Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PELAKSANAAN PELAYANAN MANAJEMENUNIT GAWAT DARURAT

Dosen Pengampu :Bq. Nurainun Apriani Idris, Ners., M.Kep

OLEH KELOMPOK: 3

1. Desak Made Patni Dewi 7. Muhammad Firdaus


2. Diana 8. Nasrul Hidayat
3. Ema Safitri 9. Nurlaila
4. Hasan Basri 10. Rosita Rahmayani
5. I Gusti Putu Budi Darma 11. Sakban
6. Irfan 12. Tikfi Andriani

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PRODI S1 KEPERAWATAN TRANSFER
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat tuhan yang maha kuasa atas segala limpahan rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul pelaksanaan
pelayanan manajemen unit gawat darurat.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah kontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karema itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Mataram, 30 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2

C. Tujuan ........................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Unit Gawat Darurat ......................................................................................... 3


B. Kegiatan Igd ......................................................................................................................... 3
C. Tujuan URD ......................................................................................................................... 4
D. Kemampuan Tenaga Perawat URD……....……………...……….....……...…….....5
E. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat……..……………….....…..………...….5
F. Tatalaksana Pelayanan Unit Gawat Darurat ............................……………….…….5
BAB III PENUTUP
G. Kesimpilan ..........................................………………………………………..…...14
H. Saran .........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Unit Gawat Darurat (UGD) adalah bagian terdepan dan sangat berperan
di Rumah Sakit, baik buruknya pelayanan bagian ini akan memberi kesan
secara menyeluruh terhadap pelayanan rumah sakit. Pelayanan gawat
darurat mempunyai aspek khusus karena mempertaruhkan kelangsungan
hidup seseorang. Oleh karena itu dan segi yuridis khususnya hukum
kesehatan terdapat beberapa pengecualian yang berbeda dengan keadaan biasa.
Menurut segi pendanaan, nampaknya hal itu menjadi masalah, karena dispensasi
di bidang ini sulit dilakukan.

Untuk menuju pelayanan yang memuaskan dibutuhkan sarana dan prasarana


yang memadai, meliputi ruangan, alat kesehatan utama, alat diagnostik dan alat
penunjang diagnostik serta alat kesehatan untuk suatu tindakan medik. Disamping
itu juga tidak kalah pentingnya sumber daya manusia yang memenuhi syarat, baik
kuantitas maupun kualitas. Petugas yang mempunyai pengetahuan yang tinggi,
keterampilan yang andal dan tingkah laku yang baik.

Unit Gawat Darurat berperan sebagai gerbang utama jalan


masuknya penderita gawat darurat. Kemampuan suatu fasilitas kesehatan
secara keseluruhan dalam hal kualitas dan kesiapan dalam perannya sebagai
pusat rujukan penderita dari pra rumah tercermin dari kemampuan unit
ini. Standarisasi Unit Gawat Darurat saat ini menjadi salah satu komponen
penilaian penting dalam perijinan dan akreditasi suatu rumah sakit. Penderita dari
ruang UGD dapat dirujuk ke unit perawatan intensif, ruang bedah sentral,
ataupun bangsal perawatan. Jika dibutuhkan, penderita dapat dirujuk ke rumah sakit
lain.

1
Upaya pertolongan terhadap penderita gawat darurat harus dipandang sebagai
satu system yang terpadu dan tidak terpecah-pecah. Sistem mengandung pengertian
adanya komponen-komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi,
mempunyai sasaran (output) serta dampak yang diinginkan (outcome). Sistem yang
bagus juga harus dapat diukur dengan melalui proses evaluasi atau umpan balik
yang berkelanjutan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan unit gawat darurat?

2. Apa sajakah tujuan unit gawat darurat?

3. Apa sajakah bentuk kegawat daruratan yang terjadi di unit gawat darurat?

4. Bagaimanakah tata laksana penanganan kegawat daruratan di unit gawat


darurat?

C. Tujuan

1. Menjelaskan pengertian unit gawat darurat

2. Menjelaskan tujuan dari unit gawat darurat

3. Menjelaskan bentuk-bentuk kegawat daruratan yang terjadi di unit gawat darurat

4. Menjelaskan bagaimana tata laksna penanganan kegawat daruratan di unit gawat


darurat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Unit Gawat Darurat


Menurut Azrul (1997) yang dimaksud gawat darurat (emergency
care) adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita
dalam waktu segera untuk menyelamatkan kehidupannya (life saving).
Instalasi gawat darurat adalah salah satu sumber utama pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Ada beberapa hal yang membuat situasi di UGD menjadi
khas, diantaranya adalah pasien yang perlu penanganan cepat walaupun riwayat
kesehatannya belum jelas.
Maksud dari pelayanan rawat darurat adalah bagian dari pelayanan
kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera untuk
menyelamatkan kehidupannya. Unit kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
rawat darurat disebut dengan nama Unit Gawat Darurat (UGD). Tergantung dari
kemampuan yang dimiliki, keberadaan UGD dapat beraneka macam. Namun yang
lazim ditemukan adalah yang tergabung dalam rumah sakit.
Meskipun telah majunya sistem rumah sakit yang dianut oleh suatu
negara bukan berarti tiap rumah sakit memiliki kemampuan mengelola UGD
sendiri. Penyebab utama kesulitan untuk mengelola UGD adalah karena UGD
merupakan salah satu dari unit kesehatan yang paling padat modal, padat karya,
serta padat teknologi.
UGD yaitu suatu tempat / unit pelayanan dirumah sakit yang
memiliki tim kerja dengan kemampuan khusus dan peralatan yang memeberikan
pelayanan pasien gawat darurat yang terorganisir. Instalasi pelayanan pertama bagi
pasien yang datang ke rumah sakit terutama dalam hal kedaruratan berdasrkan
kriteria standart baku.

3
B. Kegiatan UGD
Unit Gawat Darurat yang merupakan suatu bentuk penanganan
kegawatdaruratan memiliki berbagai macam kegiatan. Menurut Flynn (1962) dalam
Azrul (1997) kegiatan UGD secara umum dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan pelayanan gawat darurat.
Kegiatan utama yang menjadi tanggung jawab UGD adalah menyelenggarakan
pelayanan gawat darurat. Sayangnya jenis pelayanan kedokteran yang bersifat
khas sering disalahgunakan. Pelayanan gawat darurat yang sebenarnya bertujuan
untuk menyelamatkan kehidupan penderita (live saving), sering dimanfaatkan
hanya untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama (first aid) dan bahkan
pelayanan rawat jalan (ambulatory care).
2. Menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang
membutuhkan pelayanan rawat inap intensif.
Kegiatan kedua yang menjadi tanggung jawab UGD adalah menyelenggarakan
pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan
intensif. Pada dasarnya pelayanan ini merupakan lanjutan dari pelayanan gawat
darurat, yakni dengan merujuk kasus-kasus gawat darurat yang dinilai berat
untuk memperoleh pelayanan rawat inap intensif.
3. Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat.
Kegiatan ketiga yang menjadi tanggung jawab UGD adalah menyelenggarakan
informasi medis darurat dalam bentuk menampung serta menjawab semua
pertanyaan anggota masyarakat yang ada hubungannya dengan keadaan medis
darurat (emergency medical questions).

C. Tujuan URD
1. Mencegah kematian dan kecacatan pada penderita gawat darurat
2. Menerima rujukan pasien atau mengirim pasien
3. Melakukan penanggulangan korban musibah masal dan bencana yang terjadi di
dalam maupun diluar rumah sakit

4
4. Suatu IRD harus mampu memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi pada
masyarakat dengan problem medis akut

D. Kemampuan Tenaga Perawat URD


Sesuai dengan pedoman kerja perawat, Depkes 1999
1. Mampu mengenal klasifikasi dan labelisasi pasien
2. Mampu mengatasi pasien : syok, gawat nafas, gagal jantung, kejang, koma,
perdarahan, kolik, status asthmatikus, nyeri hebat daerah panggul dan kasus
ortopedi.
3. Mampu melaksanakan pencatatan dan pelaporan Askep
4. Mampu berkomunikasi :intern dan ekstern

E. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat


Penanggulangan Penderita Gawat Darurat adalah suatu pertolongan
yang cepat dan tepat untuk mencegah kematian maupun kecacatan. Berasal dari
istilah emergency patient (pasien darurat).
Dalam hal kegawatdaruratan pasien yang datang ke UGD akan dilayani sesuai
urutan prioritas yang ditunjukan dengan labelisasi warna.

F. Tatalaksana Pelayanan Unit Gawat Darurat


1. Triage
Tindakan memilah-milah korban sesuai dengan tingkat kegawatannya untuk
memperoleh prioritas tindakan. Pembagian golongan pada musibah
masal/bencana:
a) Gawat Darurat (Merah) adalah kelompok pasien yang mendadak berada
dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau
anggota badannya (akanmenjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan
secepatnya. Contohnya Fraktur terbuka, trauma kepala.

5
b) Gawat Tidak Darurat (Putih) adalah kelompok pasien berada dalam keadaan
gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat misalnya kanker stadium
lanjut.
c) Darurat Tidak Gawat (Kuning) adalah kelompok pasien akibat musibah yang
datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam jiwa dan anggota badannya,
misalnya luka sayat dangkal.
d) Tidak Gawat Tidak Darurat (Hijau) kelompok pasien yang tidal luka dan
tidak memerlukan intervensi medis (pada orang yang menderita penyakit
yang tidak mengancam jiwa/kecacatan). Misalnya pasien dengan DM
terkontrol, flu, maag dan sebagainya.
e) Meninggal (Hitam).
Tabel 1. Klasifikasi Triage
KLASIFIKASI KETERANGAN
Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa / adanya
gangguan ABC dan perlu tindakan segera,
misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran,
trauma mayor dengan perdarahan hebat
Gawat tidak darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. Setelah dilakukan
diresusitasi maka ditindaklanjuti oleh dokter
spesialis. Misalnya ; pasien kanker tahap lanjut,
fraktur, sickle cell dan lainnya
Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi
memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar, tidak
ada gangguan ABC dan dapat langsung diberikan
terapi definitive. Untuk tindak lanjut dapat ke
poliklinik, misalnya laserasi, fraktur minor /
tertutup, sistitis, otitis media dan lainnya
Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak

6
memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda
klinis ringan / asimptomatis. Misalnya penyakit
kulit, batuk, flu, dan sebagainya

Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)


KLASIFIKASI KETERANGAN
Prioritas I (merah) Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi
dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan
hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan
bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan
nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka
terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka
bakar) tingkat II dan III > 25%
Prioritas II (kuning) Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila
tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat.
Penanganan dan pemindahan bersifat jangan
terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio
(luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma
thorak / abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.
Prioritas III (hijau) Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak
perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat
terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka ringan
Prioritas 0 (hitam) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat
parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti
jantung kritis, trauma kepala kritis.

7
2. Penanganan Pasien.
Melakukan Primary survey, tanpa dukungan alat bantu diagnostik
kemudian dilanjutkan dengan secondary survey.
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan
menajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam
kehidupan. Tujuan dari Primary Survey adalah untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas
yang dilakukan pada primary survey antara lain:
a. Airway maintenance dengan cervical spine protection
b. Breathing dan oxygenation
c. Circulation dan kontril perdarahan eksternal
d. Disability-pemeriksaan neurologis singkat
e. Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary survey
bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah
berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai
dan berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan tugas sesuai urutan
sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan peran tertentu seperti
airway, circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya menyadari mengenai
pembagian waktu dalam keterlibatan mereka.
Primary survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahap awal
manajemen. Kunci untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang
terarah, kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta
pengkajian ulang melalui pendekatan AIR (Assesment, Intervention, dan
Reassesment).
Primary survey dilakukam melalui beberapa tahapan, anatara lain:
a. General Impressions
1) Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum
2) Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
3) Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)

8
b. Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan
ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat
berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka (thygerson, 2011).
Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan
ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi
endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher, atau dada.
Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada
kondisi pasien tidak sadar.
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien
antara lain:
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas?
2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasienn antara lain:
a) Adanya snoring atau gurgling
b) Stridor atau suara napas tidak normal
c) Agitasi (hipoksia)
d) Penggunaan oto bantu pernafasan / paradoxical chest movement
e) Sianosis
3) Look dan Listen adanya maslah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi:
a) Muntahan
b) Perdarahan
c) Gigi lepas atau hilang
d) Gigi palsu
e) Trauma wajah
4) Jika terjadi obstruksi jalan napas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.

9
a) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada
pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang
b) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas
pasien sesuai indikasi:
 Chin lift/ jaw thrust
 Lakukan suction (jika tersedia)
 Oropharyngeal airway/ nasopharyngeal airway, laryngeal
mask airway
 Lakuka intubasi
c. Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan
jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada
pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus
dipertimbangkan adalah dekompresi dan drainase tension pneumothorax/
haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan.
Yang perlu diperhatikan dalam mengkaji breathing pada pasien
antara lain:
1) Look, Listen dan Feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
a) Inspeksi dari tingkat pernafasan sangat penting. Apakah ada
tanda-tanda sebagai berikut: sianosis, penetrating injury, flail
chest, sucking chest wound, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
b) Palpasi untuk adanya pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema
c) Perkusi berguna untuk diagnosis haemathorax dan
pneumothorax
d) Auskultasi untuk adanya suara abnormal dada
2) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien
jika perlu.

10
3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien. Kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
4) Penilaian kembali status mental pasien.
5) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan.
6) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan
oksigenasi (pemberian terapi oksigen, Bag Valve Mask, intubasi
jika diindikasikan). Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk
advanced airway procedurs
7) Kaji adanya maslah pernafasan yang mengancam jiwa lainnya dan
berikan terapi sesuai kebutuhan.
d. Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum
pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi,
takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan
capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan
adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup
aman untuk mengasumsikan telah terjasi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan perdarahan.
Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah
tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock, dan
anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi
melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik.
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien
antara lan:
1) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan
2) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan
3) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung
4) Palpasi nadi radial jika diperlukan

11
a) Menetukan ada atau tidaknya
b) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
c) Identifikasi rate (lambat, normal, cepat)
d) Regularity
5) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia (capillary refill)
6) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
e. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU
A : Alert. Yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan.
V : Vocalises. Mungkn tidak sesuai atau mengeluarka suara yang
tidak bisa dimengerti
P : Respon to pain only. Harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal merespon
U : Unresponsive to pain. Jika pasie tidak merespon baik stimulus
nyeri maupun stimulus verbal
f. Expose, Examine, dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dam memeriksa cedera pada pasien.
Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang,
imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika
melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan
dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien
hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah
selesai dilakukan, tutup pasie dengan selimut hangat dan jaga privasi
pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang.
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assesment harus segera
dilakukan:
1) Lakukan pemeriksaan kepala, leher dan ekstremitas pasien

12
2) Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapt mengancam nyawa
pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis.
Secondary survey adalah pengkajian head to toe yang terfokus dimana
pengkajian komprehensif sesuai dengan keluhan utama pasien.

3. Melakukan Re-triase
4. Mengumpulkan data hasil dari pemeriksaan Penunjang mediki
5. Mengelompokkan dan menganalisa data secara sistematis
6. Melakukan pendokumentasian dengan menggunakan format pengkajian
baku.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat kami simpulkan bahwa IGD adalah suatu unit integral dalam satu
rumah sakit dimana semua pengalaman pasien yang pernah datang ke IGD tersebut
akan dapat menjadi pengaruh yang besar bagi masyarakat tentang bagaimana
gambaran Rumah Sakit itu sebenarnya. Fungsinya adalah untuk menerima,
menstabilkan dan mengatur pasien yang menunjukkan gejala yang bervariasi dan
gawat serta juga kondisikondisi yang sifatnya tidak gawat. IGD juga menyediakan
sarana penerimaan untuk penatalaksanaan pasien dalam keadaan bencana, hal ini
merupakan bagian dari perannya di dalam membantu keadaan bencana yang terjadi
di tiap daerah.
B. Saran
Rumah Sakit yang ada di seluruh indonesia khususnya NTB mampu
menciptakan Instalasi gawat darurat yang sesuai standar yang ditetapkan. perawat
maupun masiswa perawat mampu memprioritaskan pasien yang harus ditangni
terlebih dahulu.

14
DAFTAR PUSTAKA

Suhartati. 2011. Standar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat di RumahSakit.


Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Keteknisian Medik: Jakarta

RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. 2015. Panduan Pelayanan Pasien Gawat
Darurat. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta: Sleman

Abdulaziz. 2016. Makalah Tata Cara Penanganan Instalasi Gawat Darurat.


Academia: Internet

Anda mungkin juga menyukai