Anda di halaman 1dari 85

BAB I

PENGERTIAN, SEJARAH DAN CABANG ILMU ANTROPOLOGI

A. Pengertian
Antropologi menurut kamus besar bahasa Indonesia artinya ilmu
tentang manusia khususnya asal-usul, aneka warna bentuk fisik, adat
istiadat, dan kepercayaan pada masa lampau.
Istilah Antropologi berasal dari bahasa Yunani, anthropos dan logos.
Anthropos berarti manusia dan logos berarti pikiran atau ilmu. Secara
sederhana, pengertian Antropologi adalah ilmu yang mempelajari
manusia.

B. Pengertian Menurut Ahli


1. Ralfh L Beals dan Harry Hoijen
Antropologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari tentang
manusia dan juga semua apa yang dikerjakannya.

2. Darwin
Antropologi fisik yang berkembang secara pesat dengan
melakukan sebuah penelitian-penelitian terhadap asal mula dan juga
perkembangan manusia. Manusia yang asalnya adalah monyet,
dikarenakan makhluk hidup yang mengalami evolusi. Antropologi
ingin membuktikan dengan melakukan berbagai macam penelitian
terhadap kera dan juga monyet di seluruh indonesia.

3. William A. Haviland
Antropologi ialah studi mengenai umat manusia, yang berusaha
menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan juga
perilakunya serta agar dapat memperoleh pengertian yang bisa lengkap
mengenai keanekaragaman manusia.

4. David Hunter
Antropologi ialah ilmu yang lahir dari sebuah keingintahuan
yang tidak terbatas mengenai umat manusia.

1
5. Koentjaraningrat
Antropologi ialah sebuah ilmu yang mempelajari umat manusia
yang pada umumnya dengan mempelajari sebuah keanekaragaman
warna, bentuk fisik dari masyarakatnya serta kebudayaan yang sudah
dihasilkan.
Antropologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari umat
manusia sebagai makhluk masyarakat. Perhatian ilmu pengetahuan ini
ditujukan kepada sifat-sifat khusus badani, dan cara-cara produksi,
tradisi-tradisi dan nilai-nilai yang membuat pergaulan hidup yang satu
berbeda dengan pergaulan hidup lainnya. Jika dilihat dari segi
antropologi, manusia dapat ditinjau dari dua segi; yaitu manusia sebagai
makhluk biologi dan manusia sebagai makhluk sosio-budaya. Dalam
tinjauan itu Antropologi tidak melihat manusia biologi dan manusia
sosio budaya secara terpisah-pisah melainkan satu kesatuan fenomena
bio-sosial.
Dari pengertian yang diungkapkan oleh para ahli diatas maka
dapat disimpulkan bahwa antropologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang manusia, mulai dari fisik, evolusi, perilaku, dan kebudayaannya
mulai dari masa lampau, saat ini dan untuk masa yang akan datang.

C. Sejarah Ilmu Antropologi


1. Fase Pertama (Sebelum 1800)
Sejak akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, suku-suku bangsa di
benua Asia, Afrika, Amerika, dan Oseania mulai kedatangan orang-
orang Eropa Barat selama kurang lebih 4 abad. Orang-orang eropa
tersebut, yang antara lain terdiri dari para musafir, pelaut, pendeta,
kaum nasrani, maupun para pegawai pemerintahan jajahan, mulai
menerbitkan buku-buku kisah perjalanan, laporan dan lain-lain yang
mendeskripsikan kondisi dari bangsa-bangsa yang mereka kunjungi.
Deskripsi tersebut berupa adat istiadat, susunan masyarakat, bahasa,
atau ciri-ciri fisik. Deskripsi tersebut kemudian disebut sebagai
“etnografi” (dari kata etnos berarti bahasa).

2. Fase kedua (kira-kira Pertengahan Abad ke-19)


Pada awal abad ke-19, ada usaha-usaha untuk mengintegrasikan
secara serius beberapa karangan-karangan yang membahas masyarakat
2
dan kebudayaan di dunia pada berbagai tingkat evolusi. Masyarakat dan
kebudayaan di dunia tersebut menyangkut masyarakat yang dianggap
“primitiv” yang tingkat evolusinya sangat lambat, maupun masyarakat
yang tingkatannya sudah dianggap maju. Pada sekitar 1860, lahirlah
antropologi setelah terdapat beberapa karangan yang mengklasifikasikan
bahan-bahan mengenai berbagai kebudayaan di dunia dalam berbagai
tingkat evolusi.

3. Fase Ketiga (Awal Abad ke-20)


Pada awal abad ke-20, sebagian besar Negara penjajah di Eropa
berhasil memantapkan kekuasaannya di daerah-daerah jajahan mereka.
Dalam era kolonial tersebut, ilmu Antropologi menjadi semakin penting
bagi kepentingan kolonialisme.
Pada fase ini dimulai ada anggapan bahwa mempelajari bangsa-
bangsa non Eropa ternyata makin penting karena masyarakat tersebut
pada umumnya belum sekompleks bangsa-bangsa Eropa. Dengan
pemahaman mengenai masyarakat yang tidak kompleks, maka hal itu
akan menambah pemahaman tentang masyarakat yang kompleks.

4. Fase Keempat (Sesudah Kira-kira 1930)


Pada fase ini, antropologi berkembang pesat dan lebih
berorientasi akademik. Pengembangannya meliputi ketelitian bahan
pengetahuannya maupun metode-metode ilmiahnya. Di lain pihak
muncul pula sikap anti kolonialisme dan gejala makin berkurangnya
bangsa-bangsa primitive (yaitu bangsa-bangsa yang tidak memperoleh
pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika) setelah Perang Dunia II.
Menyebabkan bahwa antropologi kemudian seolah-olah
kehilangan lapangan. Oleh karena itu sasaran dan objek penelitian para
ahli antropologi sejak tahun 1930 telah beralih dari suku-suku bangsa
primitiv non Eropa kepada penduduk pedesaan, termasuk daerah-
daerah pedesaan Eropa dan Amerika. Secara akademik perkembangan
antropologi pada fase ini ditandai dengan symposium internasional
pada tahun 1950-an, guna membahas tujuan dan ruang lingkup
antropologi oleh para ahli dari Amerika dan Eropa.
Pada fase keempat ini antropologi memiliki dua tujuan utama:

3
a. Tujuan Akademis, untuk mencapai pemahaman tentang manusia
berdasarkan bentuk fisiknya, masyarakatnya, maupun
kebudayaannya.
b. Tujuan Praktis, untuk kepentingan pembangunan

5. Lahirnya Ilmu Antropologi


Antropologi adalah suatu ilmu sosial yang pemaparannya
mengenai sejarah pembentukan antropologi tetap penting dibicarakan.
Kebanyakan antropolog sependapat bahwa antropologi muncul sebagai
suatu cabang keilmuan yang jelas batasannya pada sekitar pertengahan
abad kesembilan belas, tatkala perhatian orang pada evolusi manusia
berkembang. Setiap antropolog dan ahli sejarah memiliki alasan sendiri-
sendiri untuk menetukan kapan antropologi dimulai. Dari sudut
pandang “sejarah gagasan”, tulisan-tulisan filsuf, dan peziarah Yunani,
sejarawan Arab kuno, peziarah Eropa kuno, maupun masa renaisans,
dan filsuf, ahli hukum, ilmuwan berbagai bidang dari Eropa, semuanya
bisa dianggap pendorong bagi dibangunnya tradisi antropologi.
Sebagai contoh, Alan Bernand (dalam Misbah Zulfa Elisaeth,
Antropologi, 2015) berpendapat bahwa kelahiran antropologi adalah
ketika konsep “kontrak sosial” lahir, dan persepsi mengenai hakikat
manusia, masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan tumbuh dari
konsep “kontrak sosial” tersebut. Gagasan ini dalam beberapa hal
adalah pelopor dalam teori evolusi.
Perdebatan pada abad ke 18 mengenai asal usul bahasa dan
mengenai hubungan antara manusia dengan apa yang kita sebut primate
yang lebih tinggi juga relevan, seperti halnya perdebatan pada abad ke
19 antara poligenis (keyakinan bahwa setiap ‘ras’ mempunyai asal usul
terpisah) dan monogenis (keyakinan bahwa manusia memiliki asal usul
keturunan yang sama, dari adam atau dari makhluk yang disebut dengan
kera). Gagasan demikian itu tidak hanya penting sebagai fakta sejarah,
tetapi juga karena gagasan itu membentuk persepsi antropologi modern
mengenai dirinya sendiri.

4
Antropologi di Eropa pada abad ke 18 ditandai oleh tiga
pertanyaan penting yang diajukan untuk pertama kali dalam bentuk
modern selama masa pencerahan di Eropa. Pertanyaan itu adalah:
a. Siapa yang mendefenisikan manusia dalam bentuk abstrak?
b. Apa yang membedakan manusia dari binatang?
c. Dan apa kondisi alamiah dari manusia itu?
Dari pertanyaan itu maka munculah ilmuwan dan tokoh-tokoh
dalam pengembangan kehidupan manusia, sehingga disebut dengan
ilmu antropologi yang kita kenal sampai sekarang.
Antropologi pada abad ke 19 dan abad ke 20, berkembang dalam
arah yang lebih sistematik dan menggunakan peralatan metodelogi
ilmiah. Persoalan paradigma menjadi semakin penting karena masih
mempertanyakan pertanyaan–pertanyaan diatas. Dan sampai saat
sekarang ini para ilmuwan dan tokoh-tokoh masih mengembangkan
pemikiran mereka dalam dunia ilmu antropologi ini.

6. Berkembangnya Ilmu Antropologi


Dalam arti tertentu, praktik antropologi dimulai begitu manusia
mulai berfikir tentang masyarakat dan keyakinan-keyakinan mereka, dan
secara sadar memutuskan untuk membandingan diri mereka sendiri
dengan masyarakat-masyarakat lain yang melakukan kontak dengan
mereka.
Ahli sejarah Yunani, Herodotus (484-425 SM) menghabiskan
bertahun-tahun untuk melakukan perjalanan di Asia, Mesir dan Yunani,
dan menuliskan gambaran terperinci tentang pakaian, panen, etiket dan
ritual dari orang-orang yang ia jumpai. Ibnu Khaldun (1332-1406)
adalah seorang ahli politik dan sejarah yang tinggal beberapa tahun. Ia
menghasilkan karya ilmiah yang menakjubkan, karena
mengelompokkan orang-orang yang diamatinya menjadi dua kelompok
masyarakat, yaitu suku Bedouin yang dianggap liar, nomaden serta
agresif, dan masyarakat kota yang menetap, berpendidikan dan kadang-
kadang korup, yang menggantungkan hidup mereka pada pertanian
lokal.
Antropologi mengemuka setelah melewati serangkaian
perkembangan yang kompleks, dan saat ini mencakup minat-minat dan
bidang-bidang ilmu yang sangat beragam. Kita akan meninjau beberapa
5
diantaranya untuk memahami bagaimana antropologi sampai saat pada
perkembangannya saat ini.
Setidaknya sejak abad kelima belas, dengan dilengkapinya
pelayaran-pelayaran besar untuk menemukan dan menaklukan wilayah
baru, muncul berbagai perdebatan tentang sifat dan adat istiadat orang-
orang biadab yang digambarkan oleh orang pelaut dan pedagang. Di
akhir abad keenam belas sastrawan Perancis, Michael De Montaigne
(1533-1592), memadukan pengetahuannya tentang karya-karya penulis
klasik seperti Xenophon, Lucretius dan virgil dengan penjelajahan-
penjelajahan dunia baru.
Selama zaman pertengahan, makhluk didunia dikelompokkan
kedalam beberapa ordo yang statis, diciptakan oleh tuhan yang disebut
rantai kehidupan (chain of being). Pada abad ketujuh belas dan delapan
belas ‘Rantai’ tersebut kerap teramati dalam kondisi-kondisi yang lebih
dinamis. Dengan demikian, kebudayaan dapat dianggap sebagai
kemajuan, dengan masyarakat eropa sebagai titik puncak
perkembangan, baik secara moral maupun cultural.
Antropologi menjadi sebuah subjek akademis yang berdiri sendiri
pada abad kesembilan belas, sebagian besar memusatkan perhatian pada
penelitian sifat-sifat fisik, bahasa dan budaya masyarakat yang belum
beradab. Sir Edward Tylor menjadi dosen antropologi di Oxford pada
tahun 1884, maka mulai disinilah antropologi dikembangkan diberbagai
Negara. Hampir disepanjang abad kesembilan belas, status pasti
antropologi mencakup segala hal, mulai dari mengukur bentuk dan
ukuran kepala sampai mengumpulkan artefak untuk mengisi museum-
museum dikota-kota yang kaitannya dengan sains, terutama zoology
dan biologi.
Goerge Stocking, seorang ahli antropologi sejarah dari Amerika
membedakan perilaku banyak warga Inggris Victoria dengan masyarakat
non Eropa, secara jelas gambaran yang dimunculkan adalah gambaran
seorang yang bukan saja terasing secara geografis, tapi juga kebalikan
dari gambaran ideal dari seorang pria Victoria; berkulit putih, menarik
bersih (sifat ini bisa dikatakan mendekati sifat saleh). Gagasan itu jelas
menggambarkan evolusi budaya, sebuah gagasan yang berhasil menjadi
sebuah teori dominan di abad kesembilan belas.

6
Gagasan ini didukung oleh hasil penelitian beberapa disiplin
ilmu, bukti-bukti geologi menunjukan bahwa bumi lebih tua daripada
yang diungkapkan oleh injil, sementara penemuan-penemuan arkeologi
seperti peralatan yang ditemukan di tanah berlumpur Denmark
dianggap mendukung teori yang menyatakan bahwa umat manusia telah
melewati berturut-turut, zaman-zaman batu, perunggu, dan besi. Para
ilmuwan mulai mencari penjelasan-penjelasan ilmiah dan bukan lagi
penjelasan teologi untuk memahami perbedaan perkambangan antara
Negara-negara dengan peradaban barat dengan masyrakat yang secara
teknologi dan budaya dianggap lebih primitif.
Pada tahun 1896 ahli antropologi Franz Boas (1858-1942)
menerbitkan sebuah makalah yang berjudul The Limitations Of The
Comparative Method Of Anthropology. Dua kalimat terakhir dalam
tulisannya mengatakan “sampai saat ini kita masih terlalu senang
tingkah laku aneh yang cerdik. Kerja nyata masih didepan kita”, yang ia
maksud dengan kesenangan adalah kesenangan dari banyak ahli evolusi,
yang menurut Boas, riset mereka pada hikikatnya rasis dan hanya
ditunjang oleh sedikit bukti saja.
Banyak karya-karya Boas yang diterima oleh pakar antropologi
lainnya, sehingga mereka melihat tanda-tanda awal perpecahan minat
antara para ahli antropolgi Amerika dan Inggris. Pengikut Boas di
Amerika, seperti ilmuwan A.L. Kroeber (1876-1960) dan R. Lowie
(1883-1957) meneruskan dengan melakukan penelitian sejarah,
sekaligus memusatkan perhatian pada analisis budaya.

7. Tokoh-Tokoh Antropologi
Para tokoh antropologi dalam fase pertama dari
perkembangannya sudah tentu belum ada, Karena pada waktu itu
belum ada ilmu antropologi. Namun ada penjelasan tentang manusia
dan kebudayaan suku-suku bangsa yang tinggal diluar benua Eropa.
Para pengarang etnografi kuno ada dari berbagai golongan antara lain:
Golongan musafir adalah A. Bastian, seorang dokter kapal
berbangsa jerman yang telah keliling ke berbagai benua pada permulaan
abad ke-19. diantara catatan-catatan perjalanannya mengenai berbagai
daerah tertentu di Afrika Barat, India. Cina, Australia, Kepulauan

7
Osenia, Meksiko, dan Amerika latin. Ia pernah menulis tiga jilid
etnografi mengenai kebudayaan suku-suku bangsa di Indonesia.
Golongan penyiar agama Nasrani sangat banyak jumlahnya,
cukup disebut seorang saja sebagai contoh, ialah J.F. Lafitau, seorang
pendeta agama Katolik bangsa perancis yang pernah berkerja di daerah
sungai St. Lawrance (Amerika Utara dan Kanada Timur), sebagai
penyiar agama dan menulis sebuah etnografi yang klasik (1724) tentang
kebudayaan suku-suku bangsa India yang hidup didaerah sungai
tersebut.
Golongan Eksplorasi adalah N.N. Miklukho-Maklai, seorang
bangsa Rusia yang banyak mengembara di daerah Oseania di Lautan
Teduh, dan yang pernah mengunjungi Papua Nugini dan Irian Jaya.
Golongan pemerintah-pemerintah jajahan adalah T.S. Raffles,
yang pernah menjabat sebagai Letnan Gubernur Jendral di Indonesia
antara tahun 1811 dan 1815.
Tokoh dari sarjana antropologi pada abad ke-19 adalah L.H
Morgan, seorang sarjana hukum bangsa Amerika yang berkerja sebagai
pengacara.
P.W. Schmidt, seorang serjana antropologi berbangsa Austria.
Tokoh sarjana antropologi dalam fase perkembangannya yang
ketiga adalah B. Malinowski, yang telah menulis banyak buku
antropologi.
Tokoh sarjana antropologi dalam fase perkembangannya yang
keempat adalah F. Boas yang mula-mula adalah ahli geografi bangsa
jerman, kemudian menjadi warga Negara Amerika, yang dianggap
sebagai tokoh pendekar antropologi pada masa kejayaannya.
Ruth Benedict, Margaret Mead dan R. Linton adalah tokoh
antropologi wanita yang lebih mengarah tentang antropologi psikologi.
A.R Radcliffe-Brown adalh tokoh antropologi yang
mengembangkan teori-teori antropologi sinkronik yang kemudian
menjadi sub ilmu antropologi social.
R. Frith adalah tokoh yang menggunakan metode-metode
antropologi dalam hal analisis, yang bisa disebut antropologi terapan.
Banyak sekali tokoh-tokoh yang berperan penting dalam dunia
perkembangan ilmu antropologi, karena antropologi tidak hanya
berkembang di Negara-negara Eropa saja, akan tetapi ilmu ini
8
berkembang ke Negara-negara Asia, Afrika, Amerika dan lain
sebagainya. Sehingga dengan berkembangnya ilmu ini di Negara-negara
tersebut banyak tokoh-tokoh yang ikut campur dengan pemikiran-
pemikiran mereka sehingga ilmu antropologi semakin lama semakin
luas kajiannya.

D. Cabang Ilmu Antropologi


1. Antropologi Fisik/Biologi/Paleoantropologi
Antropologi Fisik atau Antropologi Biologi adalah cabang
antropologi yang memfokuskan kajiannya pada manusia sebagai
organisme biologis, yang salah satunya menekankan pada kajian
masalah evolusi manusia.
Sementara kajian yang secara khusus meneliti sisa-sisa tubuh
yang telah membatu (fosil) yang ditemukan dalam lapisan-lapisan tanah
disebut paleoantropologi. Antropologi fisik ini mempelajari keragaman
manusia di dunia dilihat dari segi fisiknya.
Ilmu ini mencoba untuk memahami sejarah terjadinya keragaman
makhluk manusia berdasarkan :
a. Ciri-ciri fisik atau tubuhnya yang tampak secara lahiriah (fenotipik),
seperti warna kulit, indeks tengkorak, bentuk muka, warna mata,
bentuk hidung, tinggi dan bentuk tubuh,
b. Ciri-ciri fisik bagian “dalam” (genotipik) seperti golongan darah.
Berdasarkan klasifikasi di atas, manusia dapat digolongkan ke
dalam beberapa golongan yang disebut ras. Kita ketahui bahwa di dunia
ini terdapat beberapa kategori ras seperti ras kaukasoid, melanesoid,
negroid, dan sebagainya.

2. Antropologi Budaya
Antropologi Budaya adalah cabang antropologi umum yang
berupaya mempelajari kebudayaan pada umumnya dan beragam
kebudayaan dari berbagai bangsa di seluruh dunia. Ilmu ini mengkaji
bagaimana manusia mampu berkebudayaan dan mengembangkan
kebudayaannya dari masa ke masa.
Fokus yang dipelajari oleh ilmu ini adalah cara hidup manusia
dalam memelihara dan mengubah lingkungannya. Cara hidup ini

9
diperoleh manusia melalui proses belajar (sosialisasi) dan pengalaman
hidup.

3. Prasejarah
Prasejarah atau prehistori mempelajari sejarah perkembangan
dan persebaran semua kebudayaan manusia sebelum manusia mengenal
tulisan.
Jika dilihat secara umum, maka perkembangan sejarah
kebudayaan umat manusia dapat dibagi ke dalam 2 bagian. Pertama,
masa sejak munculnya makhluk manusia sekitar 800.000 tahun yang lalu
hingga masa di mana kebudayaan manusia belum mengenal tulisan, dan
kedua, adalah masa kebudayaan manusia setelah mengenal tulisan.
Batas antara kedua masa tersebut tidaklah sama bagi semua
kebudayaan yang ada di muka bumi ini. Beberapa kebudayaan tercatat
telah mengenal tulisan sejak 4000 tahun S.M.; seperti kebudayaan
Minoa yang bekas-bekasnya dapat ditemui di Pulau Kreta.
Beberapa kebudayaan lain mengenal tulisan kira-kira 3000 tahun
S.M., seperti kebudayaan Yemdet Nasr di Irak Selatan dan kebudayaan
Harapa-Mohenjodaro di daerah Sungai Sindu di Pakistan. Selain itu ada
kebudayaan yang baru mengenal tulisan sekitar 100 tahun S.M., dan
beberapa kebudayaan yang diketahui baru mengenal tulisan pada abad
ke 20 (Koentjaraningrat, 1996).
Bahan penelitian dari ilmu prasejarah adalah bekas-bekas
kebudayaan seperti benda-benda dan alat-alat (artefak) yang tertinggal di
dalam lapisan-lapisan bumi.
Selain ilmu prasejarah, ilmu yang dikenal mempelajari bekas-
bekas kebudayaan tersebut adalah arkeologi. Namun, arkeologi di
Indonesia telah mendapat kekhususan dalam kajiannya, karena lebih
memfokuskan kajiannya pada jaman prasejarah di Indonesia hingga
masa jatuhnya negara negara Indonesia-Hindu dan lenyapnya
kebudayaan Indonesia-Hindu tersebut. Ilmu prasejarah di Indonesia
masih sangat muda, yaitu sekitar tahun 1930-an, yang dipelopori oleh
A.J.J. Van Der Hoop dan C.T. Van Stein Callenfels.
Di Indonesia, ilmu prasejarah ini tidak menjadi bagian dari ilmu
antropologi tetapi menjadi bagian dari arkeologi.

10
4. Antropologi Linguistik
Cabang ilmu antropologi budaya yang secara spesifik mengkaji
masalah bahasa ini adalah antropologi linguistik (linguistic
anthropology) atau etnolinguistik.
Manusia diberi kelebihan dibandingkan dengan makhluk hidup
lainnya dalam menciptakan simbol simbol yang terangkum dalam istilah
bahasa. Bahasa sangat penting sebagai media berkomunikasi sehingga
interaksi antar individu atau antarkelompok akan menjadi lebih efektif.
Selain kemampuan menciptakan bahasa, manusia pun masih
memiliki insting dalam berkomunikasi seperti halnya yang dimiliki oleh
makhluk hidup lainnya. Hanya bedanya, makhluk hidup selain manusia
tidak mampu menciptakan bahasa seperti manusia.
Bahasa merupakan lambang kepintaran yang dimiliki manusia
yang diperolehnya melalui proses belajar. Oleh karena itu, bahasa
merupakan ciri dari kehidupan manusia atau bahasa merupakan ciri dari
kebudayaan manusia.
Bahasa yang diciptakan sekaligus dipelajari oleh manusia pada
akhirnya akan berfungsi mengikat bagi manusia itu sendiri dalam
menggunakannya. Dalam hal ini, bahasa menjadi salah satu unsur
kebudayaan yang memiliki kaidah-kaidahnya sendiri yang berada “di
luar” individu yang menggunakannya.
Sebagai contoh, jika Anda menemui ada individu sebagai anggota
masyarakat di mana Anda berada menggunakan bahasa dengan kaidah-
kaidah di luar ketentuan yang berlaku maka pesan yang ingin
disampaikannya tidak akan diterima/dimengerti oleh orang lain begitu
pula oleh Anda sendiri.
Bahasa merupakan kesepakatan bersama seluruh anggota
masyarakat yang menggunakannya. Bahasa sebagai simbol untuk
berkomunikasi saat ini telah berkembang sangat kompleks, walau pun
mungkin masih ada beberapa suku bangsa yang hidup terpencil masih
menggunakan bahasa yang relatif sederhana, baik dalam jumlah kata-
kata atau pun tata bahasanya.
Bahasa memiliki fungsi sebagai media transmisi (sosialisasi)
unsur-unsur kebudayaan dari satu generasi kepada generasi berikutnya.
Karena fungsinya itu, bahasa menjadi salah satu unsur penting untuk
dipelajari oleh antropologi.
11
5. Etnologi dan Antropologi Sosial
Etnologi adalah ilmu yang mempelajari asas-asas manusia melalui
kajiannya terhadap sejumlah kebudayaan suku bangsa yang tersebar di
seluruh dunia.
Antropologi dibedakan menjadi 2 bagian atas dasar perbedaan
fokus kajiannya.
Pertama, ilmu yang lebih memfokuskan diri pada kajian bidang
diakronik (kajian dalam rentang waktu yang berurutan), yang tetap
menggunakan nama etnologi.
Kedua, ilmu yang lebih menekankan perhatiannya pada bidang
sinkronik (kajian dalam waktu yang bersamaan), yang lebih akrab
dengan sebutan antropologi sosial.
Di antara ahli antropologi yang mengembangkan teori-teori
antropologi sinkronik adalah A.R. Radcliffe-Brown. Ia adalah seorang
ahli antropologi Inggris yang mencoba mencari asas-asas kebudayaan
dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan masyarakat.
Menurutnya, para ahli antropologi harus berbuat lebih dari yang
dilakukan oleh para ahli pada fase kedua, yaitu yang hanya puas dengan
mempelajari kebudayaan hanya untuk mengetahui sejarah dan
persebaran kebudayaan-kebudayaan di muka bumi ini.

6. Etnopsikologi
Etnopsikologi atau antropologi psikologi adalah sebuah kajian
antropologi yang menggunakan konsep-konsep psikologi dalam proses
analisanya.
Berkembang sekitar awal abad ke 19 (tahun 1920-an) Kajian ini
berkembang di Amerika dan Inggris manakala ada kebutuhan untuk
mengetahui Kepribadian bangsa, Peranan individu dalam proses
perubahan adat-istiadat, dan Nilai universal dari konsep-konsep
psikologi.
Kebutuhan pertama muncul ketika hubungan antarbangsa mulai
diperhatikan demi kepentingan hubungan internasional terutama sejak
Perang Dunia I.
Sebetulnya beberapa kajian tentang kepribadian suatu suku
bangsa pernah dilakukan oleh beberapa ahli terutama terkait dengan
kepentingan untuk mengetahui kepribadian penduduk di daerah jajahan,
12
tetapi konsep-konsep dan istilah-istilah yang digunakan tergolong masih
kasar dan kurang cermat.
Baru sekitar tahun 1920-an, para ahli antropologi mempelajari
masalah kepribadian suatu suku bangsa dengan lebih cermat dan teliti
dengan menggunakan konsep-konsep dan teori-teori psikologi. Dengan
demikian, mereka dapat mendeskripsikan kepribadian suatu suku
bangsa dengan lebih objektif dan teliti untuk menemukan kepribadian
umum warga suatu bangsa atau suatu suku bangsa.
Pada tahun-tahun tersebut di Amerika Serikat juga dimulai suatu
kajian antropologi yang memfokuskan diri pada peranan individu dalam
proses perubahan adat-istiadat. Dalam kajian antropologi sebelumnya,
pada umumnya keberadaan individu yang berperilaku menyimpang
tidak mendapat perhatian, karena perhatian para ahli lebih terfokus
pada pola-pola kehidupan yang telah mapan.
Baru disadari kemudian bahwa gejala perilaku individu yang
menyimpang dapat dipahami dalam kaitannya dengan perubahan sosial-
budaya dari kebudayaan suatu bangsa atau suatu suku bangsa. Atas
dasar kajiannya terhadap gejala kepribadian suatu suku bangsa ini, para
ahli antropologi juga dapat mengkritisi beberapa teori psikologi yang
dihasilkan atas dasar suatu penelitian pada masyarakat Eropa. Atas
kajiannya terhadap masyarakat di luar Eropa, beberapa teori psikologi
yang ada saat itu ternyata belum tentu dapat diterapkan atau berlaku
secara universal.
Oleh karena itu, masih perlu kehati-hatian dalam menerapkannya
untuk mengkaji masalah kepribadian umum pada masyarakat di luar
Eropa.

7. Antropologi Spesialisasi
Beragamnya keperluan dalam memahami suatu masalah
kemasyarakatan menyebabkan para ahli sosial, termasuk antropologi,
mencoba lebih memfokuskan pada bidang-bidang tertentu. Walaupun
demikian, seorang ahli antropologi tetap akan memahami bidang yang
ditelitinya pada konteks keseluruhan aspek kemasyarakatan (ingat
pendekatan holistik). Kebutuhan pemecahan masalah pada bidang-
bidang tertentu tersebut menyebabkan munculnya kekhususan-
kekhususan pada antropologi.
13
Beberapa perkembangan antropologi yang menjurus pada
lahirnya bidang-bidang spesial dari antropologi seperti antropologi
ekonomi, antropologi politik, antropologi kependudukan, dan lain-
lainnya.
a. Antropologi ekonomi
Pada tahun 1930-an, seorang ahli antropologi Inggris R. Firth
memulai meneliti gejala ekonomi pedesaan seperti masalah
permodalan, pengerahan tenaga kerja, sistem produksi, pemasaran
sistem pertanian dan perikanan. Hal ini beliau lakukan di wilayah
Oseania dan Malaysia.
Apa yang telah dilakukan R. Firth ini kemudian banyak diikuti
oleh murid-muridnya bahkan para ahli antropologi lainnya yang
mencoba mengadakan penelitian di daerah lain. Bahkan metode dan
pendekatan yang digunakan R. Firth terus mengalami perkembangan
sehingga menjadikan kajian antropologi terhadap kehidupan
ekonomi masyarakat menjadi semakin mantap. Kajian ini secara luas
dikenal dengan antropologi ekonomi.
Di Indonesia, beberapa kajian antropologi ekonomi cukup
banyak mendapat perhatian terutama yang berupa upaya-upaya para
ahli baik dari Eropa dan Amerika maupun para sarjana antropologi
Indonesia sendiri yang berusaha memahami masalah perekonomian
para petani, nelayan, masyarakat di sekitar hutan, masyarakat
meramu di Papua dan sebagainya.

b. Antropologi politik
Perbedaan asas-asas dalam menyelenggarakan pemerintahan
dalam masyarakat modern (industri) dengan masyarakat nonindustri
menjadi perhatian para ahli antropologi yang secara khusus
memperhatikan masalah politik lokal (tradisional).
Perhatian ini sebenarnya telah lama berkembang sejalan
dengan kebutuhan para negara jajahan pada waktu itu untuk
memahami pola pemerintahan (kekuasaan) yang ada di negara-
negara jajahannya.
Akhir-akhir ini para ahli antropologi lebih tertarik pada
perilaku dan budaya politik yang ternyata tidak dapat dilepaskan dari
pengaruh aspek sosial budaya, latar belakang sosial budaya, sistem
14
nilai dan norma yang berlaku di masyarakat di mana para pelaku
politik tersebut berada.
Perhatian ahli antropologi terhadap gejala-gejala politik atau
pemerintahan semacam itu telah melahirkan satu kajian ilmu
antropologi yang disebut antropologi politik.
Salah satu contoh dari kajian antropologi politik adalah
masalah demonstrasi. Perilaku para pendemo dan tokoh intelektual
yang ada di belakangnya menggambarkan bagaimana sistem nilai dan
norma “bekerja” dalam kehidupan politik masyarakat.

c. Antropologi kependudukan
Antropologi kependudukan merupakan salah satu sub
antropologi yang lahir cukup baru, yaitu ketika dunia menganggap
penting untuk mengatasi masalah-masalah kependudukan. Ledakan
penduduk yang cukup tinggi mengkhawatirkan sebagian pihak
bahwa pada suatu saat akan terjadi kelaparan, karena semakin
menipisnya sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Oleh karenanya muncul berbagai ide untuk mengurangi
tingkat kelahiran bayi dengan meluncurkan program-program
kependudukan di setiap negara yang pada intinya untuk menekan
tingginya tingkat pertambahan penduduk dunia.
Berbagai kendala yang ditemui di lapangan dalam upaya
menjalankan program kependudukan, seperti program Keluarga
Berencana (KB) di Indonesia, telah membawa para ahli antropologi
untuk ikut membantu memecahkan persoalan kependudukan
tersebut.
Diketahui bahwa beberapa kendala yang menghambat
kelancaran program-program kependudukan tersebut adalah
disebabkan oleh latar belakang dan kondisi sosial budaya
masyarakatnya. Atas dasar ini berkembanglah metode dan
pendekatan antropologi yang secara khusus digunakan untuk
memahami gejala kependudukan. Spesifikasi baru dari antropologi
ini dikenal dengan nama antropologi kependudukan.

15
d. Antropologi kesehatan
Antropologi Kesehatan merupakan salah satu sub antropologi
yang lahir cukup baru, yaitu ketika masyarakat dunia sadar akan
pentingnya upaya-upaya untuk mengatasi masalah-masalah
kesehatan.
Ledakan penduduk yang cukup tinggi diiringi pula oleh
munculnya masalah kesehatan, seperti masalah sanitasi lingkungan,
masalah penyakit epidemi, dan beberapa penyakit lain yang
menjangkit ke sebagian besar penduduk. Akhir-akhir ini diketahui
bahwa masalah kesehatan bukan saja menyangkut aspek medis tetapi
juga terkait dengan kebiasaan, pola hidup, dan kondisi lingkungan.
Wabah malaria misalnya sering kali terjadi di mana sebagian
gejala ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kurang baik.
Masih ditemui adanya perbedaan pandangan antara masyarakat
modern dan masyarakat tradisional dalam memandang masalah
sehat atau masalah penyakit. Akibatnya, metode, cara dan konsep
pengobatan tentang penyakit pun berbeda-beda pada setiap
kebudayaan.
Perhatian yang serius dari kalangan ahli antropologi terhadap
masalah kesehatan ini memunculkan subdisiplin baru dalam
antropologi yang disebut antropologi kesehatan. Disiplin ini
mencoba memahami gejala kesehatan masyarakat dalam
keterkaitannya dengan masalah adat-istiadat, nilai dan norma serta
keyakinan yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan.
Berbagai kendala yang ditemui di lapangan dalam upaya
menjalankan program kesehatan, seperti program Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA) di Indonesia, telah membawa para ahli antropologi
dan sosiologi untuk ikut membantu memecahkan persoalan
kesehatan tersebut. Beberapa kendala yang menghambat kelancaran
program-program kesehatan tersebut adalah disebabkan oleh latar
belakang dan kondisi sosial budaya masyarakatnya yang berbeda
dalam melihat konsep sehat bagi ibu dan anak.

16
8. Antropologi Terapan
Gejala pembangunan masyarakat sejak Perang Dunia II
membutuhkan bantuan berbagai disiplin ilmu termasuk antropologi di
dalamnya. Dalam antropologi, antropologi pembangunan merupakan
salah satu bidang ilmu yang tergolong ke dalam antropologi terapan,
bersama-sama dengan spesialisasi lain yang lebih khusus, seperti
misalnya antropologi ekonomi, antropologi kesehatan, dan antropologi
pendidikan.
Sebagai ilmu terapan, maka penggunaan metode-metode,
konsep-konsep, dan teori-teori antropologi, misalnya, diterapkan untuk
lebih memahami masalah-masalah pedesaan, masalah pendidikan,
adopsi teknologi oleh para petani, masalah kehidupan para buruh
pabrik dan sebagainya.

E. Kaitan Sejarah Antropologi dan Ilmu Administrasi


Dari sisi sejarah dan perkembangan Antropologi mulai dari awal
kemunculannya sampai dengan berkembangnya Antropologi menjadi
salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak dapat dipisahkan dengan
ilmu Administrasi khususnya bagaimana ilmu administrasi di Indonesia
dalam prakteknya, hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Sejarah Penjahan Bangsa-bangsa di dunia
Sejarah awal antopologi yaitu dikenal dengan istilah etnografi atau
catatan-catatan yang berisi kisah perjalanan maupun laporan
mengenai kondisi bangsa-bangsa yang dikunjungi pedagang maupun
pegawai negara penjajah yang ditugaskan pada negara jajahan dengan
mendeskripsikan bangsa yang mereka kunjungi atau tempat mereka
bekerja mulai dari adat istiadat, bahasa, pola kepemimpinan dan
bentuk fisik, bahan etnografi inilah yang kemudian dijadikan sebagai
bahan penelitian negara-negara penjajah pada masa itu untuk
memahami pola pemerintahan negara jajahan yang sebagian besar
masih berbentuk monarki atau kerajaan.
Di Indonesia hal yang paling pertama menjadi acuan bangsa penjajah
adalah masih terbaginya Indonesia yang terdiri dari banyak kerajaan
kecil yang letaknya berbatasan langsung, dimana bangsa penjajah
menilai bahwa rakyat kerajaan-kerajaan kecil tersebut sangat loyal dan
patuh terhadap raja mereka, kepatuhan inilah yang dijadikan bangsa
17
penjajah sebagai strategi melemahkan bangsa ini yaitu dengan
menghasut raja-raja di Indonesia untuk berperang satu sama lainnya
yang dikenal dengan istilah “Politik adu domba” dimana energi
kerajaan tersebut fokus dan habis karena perang saudara, yang secara
otomatis memudahkan penjajah menguasai daerah daerah di
indonesia pada masa itu.
Menurut catatan para pendiri bangsa, bahwa Indonesia dijajah oleh
belanda selama 350 tahun merupakan waktu yang cukup lama bagi
bangsa ini untuk mengadopsi budaya, bahasa maupun kebiasaan
bangsa penjajah pada masa itu.
Secara etimologi kata Administrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu
Administrare yang berarti mengendalikan, mengelola atau menangani
urusan-urusan seperti negara atau pemerintah, jika melihat kondisi
saat ini pengelolaan pemerintah masih jauh dari harapan masyarakat
Indonesia.

2. Mewarisi “Korupsi” bangsa penjajah


Mengamati sejarah penjajahan Belanda di Indonesia yang dimulai
dengan cara berdagang hingga invasi, yang berjalan selama 350 tahun
tidak membuat bangsa ini belajar banyak dari masa kelam itu,
praktek-praktek korupsi dan penyalahgunaan jabatan adalah contoh
sikap buruk yang diwarisi bangsa ini dari penjajah, mengapa
demikian? Pada awal penjajahan belanda yang dilakukan sebuah
serikat dagang bernama Verenigde Oostindische Compagne (VOC) yang
mulai pada tahun 1610 dan berakhir pada tahun 1796 karena
mengalami kebangkrutan, dimana fakta menariknya salah satu
penyebab utama kebangkrutan VOC pada masa itu adalah korupsi,
yang ternyata sekarang juga menjadi kebiasaan para elit di negeri ini,
di televisi dan berita cetak hampir tiap saat kita menyaksikan pejabat,
kepala daerah baik bupati maupun gubernur yang terindikasi korupsi
dan bahkan tertangkap tangan menerima suap, maka dapat dikatakan
bangsa ini mewarisi penyebab bangkrutnya mantan serikat dagang
yang pernah menjajahnya yaitu VOC, akankah negeri ini juga akan
bangkrut karena penyebab yang sama?.

18
3. Mewarisi “Mental” Penjajah
Pada masa sekarang selain korupsi yang menjadi masalah bangsa
yang sangat fatal dampaknya jika berkaca dari bangkrutnya VOC,
ternyata bangsa ini juga mewarisi mental pegawai-pegawai VOC,
bagaimana mental pegawai VOC? Mereka bermental ingin dilayani,
hampir keluhan masyarakat atas buruknya pelayanan sektor publik
menjadi hal yang sangat lumrah kita dengar, banyaknya penelitian
baik skripsi, tesis bahkan disertasi yang mengangkat tema kualitas
pelayanan adalah salah satu bukti ilmiah masih buruknya kualitas
pelayanan publik di Indonesia.
Oknum-oknum aparat pemerintah yang tidak menyadari fungsi dari
pegawai pemerintah terkadang acuh tak acuh terhadap masyarakat
yang membutuhkan pelayanan, sebagian dari mereka terlalu bangga
atas status yang mereka sandang sebagai Pegawai Negeri Sipil dan
kadang melupakan tugas utama mereka sebagai pelayan masyarakat,
di masa lalu arogansi VOC didukung oleh angkatan perang yang
mereka miliki, akan tetapi arogansi pegawai saat ini justru didukung
oleh rendahnya kualitas sumber daya manusia yang mereka miliki.

19
BAB II
KEPRIBADIAN

A. Pengertian Kepribadian
Banyak para ahli yang memberikan perhatian dan mencurahkan
penelitiannya untuk mendeskripsikan penelitiannya mengenai tentang
pola tingkah laku yang nantinya merunut juga pada pola tingkah laku
manusia sebagai bahan perbandingannya.
Pola-pola tingkah laku bagi semua Homo Sapiens hampir tidak ada,
bahkan bagi semua individu yang tergolong satu ras pun, tidak ada satu
system pola tingkah laku yang seragam. Sebabnya tingkah laku Homo
Sapiens tidak hanya ditentukan oleh system organic biologinya saja,
melainkan juga akal dan pikirannya serta jiwanya, sehingga variasi pola
tingkah laku Homo Sapiens sangat besar diversitasnya dan unik bagi setiap
manusia.
Dengan pola tingkah laku dalam arti yang sangat khusus yang
ditentukan oleh nalurinya, dorongan-dorongan dan refleksnya.
Jadi “Kepribadian” dalam konteks yang lebih mendalam
adalah “susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan tingkah laku atau
tindakan seorang individu”.
Dalam kajian ilmu administrasi tentu tidak terlepas dari
pembahasan organisasi dan manajemen, organisasi adalah wadah dari
administrasi dan manajemen adalah roh dari administrasi, dalam
organisasi dan manajemen tentu peran pimpinan merupakan salah satu
kunci dari suksesnya organisasi dan manajemen itu sendiri, gaya
kepemimpinan klasik yaitu kharismatik, gaya kepemimpinan militeristik
dan gaya kepemimpinan transformasional yang sekarang ini sedang
dikembangkan merupakan tiga gaya kepemimpinan yang sangat populer.
Kepribadian dan gaya kepemimpinan merupakan dua hal yang
punya hubungan secara langsung dalam diri seseorang, kepribadian
bukanlah hal yang dibentuk secara instan akan tetapi melalui proses yang
sangat panjang dan berliku sehingga kepribadian merupakan ciri khas
pada masing-masing manusia, pada sub bab berikutnya akan dibahas
mengenai unsur-unsur kepribadian yang sangat mempengaruhi gaya
kepemimpinan seseorang.

20
B. Unsur-unsur Kepribadian
Ada beberapa unsur-unsur dari kepribadian. Diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan suatu unsur-unsur yang mengisi akal dan
alam jiwa orang yang sadar. Dalam alam sekitar manusia terdapat
berbagai hal yang diterimanya melalui panca inderanya yang masuk
kedalam berbagai sel di bagian-bagian tertentu dari otaknya. Dan didalam
otak tersebutlah semuanya diproses menjadi susunan yang dipancarkan
oleh individu kealam sekitar. Dan dalam Antropologi dikenal sebagai
“persepsi” yaitu; “seluruh proses akal manusia yang sadar”.
Ada kalanya suatu persepsi yang diproyeksikan kembali menjadi
suatu penggambaran berfokus tentang lingkungan yang mengandung
bagian-bagian. Penggambaran yang terfokus secara lebih intensif yang
terjadi karena pemusatan secara lebih intensif di dalam pandangan
psikologi biasanya disebut dengan “Pengamatan”.
Penggambaran tentang lingkungan dengan fokus pada bagian-
bagian yang paling menarik perhatiannya seringkali diolah oleh suatu
proses dalam akalnya yang menghubungkannya dengan berbagai
penggambaran lain yang sejenisnya yang sebelumnya pernah diterima dan
diproyeksikan oleh akalnya, dan kemudian muncul kembali sebagai
kenangan.
Dan penggambaran yang baru dengan pengertian baru dalam
istilah psikologi disebut “Apersepsi”.
Penggabungan dan membandingkan-bandingkan bagian-bagian
dari suatu penggambaran dengan bagian-bagian dari berbagai
penggambaran lain yang sejenis secara konsisten berdasarkan asas-asas
tertentu. Dengan proses kemampuan untuk membentuk suatu
penggambaran baru yang abstrak, yang dalam kenyataannya tidak mirip
dengan salah satu dari sekian macam bahan konkret dari penggambaran
yang baru.
Dengan demikian manusia dapat membuat suatu penggambaran
tentang tempat-tempat tertentu di muka bumi, padahal ia belum pernah
melihat atau mempersepsikan tempat-tempat tersebut. Penggambaran
abstrak tadi dalam ilmu-ilmu sosial disebut dengan “Konsep”.

21
Cara pengamatan yang menyebabkan bahwa penggambaran
tentang lingkungan mungkin ada yang ditambah-tambah atau dibesar-
besarkan, tetapi ada pula yang dikurangi atau diperkecil pada bagian-
bagian tertentu. Dan ada pula yang digabung dengan penggambaran-
pengambaran lain sehingga menjadi penggambaran yang baru sama
sekali, yang sebenarnya tidak nyata.
Dan penggambaran baru yang seringkali tidak realistic dalam
Psikologi disebut dengan “Fantasi”.
Seluruh penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan
fantasi merupakan unsur-unsur pengetahuan yang secara sadar dimiliki
seorang Individu.

2. Perasaan
Selain pengetahuan, alam kesadaran manusia juga mengandung
berbagai macam perasaan. Sebaliknya, dapat juga digambarkan
seorang individu yang melihat suatu hal yang buruk atau mendengar
suara yang tidak menyenangkan. Persepsi-persepsi seperti itu dapat
menimbulkan dalam kesadaranya perasaan negatif.
“Perasaan”, disamping segala macam pengetahuan agaknya juga
mengisi alam kesadaran manusia setiap saat dalam hidupnya.
“Perasaan” adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang
karena pengetahuannya dinilai sebagai keadaan yang positif atau
negatif.

3. Dorongan Naluri
Kesadaran manusia mengandung berbagai perasaan, berbagai
perasaan lain yang tidak ditimbulkan karena dipengaruhi oleh
pengetahuannya, tetapi karena memang sudah terkandung di dalam
organismenya, khususnya dalam gennya, sebagai naluri. dan kemauan
yang sudah merupakan naluri disebut “Dorongan”.
Tujuh Macam Dorongan naluri
Ada perbedaan paham mengenai jenis dan jumlah dorongan
naluri yang terkandung dalam naluri manusia yaitu :
a. Dorongan untuk mempertahankan hidup, dorongan ini memang
merupakan suatu kekuatan biologis yang ada pada setiap makhluk
di dunia untuk dapat bertahan hidup.
22
b. Dorongan seks, dorongan ini telah banyak menarik perhatian para
ahli antropologi, dan mengenai hal ini telah dikembangkan
berbagai teori. dorongan biologis yang mendorong manusia untuk
membentuk keturunan bagi kelanjutan keberadaanya di dunia ini
muncul pada setiap individu yang normal yang tidak dipengaruhi
oleh pengetahuan apapun.
c. Dorongan untuk berupaya mencari makan, dorongan ini tidak
perlu dipelajari, dan sejak baru dilahirkan pun manusia telah
menampakannya dengan mencari puting susu ibunya atau botol
susunya tanpa perlu dipelajari.
d. Dorongan untuk bergaul atau berinteraksi dengan sesama manusia,
yang memang merupakan landasan biologi dari kehidupan
masyarakat manusia sebagai kolektif.
e. Dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya. Dorongan ini
merupakan asal-mula dari adanya beragam kebudayaan manusia,
yang menyebabkan bahwa manusia mengembangkan adat. Adat,
sebaliknya, memaksa perbuatan yang seragam (conform) dengan
manusia-manusia di sekelilingnya.
f. Dorongan untuk berbakti, dorongan ini mungkin ada karena
manusia adalah makhluk kolektif. Agar manusia dapat hidup secara
bersama manusia lain diperlukan suatu landasan biologi untuk
mengembangkan Altruisme, Simpati, Cinta, dan sebagainya,
dorongan itu kemudian lebih lanjut membentuk kekuatan-
kekuatan yang oleh perasaanya dianggap berada di luar akalnya
sehingga timbul religi.
g. Dorongan untuk keindahan. dorongan ini seringkali sudah tampak
dimiliki bayi, yang sudah mulai tertarik pada bentuk-bentuk,
warna-warni, dan suara-suara, irama, dan gerak-gerak, dan
merupakan dasar dari unsur kesenian.

C. Materi Dari Unsur-unsur Kepribadian


Dalam sebuah konsep kepribadian umum, makin dipertajam
dengan terciptanya konsep basic personality structure, atau “kepribadian
dasar”, yaitu semua unsur kepribadian yang dimiliki sebagian besar warga
suatu masyarakat.

23
Kepribadian dasar ada karena semua individu warga masyarakat
mengalami pengaruh lingkungan kebudayaan yang sama selama
pertumbuhan mereka. Metodologi untuk mengumpulkan data mengenai
kepribadian bangsa dapat dilakukan dengan mengumpulkan sampel dari
warga masyarakat yang menjadi objek penelitian, yang kemudian diteliti
kepribadiannya dengan tes Psikologi.
Selain ciri watak umum, seorang Individu memilki ciri-ciri
wataknya sendiri, sementara ada individu-individu dalam sampel yang
tidak memiliki unsur-unsur kepribadian umum. Pendekatan dalam
penelitian kepribadian suatu kebudayaan juga dilaksanakan dengan
metode lain yang didasarkan pada ciri-ciri dan unsur watak seorang
individu dewasa.
Pembentukan watak dan jiwa individu banyak dipengaruhi oleh
pengalamannya di masa kanak-kanak serta pola pengasuhan orang tua.
Berdasarkan konsepsi Psikologi tersebut, para ahli Antropologi
berpendirian bahwa dengan mempelajari adat-istiadat pengasuhan anak
yang khas akan dapat mengetahui adanya berbagai unsur kepribadian
pada sebagian besar warga yang merupakan akibat dari pengalaman-
pengalaman mereka sejak masa kanak-kanak.
Penelitian mengenai etos kebudayaan dan kepribadian bangsa yang
pertama-tama dilakukan oleh tokoh Antropologi R. Benedict, R. Linton,
dan M. Mead. Sehingga menjadi bagian khusus dalam antropologi yang
dinamakan personality and culture.

D. Aneka Warna Kepribadian


Ilmu antropologi, dan juga ilmu sosial lainnya seperti sosiologi,
ilmu ekonomi, ilmu politik dan lain-lain, tidak mempelajari individu.
Ilmu-ilmu itu mempelajari seluruh pengetahuan, gagasan, dan konsep
yang umum hidup dalam masyarakat, artinya pengetahuan, gagasan, dan
konsep yang dianut oleh sebagian besar warga kelompok masyarakat yang
biasanya disebut “adat-istiadat”. Seluruh kompleks tingkah laku umum
berwujud pola-pola tindakan yang saling berkaitan satu dengan lain itu
disebut sistem sosial (social system). Ilmu antropologi juga mempelajari
kepribadian yang ada pada sebagian besar warga suatu masyarakat, yang
disebut kepribadian umum atau watak umum (modal personality).

24
Seorang sarjana Amerika keturunan Cina, Francis L.K.
Hsu, telah mengkombinasikan dalam dirinya suatu keahlian dalam ilmu
antropologi, ilmu psikologi, ilmu filsafat serta kesusasteraan Cina Klasik.
Dalam sebuah karangannya berjudul Psychological Homeostasis and Jen, yang
dimuat dalam majalah American Anthropologist jilid 73, tahun 1971 (hal. 23-
44), Hsu telah menyatakan pendapatnya bahwa ilmu psikologi yang
dikembangkan didalam masyarakat negara-negara Eropa Barat, dimana
konsep individu memang mengambil tempat yang sangat penting,
biasanya menganalisa jiwa manusia dengan terlampau banyak menekan
kepada pembatasan konsep individu sebagai suatu kesatuan analisa
tersendiri.
Dengan demikian untuk menghindari pendekatan terhadap jiwa
manusia itu. Hanya sebagai suatu objek yang terkandung dalam batas
individu yang terisolasi, maka Hsu telah mengembangkan suatu konsepsi
bahwa alam jiwa manusia sebagai makhluk sosial budaya itu mengandung
delapan daerah yang berwujud seolah-olah seperti lingkaran-lingkaran
konsentrikal sekitar diri pribadinya.
Keterangan psikologi dari Hsu ini mencoba melihat perbedaan
antara manusia yang hidup dalam lingkungan kebudayaan Timur dan
manusia yang hidup dalam lingkunga kebudayaan Barat itu, memang
mencoba menyelami sumber inti dari perbedaan itu. Semua perbedaan
lahiriah antara kedua tipe manusia itu hanyalah akibat dari perbedaan inti.

E. Hubungan kepribadian dengan Kepemimpinan


Gaya kepemimpinan dapat dihubungkan dengan perkembangan
kepribadian yang dialaminya dari masa ke masa. apabila perkembangan
kepribadiannya mengarah pada hal yang positif dan mendapatkan
dukungan dari orang-orang disekitarnya misalnya teman dan sahabat yang
paling utama keluarga dimana dukungan yang diterima sangat baik
sehingga tidak ada hambatan dalam menyelesaikan tahap demi tahap
perkembangan kepribadiannya, dengan dukungan penuh orang dan
lingkungan sekitar individu ketika sudah mencapai level pimpinan maka
mereka akan memimpin dengan kepribadian yang sudah terbentuk
dengan matang. Namun, jika terjadi hambatan dalam pembentukan dan
perkembangan kepribadian pada suatu tahap akan berpengaruh besar
terhadap sikap dan moralnya dalam memimpin.
25
Para pemimpin dengan moral yang bisa dikatakan tidak baik
seperti melakukan tindakan korupsi, perselingkuhan, penyuapan, dan
berbagai tindakan tidak bermoral lainnya dapat disimpulkan telah
mengalami hambatan dalam tahap perkembangan kepribadiannya.
Individu tersebut bisa mengalami gangguan pada struktur kepribadian.
Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh
terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara lain :
1. Kecerdasan
Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai
kecerdasan yang tinggi di atas kecerdasan rata – rata dari
pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang lebih tinggi
pula. Karena pemimpin pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengikutnya.
2. Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial
Umumnya di dalam melakukan interaksi sosial dengan
lingkungan internal maupun eksternal, seorang pemimpin yang
berhasil mempunyai emosi yang matang dan stabil. Hal ini membuat
pemimpin tidak mudah panik dan goyah dalam mempertahankan
pendirian yang diyakini kebenarannya.
3. Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi
Seorang pemimpin yang berhasil umumnya memiliki motivasi
diri yang tinggi serta dorongan untuk berprestasi. Dorongan yang
kuat ini kemudian tercermin pada kinerja yang optimal, efektif dan
efisien.
4. Sikap Hubungan Kemanusiaan
Adanya pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan
sehingga para pengikutnya mampu berpihak kepadanya.

F. Kepribadian Indonesia
Indonesia memiliki lebih dari 350 juta penduduk yang memiliki
beragam budaya, suku dan adat istiadat, Indonesia sebagai bagian dari
Negara-negara yang ada dalam posisi benua Asia memiliki adat yang
disebut adat ketimuran yang berbeda dengan adat atau budaya barat
seperti Amerika atau Eropa.
Indonesia yang tergabung dari berbagai suku, contohnya Jawa,
Batak, Sunda, Banjar, Dayak, Bugis, Asmat, dan lain-lain terkenal dengan
26
keramah tamahan masyarakatnya dan tingginya rasa saling menghormati
antar sesama, ini bisa dibuktikan dengan terciptanya Negara ini yang
dapat menyatukan semua suku, atau misal di daerah Banjarmasin yang
penduduknya bisa saling terbuka dan menerima penduduk dari suku lain
antaranya jawa, bugis, batak atau suku dari Negara lain seperti Cina dan
Arab yang datang melalui akulturasi budaya dulunya.
Pada tanggal 28 oktober 1928 sebelum kemerdekaan bangsa ini
tercipta, semua pemuda dari beragam suku di Indonesia yang memiliki
sebutan Yonk Java ( jawa), Yonk Celebes (sulawesi), Yonk Borneo
(Kalimantan) dan sebagainya berikar untuk menyatu dan bergabung
menjadi satu kesatuan bangsa, dengan beralasan karena semuanya
memiliki kesamaan budaya dalam artian satu cita-cita dan rasa saling
menghormati. Peristiwa ini sering kita sebut dengan “Sumpah Pemuda”.
Personality dan culture bangsa Indonesia tentunya sangat berbeda
dengan negara-negara barat, perbedaaan ini adalah karena pandangan
hidup dan kebiasaan manusianya yang berbeda.
Dalam era globalisasi ini, bukan hanya perdagangan bebas saja
yang diutamakan dan menjadi program kerja negara-negara didunia ini
namun juga kebudayaan negara-negara kuat mengekor bahkan secara
langsung bisa diterima di bumi pertiwi ini, lalu bagaimana dan seperti apa
kepribadian Indonesia saat ini?
Bukan berarti kepribadian negara luar itu buruk atau kepribadian
kita yang bagus, namun perlu kita cermati apakah cocok atau tidak
kebudayaan luar itu kita adopsi, selama ini kita seakan telah mengikuti
jaman atau trend yang up to date, dalam berpakaian, dalam pemikiran,
meningkatkan rasa gengsi, individualisme dan lain sebagainya yang
berbau kepribadian barat.
Dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia yang memiliki adat
ketimuran, rasa toleransi, ramah, sopan santun, saling menghargai,
gotong royong dan lain sebagainya selalu menjadi dasar dalam hidup
bermasyarakat. Bedanya dengan kepribadian orang-orang barat, disana
mereka berpikir individualis, bermasyarakat atas dasar kegunaan. Itulah
pandangan mereka yang telah terbentuk sejak dari migrasinya orang
inggris ke benua amerika dan sejak jaman revolusi industri.
Pemikiran ini terbentuk karena proses kehidupan mereka yang
selalu berpikir logis, struggle untuk hidup, bagaimana tidak, ketika mereka
27
berpindah dari tanah inggris ke tanah amerika banyak sekali perjuangan
yang telah mereka korbankan untuk mendapat kehidupan yang layak di
banding di negara pertamanya yaitu Inggris, atau di inggris sendiri, buruh-
buruh banyak yang ditelantarkan, mereka berjuang untuk hidup dan
mulai untuk mementingkan diri sendiri.
Di Indonesia, itu tidak terjadi, alam yang kaya raya, subur makmur
tak menjadikan masyarakatnya susah dan menderita, bahkan sikap saling
memberi merupakan sebuah kewajiban, namun karena sikap inilah
ternyata kolonialisme, imperialisme dapat masuk dan mengubah
pandangan hidup masyarakat Indonesia, orang portugis, belanda, dan
spanyol sangat berpengaruh pada perubahan jati diri bangsa ini, direct
rule dan indirect rule yang ditanamkan bangsa barat, mengubah pemikiran
bangsa dan masyarakat Indonesia.
Kadang kita tidak menyadari bahwa sekarang ini masyarakat
Indonesia sedang menyeimbangkan gaya hidup serta menyadur pemikiran
orang-orang barat dalam artian meniru bukan menjadikan referensi, jika
kita bisa melihat esensi pemikiran masyarakat desa yang masih alami di
Indonesia ini mungkin kita akan sadar bahwa inilah kepribadian bangsa
kita yang dulu menjadi ciri khas bangsa ini yang cantik dengan adat
ketimurannya.
Kembali ke masalah perubahan, dalam kepribadian, perubahan
kepribadian bukan hal yang dilarang, posisi serta jati diri yang
membentuk kehidupan masyarakat bangsa indonesia dari dulu kala
menjadi indikator dalam memilah dan memilih mana yang bisa kita pakai,
intinya cocok atau tidak cocok dengan adat kita yaitu adat ketimuran.
Menyadur isi dari bukunya Koenjtaraningrat, Pengantar Ilmu
Antropologi bahwa unsur kepribadian manusia di bentuk oleh
pengetahuan, perasaan dan dorongan naluri.
Pengetahuan, berhubungan dengan apa yang kita lihat, rasakan
dan rabaan kita tentang sesuatu, yang masuk ke dalam otak kita serta
diproses dalam akal manusia menjadi sebuah gambaran atau referensi
yang tersimpan dalam pikiran. Masukan tersebut bisa dari lingkungan,
pengalaman serta peristiwa yang memang kita kehendaki untuk diproses
menjadi sebuah moment tertentu. Inilah yang membentuk jati diri kita
secara tidak langsung dalam kurun waktu tertentu jika hasil pengetahuan
ini kita terapkan.
28
Perasaan, adalah anugerah tuhan yang diberikan kepada manusia
untuk digunakan sebagai alat penilai dalam memilih apa yang bisa kita
lakukan dan hindari, mengetahui mana yang negative atau yang positif,
melihat mana yang cocok atau yang tak cocok, meskipun bersifat
subyektif namun sangat berguna bagi kita untuk menimbulkan sebuah
keinginan.
Dorongan naluri, selain pengetahuan yang didapat melalui proses
kehidupan, manusia memiliki bawaan atau gen sejak lahir. Misal naluri
untuk mempertahankan hidup, naluri untuk usaha mencari makan, naluri
sex, naluri untuk bergaul, berbakti dan lain sebagainya, jika naluri ini
digabungkan secara seimbang dengan pengetahuan maka akan jadi wujud
kepribadian.
Menyoal lebih dalam menuju kepribadian manusia tidak terlepas
dari ilmu psikologi. Menurut David Cohen dari Oxford university dalam
bukunya “ melesatkan otak kiri otak kanan “ teori kepribadian merupakan
sebuah bidang psikologi yang telah terasimilasi ke dalam kebudayaan yang luas
secara mendalam. (Hirza, B. 2019, October).
Ini menegaskan kita bahwa kepribadian individu atau masyarakat,
sangat berpengaruh dalam lahirnya sebuah kebudayaan manusia dan
mendorong terbentuknya kepribadian umum suatu bangsa. Untuk
memahami jati diri bangsa ini, tak perlu seluruh masyarakat di negara ini
sadar akan jati diri bangsa ini, mulailah dari diri kita sendiri, kenali
kepribadian bangsa kita yang tercinta ini.
Pandai-pandailah dalam memfilter kebudayaan negara lain yang
selama ini kita telan mentah-mentah, lalu kita pikirkan apakah pantas jika
kebudayaan barat kita pakai dan dijadikan kepribadian baru bangsa ini
serta melupakan jati diri kita sebagai orang timur yang penuh dengan rasa
sopan santun.
Ingatlah dengan adat-adat ketimuran kita yang beraneka ragam
namun saling menghargai dan satu visi, alangkah indahnya jika kita selalu
berpegang teguh pada adat yang telah membentuk kepribadian umum
bangsa ini.

29
BAB III
MASYARAKAT
A. Pengertian
Banyak para ahli mendefinisikan pengertian masyarakat.
Namun Secara umum Pengertian Masyarakat adalah sekumpulan
individu-individu yang hidup bersama, bekerja sama untuk memperoleh
kepentingan bersama yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-
norma, dan adat istiadat yang ditaati dalam lingkungannya. Masyarakat
berasal dari bahasa inggris yaitu "society" yang berarti "masyarakat", lalu
kata society berasal dari bahasa latin yaitu "societas" yang berarti "kawan".
Sedangkan masyarakat yang berasal dari bahasa arab yaitu "musyarak".
Pengertian masyarakat terbagi atas dua yaitu pengertian masyarakat
dalam arti luas dan pengertian masyarakat dalam arti sempit. Pengertian
Masyarakat dalam Arti luas adalah keseluruhan hubungan hidup bersama
tanpa dengan dibatasi lingkungan, bangsa dan sebagainya. Sedangkan
pengertian masyarakat dalam arti sempit adalah sekelompok individu
yang dibatasi oleh golongan, bangsa, teritorial, dan lain sebagainya.
Pengertian masyarakat juga dapat didefinisikan sebagai kelompok
orang yang terorganisasi karena memiliki tujuan yang sama. Pengertian
Masyarakat secara Sederhana adalah sekumpulan manusia yang saling
berinteraksi atau bergaul dengan kepentingan yang sama. Terbentuknya
masyarakat karna manusia menggunakan perasaan, pikiran dan
keinginannya memberikan reaksi dalam lingkungannya.
Hak-hak masyarakat dalam undang-undang pelayanan publik
diatur pada pasal 18, yang menyatakan bahwa masyarakat berhak atas
layanan publik sebagai berikut: 1) mengetahui kebenaran isi standar
pelayanan; 2) mengawasi pelaksanaan standar pelayanan; 3) mendapat
tanggapan atas pengaduan yang diajukan; 4) mendapatkan advokasi,
perlindungan, dan atau pemenuhan pelayanan; 5) memberitahukan
kepada pimpinan penyelenggara pelayanan untuk memperbaiki pelayanan
apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;
6) memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki pelayanan
apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;
7) mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar
pelayanan dan/atau untuk tidak memperbaiki pelayanan kepada
penyelenggara atau ombudsman; 8) mengadukan penyelenggara yang
30
melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki
pelayanan kepada pembina pelayanan dan ombudsman; 9) mendapatkan
pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan.

B. Pengertian Menurut Ahli


1. Pengertian masyarakat menurut definisi Paul B. Harton, yang
mengatakan pendapatnya bahwa pengertian masyarakat adalah
sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, yang hidup bersama-
sama yang cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu,
memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan sebagian besar
kegiatan dalam kelompok itu.
2. Pengertian masyarakat menurut definisi Abdul Syani mengatakan
bahwa pengertian masyarakat adalah berkumpul, bersama, hidup
bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
3. Pengertian masyarakat menurut definisi Richard T. Schaefer dan
Robert P. Lamm mengatakan pendapatnya bahwa pengertian
masyarakat adalah sejumlah besar orang yang tinggal dalam wilayah
yang sama, relatif independen dari orang-orang di luar itu, dan
memiliki budaya yang relatif sama.
4. Pengertian masyarakat menurut definisi Soerjono Soekanto yang
mengatakan bahwa pengertian masyarakat adalah proses terjadinya
interaksi sosial, suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi
apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu kontak sosial dan
komunikasi.
5. Pengertian masyarakat menurut definisi John J. Macionis adalah
orang-orang yang berinteraksi dalam sebuah wilayah tertentu dan
memiliki budaya bersama.
6. Pengertian masyarakat menurut definisi Gillin & Gillin mengatakan
bahwa pengertian masyarakat adalah kelompok manusia yang
mempunyai kebiasaan tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang
diikat oleh kebersamaan.
7. Pengertian masyarakat menurut definisi Harton Haunt adalah suatu
organisasi manusia yang saling berhubungan.
8. Pengertian masyarakat menurut Selo Sumardjan yang mengatakan
bahwa pengertian masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama
dan menghasilkan kebudayaan.
31
9. Pengertian masyarakat menurut Max Weber yang mengemukakan
pendapatnya mengenai pengertian masyarakat adalah Masyarakat
memiliki karakteristik atau ciri-ciri yang membuat kita lebih mudah
mengetahui arti masyarakat.
Karakteristik Masyarakat adalah sebagai berikut :
a. Memiliki wilayah tertentu
b. Dengan secara yang kolektif menghadapi atau menghindari
musuh
c. Mempunyai cara dalam berkomunikasi
d. Timbulnya diskriminasi warga masyarakat dan bukan warga
masyarakat tersebut.
e. Setiap dari anggota masyarakat dapat bereproduksi dan
beraktivitas.
Dari pengertian yang diungkapkan para ahli di atas dapat maka
dapat disimpulkan bahwa pengertian masyarakat adalah orang orang yang
menempati wilayah tertentu yang hidup bersama, saling berhubungan dan
berkomunikasi dan memiliki tradisi dan kebudayaan yang relatif sama.

C. Unsur-unsur Masyarakat
1. Golongan Sosial
a. Timbulnya Golongan Sosial
Golongan sosial dalam masyarakat dapat terjadi dengan
sendirinya sebagai hasil proses pertumbuhan masyarakat. Faktor
penyebabnya antara lain: kemampuan/kepandaian, umur, jenis
kelamin, sifat keaslian, keanggotaan masyarakat dan lain-lain.
Faktor penentu dari setiap masyarakat berbeda-beda, misalnya
pada masyarakat berburu faktor penentunya adalah kepandaian
berburu.
b. Pengertian Golongan Sosial
Pitirim A. Sorokin menggunakan istilah pelapisan sosial
yaitu pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas
secara bertingkat/hierarkhis. Perwujudannya dikenal dengan
adanya kelas sosial tinggi (upper class) contohnya: pejabat,
penguasa, dan pengusaha; kelas sosial menengah (midle class)
contohnya: dosen, pegawai negeri, pengusaha kecil dan

32
menengah; kelas sosial rendah (lower class) contohnya: buruh,
petani, dan pedagang kecil.
c. Dasar-Dasar Pembentukan Golongan Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, kriteria yang dipergunakan
sebagai ukuran dalam menggolongkan masyarakat ke dalam
golongan sosial/pelapisan sosial adalah:
1) Ukuran Kekayaan
2) Unsur kekuasaan atau wewenang
3) Ukuran Ilmu Pengetahuan
4) Unsur kehormatan (keturunan)
d. Karakteristik Golongan Sosial
Beberapa karakteristik golongan sosial/pelapisan sosial
yang terjadi di dalam suatu masyarakat adalah :
1) Adanya perbedaan status dan peranan
2) Adanya pola interaksi yang berbeda
3) Adanya distribusi hak dan kewajiban
4) Adanya penggolongan yang melibatkan kelompok
5) Adanya prestise dan penghargaan
6) Adanya penggoongan yang bersifat universal
e. Pembagian Golongan dalam Masyarakat
Berdasarkan karakteristik golongan sosial di atas, maka terdapat
beberapa pembagian golongan sosial sebagai berikut :
1) Sistem Golongan Sosial dalam Masyarakat Pertanian
(Agraris), di dasarkan pada hak dan pola kepemilikan tanah,
terbagi menjadi:
- Golongan Atas : para pemilik tanah pertanian dan
pekarangan untuk rumah tinggal (penduduk inti).
- Golongan Menengah: para pemilik tanah pekarangan
dan rumah tapi tidak memiliki tanah pertanian (kuli
gendul).
- Golongan Bawah : orang yang tidak memiliki rumah
atau pekarangan (inding ngisor).
2) Sistem Golongan Sosial pada Masyarakat Feodal,
di dasarkan pada hubungan kekerabatan dengan raja/kepala
pemerintahan, terbagi menjadi:
- Golongan Atas : kaum kerabat raja atau bangsawan.
33
- Golongan Menegah : rakyat biasa (kawula).
3) Sistem Golongan Sosial dalam Masyarakat Industri,
meliputi :
- Golongan teratas terdiri para pengusaha besar atau
pemilik modal, direktur, komisaris.
- Golongan menengah atau madya terdiri dari tenaga ahli
dan karyawan.
- Golongan bawah seperti buruh kasar, pekerja setengah
terampil, pekerja sektor informal (pembantu).
f. Sifat Sistem Penggolongan Sosial
Klasifikasi dari sifat sistem penggolongan sosial, meliputi :
1) Sistem lapisan tertutup: sistem yang tidak memungkinkan
seseorang pindah ke golongan/lapisan sosial lain.
2) Sistem lapisan terbuka: sistem yang memungkinkan seseorang
pindah / naik ke golongan sosial atasnya.
3) Sistem campuran: sistem kombinasi antara terbuka dan
tertutup.
g. Fungsi Golongan Sosial
Golongan sosial memiliki fungsi-fungsi berikut ini:
1) Distribusi hak istimewa yang obyektif seperti penghasilan,
kekayaan.
2) Sistem pertanggaan pada strata/tingkat yang diciptakan
masyarakat menyangkut prestise dan penghargaan.
3) Penentu simbol status/kedudukan seperti cara berpakaian,
tingkah laku.
4) Alat solidaritas di antara individu/kelompok yang menduduki
sistem sosial yang sama dalam masyarakat.

2. Kategori Sosial
Menurut Koentjaraningrat, kategori sosial adalah kesatuan
manusia yang terwujud karena adanya suatu ciri-ciri obyektif yang
dikenakan pada manusia-manusia tersebut. Dalam kategori sosial tidak
terikat oleh unsur adat istiadat, sistem norma, sistem nilai tertentu,
tidak memiliki identitas, tidak memiliki lokasi, tidak mempunyai
organisasi, dan tidak memiliki pemimpin.

34
3. Kelompok Sosial
a. Pengertian Kelompok Sosial
Kelompok sosial (social group) adalah himpunan/kesatuan-
kesatuan manusia yang hidup bersama, terdapat hubungan timbal
balik, saling memengaruhi sehingga timbul suatu kesadaran untuk
saling menolong di antara mereka.
Kesatuan manusia yang hidup bersama disebut kelompok
sosial harus memenuhi kriteria :
1) Adanya kesadaran setiap kelompok bahwa dirinya merupakan
bagian dari kelompok tersebut.
2) Terdapat hubungan timbal balik (interaksi) antar anggota
kelompok
3) Memiliki struktur, kaidah, dan pola perilaku tertentu. Memiliki
suatu sistem dan proses tertentu.
4) Adanya faktor pengikat yang dimiliki anggota-anggota
kelompok, seperti persamaan nasib, kepentingan tujuan,
ideologi politik dan lain-lain.
b. Jenis-Jenis Kelompok Sosial
Jenis-jenis kelompok sosial dalam masyarakat dapat
dikelompokkan menjadi :
1) Berdasarkan Identifikasi Diri, dikenal adanya in group dan out
group. In group adalah kelompok sosial yang dijadikan tempat
oleh individu untuk mengidentifikasi dirinya. In group sering
dikaitkan dengan istilah “kami atau kita” dan pada umumnya
didasarkan pada faktor simpati dan perasaan dekat dengan
anggota kelompoknya. “Kami anggota
kelompoknya”. Sedangkan Out group adalah kelompok sosial
yang oleh individu diartikan sebagai lawan in group-nya. Out
group sering dihubungkan dengan istilah”mereka”. Sikap out
group ditandai oleh suatu sikap antipati.
2) Berdasarkan hubungan kedekatan anggota, teridentifikasi
adanya kelompok primer (primary group). Menurut Charles
Horton Cooley kelompok primer/primary group adalah
kelompok sosial yang paling sederhana, anggotanya saling
mengenal, serta terdapat kerjasama yang erat dan bersifat

35
pribadi, interaksi sosial berlangsung secara tatap muka (face to
face), Contohnya: keluarga, kelompok bermain, klik/clique.
3) Berdasarkan hubungan familistik (sifat kekeluargaan), dikenal
adanya paguyuban (Gemeinschaft) . Ferdinand Tonnies
mengataakan bahwa paguyuban (gemeinscaft) adalah bentuk
kehidupan hubungan batin yang murni terikat oleh hubungan
batin yang kekal berdasarkan rasa cinta dan rasa persatuan
batin. Contohnya: kelompok kekerabatan, rukun tetangga/RT.
4) Berdasarkan sifat organisasi, terdapat informal group. Informal
group adalah kelompok yang tidak memiliki struktur/organisasi
tertentu, kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk
berdasarkan pertemuan yang berulangkali. Contohnya:
kelompok arisan, kelompok belajar, klik/clique.
5) Berdasarkan keanggotaan, terdapat adanya kelompok
membership group dan reference group. Kelompok membership
adalah kelompok yang para anggotanya tercatat secara fisik
sebagai anggota. Contohnya: peserta asuransi nasabah bank,
anggota OSIS, anggota PGRI. Sedangkan kelompok
reference/kelompok rujukan atau acuan adalah kelompok
sosial yang dijadikan rujukan/acuan oleh individu-individu yang
tidak tercatat dalam anggota kelompok tersebut untuk
membentuk kepribadiannya dalam berperilaku. Contohnya;
seseorang yang gagal menjadi mahasiswa UI tetapi ia tetap
bertingkah laku seperti mahasiswa UI.

4. Perkumpulan (Asosiasi)
a. Pengertian Perkumpulan
Perkumpulan atau asosiasi adalah kesatuan manusia yang
dibentuk secara sadar untuk tujuan-tujuan khusus. Terbentuknya
perkumpulan dilandasi oleh kesamaan minat, tujuan, kepentingan,
pendidikan, keahlian profesi, atau agama. Perkumpulan merupakan
suatu organisasi buatan yang bersifat formal, dengan jumlah
anggota relatif terbatas, memiliki kepentingan-kepentingan
tertentu, hubungan antar anggota tidak bersifat pribadi, memiliki
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

36
b. Bentuk-Bentuk Perkumpulan
Bentuk-bentuk perkumpulan dalam masyarakat adalah :
1) Berdasarkan sifat hubungan anggotanya, terbentuk kelompok
sekunder (secondary group). Kelompok sekunder adalah suatu
perkumpulan yang terdiri dari banyak orang dengan bentuk
hubungan tidak bersifat pribadi dan bersifat sementara.
Contohnya: negara, bangsa dan suku.
2) Berdasarkan sifat organisasi, terbentuk organisasi formal (formal
group) yaitu kesatuan manusia yang tergabung dalam sebuah
organisasi yang memiliki peraturan tegas yang sengaja
diciptakan oleh anggotanya untuk mengatur hubungan antar
sesama. Contohnya: perkumpulan mahasiswa, perkumpulan
organisasi massa, instansi pemerintah, dan sebagainya.
3) Berdasarkan pola hubungan yang diciptakan para anggotanya,
terbentuk kelompok patembayan (gesellschaft). Kelompok
patembayan merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok,
biasanya untuk jangka waktu pendek, dan terdapat dalam
hubungan perjanjian berdasarkan ikatan timbal balik (kontrak).
Misalnya: ikatan karyawan dan majikan dalam organisasi suatu
pabrik.
4) Berdasarkan prinsip guna/fungsinya, terdapat perkumpulan
atas dasar ekonomi. Contohnya: perkumpulan pedagang,
koperasi, suatu perseroan suatu perusahaan dan sebagainya.
5) Berdasarkan keperluan, terdapat banyak perkumpulan
contohnya seperti perkumpulan untuk memajukan pendidikan
maka dibentuk yayasan pendidikan, suatu perkumpulan
pemberantasan buta huruf.
6) Perkumpulan untuk memajukan ilmu pengetahuan atau
organisasi profesi, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI),
Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Himpunan Sarjana
Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial (HISPI), Ikatan Akuntansi
Indonesia (IAI), dan sebagainya.
7) Berdasarkan aktivitas keagamaan, terdapat banyak
perkumpulan, contohnya seperti organisasi penyiar agama,
kelompok pengajian, organisasi gereja, gerakan kebatinan, dan
sebagainya.
37
8) Berdasarkan aktivitas politik, terdapat banyak perkumpulan,
contohnya seperti Parpol, kelompok kepentingan/penekan,
dan sebagainya.
9) Berdasarkan kepentingan memajukan olah raga, terdapat
banyak perkumpulan, contohnya : PSSI (Persatuan Sepak Bola
Seluruh Indonesia), PBSI (Persatuan Bulutangkis Seluruh
Indonesia).

D. Masyarakat Multikultural
Pada hakikatnya masyarakat multikultural adalah masyarakat yang
terdiri atas berbagai macam suku yang masing-masing mempunyai
struktur budaya (culture) yang berbeda-beda. Dalam hal ini masyarakat
multikultural tidak bersifat homogen, namun memiliki karakteristik
heterogen di mana pola hubungan sosial antar individu di masyarakat
bersifat toleran dan harus menerima kenyataan untuk hidup
berdampingan secara damai (peaceco-exixtence) satu sama lain dengan
perbedaan yang melekat pada tiap etnisitas sosial dan politiknya. Oleh
karena itu, dalam sebuah masyarakat multikultural sangat mungkin terjadi
konflik vertikal dan horizontal yang dapat menghancurkan masyarakat
tersebut.
Menurut C.W. Watson (1998) dalam bukunya Multiculturalism,
membicarakan masyarakat multikultural adalah membicarakan tentang
masyarakat negara, bangsa, daerah, bahkan lokasi geografis terbatas
seperti kota atau sekolah, yang terdiri atas orang-orang yang memiliki
kebudayaan yang berbeda-beda dalam kesederajatan.

1. Ciri-Ciri Masyarakat Multikultural


a. Terjadi segmentasi, yaitu masyarakat yang terbentuk oleh
bermacam-macam suku, ras, dll tapi masih memiliki pemisah.
Yang biasanya pemisah itu adalah suatu konsep yang disebut
primordial. Contohnya, di Jakarta terdiri dari berbagai suku dan
ras, baik itu suku dan ras dari daerah dalam negeri maupun luar
negeri, dalam kenyataannya mereka memiliki segmen berupa ikatan
primordial kedaerahaannya.
b. Memilki struktur dalam lembaga yang non komplementer,
maksudnya adalah dalam masyarakat majemuk suatu lembaga akan
38
mengalami kesulitan dalam menjalankan atau mengatur
masyarakatnya alias karena kurang lengkapnya persatuan yang
terpisah oleh segmen-segmen tertentu.
c. Konsensus rendah, maksudnya adalah dalam kelembagaan pastinya
perlu adanya suatu kebijakan dan keputusan. Keputusan
berdasarkan kesepakatan bersama itulah yang dimaksud
konsensus, berarti dalam suatu masyarakat majemuk sulit sekali
dalam pengambilan keputusan.
d. Relatif potensi ada konflik, dalam suatu masyarakat majemuk
pastinya terdiri dari berbagai macam suku adat dan kebiasaan
masing-masing. Dalam teorinya semakin banyak perbedaan dalam
suatu masyarakat, kemungkinan akan terjadinya konflik itu
sangatlah tinggi dan proses peng-integrasianya juga sulit.
e. Integrasi dapat tumbuh dengan paksaan, seperti yang sudah saya
jelaskan di atas, bahwa dalam masyarakat multikultural itu sulit
sekali terjadi pengintegrasian, maka jalan alternatifnya adalah
dengan cara paksaan, walaupun dengan cara seperti ini integrasi itu
tidak bertahan lama.
f. Adanya dominasi politik terhadap kelompok lain, karena dalam
masyarakat multikultural terdapat segmen-segmen yang berakibat
pada ingroupfiiling tinggi maka bila suaru ras atau suku memiliki
suatu kekuasaan atas masyarakat itu maka dia akan
mengedapankan kepentingan suku atau rasnya.

2. Penyebab Terciptanya Masyarakat Multikultural


Pada dasarnya semua bangsa di dunia bersifat multikultural.
Adanya masyarakat multikultural memberikan nilai tambah bagi
bangsa tersebut. Keragaman ras, etnis, suku, ataupun agama menjadi
karakteristik tersendiri, sebagaimana bangsa Indonesia yang unik dan
rumit karena kemajemukan suku bangsa, agama, bangsa, maupun ras.
Masyarakat multikultural Indonesia adalah sebuah masyarakat yang
berdasarkan pada ideologi multikulturalisme atau Bhinneka Tunggal
Ika yang multikultural, yang melandasi corak struktur masyarakat
Indonesia pada tingkat nasional dan lokal.
Berkaca dari masyarakat multikultural bangsa Indonesia, kita
akan mempelajari penyebab terbentuknya masyarakat multikultural.
39
Keanekaragaman budaya dan masyarakat dianggap pendorong utama
munculnya persoalan-persoalan baru bagi bangsa Indonesia. Faktor
penyebab terciptanya masyarakat multikultural adalah sebagai berikut :
a. Faktor geografis, faktor ini sangat mempengaruhi apa dan
bagaimana kebiasaan suatu masyarakat. Maka dalam suatu daerah
yang memiliki kondisi geografis yang berbeda maka akan terdapat
perbedaan dalam masyarakat (multikultural).
b. Pengaruh budaya asing, mengapa budaya asing menjadi penyebab
terjadinya multikultural, karena masyarakat yang sudah
mengetahui budaya-budaya asing kemungkinan akan terpengaruh
mind set mereka.
c. Kondisi iklim yang berbeda, maksudnya hampir sama denga
perbedaan letak geografis suatu daerah.
d. Keanekaragaman Suku Bangsa Indonesia adalah salah satu negara
di dunia yang memiliki kekayaan budaya yang luar biasa
banyaknya. Yang menjadi sebab adalah keberadaan ratusan suku
bangsa yang hidup dan berkembang di berbagai tempat di wilayah
Indonesia. Kita bisa membayangkan apa jadinya apabila masing-
masing suku bangsa itu mempunyai karakter, adat istiadat, bahasa,
kebiasaan, dan lain-lain.
e. Keanekaragaman Agama Letak kepulauan Nusantara pada posisi
silang di antara dua samudra dan dua benua, jelas mempunyai
pengaruh yang penting bagi munculnya keanekaragaman
masyarakat dan budaya. Dengan didukung oleh potensi sumber
alam yang melimpah, maka Indonesia menjadi sasaran pelayaran
dan perdagangan dunia. Apalagi di dalamnya telah terbentuk
jaringan perdagangan dan pelayaran antarpulau. Dampak interaksi
dengan bangsa-bangsa lain itu adalah masuknya beragam bentuk
pengaruh agama dan kebudayaan. Selain melakukan aktivitas
perdagangan, para saudagar Islam, Hindu, Buddha, juga
membawa dan menyebarkan ajaran agamanya. Apalagi setelah
bangsa Barat juga masuk dan terlibat di dalamnya. Agama-agama
besar pun muncul dan berkembang di Indonesia, dengan jumlah
penganut yang berbeda-beda. Kerukunan antarumat beragama
menjadi idam-idaman hampir semua orang, karena tidak satu
agama pun yang mengajarkan permusuhan.
40
f. Keanekaragaman Ras Salah satu dampak terbukanya letak
geografis Indonesia, banyak bangsa luar yang bisa masuk dan
berinteraksi dengan bangsa Indonesia. Misalnya, keturunan Arab,
India, Persia, Cina, Hadramaut, dan lain-lain. Dengan sejarah, kita
bisa merunut bagaimana asal usulnya.
Bangsa-bangsa asing itu tidak saja hidup dan tinggal di Indonesia,
tetapi juga mampu berkembang secara turun-temurun
membentuk golongan sosial dalam masyarakat kita. Mereka saling
berinteraksi dengan penduduk pribumi dari waktu ke waktu.
Bahkan ada di antaranya yang mampu mendominasi kehidupan
perekonomian nasional. Misalnya, keturunan Cina.
Dari keterangan-keterangan tersebut terlihat bahwa bangsa
Indonesia terdiri atas berbagai kelompok etnis, agama, budaya
yang berpotensi menimbulkan konflik sosial. Berkaitan dengan
perbedaan identitas dan konflik sosial muncul tiga kelompok
sudut pandang yang berkembang, yaitu:
1) Pandangan Primordialisme
Kelompok ini menganggap perbedaan-perbedaan yang
berasal dari genetika seperti suku, ras, agama merupakan
sumber utama lahirnya benturan-benturan kepentingan etnis
maupun budaya.
2) Pandangan Kaum Instrumentalisme
Menurut mereka, suku, agama, dan identitas yang lain
dianggap sebagai alat yang digunakan individu atau kelompok
untuk mengejar tujuan yang lebih besar baik dalam bentuk
materiil maupun nonmateriil.
3) Pandangan Kaum Konstruktivisme
Kelompok ini beranggapan bahwa identitas kelompok tidak
bersifat kaku, sebagaimana yang dibayangkan kaum
primordialis. Etnisitas bagi kelompok ini dapat diolah hingga
membentuk jaringan relasi pergaulan sosial. Oleh karena itu,
etnisitas merupakan sumber kekayaan hakiki yang dimiliki
manusia untuk saling mengenal dan memperkaya budaya.
Bagi mereka persamaan adalah anugerah dan perbedaan
adalah berkah.

41
3. Konflik yang Muncul Akibat Keanekaragaman
Sebagaimana telah dijelaskan di depan bahwa keragaman suku
bangsa yang dimiliki Indonesia adalah letak kekuatan bangsa
Indonesia itu sendiri. Selain itu, keadaan ini menjadikan Indonesia
memiliki nilai tambah di mata dunia. Namun, di sisi lain realitas
keanekaragaman Indonesia berpotensi besar menimbulkan konflik
sosial berbau sara (suku, agama, ras, dan adat). Oleh karena itu,
kemampuan untuk mengelola keragaman suku bangsa diperlukan
guna mencegah terjadinya perpecahan yang mengganggu kesatuan
bangsa. Konflik-konflik yang terjadi di Indonesia umumnya muncul
sebagai akibat keanekaragaman etnis, agama, ras, dan adat, seperti
konflik antaretnis yang terjadi di Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah,
Papua, dan lain-lain.
Di Kalimantan Barat adanya kesenjangan perlakuan aparat
birokrasi dan hukum terhadap suku asli Dayak dan suku Madura
menimbulkan kekecewaan yang mendalam. Akhirnya, perasaan ini
meledak dalam bentuk konflik horizontal. Masyarakat Dayak yang
termarginalisasi semakin terpinggirkan oleh kebijakan-kebijakan yang
diskriminatif. Sementara penegakan hukum terhadap salah satu
kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sedangkan di Poso,
Sulawesi Tengah konflik bernuansa sara mula-mula terjadi pada
tanggal 24 Desember 1998 yang dipicu oleh seorang pemuda Kristen
yang mabuk melukai seorang pemuda Islam di dalam Masjid Sayo.
Kemudian pada pertengahan April 2000, terjadi lagi konflik yang
dipicu oleh perkelahian antara pemuda Kristen yang mabuk dengan
pemuda Islam di terminal bus Kota Poso. Perkelahian ini
menyebabkan terbakarnya permukiman orang Pamona di Kelurahan
Lambogia. Selanjutnya, permukiman Kristen melakukan tindakan
balasan.
Dari dua kasus tersebut terlihat betapa perbedaan mampu
memicu munculnya konflik sosial. Perbedaan-perbedaan yang disikapi
dengan antipati justru akan menimbulkan kesengsaraan dan
penderitaan banyak orang. Oleh karena itu, bagaimana kita bersikap
dalam keanekaragaman benar-benar perlu diperhatikan.

42
E. Demokrasi Masyarakat
Beberapa politikus mengartikan demokrasi secara praktis.
Misalnya, Presiden Pertama AS, Abraham Lincoln, menegaskan bahwa
demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rak-
yat. Namun, secara etimologis, kata demokrasi terdiri dua suku kata, yaitu
demos dan cracy. Demos adalah warga atau warganegara, dan cracy (dari
kata Latin, kratos) adalah kekuasaan/kedaulatan untuk mengatur atau
untuk memberlakukan (aturan-aturan).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa demokrasi adalah
pemerintahan yang didasarkan pada kedaulatan rakyat untuk membangun
masa depan mereka sendiri. Lalu, pertanyaannya adalah masa depan
seperti apa yang hendak dibangun? Dan, bagaiamana seharusnya peran
masyarakat dalam demokrasi?
Partisipasi aktif
Jika kita sepakat bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, dapat dipastikan bahwa rakyat ialah
subjek dari demokrasi. Kalau rakyat sebagai subjek dari demokrasi, dia
harus/mempunyai peran yang dominan sehingga demokrasi bisa
terwujud. Hal tersebut senada dengan apa yang dikemukan David
Mathews (seorang historian dari Alabama AS) mengatakan seharusnya
demokrasi berbasiskan pada masyarakat. Dengan demikian cita-cita
demokrasi yang ideal atau setidaknya mendekati yang ideal bisa tercapai.
Kalau demokrasi berpusat pada masyarakat, perlu ada kesadaran
masyarakat dalam memahami peran masyarakat dalam demokrasi.
Demokrasi harus hidup dan tumbuh dalam komunitas yang paling
kecil, misalnya mulai dari dalam keluarga. Keluarga harus menjadi rumah
pertama demokrasi dibangun. Bagaimana kita membahas demokrasi yang
lebih luas kalau dalam rumah sebagai komunitas yang kecil saja kita tidak
menumbuhkan demokrasi. Setelah demokrasi tumbuh di setiap keluarga,
dia bisa menyebar dalam komunitas kecil dan selanjutnya merambah
kepada komunitas yang lebih besar. Ini merupakan ekologi demokrasi
(mengutip perkataan Mathews, dalam buku Ecology of Democracy,
1996). Artinya, setiap sendi-sendi kehidupan memiliki ketergantungan
satu sama lain.
Jika satunya sakit/rusak bisa berpengaruh terhadap yang lain. Jika
masyarakat tidak berpartisipasi aktif dalam demokrasi, dipastikan mereka
43
akan menjadi objek dari demokrasi dan dieksploitasi kelompok
kepentingan tertentu yang tidak sejalan dengan demokrasi. Selain itu,
partisipasi masyarakat dalam demokrasi akan tumbuh dengan baik
manakala ditopang berbagai faktor. Salah satu faktor yang berpengaruh
ialah pendidikan. Dalam demokrasi sangat mutlak dibutuhkan masyarakat
komunikatif. Dalam masyarakat komunikatif sangat dimungkinkan terjadi
dialog antarmasyarakat untuk membicarakan kepentingan umum demi
terwujudnya kesejahteraan bersama.
Dengan demikian, semua masyarakat terlibat aktif untuk
membahas bagaimana sebaiknya kehidupan bersama dikelola untuk
kebaikan bersama. Dampak dari masyarakat komunikatif ialah
terwujudnya demokrasi yang partisipatif. Demokrasi tidak lagi menjadi
hegemoni sekelompok orang. Karena itu, jika masyarakat tidak aktif
dalam membicarakan urusan publik, dapat dipastikan bahwa kelompok
tertentu yang cenderung mementingkan kelompok atau golongannya
memanfaatkan situasi ini demi kepentingan pribadi ter-utama bagi
mereka pemburu rente kekuasaan. Lalu, apakah itu terjadi? Jawabannya
bisa ya dan tidak.
Dalam konteks Indonesia, bisa saja kita menjawab ya, jika melihat
realitas demokrasi kita yang hanya melibatkan masyarakat dalam
kontestasi semata. Setelah kontestasi, masyarakat tidak dilibatkan dalam
membahas program-program yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Pembahasan program kesannya dilakukan di ruangan yang steril dan
gelap sehingga susah dipantau publik.
Maka, jangan heran begitu banyak program yang tidak menjawab
kebutuhan publik. Impilkasinya ialah banyak yang tejebak dalam kasus
korupsi. Misalnya, belakangan kita sering mendengar operasi tangkap
tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Selain itu, rendahnya partisipasi dan
pemahaman publik akan pentingnya peran aktif masyarakat dalam
demokrasi menjadi pekerjaan rumah yang panjang bagi demokrasi kita di
Indonesia.
Mestinya masyarakat harus kritis terhadap berbagai kebijakan yang
merugikan kepentingan umum dan tidak hanya terlibat pada saat
kontestasi pemilu/pilkada semata, tetapi mengawal hingga pelaksanaan
kekuasaan dan kebijakan. Itulah esensi yang sesungguhnya dari
demokrasi. Selanjutnya, masyarakat juga mesti memberikan perhatian
44
terhadap berbagai aturan yang sedang dibahas legislatif. Misalnya, saat ini
kita ketahui bahwa DPR sedang membahas RUU pemilu. Pembahasan
RUU Pemilu itu molor dari perkiraan awal. Hal ini tidak terlepas dari
tarik ulurnya kepentingan tiap-tiap partai yang ada di Senayan.
Dampaknya ialah mepetnya waktu bagi penyelenggara untuk
mempersiapkan pemilu serta melakukan verifikasi parpol. Jauh yang lebih
penting dari itu juga ialah soal sistem pemilu. Pada Pemilu 2009
menggunakan sistem terbuka, artinya bahwa siapa yang memperoleh
suara terbanyak, dia bisa menduduki kursi DPR. Namun, ada opsi lain
yang dimunculkan dalam pembahasan RUU pemilu, yakni sistem terbuka
terbatas. Artinya penentuan kursi menjadi otoritas Dewan Pengurus
Pusat Partai dan nomor urut. Jika ini yang terjadi tentu merugikan
masyarakat yang telah memilih seseorang yang mereka percayai untuk
mewakili mereka di gedung Senayan.
Jika yang terjadi ialah sistem terbuka terbatas, peluang terjadi
patron klien relationship dalam menyelenggarakan kekuasaan tidak bisa
dielakkan. Tentu ini tidak sehat dalam membangun demokrasi yang baik
bagi RI. Mestinya tetap menggunakan sistem yang terbuka dengan catatan
partai melakukan fungsinya secara baik, misalnya fungsi pendidikan bagi
kader yang hendak terjun dalam kontestasi sehingga kader yang diusung
layak untuk dipilih untuk masyarakat.
Peran masyarakat
Dalam demokrasi elektoral seperti saat ini peran masyarakat sangat
sentral. Dalam demokrasi, masyarakat yang diam akan dimanfaatkan
kelompok tertentu sebagai kayu bakar politik semata. Oleh karena itu,
jika masyarakat atau rakyat tidak ingin menjadi korban dari demokrasi,
perlu kesadaran publik. Kesadaran publik akan men-dorong partisipasi
dalam membangun demokrasi yang berbasiskan pada masyarakat, bukan
berbasis elite. Demokrasi masyarakat menjadi sebuah kebutuhan dalam
membangun demokrasi yang bisa membawa dampak kebaikan publik.
Kebaikan publik akan terjadi jika masyarakat sadar dan mau
terlibat membicarkan nasibnya sendiri. Masyarakat tidak bisa lagi
menyerahkan nasibnya kepada orang yang tidak mementingan
kepentingan publik. Dalam demokrasi masyarakat, masyarakat seharusnya
secara sadar dan mengerti bahwa ketika memilih seseorang untuk
menduduki jabatan publik, pastikan yang bersangkutan mempunyai
45
kapasitas dan bisa dipercaya untuk menyelenggarakan kekuasaan demi
kepentingan masyarakat. Hanya dengan cara demikian demokrasi bisa
memberikan manfaat daripada mudaratnya.

46
BAB IV
KEBUDAYAAN
A. Pengertian Kebudayaan
Kata “kebudayaan” berasal dari (bahasa sansakerta) buddhayah yang
merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal.
Kemudian, kebudayaan diartikan sebagai hal – hal yang bersangkutan
dengan budi atau akal.
Menurut E. B. Tylor, kebudayaan adalah kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan
kemampuan – kemampuan lain serta kebiasaan – kebiasaan yang
didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, kebudayaan
adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat
menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan. Rasa yang meliputi
jiwa manusia mewujudkan segala kaidah – kaidah dan nilai – nilai sosial.
Cipta disusun untuk langsung diamalkan dalam kehidupan masyarakat.

B. Pengertian Perubahan Kebudayaan


Kingsley Davis : perubahan kebudayaan adalah perubahan –
perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Gillin & Gillin : perubahan kebudayaan adalah suatu variasi dari
cara – cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi
geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun
karena adanya difusi ataupun penemuan – penemuan baru dalam
masyarakat.
Selo Soemardjan : perubahan kebudayaan adalah segala perubahan
– perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat
yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai – nilai,
sikap dan pola perilaku di antar kelompok – kelompok dalam masyarakat.
Kesimpulan
Pengertian perubahan kebudayaan adalah suatu keadaan dalam
masyarakat yang terjadi karena ketidak sesuaian diantara unsur-unsur
kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan yang tidak
serasi fungsinya bagi kehidupan.

47
C. Faktor Penyebab Perubahan Kebudayaan
Faktor yang menyebabkan perubahan kebudayaan itu dapat berasal
dari dalam masyarakat sendiri, yang ditimbulkan oleh discovery dan
invention. Discovery adalah setiap penambahan pada pengetahuan, atau
setiap penemuan baru. Invention adalah penerapan pengetahuan dan
penemuan baru itu.
Faktor perubahan juga dapat datang dari luar masyarakat dengan
jalan difusi, atau penyebaran kebudayaan atau peminjaman kebudayaan.
Dalam studi mengenai masalah perubahan kebudayaan, penyelidikan
mengenai difusi kebudayaan lebih banyak dijalankan, karena sebagian
besar dari sebab perubahan kebudayaan itu ditimbulkan oleh faktor difusi
kebudayaan, atau peminjaman kebudayaan. Disamping konsep mengenai
invention dan discovery dan konsep mengenai difusi terdapat konsep lain
seperti akulturasi asimilasi dalam studi mengenai masalah perubahan
kebudayaan. Dalam sejarah teori antropologi berkembang pula teori yang
juga mempelajari perubahan kebudayaan, dengan menggunakan
pendekatan sejarah seperti evolusionisme klasik dan difusionisme.
1. Discovery dan Invention
Dalam hal discovery, penemuan itu terjadi secara kebetulan,
sedang pada invention penemuan itu merupakan satu hasil usaha yang
sadar. Ralph Linton menganggap pembedaan pemberian definisi
antara discovery dan invention atas dasar motivasi tidak memuaskan
dan mengajukan definisi sendiri, yakni bahwa discovery adalah setiap
penambahan pada pengetahuan dan invention adalah penerapan yang baru dari
pengetahuan. Gejala discovery harus didahului oleh tiga hal : kesempatan,
pengamatan, penilaian dan pengkhayalan, ada pula keinginan dan kebutuhan.
Innovation yang berarti suatu proses perubahan kebudayaan
yang besar, tetapi yang terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Proses ini meliputi satu penemuan baru, jalannya unsur itu disebarkan
kelain bagian dari masyarakat, dan cara unsur kebudayaan tadi
diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang
bersangkutan. Inovasi mengandung pengertian discovery, invention
dan difusi.

48
Invention perlu dikemukan mengenai dua hal yaitu :
a. Basic invention
Basic invention sebagai suatu peristiwa yang meliputi pemakaian
prinsip baru atau kombinasi dari prinsip baru.
b. Improving invention
Jika basic invention telah diterima oleh suatu masyarakat, maka
timbullah improving invention, yang biasanya mempunyai arti
memperbaiki penemuan yang telah ada.
Sumber besar bagi invention adalah kebudayaan yang
merupakan lingkungan hidup dari penemuan itu. Dari sudut psikologi
sosial inovasi membutuhkan beberapa syarat :
a. Masyarakat harus merasa butuh terhadap pembaharuan, yang
disebabkan oleh invention itu.
b. Perubahan yang disebabkan oleh invention harus dipahami dan
dapat dikuasai oleh para anggota masyarakat.
c. Perubahan itu harus dapat diajarkan. Dalam keadaan biasa tiap-tiap
kebudayaan mempunyai teknik untuk meneruskan kebudayaan.
d. Perubahan itu harus menggambarkan keuntungan pada masa yang
akan datang.
e. Perubahan itu tidak merusak prestise pribadi atau golongan.
Perubahan tidak dapat meluas di kalangan masyarakat, apabila :
f. Penggunaan penemuan baru itu akan mendapat satu hukuman.
Hukuman itu tentunya ada bermacam-macam dan bertingkat-
tingkat.
g. Penemuan baru yang berupa denda material atau yang bersifat
nonmaterial itu sulit untuk diintegrasikan di dalam pola
kebudayaan di mana penemuan itu timbul.
2. Difusi Kebudayaan
Difusi kebudayaan dapat dikatakan sebagai proses penyebaran
unsur kebudayaan dari suatu individu ke individu lain, dan dari satu
masyarakat ke masyarakat lain. Proses yang disebut pertama yaitu
penyebaran dari individu ke individu lain dalam batas satu masyarakat
disebut difusi intramasyarakat atau intradiffusion, dan proses yang
kedua ialah penyebaran dari masyarakat ke masyarakat disebut difusi
intermasyarakat atau interdiffusion.

49
Seluruh anggota masyarakat yang sehat pikirannya telah
menerima ide, kebiasaan dan respon emosi yang dikondisikan maka
unsur perubahan ini disebut universal. Jika unsur perubahan tersebut
hanya didukung oleh sebagian saja masyarakat, maka disebut
alternatif, apabila pendukung unsur kebudayaan yang baru itu lebih
kecil lagi maka unsur ini disebut specialistis dan jika ide tingkah laku
dan sikap yang lain itu tidak mempunyai nilai sosial, melainkan
menjadi milik atau sifat atau ciri perorangan secara individual, maka
unsur kebudayaan semacam itu disebut individual peculirieties.
Difusi mengandung tiga proses yang dibeda-bedakan :
a. Proses penyajian unsur baru kepada suatu masyarakat.
b. Penerimaan unsur baru.
c. Proses integrasi

3. Akulturasi (Aculturation)
Dalam pasal mengenai akulturasi ini akan dibicarakan mengenai :
Definisi akulturasi
Akulturasi meliputi fenomena yang timbul sebagai hasil, jika kelompok-
kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda bertemu dan
mengadakan kontak secara langsung terus-menerus, yang kemudian
menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu
kelompok atau pada kedua-duanya. Dalam definisi ini, akulturasi adalah
satu aspek dari culture change dan asimilasi adalah satu fase dari
akulturasi, sedang difusi adalah satu aspek dari akulturasi.
Kroeber mengatakan, bahwa akulturasi meliputi berbagai
perubahan dalam kebudayaan yang disebabkan oleh adanya pengaruh
dari kebudayaan lain, yang akhirnya menghasilkan makin banyaknya
persamaan pada kebudayaan itu.
Timbulnya perhatian terhadap studi mengenai akulturasi
Studi mengenai akulturasi telah dirintis pada akhir abad ke-19,
akan tetapi pada permulaan abad ke-20 perhatian menangani studi
tentang akulturasi itu menurun dan baru timbul kembali antara tahun
1920-1925 dan perhatian itu memuncak pada tahun 1935-1940.
Studi mengenai akulturasi terutama di Amerika Serikat
merupakan reaksi terhadap studi tentang “memory” culture, yaitu
kebudayaan yang dianggap asli, yang tidak mengalami perubahan yang
50
sudah mulai hilang dan tidak dapat diselidiki lagi. Di Inggris, studi
mengenai masyarakat dan kebudayaan yang primitif dilakukan dengan
pendekatan fungsionalisme, sedang studi mengenai culture contact,
istilah untuk akulturasi di Inggris, timbul dari kebutuhan praktis, yaitu
dalam rangka kebijaksanaan di daerah jajahan. Perhatian terhadap
penyelidikan tentang kontak kebudayaan di Inggris itu juga
merupakan satu reaksi terhadap teori fungsionalisme yang dirasakan
mengandung banyak limitasi.
Bentuk kontak kebudayaan
Kontak dapat terjadi antara seluruh masyarakat, atau antara
bagian-bagian saja dari masyarakat,malahan dapat pula terjadi semata-
mata antara individu-individu dari dua kelompok.
Kontak dapat pula diklasifikasikan antara golongan yang
bersahabat dan golongan yang bermusuhan.
Kontak dapat pula timbul antara masyarakat yang menguasai
dan masyarakat yang dikuasai, secara politik atau ekonomi.
Kontak kebudayaan dapat terjadi antara masyarakat yang sama
besarnya dan berbeda besarnya.
Kontak kebudayaan dapat terjadi antara aspek-aspek yang
material dan yang nonmaterial dari kebudayaan yang sederhana
dengan kebudayaan yang kompleks, dan antara kebudayaan yang
kompleks dengan yang kompleks pula.
Akibat akulturasi
Karena akulturasi adalah suatu proses antara akomodasi dan
asimilasi dengan sendirinya kesulitan dalam penyesuaian adalah
merupakan masalah pokok bagi orang-orang yang terlibat dalam
proses akulturasi. Dilihat dari sudut pengaruh akulturasi pada
kebudayaan, jika yang bertemu itu kebudayaan yang sama kuatnya,
maka dalam suatu proses seleksi masing-masing akan saling
mempengaruhi. Yang mengalami perubahan atau pergantian biasanya
adalah unsur yang tidak penting dari masing-masing kebudayaan.
Sistem kekerabatan, kebiasaan yang diperoleh dengan proses
enkulturasi sejak kecil, seperti sistem kepercayaan dan pandangan
hidup, dalam proses akulturasi tidak banyak mengalami perubahan.

51
4. Asimilasi
Asimilasi adalah suatu proses sosial yang telah lanjut yang
ditandai oleh makin kurangnya perbedaan antara individu-individu
dan antara kelompok-kelompok, dan makin eratnya persatuan aksi,
sikap dan proses mental yang berhubungan dengan kepentingan dan
tujuan yang sama.
Faktor yang memudahkan asimilasi :
Faktor toleransi
Faktor adanya kemungkinan yang sama dalam bidang ekonomi.
Faktor adanya simpati terhadap kebudayaan yang lain
Faktor perkawinan campuran
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit,
termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas,
pakaian, bangunan, dan karyaseni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak
orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika
seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda
budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan
bahwa budaya itu dipelajari.
Ada faktor-faktor yang mendorong dan menghambat
perubahan kebudayaan yaitu :
a. Mendorong perubahan kebudayaan
1) Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi mudah
berubah, terutama unsur-unsur teknologi dan ekonomi
(kebudayaan material).
2) Adanya individu-individu yang mudah menerima unsur-unsur
perubahan kebudayaan, terutama generasi muda
3) Adanya faktor adaptasi dengan lingkungan alam yang mudah
berubah.
b. Menghambat perubahan kebudayaan
1) Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi sukar
berubah seperti :adat istiadat dan keyakinan agama (kebudayaan
non material)

52
2) Adanya individu-individu yang sukar menerima unsur-unsur
perubahan terutama generasi tua yang kolot.
5. Faktor intern
a. Perubahan Demografis
Perubahan demografis disuatu daerah biasanya cenderung terus
bertambah, akan mengakibatkan terjadinya perubahan diberbagai
sektor kehidupan, bidang perekonomian, pertambahan penduduk
akan mempengaruhi persedian kebutuhan pangan, sandang, dan
papan.
b. Konflik sosial
Konflik sosial dapat mempengaruhi terjadinya perubahan
kebudayaan dalam suatu masyarakat. Konflik kepentingan antara
kaum pendatang dengan penduduk setempat didaerah
transmigrasi, untuk mengatasinya pemerintah mengikutsertakan
penduduk setempat dalam program pembangunan bersama-sama
para transmigran.
c. Bencana alam
Bencana alam yang menimpa masyarakat dapat mempengaruhi
perubahan, bencana banjir, longsor, letusan gunung berapi
masyarakat akan dievakuasi dan dipindahkan ketempat yang baru,
disanalah mereka harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan
budaya setempat sehingga terjadi proses asimilasi maupun
akulturasi.
d. Perubahan lingkungan alam
Perubahan lingkungan ada beberapa faktor misalnya pendangkalan
muara sungai yang membentuk delta, rusaknya hutan karena erosi
atau perubahan iklim sehingga membentuk tegalan. Perubahan
demikian dapat mengubah kebudayaan hal ini disebabkan karena
kebudayaan mempunyai daya adaptasi dengan lingkungan
setempat.
6. Faktor ekstern
a. Perdagangan
Indonesia terletak pada jalur perdagangan Asia Timur
dengan India, Timur Tengah bahkan Eropa Barat. Itulah sebabnya
Indonesia sebagai persinggahan pedagang-pedagang besar selain
berdagang mereka juga memperkenalkan budaya mereka pada
53
masyarakat setempat sehingga terjadilah perubahan budaya dengan
percampuran budaya yang ada.
b. Penyebaran agama
Masuknya unsur-unsur agama Hindhu dari India atau
budaya Arab bersamaan proses penyebaran agama Hindhu dan
Islam ke Indonesia demikian pula masuknya unsur-unsur budaya
barat melalui proses penyebaran agama Kristen dan kolonialisme.
c. Peperangan
Kedatangan bangsa Barat ke Indonesia umumnya
menimbulkan perlawanan keras dalam bentuk peperangan, dalam
suasana tersebut ikut masuk pula unsur-unsur budaya bangsa asing
ke Indonesia
D. Bentuk-bentuk Proses perubahan kebudayaan:
1. Difusi
Yaitu penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari suatu tempat ke
tempat lain, dari orang ke orang lain, dan dari masyarakat ke
masyarakat lain. Contoh: Pada masyarakat tani tradisional pengolahan
lahan pertanian masih menggunakan tenaga hewan dan tenaga
manusia. Dengan adanya hubungan dengan masyarakat lain mereka
mengenal mesin traktor yang ternyata lebih praktis dan lebih cepat
dalam mengolah lahan. Pada akhirnya mereka menggunakan traktor
dalam mengolah lahan pertanian menggantikan tenaga hewan dan
tenaga manusia.
Manusia dapat menghimpun pengetahuan baru dari hasil
penemuan-penemuan. Tipe difusi intra masyarakat ditandai dengan :
a. Pengakuan bahwa penemuan baru bermanfaat bagi masyarakat
b. Ada tidaknya unsur kebudayaan yang mempengaruhi (untuk
diterima/ditolak)
c. Unsur berlawanan dengan fungsi unsur lama, akan ditolak
d. Kedudukan penemu unsur baru ikut menentukan penerimaan
e. Ada tidaknya batasan dari pemerintah
2. Akulturasi (cultural contact)
Yaitu suatu kebudayaan tertentu yang dihadapkan dengan
unsur-unsur kebudayaan asing, yang lambat laun unsur kebudayaan
asing tersebut melebur atau menyatu ke dalam kebudayaan

54
sendiri(asli), tetapi tidak menghilangkan ciri kebudayaan lama. Hal
yang terjadi dalam akulturasi adalah:
a. Substitusi, unsur kebudayaan yang ada sebelumnya diganti,
melibatkan perubahan struktural yang kecil sekali.
b. Sinkretisme, unsur-unsur lama bercampur dengan yang baru dan
membentuk sebuah sistem baru.
c. Adisi, unsur-unsur baru ditambahkan pada unsur yang lama.
d. Dekulturasi, hilangnya bagian substansial sebuah kebudayaan.
e. Orijinasi, tumbuhnya unsur-unsur baru untuk memenuhi
kebutuhan situasi yang berubah.
f. Rejection (penolakan), perubahan yang sangat cepat sehingga
sejumlah besar orang tidak dapat menerimanya, menyebabkan
penolakan, pemberontakan, gerakan kebangkitan.
3. Asimilasi
Yaitu proses penyesuaian (seseorang/kelompok orang asing)
terhadap kebudayaan setempat. Dengan asimilasi kedua kelompok baik
asli maupun pendatang lebur dalam satu kesatuan kebudayaan.
Penyebab asimilasi antara lain: toleransi, rasa simpati, kesamaan.
4. Penetrasi
Yaitu masuknya unsur-unsur kebudayaan asing secara paksa,
sehingga merusak kebudayaan lama yang di datangi. Apabila
kebudayaan baru seimbang dengan kebudayaan setempat, masing-
masing kebudayaan hampir tidak mengalami perubahan atau tidak
saling mempengaruhi, disebut hubungan sym- biotic.
5. Invasi
Yaitu masuknya unsur-unsur kebudayaan asing ke dalam
kebudayaan setempat dengan peperangan (penaklukan) bangsa asing
terhadap bangsa lain. Masuknya Belanda ke Indonesia pada masa
perjanjian dahulu membawa serta unsur-unsur budaya yang sebagian
diterapkan pada masyarakat daerah jajahannya seperti bahasa, agama
dan sistem hukum yang sebagian masih digunakan dalam sistem
hukum/perundang-undangan di negara Indonesia.
6. Hibridisasi
Yaitu perubahan kebudayaan yang disebabkan oleh perkawinan
campuran antara orang asing dengan penduduk setempat. Orang asing
yang kawin dengan penduduk pribumi akan membawa pengaruh
55
budaya aslinya dalam kehidupan rumah tangganya yang lambat laun
akan mempengaruhi budaya masyarakat yang ada di sekitarnya.
7. Milenarisme
Yaitu salah satu bentuk kebangkitan, yang berusaha mengangkat
golongan masyarakat bawah yang tertindas dan telah lama menderita
dalam kedudukan sosial yang rendah. Masyarakat pedalaman yang
memiliki sumber daya alam yang melimpah namun selama ini tidak bisa
mengolah sumber daya alam itu karena telah dieksploitasi orang asing,
sekarang ini berusaha untuk bisa mengolah kekayaan alam mereka
sendiri, seperti masyarakat Papua termasuk contoh Milenarisme
8. Adaptasi
Yaitu proses interaksi antara perubahan yang ditimbulkan oleh
organisme pada lingkungannya dan perubahan yang ditimbulkan oleh
lingkungan pada organisme(penyesuaian dua arah). Masyarakat yang
tinggal di daerah pantai dan sepanjang hidup mereka bekerja sebagai
nelayan, mereka harus menyesuaikan diri dengan kondisi pegunungan
ketika terjadi tsunami yang melanda daerah pantai mereka. Mereka tidak
lagi mencari ikan, namun menjadi petani atau berkebun dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya.
9. Imitasi
Yaitu proses peniruan kebudayaan lain tanpa mengubah
kebudayaan yang ditiru. Imitasi ini sering dijumpai pada sebagian besar
anak remaja di negara kita. Jika ada tokoh yang mereka idolakan, segala
hal yang melekat dari tokoh tersebut mereka tiru, seperti mode pakaian,
gaya rambut, bahkan perilaku.
E. Klasifikasi perubahan kebudayaan
Perubahan itu bisa berupa kemajuan maupun kemunduran. Bila
dilihat dari sisi maju dan mundurnya, maka bentuk perubahan sosial dapat
dibedakan menjadi:
1. Perubahan sebagai suatu kemajuan (progress).
Perubahan sebagai suatu kemajuan merupakan perubahan yang
memberi dan membawa kemajuan pada masyarakat. Hal ini tentu
sangat diharapkan karena kemajuan itu bisa memberikan keuntungan
dan berbagai kemudahan pada manusia. Perubahan kondisi
masyarakat tradisional, dengan kehidupan teknologi yang masih
sederhana, menjadi masyarakat maju dengan berbagai kemajuan
56
teknologi yang memberikan berbagai kemudahan merupakan sebuah
perkembangan dan pembangunan yang membawa kemajuan. Jadi,
pembangunan dalam masyarakat merupakan bentuk perubahan ke
arah kemajuan (progress). Perubahan dalam arti progress misalnya
listrik masuk desa, penemuan alat-alat transportasi, dan penemuan
alat-alat komunikasi. Masuknya jaringan listrik membuat kebutuhan
manusia akan penerangan terpenuhi.
Perubahan sebagai suatu kemunduran (regress). Tidak semua
perubahan yang tujuannya ke arah kemajuan selalu berjalan sesuai
rencana. Terkadang dampak negatif yang tidak direncanakan pun
muncul dan bisa menimbulkan masalah baru. Jika perubahan itu
ternyata tidak menguntungkan bagi masyarakat, maka perubahan itu
dianggap sebagai sebuah kemunduran.
Misalnya, penggunaan HP sebagai alat komunikasi. HP telah
memberikan kemudahan dalam komunikasi manusia, karena
meskipun dalam jarak jauh pun masih bisa berkomunikasi langsung
dengan telepon atau SMS. Disatu sisi HP telah mempermudah dan
mempersingkat jarak, tetapi disisi lain telah mengurangi komunikasi
fisik dan sosialisasi secara langsung. Sehingga teknologi telah
menimbulkan dampak berkurangnya kontak langsung dan sosialisasi
antar manusia atau individu.
Jika dilihat dari segi cepat atau lambatnya perubahan,
maka perubahan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Evolusi dan Revolusi (perubahan lambat dan perubahan cepat)
Evolusi adalah perubahan secara lambat yang terjadi karena
usaha-usaha masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan keadaan
lingkungan dan kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan dengan
pertumbuhan masyarakat. Contoh perubahan evolusi adalah
perubahan pada struktur masyarakat. Suatu masyarakat pada masa
tertentu bentuknya sangat sederhana, namun karena masyarakat
mengalami perkembangan, maka bentuk yang sederhana tersebut akan
berubah menjadi kompleks. Revolusi, yaitu perubahan sosial
mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga-lembaga
kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat. Seringkali perubahan
revolusi diawali oleh munculnya konflik atau ketegangan dalam
masyarakat, ketegangan-ketegangan tersebut sulit dihindari bahkan
57
semakin berkembang dan tidak dapat dikendalikan. Terjadinya proses
revolusi memerlukan persyaratan tertentu, antara lain:
a. Ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan.
b. Adanya pemimpin/kelompok yang mampu memimpin masyarakat
tersebut.
c. Harus bisa memanfaatkan momentum untuk melaksanakan
revolusi.
d. Harus ada tujuan gerakan yang jelas dan dapat ditunjukkan kepada
rakyat.
e. Kemampuan pemimpin dalam menampung, merumuskan, serta
menegaskan rasa tidak puas masyarakat dan keinginan-keinginan
yang diharapkan untuk dijadikan program dan arah gerakan
revolusi. Contoh perubahan secara revolusi adalah peristiwa
reformasi (runtuhnya rezim Soeharto), peristiwa Tsunami di Aceh,
semburan lumpur Lapindo (Sidoarjo).

2. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar


Perubahan kecil adalah perubahan yang terjadi pada unsur-
unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung
atau pengaruh yang berarti bagi masyarakat. Contoh perubahan kecil
adalah perubahan mode rambut atau perubahan mode pakaian.
Perubahan besar adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur
struktur sosial yang membawa pengaruh langsung atau pengaruh berarti
bagi masyarakat. Contoh perubahan besar adalah dampak ledakan
penduduk dan dampak industrialisasi bagi pola kehidupan masyarakat.

3. Perubahan yang Direncanakan dan Tidak Direncanakan


Perubahan yang dikehendaki atau yang direncanakan
merupakan perubahan yang telah diperkirakan atau direncanakan
terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak melakukan perubahan
dimasyarakat. Pihak-pihak tersebut dinamakan agent of change, yaitu
seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan
masyarakat untuk memimpin satu atau lebih lembaga-lembaga
kemasyarakatan yang bertujuan untuk mengubah suatu sistem sosial.
Contoh perubahan yang dikehendaki adalah pelaksanaan pembangunan
atau perubahan tatanan pemerintahan, misalnya perubahan tata
58
pemerintahan Orde Baru menjadi tata pemerintahan Orde Reformasi.
Perubahan yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan
merupakan perubahan yang terjadi di luar jangkauan pengawasan
masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang
tidak diharapkan. Contoh perubahan yang tidak dikehendaki atau tidak
direncanakan adalah munculnya berbagai peristiwa kerusuhan
menjelang masa peralihan tatanan Orde Lama ke Orde Baru dan
peralihan tatanan Orde Baru ke Orde Reformasi.

F. Hubungan Antara Ilmu Administrasi Dengan Budaya


Pada akhir-akhir ini sarjana-sarjana antropologi membahas pula
masalah-masalah administrasi. Dengan demikian terjadi pula pengaruh
timbal balik antara ilmu administrasi dengan ilmu yang antara lain
mempelajari kebudayaan (antropologi kebudayaan). Ilmu ini lebih-lebih
pentingnya pada dewasa ini untuk mempelajari administrasi dalam badan-
badan Internasional di mana bekerjasama orang-orang dari berbagai
Negara/bangsa yang mempunyai kebudayaan, pola pikir, dan bahasa yang
berlainan.
Sebenarnya tak kurang pentingnya pula peranan antropologi untuk
mempelajari administrasi dalam badan-badan nasional mengingat pada
umumnya warga Negara dari suatu Negara terdiri dari bermacam-macam
suku yang memiliki adat istiadat, watak, pola berpikir yang berlain-lainan.
(The Liang Gie & Sutarto, 1982:56)
Antropologi dengan ilmu-ilmu bagiannya mempunyai hubungan
yang sangat banyak dengan ilmu-ilmu sosial yang lain. Hubungan ini pada
umumnya bersifat timbal-balik. Antropologi memerlukan bantuan ilmu-
ilmu itu, dan sebaliknya ilmu-ilmu sosial yang lain juga memerlukan
antropologi dalam memecahkan masalah yang dikajinya.
Administrasi Negara adalah suatu bahasan ilmu sosial yang
mempelajari tiga elemen penting kehidupan bernegara yang meliputi
lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif serta hal-hal yang berkaitan
dengan publik yang meliputi kebijakan publik, manajemen publik,
administrasi pembangunan, tujuan negara, dan etika yang mengatur
penyelenggara Negara.
Ilmu Antropologi Budaya adalah cabang antropologi yang
berpusat pada penelitian variasi kebudayaan di antara kelompok
59
manusia. Antropologi budaya mengumpulkan data mengenai proses
ekonomi dan politik global atas budaya lokal.
Hubungan antara Ilmu Administrasi Negara dengan Ilmu
Antropologi Budaya terletak pada sistem ekonomi dan politik yang atas
dasar budaya dalam masyarakat, dari sini seorang yang ingin mengatur
administrasi negara harus memahami betul bagaimana sistem ekonomi
yang terjadi dalam masyarakat dan negara dan bagaimana politik itu bisa
dijalankan dengan baik karena mengikuti sistem kebudayaan dalam
masyarakat.
Di dalam ilmu administrasi negara, dikenal suatu konsep yaitu
sistem administrasi negara. Setiap negara pasti memiliki sistem
administrasi negara masing-masing. Sistem ini tidaklah berdiri sendiri,
tapi dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, termasuk dari ilmu
antropologi. Dengan kata lain, antropologi mempengaruhi sistem
administrasi negara di sebuah negara. Ilmu antropologi itu sendiri
mempelajari budaya yang ada di dalam suatu masyarakat. Dengan
demikian, budaya di dalam masyarakat tersebut akan mempengaruhi
sistem administrasi negara.
Di Indonesia ilmu administrasi tentu akan menghadapi masalah-
masalah seperti ilmu ekonomi. Lagi pula, bahan keterangan mengenai
masalah yang berhubungan dengan agraria yang kompleks dan sangat
penting dalam ilmu administrasi dan hanya bisa didapatkan berdasarkan
metode antropologi.

60
BAB V
DINAMIKA SOSIAL
A. Proses Belajar Kebudayaan
1. Proses Internalisasi
Proses internalisasi, adalah proses yang berlangsung sepanjang
hidup individu, yaitu mulai saaat ia dilahirkan sampai akhir hayatnya.
Sepanjang hayatnya seorang individu terus belajar untuk mengolah
segala perasaan, hasrat, nafsu dan emosi yang membentuk
kepribadiannya. Perasaan pertama yang diaktifkan dalam kepribadian
saat bayi dilahirkan adalah rasa puas dan tak puas, yang menyebabkan ia
menangis.
Manusia mempunyai bakat yang telah terkandung di dalam
dirinya untuk mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat, nafsu,
serta emosi dalam kepribadian individunya. Akan tetapi, wujud
pengaktifan berbagai macam isi kepribadiannya itu sangat dipengaruhi
oleh berbagai macam stimulus yang berada dalam alam sekitarnya dan
dalam lingkungan sosial maupun budayanya.
Setiap hari dalam kehidupan individu akan bertambah
pengalamannya tentang bermacam-macam perasaan baru, maka
belajarlah ia merasakan kebahagiaan, kegembiraan, simpati, cinta, benci,
keamanan, harga diri, kebenaran, rasa bersalah, dosa, malu, dan
sebagainya. Selain perasaan tersebut, berkembang pula berbagai macam
hasrat seperti hasrat mempertahankan hidup.

2. Proses Sosialisasi
Sosialisasi merupakan sebuah proses seumur hidup dimana
seorang individu mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang meliputi cara-
cara hidup, nilai-nilai, dan norma-norma sosial yang terdapat dalam
masyarakat agar dapat diterima dan berpartisipasi efektif dalam
masyarakat.
Sosialisasi adalah satu konsep umum yang bisa dimaknakan
sebagai sebuah proses di mana seseorang belajar melalui interaksi
dengan orang lain, tentang cara berpikir, merasakan, dan bertindak, di
mana kesemuanya itu merupakan hal-hal yang sangat penting dalam
menghasilkan partisipasi sosial yang efektif.

61
Media sosialisasi adalah: keluarga, teman sepermainan, sekolah
yang merupakan media sosialisasi sekunder, tempat pekerjaan,
masyarakat umum yang merupakan media sosialisasi sekunder yang
dominan terhadap proses pembentukan kepribadian, dan media massa.
Proses sosialisasi itu sendiri adalah suatu proses dimana
seorang individu mendapatkan pembentukan sikap untuk berperilaku
sesuai dengan kelakuan kelompoknya. Maka kepribadian adalah
keseluruhan faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari
perilaku individu.

3. Proses Enkulturasi
Istilah yang sesuai untuk kata “enkulturasi” adalah
“pembudayaan”(dalam bahasa inggris digunakan istilah
institutionalization). Proses enkulturasi adalah proses seorang individu
mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat,
sistem, norma, dan peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.
Proses enkulturasi sudah dimulai sejak kecil dalam alam pikiran
warga suatu masyarakat; mula-mula dari orang-orang di dalam
lingkungan keluarganya, kemudian dari teman-temannya bermain.
Sering kali ia belajar dengan meniru berbagai macam tindakan, setelah
perasaan dan nilai budaya pemberi motivasi akan tindakan meniru itu
telah diinternalisasi dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru
maka tindakannya akan menjadi suatu pola yang mantap, dan norma
yang mengatur tindakannya “dibudayakan”. Kadang-kadang berbagai
norma juga dipelajari seorang individu secara sebagian-sebagian.
Disamping aturan-aturan masyarakat dan Negara yang di ajarkan di
sekolah melalui berbagai mata pelajaran seperti tata Negara, ilmu
kewarganegaraan dan sebagainya, juga aturan sopan-santun bergaul dan
lain-lainnya dapat di ajarkan secara formal.
Sebagai contoh dapat disebut misalnya cara seorang Indonesia
mempelajari aturan adat Indonesia yang menganjurkan agar orang
Indonesia yang pulang dari berpergian ke suatu tempat yang jauh,
memberi “oleh-oleh” kepada kerabatnya yang dekat dan kepada para
tetangganya yang tinggal di sekitar rumahnya. Dalam proses
sosialisasinya itu ia telah belajar cara-cara bergaul dengan tiap individu
dalam lingkungan kaum kerabat dan tetangga dekatnya tadi, dan ia telah
62
mengembangkan pola-pola tindakan yang berbeda dalam hal
menghadapi mereka itu masing-masing norma sopan-santun memberi
“oleh-oleh” tadi dibudayakan olehnya berdasarkan ajaran mengenai
sopan-santun pergaulan langsung dari orang tuanya. Walaupun ia telah
yakin sepenuhnya bahwa adat itu adalah benar dan bermanfaat, namun
ada satu dua di antara mereka yang tidak dibelikan oleh-oleh karena
hubungan pergaulannya dengan orang-orang tersebut bukan berwujud
pola-pola tindakan serba ramah, melainkan canggung dan kaku.
Individu itu tidak dapat menyesuaikan kepribadiannya dengan
lingkungan social sekitarnya, menjadi kaku dalam pergaulannya, dan
condong untuk senantiasa menghindari norma-norma dan aturan-
aturan masyarakatnya. Hidupnya penuh peristiwa konflik dengan orang
lain. Individu-individu serupa itu disebut deviants.
Penyimpangan dari adat yang lazim merupakan suatu faktor
penting karena merupakan sumber dari berbagai jadian masyarakat dan
kebudayaan positif maupun negatif.
Kejadian masyarakat yang positif adalah perubahan kebudayaan
(culture change) yang menjelma kedalam perubahan dan pembaruan
dalam adat-istiadat yang kuno. Kejadian masyarakat yang negative
misalnya berbagai ketegangan masyarakat yang menjelma menjadi
permusuhan antara golongan, adanya banyak penyakit jiwa, banyaknya
peristiwa bunuh diri, kerusakan masyarakat yang menjelma menjadi
kejahatan, demoralisasi dan sebagainya.

4. Perbedaan Enkulturasi dan Sosialisasi


Menurut M.J.Herskovits, perbedaan antar enculturation
(enkulturasi) dengan socialization (sosialisasi) adalah: Enculturation
(enkulturasi) adalah suatu proses bagi seorang baik secara sadar maupun
tidak sadar, mempelajari seluruh kebudayaan masyarakat.
Socialization (sosialisasi) adalah suatu proses bagi seorang anak
untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku dalam
keluarganya.
Secara singkat perbedaan antara enkulturasi dan sosialisasi adalah
dalam enkulturasi seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam
pikirannya dengan lingkungan kebudayaannya, sedangkan sosialisasi
si-individu melakukan proses penyesuaian diri dengan lingkungan sosial.
63
Enkulturasi merupakan proses kebudayaan dan berkaitan dengan
"Sistem nilai budaya dalam kebudayaan" dari semua kebudayaan yang
ada di dunia. Kerangka ini telah dikembangkan oleh, Clyde
Kulkckhohn. Yang kemudian konsepnya dikembangkan lebih lanjut
oleh istrinya, Florence Kulkckhohn yang dengan kerangka itu kemudian
melakukan suatu penelitian yang nyata. Uraian tentang konsep itu
bersama hasil penelitiannya dimuat dalam sebuah buku berjudul
Variations in value Orientation (1961), yang ditulisnya bersama dengan
F.L. Strodtbeck. Kerangka Kulkckhohn dapat dilihat pada tabel berikut
ini;

Menurut Koentjaraningrat, sistem nilai budaya terdiri dari


konsepsi-konsepsi, yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga
masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai
dalam hidup.

64
5. Proses Evolusi Sosial
Evolusi kebudayaan (cultural evolution) merupakan proses
perkembangan kebudayaan umat manusia pada umumnya dan bentuk-
bentuk kebudayaan yang sederhana, hingga bentuk-bentuk yang makin
lama makin kompleks.
Dalam evolusi sosial terdapat dua jenis cara analisa atau cara
pandang. Yaitu, secara detail (microscopic) dan dengan hanya
memperhatikan perubahan – perubahan besar saja (macroscopic).
Recurrent processes atau proses-proses berulang adalah proses
evolusi sosial – budaya yang dianalisis secara detail akan menunjukkan
berbagai macam proses perubahan yang terjadi dalam dinamika
kehidupan sehari-hari tiap masyarakat di dunia . Directional processes
yaitu proses-proses evolusi sosial budaya yang di pandang seolah –
olah dari jauh hanya akan terlihat perubahan – perubahan besar yang
terjadi dalam suatu masyarakat dalam jangka waktu yang panjang.
Faktor ketegangan antara adat – istiadat dari suatu masyarakat
dengan keperluan para individu di dalamnya menyebabkan perlu adanya
dua konsep yang harus di bedakan dengan tajam oleh para peneliti
masyarakat, terutama para ahli antropologi dan sosiologi. Konsep
antara dua wujud dari tiap kebudayaan , yaitu :
Kebudayaan sebagai suatu kompleks dari konsep norma-norma,
pandangan-pandangan dan sebagainya , yang abstrak (yaitu sistem
budaya)
Kebudayaan sebagai suatu rangkaian dari tindakan yang kongkrit
di mana individu saling berinteraksi (yaitu sistem sosial).
Proses evolusi sosial yang mengarah dalam evolusi kebudayaan
adalah: kalau evolusi masyarakat dan kebudayaan kita pandang seolah –
olah dari suatu jarak yang jauh dengan mengambil interval waktu yang
panjang (misalnya beberapa ribu tahun), maka akan tampak perubahan-
perubahan besar yang seolah–olah bersifat menentukan arah
(directional) dari sejarah perkembangan masyarakat dan kebudayaan
yang bersangkutan.
a. Proses Evolusi Sosial secara Universal
Menurut konsep tentang evolusi secara universal, masyarakat
manusia berkembang secara lambat (berevolusi) dari tingkat-tingkat
rendah dan sederhana menuju ke tingkat yang lebih tinggi dan
65
kompleks. Dimana kecepatan perkembangannya atau proses
evolusinya berbeda-beda setiap wilayah yang ada di muka bumi ini.
b. Teori Evolusi Sosial Universal H. Spencer
H. Spencer mengemukakan dua teori:
Teori tentang evolusi hukum dalam masyarakat.
Spencer mengatakan bahwa hukum yang ada dalam masyarakat pada
awalnya adalah hukum keramat. Hukum keramat bersumber atau
berasal dari nenek moyang yang berupa aturan hidup dan pergaulan.
Masyarakat yakin dan takut, apabila melanggar hukum ini maka
nenek moyang akan marah. Selanjutnya masyarakat manusia
semakin komplek, sehingga hukum keramat tadi semakin berkurang
pengaruhnya terhadap keadaan masyarakat atau hukum keramat
tersebut tidak cocok lagi.
Maka timbullah hukum sekuler yaitu hukum yang berlandaskan azas
saling butuh-membutuhkan secara timbal balik di dalam masyarakat.
Namun, karena jumlah masyarakat semakin banyak maka
dibutuhkan sebuah kekuasaan otoriter dari raja untuk menjaga
hukum sekuler tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya,
timbullah masyarakat beragama sehingga kekuasaan otoriter Rajapun
tidak lagi cukup. Untuk mengatasi hal tersebut, ditanamkanlah suatu
keyakinan kepada masyarakat yang mengatakan bahwa raja adalah
keturunan dewa sehingga hukum yang dijalankan adalah hukum
keramat.
Pada perkembangan selanjutnya timbullah masyarakat industri,
dimana kehidupan manusia semakin bersifat individualis yaitu suatu
sifat yang mementingkan diri sendiri tanpa melihat kepentingan
bersama. Sehingga hukum keramat raja tidak lagi mampu untuk
mengatur kehidupan masyarakat. Maka munculah hukum baru yang
berazaskan saling butuh-membutuhkan antara masyarakat. Lahirlah
suatu hukum baru yang disebut dengan undang-undang.
c. Teori mengenai asal mula religi.
Spencer mengatakan bahwa semua bangsa yang ada di dunia
ini mempercayai adanya kematian, religi itu dimulai dengan adanya
rasa sadar dan takut akan maut. Spencer mengatakan bahwa bentuk
religi yang tertua adalah religi terhadap penyambahan roh-roh nenek
moyang moyang yang merupakan personifikasi dari jiwa – jiwa
66
orang yang telah meninggal. Bentuk religi yang tertua ini pada semua
bangsa di dunia ini akan berevolusi ke bentuk religi yang lebih
kompleks yaitu penyembahan kepada dewa – dewa, seperti dewa
kejayaan, dewa perang, dewa kebijaksaan, dewa kecantikan, dewa
maut dan dewa lainnya.
Elovusi dari religi itu dimulai dari penyembahan kepada
nenek moyang ke tingkat penyembahan dewa – dewa .
Kebudayaan berevolusi karena didorong oleh suatu kekuatan
mutlak yang disebut dengan evolusi universal. H. Spencer
berpendapat bahwa perkembangan masyarakat dan kebudayaan dari
setiap bangsa di dunia akan melewati tingkat-tingkat yang sama.
Namun, ia tidak mengabaikan fakta bahwa perkembangan dari tiap –
tiap masyarakat atau sub – sub kebudayaan dapat mengalami proses
evolusi dalam tingkat-tingkat yang berbeda.
Dalam permasalahan tersebut Spencer juga memberikan
pandangannya terhadap proses evolusi secara umum. Spencer
mengatakan, dalam evolusi sosial aturan-aturan hidup manusia serta
hukum yang dapat dipaksakan tahan dalam masyarakat, adalah
hukum yang melindungi kebutuhan para warga masyarakat yang
paling cocok dengan masyarakat di mana mereka hidup.
d. Teori evolusi keluarga J.J. Bachofen
Menurut Bechofen bahwa di seluruh dunia ini, evolusi
keluarga berkembang melalui empat tahapan:
Tahapan Promiskuitas : di mana manusia hidup serupa
sekawan binatang berkelompok, laki-laki dan wanita berhubungan
bebas, sehingga melahirkan keturunan tanpa ada ikatan pada
tahapan ini kehidupan manusia sama dengan kehidupan binatang
yang hidup berkelompok. Pada tahapan ini, laki-laki dan perempuan
bebas melakukan hubungan perkawinan dengan yang lain tanpa ada
ikatan kelurga dan menghasilkan keturunan tanpa ada terjadi ikatan
keluarga seperti sekarang ini.
Tahapan Matriarchate : Lambat laun manusia semakin sadar
akan hubungan ibu dan anak, tetapi anak belum mengenal ayahnya
melaikan hanya masih mengenal ibunya. Dalam keluarga inti, ibulah
yang menjadi kepala keluarga dan yang mewarisi garis keturunan.

67
Pada tahapan ini perkawinan ibu dan anak dihindari sehingga
muncullah adat exogami
Sistem Patriarchate : dimana ayahlah yang menjadi kepala
keluarga serta ayah yang mewarisi garis keturunan. Perubahan dari
matriarchate ke tingkat patriarcahte terjadi karena laki-laki merasa
tidak puas dengan situasi keadaan sosial yang menjadikan wanita
sebagai kepala keluarga. Sehingga para pria mengambil calon istrinya
dari kelompok-kelompok yang lain dan dibawanya ke kelompoknya
sendiri serta menetap di sana. Sehingga keturunannya pun tetap
menetap bersama mereka.
Pada tahapan yang terakhir, patriarchate lambat laun hilang
dan berobah menjadi susunan kekerabatan yang disebut Bachofen
susunan parental. Pada tingkat terakhir ini perkawinan tidak selalu
dari luar kelompok (exogami) tetapi juga dari dalam kelompok yang
sama (endogami). Hal ini menjadikan anak-anak bebas berhubungan
langsung dengan keluarga ibu maupun ayah.
e. Teori Evolusi Kebudayaan di Indonesia G.A.Wilken
G.A.Wilken merumuskan sebuah teori tentang tektonimi
yaitu tentang hakekat perkawinan. Ia berpendapat bahwa pada
mulanya maskawin hanya merupakan sebuah alat perdamaian antara
pengantin pria dan pengantin wanita setelah berlangsung kawin lari.
Ini sering terjadi pada masa peralihan dari tingkat matriarchate ke
tingkat patriarchate.
f. Teori Evolusi Kebudayaan L.H.Morgan
Menurut Morgan evolusi kebudayaan secara universal melalui
delapan tahapan yaitu:
Zaman Liar Tua. Zaman sejak manusia ada sampai menemukan api,
kemudian manusia menemukan keahlian meramu dan mencari akar-
akar tumbuhan liar untuk hidup.
Zaman Liar Madya. Zaman di mana manusia menemukan senjata
busur dan panah. Pada zaman ini manusia mulai merobah mata
pencahariannya dari meramu menjadi pencari ikan.
Zaman Liar Muda. Pada zaman manusia menemukan senjata busur
dan panah sampai memiliki kepandaian untuk membuat alat-alat dari
tembikar namun kehidupannya masih berburu.

68
Zaman Barbar Tua. Zaman sejak manusia memiliki kepandaian
membuat tembikar sampai manusia beternak dan bercocok tanam.
Zaman Barbar Madya. Zaman sejak manusia beternak dan bercocok
tanam sampai menemukan kepandaian membuat alat-alat atau
benda-benda dari logam
Zaman Barbar Muda. Zaman sejak manusia memiliki kepandaian
membuat alat-alat dari logam sampai manusia mengenal tulisan.
Zaman Peradaban Purba, menghasilkan beberapa peradaban klasik
zaman batu dan logam
Zaman Masa Kini, sejak zaman peradaban klasik sampai sekarang
g. Teori Evolusi Religi E.B. Taylor
E.B.Taylor berpendapat, asal mula religi adalah adanya
kesadaran manusia akan adanya jiwa. Kesadaran ini disebabkan oleh
dua hal : Adanya perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-
hal yang hidup dan hal-hal yang mati. Manusia sadar bahwa ketika
manusia hidup ada sesuatu yang menggerakkan dan kekuatan yang
menggerakkan manusia itu disebut dengan jiwa
Peristiwa mimpi, di mana manusia melihat dirinya di tempat
lain (bukan di tempat ia sedang tidur). Hal ini menyebabkan manusia
membedakan antara tubuh jasmaninya yang berada di tempat tidur
dengan rohaninya di tempat-tempat lain yang disebut jiwa.
Selanjutnya Taylor mengatakan bahwa jiwa yang lepas ke alam
disebutnya dengan roh atau mahluk halus. Inilah menyebabkan
manusia berkeyakinan kepada roh-roh yang menempati alam.
Sehingga manusia memberikan penghormatan berupa upacara doa,
sesajian dll. Inilah disebut Taylor sebagai anamism.
Pada tingkat selanjutnya manusia yakin terhadap gejala gerak
alam disebabkan oleh mahluk-mahluk halus yang menempati alam
tersebut. Kemudian jiwa alam tersebut dipersonifikasikan sebagai
dewa-dewa alam. Pada tingkat selanjutnya manusia yakin bahwa
dewa-dewa tersebut memiliki dewa tertinggi atau raja dewa. Hingga
akhirnya manusia berkeyakinan pada satu Tuhan.
h. Teori Mengenai Ilmu Gaib dan Religi J.G. Frazer
Pada mulanya manusia hanya menggunakan akalnya untuk
memecahkan masalah. Namun lambat laun sistem pengetahuan
manusia semakin terbatas untuk memecahkan masalah bahkan tidak
69
sanggup lagi memecahkan masalah. Sehingga manusia
memecahkannya dengan magis, ilmu gaib. Magis adalah semua
tindakan manusia untuk mencapai sesuatu dengan menggunakan
kekuatan-kekuatan alam dan luar lainnya.
Namun dalam perkembangan selanjutnya kekuatan magis
tersebut tidak selamanya berhasil. Maka manusia mulai sadar bahwa
di alam ini ada yang menempatinya yaitu mahluk-mahluk halus.
Mulailah manusia mencari hubungannya dengan mahluk-mahluk
halus tersebut. Dengan itu timbullah religi. Religi adalah segala
sistem tingkah laku manusia untuk memproleh sesuatu dengan cara
memasrahkan diri kepada penciptanya.

B. Proses Difusi
1. Penyebaran Manusia
Ilmu paleoantropologi telah memperkirakan bahwa makhluk
manusia pertama hidup di daerah sabana yang beriklim tropis di afrika
timur. Sedangkan sekarang makhluk itu menduduki hampir seluruh
muka bumi dalam segala macam lingkungan iklim. Hal itu hanya dapat
di terangkan dengan adanya proses pembiakan dan gerak penyebaran
atau migrasi-migrasi yang di sertai dengan proses penyesuaian atau
adaptasi fisik dan sosial budaya dari makhluk manusia dalam jangka
waktu beratus-ratus ribu tahun lamanya sejak zaman purba. Ada
berbagai macam sebab dari migrasi-migrasi itu. Ada hal yang
menyebabkan migrasi yang lambat dan otomatis, ada pula yang cepat
dan mendadak.
Sebagian besar dari kelompok-kelompok manusia dalam zaman
purba hidup dari berburu. Dari suku-suku bangsa di muka bumi yang
sampai sekarang masih hidup dari berburu, kita mengetahui bahwa
walaupun mereka tidak mempunyai tempat tinggal tetap, tetapi selalu
bergerak dalam batas suatu wilayah berburu tertentu. Wilayah itu
dikenal oleh warga kelompok bersangkutan dengan teliti. Pengetahuan
tentang topografi tanah, tentang tempat-tempat yang di lalui binatang,
tempat-tempat di mana terdapat belukar dan sebagainya. Jadi jelas
mereka tidak gemar untuk pindah ke wilayah berburu lain.
Walaupun demikian, bila di tinjau dalam jangka waktu panjang,
suatu kelompok manusia lama-kelamaan akan pindah wilayah juga,
70
karena di wilayah yang lama, binatang perburuan misalnya sudah mulai
berkurang atau karena dalam wilayah yang lama, jumlah manusia sudah
mulai berkurang atau karena dalam wilayah yang lama jumlah manusia
sudah mulai terlampau banyak. Namun perpindahan itu berjalan dengan
sangat lambat, dan biasanya tanpa di sadari orang-orang yang
bersangkutan.
Banyak pula migrasi manusia yang berlangsung cepat dan
mendadak. Sebab dari migrasi semacam ini bisa bermacam-macam,
misalnya bencana alam, wabah, perubahan mata pencaharian hidup,
peperangan, dan perkembangan pelayaran.

2. Penyebaran Unsur-unsur Kebudayaan


Bersamaan dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok
manusia di muka bumi, turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan dari
sejarah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke seluruh penjuru
dunia yang di sebut proses difusi (diffusion). Salah satu bentuk difusi
adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ke tempat
lain di muka bumi oleh kelompok-kelompok manusia yang bermigrasi.
Bentuk difusi yang lain lagi dan mendapatkan perhatian oleh
ilmu antropologi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang
berdasarkan pertemuan-pertemuan antara individu dalam suatu
kelompok manusia dengan individu kelompok tetangga. Pertemuan-
pertemuan antara kelompok-kelompok semacam itu dapat berlangsung
dengan berbagai cara.
Cara yang pertama adalah hubungan dimana bentuk dan
kebudayaan itu masing-masing hampir tidak berubah. Hubungan ini
yaitu hubungan symbiotic, dapat kita lihat contohnya di daerah
pedalaman negara-negara kongo, togo dan kamerun di afrika tengah
dan barat. Di daerah pedalaman negara-negara tersebut berbagai suku
bangsa afrika hidup dari bercocok tanam di ladang. Mereka mempunyai
tetangga, kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari suku-suku negrito
hidup dari berburu dan mengumpulkan hasil hutan. Hasil berburu dan
hasil dari hutan itu dibarter dengan hasil pertanian. Hubungan semacam
ini telah berlangsung sejak lama sekali, malahan sudah sejak berabad-
abad lamanya, kedua bela pihak sudah saling membutuhkan, tetapi
hubungan mereka terbatas hanya pada barter barang-barang itu saja,
71
sedangkan proses saling mempengaruhi tidak ada. Pada hubungan
symbiotic itu kebudayaan suku-suku bangsa afrika tidak berubah dan
kebudayaan kelompok-kelompok negrito juga tidak.
Cara lain adalah bentuk hubungan yang di sebabkan karena
perdagangan, tetapi dengan akibat yang lebih jauh dari pada yang terjadi
pada hubungan symbiotic. Unsur-unsur kebudayaan asing di bawa oleh
para pedagang masuk kedalam kebudayaan penerima dengan tidak di
sengaja dan tanpa paksaan. Hubungan ini dengan mengambil istilah dari
ilmu sejarah, sering di sebut penetration pacifique, artinya “pemasukan
secara damai”. Pemasukan secara damai tentu juga ada pada bentuk
hubungan yang disebabkan karena usaha dari para penyiar agama.
Bedanya dengan penetration pacifique oleh para pedagang ialah bahwa
pemasukan unsur-unsur asing yang dilakukan oleh para penyiar agama
itu berlangsung dengan sengaja,dan kadang-kadang dengan paksa.
Pemasukan secara tidak damai terdapat pada bentuk hubungan
yang disebabkan karena peperangan dan serangan penaklukan. Lanjut
dari penaklukan adalah penjajahan, dan pada waktu itulah proses
masuknya unsur kebudayaan asing yang sebenarnya, baru mulai
berjalan. Pertemuan antara kebudayaan-kebudayaan yang disebabkan
oleh penyiar agama seringkali juga baru mulai setelah penaklukan; baru
apabila suatu daerah sudah di taklukan dan di buat aman oleh
pemerintah jajahan, maka datanglah para penyiar agama, dan mulailah
proses akulturasi yang merupakan akibat dari aktivitas itu.
Suatu difusi yang meliputi jarak yang besar biasanya terjadi
melalui suatu rangkain pertemuan antara suatu deret suku-suku bangsa.
Proses difusi semacam ini dalam ilmu antropologi di sebut stimulus
diffusion.
Dalam zaman modern sekarang ini, difusi unsur-unsur
kebudayaan yang timbul di salah satu tempat di muka bumi,
berlangsung dengan cepat sekali. Bahkan sering kali tanpa kontak yang
nyata antara individu-individu. Ini di sebabkan karena adanya alat-alat
penyiaran yang sangat efektif, seperti surat kabar, majalah, buku, radio,
film, dan televisi.

72
3. Proses Akulturasi dan Asimilasi (Pembauran)
a. Akulturasi
Istilah akulturasi, atau acculturation atau culture contact,
merupakan proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia
dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur – unsur
kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam
kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian
kebudayaan itu sendiri.
Proses akulturasi ada sejak dulu kala dalam sejarah
kebudayaan manusia, tetapi proses akulturasi yang mempunyai sifat
khusus, baru timbul ketika kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa
di Eropa Barat mulai menyebar ke semua daerah lain di muka bumi,
dan mulai mempengaruhi masyarakat-masyarakat suku-suku bangsa
di Afrika, Asia, Oseania, Amerika Utara, dan Amerika Latin.
Penelitian-penelitian sekitar masalah akulturasi timbul dalam
lapangan ilmu antropologi kurang dari setengah abad lalu.
Penelitian-penelitian yang memperhatikan masalah akulturasi
dimulai kira – kira sekitar tahun 1910, dan bertambah banyak sekitar
tahun 1920. Penelitian-penelitian itu sebagian bersifat deskriptif,
yaitu melukiskan satu peristiwa akulturasi yang konkret pada satu
atau beberapa suku bangsa tertentu yang sedang mendapat pengaruh
unsur – unsur kebudayaan Eropa Amerika.
Disamping karangan – karangan deskriptif, timbul pula
karangan-karangan yang bersifat teori, yaitu karangan – karangan
yang mengabstraksikan berbagai peristiwa akulturasi dan beberapa
konsep mengenai gejala akulturasi. Beberapa penelitian juga
dilakukan oleh para sarjana dari luar kalangan ilmu antropologi,
menyangkut masalah akulturasi itu. Pada masa menjelangnya perang
dunia II itu, memang menjadi sangat besar sehingga dari kalangan
antropologi timbul suatu kebutuhan untuk meninjau kembali segala
masalah mengenai gejala akulturasi yang telah timbul dimasa yang
lalu.
Suatu panitia dari dewan ilmiah Social Science Council di
Amerika yang terdiri dari tiga orang sarjana antropologi terkenal,
yaitu R. Redfield, R Linton, dan M.J. Herskovith, telah mengerjakan
peninjauan kembali tadi dan berhasil menyusun suatu ikhtisar dalam
73
tahun 1935. Mereka mencoba meringkas dan merumuskan semua
masalah dalam lapangan penelitian akulturasi . Ikhtisar itu berjudul
A Memorandum for the Study of Acculturation, dimuat dalam
berbagai majalah ilmu antropologi yang terpenting.
Setelah perang Dunia II, perhatian terhadap masalah
akulturasi malahan lebih besar lagi, sedangkan metode – metode
untuk meneliti masalah akulturasi menjadi lebih tajam. Proses
akulturasi dalam masyarakat suku bangsa yang tersebar di Benua
Asia dan di daerah pulau-pulau di Laut Teduh misalnya, mendapat
perhatian Istimewa dari Seventh Pasific Science Congress yang
diadakan tahun 1949 di Auckad (New Zealand). Kongres itu
mempunyai suatu seminar khusus dalam acaranya, untuk
mendiskusikan masalah akulturasi dalam ilmu antropologi.
Bibliografi dengan catatan dari semua karangan mengenai masalah
akulturasi yang disusun oleh F. Keesing, yaitu : Culture Change: An
Analysis and Bibliography of Antrhropologigal Sources to 1952,
dapat memberikan suatu gambaran tentang hal yang pernah
dikerjakan oleh para sarjana antropologi dalam penelitian-penelitian
mengenai akulturasi hingga tahun 1952. Hal yang dikerjakan antara
tahun 1952 dan 1960 juga sangat besar jumlahnya.
Ada lima golongan masalah dalam akulturasi :
Mengenai metode – metode untuk mengobservasi, mencatat,
dan melukiskan suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat;
Mengenai unsur – unsur kebudayaan asing yang mudah
diterima, dan sukar diterima oleh masyarakat;
Mengenai unsur-unsur kebudayaan apa yang mudah diganti
atau diubah, dan unsur – unsur yang tidak mudah diganti atau
diubah oleh unsur – unsur kebudayaan asing;
Mengenai individu – individu yang suka dan cepat menerima,
dan individu-individu yang sukar dan lambat menerima unsur-unsur
kebudayaan asing;
Mengenai ketegangan – ketegangan dan kritis – kritis sosial
yang timbul sebagai akibat akulturasi.
Dalam meneliti jalannya suatu proses akulturasi, seorang
peneliti memperhatikan beberapa masalah khusus, yaitu :

74
Keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi
mulai berjalan;
Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa
unsur-unsur kebudayaan asing;
Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur – unsur kebudayaan
asing untuk masuk kedalam kebudayaan penerima;
Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena
pengaruh unsur-unsur kebudayaaaan asing tadi;
Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur asing.
Titik permulaan dari proses akulturasi antara kebudayaan-
kebudayaan di Indonesia dengan kebudayaan Eropa adalah peristiwa
datangnya kapal-kapal Portugis di Maluku, yaitu di Banda, Tidore,
dan Ternate, kemudian ke Nusa Tenggara pada permulaan abad ke-
16. Peristiwa – peristiwa itu merupakan titik – titik permulaan dari
suatu proses akulturasi yang berlangsung lambat sekali selama tiga
abad, dan melaju cepat mulai abad ke-20.

b. Asimilasi
Asimilasi (assimilation) adalah proses sosial yang timbul bila
ada :
Golongan – golongan manusia dengan latar belakang
kebudayaan yang berbeda-beda, Saling bergaul langsung secara
intensif untuk waktu yang lama sehingga Kebudayaan – kebudayaan
golongan – golongan tadi masing-masing berubah wujudnya menjadi
unsur-unsur kebudayaan campuran. Biasanya, golongan-golongan
yang tersangkut dalam suatu proses asimilasi adalah suatu golongan
mayoritas dan beberapa golongan minoritas mengubah sifat khas
dari unsur-unsur kebudayaannya dan menyesuaikannya dengan
kebudayaan dari golongan mayoritas. Sedemikian rupa sehinnga
lambat laun kehilangan kepribadian kebudayaanya dan masuk ke
dalam kebudayaan mayoritas.
Proses-proses sosial yang disebut asimilasi itu banyak diteliti
oleh para sarjana sosiologi, terutama di Amerika Serikat. Di sana
timbul berbagai masalah yang berhubungan dengan adanya individu
– individu dan kelompok imigran yang berasal dari berbagai suku
bangsa dan Negara di Eropa, yang mempunyai kebudayaan-
75
kebudayaan yang berbeda-beda. Indonesia, mempunyai banyak
golongan khusus, baik yang berupa suku bangsa, lapisan sosial,
golongan agama, pengetahuan mengenai seluk-beluk proses asimilasi
dari tempat-tempat lain di dunia menjadi penting sekali sebagai
bahan perbandingan.
Hal yang penting untuk diketahui adalah faktor – faktor yang
menghambat proses asimilasi. Dari berbagai proses asimilasi yang
pernah diteliti oleh para ahli terbukti bahwa hanya dengan pergaulan
antara kelompok – kelompok secara luas dan intensif saja, belum
tentu terjadi suatu proses asimilasi, kalau di antara kelompok-
kelompok yang berhadapan itu tidak ada suatu sikap toleransi dan
simpati satu terhadap yang lain. Orang Cina misalnya ada di
Indonesia, bergaul secara luas dan intensif dengan orang Indonesia
sejak berabad-abad lamanya; namun mereka belum juga semua
terintegrasi ke dalam masyarakat dan kebudayaan Indonesia, karena
selama itu belum cukup ada sikap saling bertoleransi dan bersimpati.
Sikap toleransi dan simpati terhadap kebudayaan lain sering
terhalang oleh berbagai faktor, dan faktor-faktor ini sudah tentu juga
menjadi penghalang proses asimilasi pada umumnya. Faktor-faktor
itu adalah :
1) kurang pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi;
2) sifat takut terhadap kekuatan dan kebudayaan lain;
3) perasaan superioritas pada individu-individu dari satu
kebudayaan terhadap yang lain.
Jenis-jenis asimilasi
1) Asimilasi budaya : proses mengadopsi nilai, kepercayaan,
dogma, ideologi bahasa dan sistem simbol dari suatu kelompok
etnik atau beragam kelompok bagi terbentuknya sebuah
kandungan nilai, kepercayaan, dogma, ideologi bahasa maupun
sistem simbol dari kelompok etnik baru.
2) Asimilasi struktural : proses penetrasi kebudayaan dari suatu
kelompok etnik ke dalam ke dalam kebudayaan etnik lain
melalui kelompok primer seperti keluarga, teman dekat, dll.
3) Asimilasi perkawinan, atau sering disebut asimilasi fisik yang
terjadi karena perkawinan antar etnik atau antar ras untuk
melahirkan etnik atau ras baru
76
Asimilasi dapat terbentuk apabila terdapat tiga persyaratan berikut :
1) terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan
berbeda.
2) terjadi pergaulan antar individu atau kelompok secara intensif
dan dalam waktu yang relatif lama.
3) Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut saling berubah
dan menyesuaikan diri.
Faktor-faktor yang mendorong atau mempermudah terjadinya
asimilasi adalah sebagai berikut :
1) Toleransi antar kelompok yang berbeda kebudayaan
2) Kesempatan yang seimbang dalam bidang sosial atau ekonomi
3) Sikap menghargai orang asing dan kebudayaan mereka
4) Sikap terbuka dari golongan etnik dominan terhadap kelompok
etnik minoritas
5) Persamaan unsur kebudayaan
6) Perkawinan antara kelompok yang berbeda budaya
7) Adanya musuh yang sama
Faktor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya
asimilasi antara lain sebagai berikut :
1) Kelompok yang terisolasi atau terasing (biasanya kelompok
minoritas).
2) Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan baru yang
dihadapi.
3) Prasangka negatif terhadap pengaruh kebudayaan baru.
Kekhawatiran ini dapat diatasi dengan meningkatkan fungsi
lembaga-lembaga kemasyarakatan.
4) Perasaan bahwa kebudayaan kelompok tertentu lebih tinggi
daripada kebudayaan kelompok lain. Kebanggaan berlebihan
ini mengakibatkan kelompok yang satu tidak mau mengakui
keberadaan kebudayaan kelompok lainnya.
5) Perbedaan ciri-ciri fisik, seperti tinggi badan, warna kulit atau
rambut.
6) Perasaan yang kuat bahwa individu terikat pada kebudayaan
kelompok yang bersangkutan.
7) Golongan minoritas mengalami gangguan dari kelompok
penguasa.
77
4. Inovasi
Inovasi merupakan suatu proses pembaruan dari penggunaan
sumber – sumber alam, energi, dan modal pengaturan baru dari tenaga
kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan
adanya sistem produksi, dan dibuatnya produk – produk yang baru.
Difusi Inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan
teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan. Teori ini
dipopulerkan oleh Everett Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya
yang berjudul Diffusion of Innovations. Ia mendefinisikan difusi
sebagai proses dimana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui
berbagai saluran dan jangka waktu tertentu dalam sebuah sistem sosial.
Inovasi merupakan ide, praktik, atau objek yang dianggap baru
oleh manusia atau unit adopsi lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah
inovasi terdifusi ke seluruh masyarakat dalam pola yang bisa diprediksi.
Beberapa kelompok orang akan mengadopsi sebuah inovasi segera
setelah mereka mendengar inovasi tersebut. Sedangkan beberapa
kelompok masyarakat lainnya membutuhkan waktu lama untuk
kemudian mengadopsi inovasi tersebut. Ketika sebuah inovasi banyak
diadopsi oleh sejumlah orang, hal itu dikatakan exploded atau meledak.
Difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori pada abad
ke19 dari seorang ilmuan perancis, Gabriel Tarde. Dalam bukunya yang
berjudul “The Laws of Imitation” (1930), Tarde mengemukakan
teori kurva S dari adopsi inovasi, dan pentingnya komunikasi
interpersonal. Tarde juga memperkenalkan gagasan mengenai opini
leadership , yakni ide yang menjadi penting di antara para peneliti efek
media beberapa dekade kemudian. Tarde melihat bahwa beberapa
orang dalam komunitas tertentu merupakan orang yang memiliki
ketertarikan lebih terhadap ide baru, dan dan hal-hal teranyar, sehingga
mereka lebih berpengetahuan dibanding yang lainnya. Orang-orang ini
dinilai bisa memengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi sebuah
inovasi.
Mempelajari Inovasi: Tahapan ini merupakan tahap awal ketika
masyarakat mulai melihat, dan mengamati inovasi baru dari berbagai
sumber, khususnya media massa Pengadopsi awal biasanya merupakan
orang-orang yang rajin membaca koran dan menonton televisi, sehingga
mereka bisa menangkap inovasi baru yang ada.
78
Jika sebuah inovasi dianggap sulit dimengerti dan sulit
diaplikasikan, maka hal itu tidak akan diadopsi dengan cepat oleh
mereka, lain halnya jika yang dianggapnya baru merupakan hal mudah,
maka mereka akan lebih cepat mengadopsinya. Beberapa jenis inovasi
bahkan harus disosialisasikan melalui komunikasi interpersonal dan
kedekatan secara fisik.
Pengadopsian : Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan
inovasi yang mereka pelajari. Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi
oleh masyarakat ditentukan juga oleh beberapa faktor riset
membuktikan bahwa semakin besar keuntungan yang didapat, semakin
tinggi dorongan untuk mengadopsi perilaku tertentu. Adopsi inovasi
juga dipengaruhi oleh keyakinan terhadap kemampuan seseorang.
Sebelum seseorang memutuskan untuk mencoba hal baru, orang
tersebut biasanya bertanya pada diri mereka sendiri apakah mereka
mampu melakukannya. Jika seseorang merasa mereka bisa
melakukannya, maka mereka akan cenderung mangadopsi inovasi
tersebut. Selain itu, dorongan status juga menjadi faktor motivasional
yang kuat dalam mengadopsi inovasi. Beberapa orang ingin selalu
menjadi pusat perhatian dalam mengadopsi inovasi baru untuk
menunjukkan status sosialnya di hadapan orang lain.
Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki
individu tersebut serta persepsi dirinya. Jika sebuah inovasi
dianggapnya menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai yang ia anut,
maka ia tidak akan mengadopsinya. Semakin besar pengorbanan yang
dikeluarkan untuk mengadopsi sebuah inovasi, semakin kecil tingkat
adopsinya.
Pengembangan jaringan sosial : Seseorang yang telah mengadopsi
sebuah inovasi akan menyebarkan inovasi tersebut kepada jaringan
sosial di sekitarnya, sehingga sebuah inovasi bisa secara luas diadopsi
oleh masyarakat. Difusi sebuah inovasi tidak lepas dari proses
penyampaian dari satu individu ke individu lain melalui hubungan sosial
yang mereka miliki.
Riset menunjukkan bahwa sebuah kelompok yang solid dan
dekat satu sama lain mengadopsi inovasi melalui kelompoknya. Dalam
proses adopsi inovasi, komunikasi melalui saluran media massa lebih
cepat menyadarkan masyarakat mengenai penyebaran inovasi baru
79
dibanding saluran komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal
mempengaruhi manusia untuk mengadopsi inovasi yang sebelumnya
telah diperkenalkan oleh media massa.
Lima tahap proses adopsi :
a. Tahap pengetahuan: Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki
informasi mengenai inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai
inovasi tersebut harus disampaikan melalui berbagai saluran
komunikasi yang ada, bisa melalui media elektronik, media
cetak ,maupun komunikasi interpersonal di antara masyarakat
b. Tahap persuasi: Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam
tingkat pemikiran calon pengguna. Seseorang akan mengukur
keuntungan yang akan ia dapat jika mengadopsi inovasi tersebut
secara personal. Berdasarkan evaluasi dan diskusi dengan orang lain,
ia mulai cenderung untuk mengadopsi atau menolak inovasi
tersebut.
c. Tahap pengambilan keputusan: Dalam tahap ini, seseorang
membuat keputusan akhir apakah mereka akan mengadopsi atau
menolak sebuah inovasi. Namun bukan berarti setelah melakukan
pengambilan keputusan ini lantas menutup kemungkinan terdapat
perubahan dalam pengadopsian.
d. Tahap implementasi: Seseorang mulai menggunakan inovasi sambil
mempelajari lebih jauh tentang inovasi tersebut.
e. Tahap konfirmasi: Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang
kemudian akan mencari pembenaran atas keputusan mereka.
Apakah inovasi tersebut diadopsi ataupun tidak, seseorang akan
mengevaluasi akibat dari keputusan yang mereka buat. Tidak
menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan
yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakukan
evaluasi.
Kategori pengadopsi :
Rogers dan sejumlah ilmuwan komunikasi lainnya
mengidentifikasi 5 kategori pengguna inovasi :
a. Inovator : Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk
mencoba hal-hal baru. Hubungan sosial mereka cenderung lebih
erat dibanding kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini
lebih dapat membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat
80
jarak geografis. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang
memiliki gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak
teman atau relasi.
b. Pengguna awal : Kelompok ini lebih lokal dibanding
kelompok inovator, kategori adapter seperti ini menghasilkan lebih
banyak opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari
informasi tentang inovasi. Mereka dalam kategori ini sangat disegani
dan dihormati oleh kelompoknya karena kesuksesan mereka dan
keinginannya untuk mencoba inovasi baru.
c. Mayoritas awal : Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka
yang tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi
sebuah inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi
secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi
inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama. Orang-orang
seperti ini menjalankan fungsi penting dalam melegitimasi sebuah
inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah
inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat.
d. Mayoritas akhir : Kelompok zang ini lebih berhati-hati mengenai
fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang
telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka
mengambil keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa
memotivasi mereka. Dalam kasus lain, kepentingan ekonomi
mendorong mereka untuk mengadopsi inovasi.
e. Laggard : Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan
adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk
mencoba hal-hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul
dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka.
Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru, kebanyakan
orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan
menganggap mereka ketinggalan zaman.

81
DAFTAR PUSTAKA

Bachofen, J. J. (1992). Myth, religion, and mother right: selected writings of JJ


Bachofen (Vol. 128). Princeton University Press.

Buku Ilmu Administrasi, Liang Gie & Drs.Sutarto, 1982

Davis, Keith. 2010. Organizational Behavior – Human Behavior at Work 13th


Edition. New Delhi: Mcgraw Hill Company.

Departeman Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, Kamus Besar Bahasa


Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1994)

Frazer, J. G. (1923). Folk-Lore in the Old Testament: studies in comparative


religion, legend and law. London: Macmillan.

Harsojo, Pengantar Antroologi, (Bandung: Angkasa Offset, 1967), hal.13.

Harsojo.Pengantar Antropologi . Bina Cipta, 1984

Herskovits, M.J. 1924. ”Preliminary Consideration of the Culture Areas of


Africa”. American Anthropologist. Vol. XXVI, p. 50-

Hirza, B. (2019, October). CREATIVE THINKING WITH BRAINGYM. In


INTERNATIONAL CONFERENCE ON GLOBAL EDUCATION (pp.
772-776).

Honigman, J.J, 1954, Culture and Personality. New York, Harper & Bothers

Hsu, F. L. (1971). Psychosocial homeostasis and jen: Conceptual tools for


advancing psychological anthropology. American anthropologist, 73(1), 23-44.

Keesing, F. M. (1973). Culture change: an analysis and bibliography of


anthropological sources to 1952 (No. 1). Octagon Books, 1973.

Kluckhohn, C. And W.H.Lely. 1945. ”The Concept of Culture”. The Science


of Man in the World Crisis. R.Linton (Ed). New York : Columbia University
Press, p 78-106

Kluckhohn, F. R., & Strodtbeck, F. L. (1961). Variations in value orientations.

Koentjaraningrat, Pengantar ilmu Antropologi (Jakarta: PT Rineka Cipta,


1990)

82
Koentjaraningrat. 1979. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara
Baru.

Koentjaraningrat.1980. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta : Universitas


Indonesia.

Kroeber, A. L., & Kluckhohn, C. (1952). Culture: A critical review of concepts


and definitions. Papers. Peabody Museum of Archaeology & Ethnology,
Harvard University.

Laning, Vina Dwi, 2007, SOSIOLOGI Kelas XI, Klaten, Cempaka Putih.

Linton, R. (1945). The cultural background of personality.

Mathews, F. (1996). Ecology and democracy. Routledge.

Misbah Zulfa Elisaeth, Antropologi kajian budaya dan kajianya, ( Semarang :


CV Karya Abadi Jaya, 2015 ), hlm. 18

Prof. Dr. Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. 2002. Jakarta: PT


Rineka Cipta

Redfield, R., Linton, R., & Herskovits, M. J. (1936). Memorandum for the
study of acculturation. American anthropologist, 38(1), 149-152.

Rogers, E. M. (2010). Diffusion of innovations. Simon and Schuster.

Soerjono, Soekanto.Sosiologi Suatu Pengantar . Jakarta : PT RajaGrafindo


Persada, 1990

Supardan, Dadang. 2007. Pengantar Ilmu Sosial. Bandung : Bumi


Aksara.

Taylor, E. B. (2009). From el campo to el barrio: Memory and social


imaginaries in Santo Domingo. Identities: Global Studies in Culture and
Power, 16(2), 157-178.

Trombetta, J. J., & Rogers, D. P. (1988). Communication climate, job


satisfaction, and organizational commitment: The effects of information
adequacy, communication openness, and decision participation. Management
Communication Quarterly, 1(4), 494-514.

Turner, J. H. (1985). Herbert Spencer: A renewed appreciation. Beverly Hills,


CA: Sage.
83
Watson, C. W. (2000). Multiculturalism. Open University Press.

Whiting, J.W.M., I.L Child 1953, Child Trining and Personality. A Cross-
Cultural Study. New Haven , Yale University press

http://abdulgani84.wordpress.com/2011/04/29/penyebab-perubahan-
kebudayaan/http://scrib.com/etriwahjuni/d/39507750-Bentuk-Perubahan-
Sosial-Budaya/

http://geoenviron.blogspot.com/2013/04/masyarakat-multicultural-
dan_1110.html

http://makalahcyber.blogspot.com/2012/04/makalah-masyarakat-
multikultural.html

http://rapikozumi.blogspot.co.id/2015/09/hubungan-antropologi-dengan-
ilmu.html

http://www.pengertianahli.com/2013/11/pengertian-antropologi-dan-
cabang.html, diakses pada tanggal 30 November 2015 pukul 14.48 WIB.

https://mediaindonesia.com/read/detail/110127-alarm-untuk-birokrat-dan-
politisi, Kamis 22 Juni 2017, W Wempy Hadir Peneliti Indopolling Network,
dan Direktur Nation and Character Building Institute | Opini

https://tonifebruari666.wordpress.com/2008/05/07/kepribadian-indonesia/

https://www.academia.edu/4900995/Makalah_Antropologi_Budaya/veganid
ia

https://www.dictio.id/t/apa-saja-cabang-cabang-ilmu-antropologi/8331

https://www.kompasiana.com/khusnulkhuluq/unsur-unsur-
masyarakat_54f7a8cfa3331139208b46a9

84
85

Anda mungkin juga menyukai