Anda di halaman 1dari 2

Apa yang Salah dengan Orang Indonesia?

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/irwanrinaldi/apa-yang-salah-dengan-orang-
indonesia_5790516e577b61580648e209

Kebetulan saya pernah sekitar sebulan yang lalu mengikuti presentasi dari pejabat di
perusahaan besar yang pusatnya ada di Amerika Serikat, General Electric, atau lebih populer
disebut GE. Nama pejabat tersebut Dr. Handry Satriago, seorang profesional, dan orang
Indonesia pertama yang dipercaya menjadi CEO dari GE Indonesia, bagian dari GE
Company, salah satu perusahaan terbesar dan tertua di dunia Pria yang gemar membaca,
mengoleksi lukisan tradisional Bali dan travelling ini, sering ditulis oleh media sebagai
“produk” asli Indonesia yang meraih posisi terhormat di perusahaan multinational, karena
semua proses pendidikan formalnya ditempuh di tanah air. Latar belakangnya berasal dari
keluarga sederhana, orang tuanya bersuku Minang yang merantau ke Riau. Lahir di
Pekanbaru tahun 1969 dan sampai SMA dihabiskannya di kota kelahirannya. S1
diselesaikannya di IPB sedangkan S2-nya dari IPMI Jakarta serta S3 dari UI. Pada usia 18
tahun ia terkena penyakit kanker getah bening yang membuatnya harus memakai kursi roda
hingga sekarang. Kala itu ia sempat putus asa dan mengurung diri di dalam kamar. Namun
setelah tiga bulan dalam kesedihan yang amat sangat, Handry bangkit dan kembali
bersekolah. Handry mempunyai perhatian yang serius untuk meningkatkan mutu sumber
daya manusia di negara kita. Ia kecewa karena di banyak perusahaan multinational yang
beroperasi di Indonesia, jangankan untuk menjadi CEO, untuk menjadi kepala wilayah saja,
katakanlah kepala wilayah Kalimantan, itupun dijabat ekspatriat. Menurut pemaparan
Handry, sebetulnya di mata manajer-manajer bule, orang kita baik-baik saja. Bahkan mereka
salut karena bila mereka menetapkan target, anak buah mereka yang orang Indonesia selalu
mencapai, bahkan melampaui target. Tapi sekadar mampu melampaui target bukan berarti
cocok untuk jadi pejabat tinggi di perusahaan tersebut. Masalahnya adalah orang kita punya
kelemahan mendasar untuk menjadi pimpinan perusahaan, yakni cenderung diam, tidak
berani mengungkapkan ide baru. Para staf asal Indonesia tergolong "yes man", dan sering
bersikap ABS (asal bapak senang). Kalo bos bertanya ada masalah apa, selalu dijawab: siap
bapak, semua lancar. Tak ada umpan balik. Padahal, tiba-tiba nantinya ada masalah besar
yang tak bisa lagi disembunyikan, membuat manajemen sudah terlambat untuk bertindak.
Kesimpulannya, orang kita hanya cocok sebagai pelaksana, yang jalan kalau ada perintah.
Tidak berani berinisiatif, dan selalu minta "arahan" dari atasan. Inginnya tetap di zona
nyaman, takut dengan tantangan baru. Diberi tantangan baru, mereka menjawab: "bisa sih
pak, tapi susah". Padahal jawaban yang diinginkan bos: "susah sih pak, tapi bisa". Kalau ada
atasan, mereka serius bekerja, atasannya pergi, mereka santai lagi. Handry merasa terpanggil
untuk mencetak pemimpin baru, karena pada dasarnya tugas pemimpin yang paling penting
adalah menyiapkan pemimpin pengganti. Untuk itu, ia merangsang anak buah untuk
mengeluarkan ide, bahkan mewajibkan mereka menyetor ide sekali seminggu. Biasanya
karena bersifat wajib, ide yang masuk asal-asalan saja, bahkan banyak yang seperti becanda.
Tapi tetaplah konsisten. Nanti setelah tiga bulan pasti akan dapat ide yang bernas, kata
Handry mengacu pada pengalamannya. Beda sekali perusahaan yang penuh ide dengan yang
tanpa ide. Contoh, kopi asli Indonesia rasanya lebih enak dari Starbucks. Tapi kopi kita hanya
menjual produk, makanya murah. Sedangkan Starbucks menjual nilai, gaya hidup, hasil
kristalisasi ide brilian, dan dihargai beberapa kali lipat dari kopi yang sekadar menjual
produk. Syukurlah, sekarang, meski dalam kondisi sistem pendidikan formal yang masih
perlu pembenahan, generasi muda kita mulai unjuk gigi dari hasil belajar sendiri, terutama
sejak ilmu pengetahuan bisa didapat secara mudah melalui jaringan internet. Karena Handry
memberi contoh ada alumni SMK Salatiga yang bisa mengalahkan sarjana keluaran Oxford,
saya mencari berita tentang hal tesebut, dan dua alinea di bawah ini saya kutipkan dari
kompas.com. Bangsa Indonesia tak boleh kehilangan semangat sebagai bangsa yang kreatif
dan inovatif. Lihatlah, pemuda lulusan sekolah menengah atas dan kejuruan (SMA-SMK)
asal Salatiga ini mampu mengalahkan insinyur-insinyur dunia. Sungguh, kekayaan bangsa ini
tidak terletak pada sumber daya alamnya, tapi pada sumber daya manusiannya. Arfian Fuadi
(28) dan Arie Kurniawan (23), kakak beradik asal Salatiga, menyabet juara pertama dalam
"3D Printing Challenge" yang diadakan General Electric (GE) tahun ini. Tidak cuma itu,
dalam kompetisi tersebut, karya Arfian dan Arie berhasil mengalahkan karya insinyur lulusan
universitas terkemuka dunia. Arfian dan Arie berhasil mendesain jet engine bracket yaitu
salah satu komponen untuk mengangkat mesin pesawat terbang yang paling ringan dari
komponen serupa yang pernah dibuat di dunia. Bahkan, mereka berhasil mengalahkan peserta
dengan gelar Ph.D dari Swedia yang menyabet peringkat kedua dan insinyur lulusan
University of Oxford yang meraih juara ketiga," ujar Handry Satriago, CEO General Electric
Indonesia, Jakarta, Selasa (22/7/2014). Dua pemuda lulusan SMA Negeri 7 Semarang dan
SMK Negeri 2 Salatiga, Jawa Tengah, ini berhasil menyisihkan 700 karya dari 50 negara
peserta yang mengikuti kompetisi tersebut. Hebat sekali bukan? Bayangkan, kehebatan orang
kita akan makin terasah bila sejak bangku sekolah dasar anak-anak dikondisikan gurunya
untuk berani menyampaikan pendapat. Kalau ada pendapat yang kritis atau nyeleneh, tidak
diketawain, yang bikin anak jadi takut ngomong. Intinya terapkan pola pengajaran yang
interaktif, dua arah, dan murid dipandang sebagai subyek, bukan obyek, sehingga mereka
mampu melahirkan berbagai kreasi.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/irwanrinaldi/apa-yang-salah-dengan-orang-
indonesia_5790516e577b61580648e209

Anda mungkin juga menyukai