampu mengendalikan diri. Untuk itu perawat sebelum berinteraksi dengan klien harus
mengksplorasi perasaan,harapan,dan kecemasan. Kecemasan yang dialami oleh perawat
mengakibatkan perawat tidak mampu mendengarkan keluhan yang diutarakan klien
dengan baik. Hal ini persyaratan yang mutlak untuk dapat mengerti keluhan klien. Oleh
karena penggunaan active listening sangat dibutuhkan untuk mengerti keluhan klien.
Perasaan- perasaan negatif yang sering timbul saat akan berkomunkasi dengan klien
antara lain ditolak klie, ragu akan kemampuan yang dimiliki, ragu akan menanggapi
respons klien,tidak terbangunnya hubungan rasa percaya,dan kesulitan untuk memulai
pembicaraan (Suryani,2006).

15
Demikian juga kekalutan pada diri sendiri seperti masalah pribadi yang akan
menggangu konsentrasi dalam melaksanakan tindakan keperawatan yang sedang
dijalankan. Perawat harus mampu membedakan masalah pribadi dan menjalankan
profesi. Ketika berada dalam lingkungan pelayanan keperawaatan, tentunya masalah
pribadi dikesampingkan sehingga pada saat menjalankan profesi nya sebagai perawat
mampu berkonsentrasi dengan baik. Disamping itu perawat perlu mendefinisikan
harapan yang akan ditentukan sesuai dengan keadaan klien. Harapan perawat terhadap
klien disesuaikan dengan harapan klien itu sendiri, dengan demikian,harapan yang akan
ditentukan sesuai dengan tujuan tindakan keperawatan yang memenuhi kriteria Nursing
Outcome Clasifiaction.
c. Analisis kekuatan diri
Analisis kelemahan dalam rangka untuk mencari solusi terbaik saat sebelum
berinteraksi dengan klien. Analisis kekuatan diri dalam konteks berkomununikasi
dengan orang lain terutama pada aspek kekuatan mental. Pada diri dengan mudah
terpengaruh ataupun mudah emosional akan mempengaruhi proses komunikasi. Dengan
mudah marah,maka perawat akan mudah kehilangan kendali ada klien yang
rewel,tujuan perawatan sulit tercapai ataupun suasana keakraban antar perawat dan
petugas lainnya terganggu. Demikian juga pada diri yang gampang terpengaruh oleh
suatu keadaan, maka akan mudah bersikap simpati diri pada empat,padahal perawat
sedapat mungkin tidak diperbolehkan bersimpati pada klien,dan cukup berempati saja.
Ada istilah kalah sebelum bertanding yang menggambarkan seakan akan sudah tidak
ada yang diperbuat lagi ketika berhdapan dengan orang.
d. Waktu pertemuan baik saat pertemuan maupun lama pertemuan
Perawat sebelum bertemu dengan klien perlu menentukan kapan waktu yang tepat
untuk melakukan pertemuan atau berkomunikasi dengan klien,perawat harus tahu
kebiasaan dan jadwal istirahat klien. Perawat mengajak klien berdiskusi atau memulai
pertemuan yang tentunya dimulai dengan menentukan dulu kapan pertemuan dimulai
(kontrak pertemuan). Demikian juga dengan kebiasaan istirahat yang dilakukan klien,
perawat harus mampu mengondisikan,jangan sampai saat klien memulai tidur,perawat
mengajak pertemuan, hal ini menggangu kebutuhan dasar akan istirahat tidur. Lama
pertemuan juga di pertimbangkan agar klien tidak jenuh.

Sedangkan yang perlu di pelajari dari unsur klien antara lain :

1. Perilaku klien dalam menghadapi penyakitnya.


16
Perilaku yang destruktif pada klien saat menghadapi penyakitnya akan menyulitkan
perawat dalam berkomunikasi dengan klien. Sikap yang cenderung defensif dan
menarik diri (isolasi social) menjadikan klien menutup diri sehingga perawat
kekurangan informasi dan kesulitan dalam rangka menjalankan tindakan
keperawatan karena tidak koperatif. Perilaku menarik diri dipicu adanya kekecewaan
akan penyakit yang diderita. Klien menjadi putus asa dan kehilangan gairah hidup.
Peningkatan rasa percaya diri dan rasa optimis akan penyakit yang diderita mutlak
diperlukan dalam mendukung proses penyembuhan,untuk itu tehnik komunikasi
yang dipakai untuk menghadapi klien dengan sikap menarik diri adalah dengan
menggunakan tehnik komunikasi ”Presenting Reality ” yaitu menghadirkan konidisi
realita yang telah dilakukan klien. Contoh ”saya lihat anda tampak gelisah,apa yang
membuat anda tampak tak tenang? ”. harapan dari tehnik komunikasi presenting
reality adalah mencoba menghadirkan atau menunjukkan tindakan yang dilakukan
dengan harapan perilaku klien yang destruktif tersebut. Klien menjadi sadar akan
perilakunya dan berubah menjadi perilaku asertif. Sedangkan klien yang sudah
asertif dan kooperatif, perawat hanya mempertahankan hubungan itu menjadi
hubungan yang saling ketergantungan dan saling menguntungkan (relationship)
untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.

a. Adat istiadat
Kebiasaan yang dibawa klien kerumah sakit saat menjalani perawatan terkadang
membawa pengaruh dalam hubungan perawat dan klien. Demikian juga dengan
bahasa keseharian yang sering terjadi kesalahan persepsi,sehingga mengganggu
dalam proses komunikasi.
b. Tingkat pengetahuan
Penguasaan tentang penyakit yang diderita akan membantu dalam penerimaan
diri. Dengan adanya penerimaan diri, klien menjadi lebih kooperatif dan asertif
serta berperilaku yang konstruktif dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
Namun faktor penentu untuk mendapatkan perubahan perilaku seseorang tidak
hanya dengan pengetahuan saja,selain itu masih dibutuhkan kehadiran tanda dan
gejala penyakit yang diderita. Hal ini akan mempermudah perawat dalam
memberikan penyuluhan dan bahkan tanpa penyuluhan seseorang akan berubah
periaku sendiri dari perilaku yang destruktif menjadi perilaku yang konstruktif.

17
2. Tahap Perkenalan

Pada tahap perkenalan ini, perawat memulai kegiatan pertama kali dimana perawat
bertemu pertama kali dengan klien,. Kegiatan yang dilakukan adalah memperkenalkan diri
kepada klien dan keluarga dan saat ini yang menjadi perawat adalah dirinya. Dengan
memperkenalkan dirinya perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan
mendorong klien untuk membuka dirinya ( suryani, 2006 ). Tahap perkenalan ini tidak hanya
agar perawat tahu nama sih klien saja atau sih klien tahu nama perawat saja, akan tetapi
bagaimana klien menerima perawat tanpa syarat dan mempercayakan sepenuhnya kepada
perawat akan upaya penyembuhan penyakit atau upaya mengurangi keluhan yang dirasakan.
Pada tahap perkenalan ini tidak ada pembatasan diri antara perawat-klien dalam konteks
komunikasi terapeutik. Tugas perawat pada tahap perkenalan adalah pertama membina
hubungan rasa saling percaya dengan menunjukan penerimaan dan komunikasi terbuka.
Penting bagi perawat untuk mempertahankan hubungan saling percaya agar klien dan
perawat ada keterbukaan dan tidak saling menutup-nutupi. Oleh karena itu untuk
mempertahankan dan memelihara hubungan saling percaya perawat harus terbuka,
jujur,ikhlas, menerima klien apa adanya, menempati janji dan menghargai klien (
Suryani,2006 ). Kedua, memodifikasi lingkungan yang kondusif dengan peka terhadap
respons klien dan menunujukan penerimaan, serta membantu klien mengekspresikan
perasaan dan pikiran. Lingkungan yang kondusif membantu klien bisa berfikir jernih dan
mengutarakan keluhan yang diderita secara terbuka lengkap, sistematis, dan objektif.

3. Tahap Orientasi

Pada tahap orientasi ini, perawat mengalih keluhan – keluhan yang dirasakan oleh
klien dan divalidasi dengan tanda dan gejala yang lain untuk memperkuat perumusan
diagnosis keperawatan. Tujuan pada tahap ini untuk memvalidasi keakuratan data dan
rencana yang telah di buat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi tindakkan yang
lalu ( stuart, G.W, 1998 ). Perawat harus menyimak dengan bener dan teliti apa yang telah
diungkapkan klien maupun menyimak data melalui studi dokumentasi yang telah ada.
Perawat harus mengetahui masalah keperawatan yang terdapat pada diri klien yang di peroleh
dari timbulnya tanda dan gajala dari keluhan yang dirasakan melalui studi dokumentasi,
obsevasi, wawancara maupun dari pemerikasan fisik. Dari data yang di peroleh akan di susun
rencana tindakkan keperawatan serta implementasi yang akan dikerjakan pada fase/ tahap

18
kerja pada tahap orientasi ini perawat di tuntut memiliki skill yang tinggi dalam menstimulasi
klien maupun keluarga akan mampu mengungkapkan keluhan yang dirasakan secara lengkap
dan sistematis secara objectif. Untuk itu pada tahap orientasi ini perawat juga di tuntut untuk
mempunyai kepekaaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap perubahan yang terjadi
dalam respons verbal dan nonverbal. Teknik yang komunikasi yang sering digunakan adalah
validasi, konfrontasi, dan presenting reality. Tugas perawat pada tahap orientasi ini meliputi
pertama, membuat kontrak dengan klien. Isi dari kontrak yang akan dirumuskan terdiri dari
topic, tempat dan waktu. Dalam merumuskan sebuah kontrak harus ada kesepakatan bersama
antara perawat - klien, karena kontrak yang akan diputuskan harus terdapat persetujuan kedua
belah pihak, sehingga ruang lingkup interaksi telah terjadi kesepakatan bersama antara klien -
perawat perihal topic yang akan didiskusikan termasuk juga tempat yang akan dijadikan
tempat diskusi, waktu pelaksanaan dan juga lama pelaksanaan diskusi. Jadi bila klien lupa
perawat tinggal mengingatkan kembali kesepakatan yang telah di buat. Dengan kontrak
perawat bisa menjadikan sebagai alat untuk mengingatkan akan kesepakatan yang telah di
buat terkalit dengan interaksi yang sedang berlangsung ( Suryani,2006).menurut brammer
dalam suryani (2006) bahwa dengan kontrak akan menjamin kelangsungan interaksi. Kedua,
eksplorasi pikiran dan perasaan serta mengindetifikasi masalahn keperawatan klien.demikian
juga dengan upaya mengindentifikasi msalah keperawatan pada klien. Hal ini merupakan
tugas terberat bagi klien dalam rangka memberi jaminan pelayanan keperawatan.
Indentifikasi masalah keperawatan, perawat di tuntut menguasai bidang keilmuan, teknik
komunikasi, strategi komunikasi dan mampu bermotivasi klien agar mau memperceritakan
semua keluhan yang dirasakan. Biasanya perawat mengunakan pertanyaan terbuka.
Contohnya :

- “ ada apa dirumah, sehingga bapak datang kerumah sakit “


- “ apa yang dirasakan ibu, sehingga datang ke tempat pelayanan kesehatan “.

Ketiga, menetapkan tujuan yang akan dicapai. Adanya tujuan yang akan dicapai akan
memberikan spirit bagi klien untuk selalu koorperatif dan berkomitmen dalam berinteraksi.
Maka dari itu tentukan tujuan yang akan di capai harus spesifik, realistis , bisa dicapai, dapat
di ukur dengan jelas dan sederhana dan ada waktunya. Dengan adanya tujuan yang akan di
capai memberikan kejelasan arah dalam berinteraksi, komunikasi menjadi lebih fleksibel,
kredibel, akuntabel, dan vaiatif.

19
4. Tahap Kerja

Tahap kerja adalah tahap untuk mengimplementasikan rencana keperawatan yang


telah di buat pada tahap orientasi. Perawat menolong klien untuk mengatasi cemas
meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab terhadap diri dan mengembangkan
mekanisme koping konstruktif ( Nurjannah,1,2001). Kecemasan yang menimpa klien
kebanyakan dari tindakkan keperawatan yang di lakukan pada fase kerja bagaimana juga bila
tindakkan keperawatan yang dilakukan perawat tidak mendapat persetujuan klien maka
tindakan tersebut tidak dapat dilakukan ,harusa ada persamaan persepsi, persamaan ide dan
pikiran antara klien dan perawat dalam melaksanakan tindakkan keperawtaan untuk mencapai
tujuan akhir dari pelayanan keperawatan yaitu memepercepat proses kesembuhan, sehingga
sangat di perlukan adanya kemandirian skap dari klien dalam mengambil keputusan. Teknik
menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memandukan dan menegaskan hal-hal yang
penting dalam percakapan dan mebantu perawat dank lien memiliki pikiran dan ide yang
sama terhadap proses kesembuhan penyakitnya sendiri.pada tahap kerja ini perawat bertugas
meningkatkan kemandirian anggung jawab terhadap proses penyembuhan penyakit dengan
mencarikan alternative koping yang positif sehingga didapat suatu perubahan perilaku.
Perawat mengeksplorasikan stressor yang tepat dan mendorong perkembangan wawasan diri
yang di hubungkan dengan persepsi , pikiran, perasaan, dan tindakan klien (
Nurjannah,1,2001 ). Pada tahap kerja ini perawat di tuntut professional skill untuk
mengurangi sikap defense danisolasi social dari klien. Kepercayaan diri dan keluwesan
berkomunikasi dari perawat sangat mempengaruhi dalam menjalankan professional skllnya
ketika perawat ragu di harapkan tidak menjalankan perasat itu, karena dalam menjalankan
professional skill juga memerlukan suasana psikologis yang menunjang.

5. Tahap Terminasi

Merupakan tahap dimana perawat mengakhiri peremuan dalam menjalankan tindakan


keperawatan serta mengakhiri interaksinya dengan klien. Terminasi dilakukan agar klien
menyadari bahwa ada pertemuan ada pula perpisahan, dimana hubungan yang di bangun
sebatas hubungan perawat dan klien. Untuk itu kegiatan pada tahap terminasi merupakan
kegiatan yang tepat untuk merubah perasaan dan memori serta untuk mengevaluasi kemajuan
klien dan tujuan yang telah di capai ( Nurjannah,1,2001). Terminasi sementara dilakukan bila
perawat mengakhiri tindakkan keperawatan, masa tugas terakhir atau operan dengan teman
sejawat dalam rangka untuk peralihan tugas. Sedangkan terminasi akhir dilakukan bila klien

20
akan meninggalkan rumah sakit karena sudah sembuh atau pindah ke rumah sakit lain dengan
memberikan discharge plaining yaitu memberi pesan-pesan pokok yang perlu di lakukan oleh
klien untuk ditindaklajutin di rumah sakit atau di tempat yang lain. Kegiatan yang dilakukan
pada tahap terminasi,antara lain :

1). Evaluasi subjectif merupakan kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi suasana hati
yang telah terjadi interaksi dengan klien.evaluasi ini sangat penting dilakukan agar perawat
kondisi psikologis klien dalam rangka menghindarkan klien dari sikap defensif maupun
menarik diri evaluasi subjektif mencangkup evaluasi tentang perasaan-perasaan yang
menyelimutihatinya sangat terjadi proses interaksi perawat dan klien. Agar perawat
mengevaluasi diri sendiri untuk dipake sebagai acuan dalam proses interaksi selanjutnya.
Contoh evaluasi subjektif antara lain “ bagaimana perasaan ibu setelah pertemuan ini “.

2). Evaluasi objectif merupakan kegiatan yang dilakukan untuk evaluasi respons objektif
terhadap hasil yang di harpkan dari keluhan yang dirasakan, apakah ada kemajuan atau
sebaliknya. Untuk evaluasi ini perawat cukup berpedoman pada nursing outcome
classification dari tujuan yang ingin di capai, agar tidak terjadi biasa dan tepat sasaran.
Evaluasi objektif ini dilakukan untuk mengukur pencapaian hasil tindakkan keprawatan yang
telahdilakukan untuk menentukan keberhasilan tindakkan keperawatan dan menetukan
langkah selanjunya . Contoh : “ bagaimana nyeri yang dirasakanibu kemaren, apa ada
perubahan “?

3). Tindak lanjut merupakan kegiatan yang dilakukan dengan menyampaikan pesan kepada
klien mengenai lanjutan darri kegiatan yang telah dilakukan pesan yang disampaikan iu
relevan, singkat, padat, dan jelas agar tidak terjadi miscommunication. Dikarenakan
pentingnya proses tindak lanjut bila perlu pesa yang disampaikan ulangi lagi sampai klien
mengerti. Pada terminasi sementara tondaklanjut biasanya tidak tertulis yang cukup di
pesankan secara lisan. Sedangkan untuk terminasi akhir harus secara tertulis dan terkonsep
dalam discharge planning. Contoh terminasi sementara “ bu infusnya sudah terpasang, tolong
lokasi tusukan infus jangan dipegang – pegang agar tidak terjadi infeksi”. Tangan yang
terdapat loaksi tusukan infus tolong jangan di gerak-gerakan agar infusnya lancer. Bu bila
infusnya tidak menetes atau menestenya tidak lancer , bila lokasi tusukan merasa nyeri dan
bengkak ibu mohon lapor ke perawat supaya di tindak lanjuti.”.

Sedangkan terminasi akhir yang perlu di pesankan adalah seluruh kegiatan yang akan
dilakukan setelah klien pulang atau pindah ke rumah sakit lain. Walaupun terminasi akhir itu

21
diberikan secara tertulis, alangkah baiknya bila dibacakan dulu agar klien dan keluarga
memahami. Biasanya terminasi akhir berisi tindakan keprawatan lanjutan,obat-obatan,yang
perlu dilanjutkan atau di hentika, jadwal control selanjutnya, kegiatan yang boleh dan
tidakboleh dilakukan setelah dirumah, kegiatan rehabilitasi yang dilanjutkan dan menentukan
kontrak yang akan datang, kontrak ini meliputi kontrak waktu dan tempat dan tujuan interaksi
( Suryani,2006). Kontrak ini bisa dilakkan manakal perawat mengetahui jadwal kegiatan
selanjutnnya yang akan di terima klien. Hal ini dilakukan agar klien maupun perawat
mempersiapkan diri pada kegiatan selanjutnya termaksud kegiatan psikologis dari klien
dalam menhadapi kegiatan tersebut. Menhadirkan realitas perpisahan sangat tepat dilakukan
sesaat sebelum menetukan kontrak yang akan datang, agar klien memahami arti hubungan
tersebut.

Contoh kontrak akan datang :

 “ baik bu infusnya sudah di pasang “


 “ nanti pukul 11.00 WIB ibu ada jadwal untuk foto rongent “
 “tempatnya di depan gedung ruang rawat inap, nanti kami damping”

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yg direncanakan secara sadar, bertujuan
dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik mengarah pada
bentuk komunikasi interpersonal.

Kemampuan menerapkan teknik dan tahapan komunikasi terapeutik memerlukan


latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam
kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi
keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga
kepuasan bagi perawat.

B. Saran.
Komunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat.
Komunikasi terapeutik bukanlah hanya salah satu upaya yang dilakukan oleh perawat untuk
mendukung proses keperawatan yang diberikan kepada klien. Untuk dapat melakukannya
dengan baik dan efektif diperlukan latihan dan pengasahan keterampilan berkomunikasi
sehingga efek terapeutik yang menjadi tujuan dalam komunikasi terapeutik dapat tercapai.
Ketika seorang perawat berusaha untuk mengaplikasikan pengetahuan yang ia miliki
untuk melakukan komunikasi terapeutik, ia pada akhirnya akan menyadari bahwa komunikasi
terapeutik yang ia lakukan tidak hanya memberikan khasiat terapeutik bagi pasiennya tetapi
juga bagi dirinya sendiri.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Muhith, Sandu Siyoto.2018.Aplikasi Komunikasi Terapeutik Nursing &


Health.Yogyakarta: CV Andi Offset.

Tri Prabowo, S.Kp., M.Sc.2017.Komunikasi Dalam Keperawatan.Yogyakarta: Pustaka Baru


Press

24

Anda mungkin juga menyukai