“TUGAS MAKALAH”
Oleh :
PUTRI ( NIM : 2016.01.00.02.018)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga pemakalah dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca .
Harapan pemakalah semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga pemakalah dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini pemakalah akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
pemakalah miliki sangat kurang. Oleh kerena itu pemakalah harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah
ini.
Pemakalah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Bioavailabilitas adalah Kecepatan dan jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi
sistemik. Tujuan dari biofarmasetik itu sendiri yaitu Mengatur pelepasan obat sedemikian rupa
ke sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi klinik tertentu.
Sedangkan bioekivalensi atau kesetaraan biologis dapat diartikan sebagai kesetaraan kadar atau
jumlah obat bentuk aktif dalam darah dan jaringan antara satu sediaan obat dengan sediaan obat
lain yang memiliki zat berkhasiat sama. Dua sediaan obat berekuivalensi kimia tetapi tidak
berekuivalensi biologik dikatakan bio in ekuivalensi. Perbedaan bioavailabilitas sampai dengan
10% umumnya tidak menimbulkan perbedaan yang berarti dalam efek kliniknya artinya
memperlihatkan ekuivalensi (BE) dengan obat inovatornya (obat pendahulu, dan dijadikan
referensi untuk sediaan-sediaan obat yang diproduksi berikutnya oleh perusahaan farmasi lain)
dapat diklaim sebagai obat yang memiliki kualitas setara dengan obat innovator.
Kenapa bioekivalensi obat ini sangat penting? Apabila obat orisinil dan obat generic
diberikan ke pasien dalam bentuk zat berkhasiat murni tanpa bahan tambahan lain, bioekivalensi
tidak akan menjadi masalah karena dapat dipastikan kedua obat tersebut akan memberikan efek
yang sama. Dalam prakteknya tidaklah seperti itu, karena obat tidak hanya terdiri dari zat
berkhasiat saja, melainkan dicampur dengan bahan-bahan lain. Di samping perbedaan terhadap
zat tambahan, perbedaan dalam proses pembuatan juga akan mempengaruhi suatu obat. Maka
mungkin kita pernah mendengar atau mengalami ada dokter yang hanya mau memakai obat
merek tertentu yang mungkin salah satu alasannya masalah keyakinan ini.
Sel merupakan unit terkecil dari makhluk hidup.Di dalam sel terdapat protoplasma yang
tersusun atas karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat.Berdasarkan tipe sel dibedakn
menjadi prokaroriotik, yaitu sel yang tidak memiliki membran inti dan sel eukariotik, yaitu sel
yang memiiliki membran inti.
Dari penemuan tentang sel dan segala aktivitasnya, lahirlah teori sel, bahwa sel
merupakan kesatuan struktural, kesatuan fungsional, kesatuan pertumbuhan, kestuan hereditas,
dan kesatuan reproduksi makhluk hidup.
Secara struktural sel merupakan penyusun makhluk hidup bagian dari sel meliputi
membran plasma, nukleus, dan sitoplasma.Membran plasma tersusun dari lipoprotein, yaitu
adanya ikatan antara lemak dan protein.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah biofarmasetik, bioavailabilitas dan bioekuivalensi itu?
2. Apa saja yang perlu diperhatikan dalam uji bioavailabilitas dan bioekuivalensi?
3. Apa yang kamu ketahui tentang sel ?
4. Apa yang kamu ketahui tentang komponen sel ?
5. Bagaimana saja teknik pemberian obat yang kamu ketahui?
1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui biofarmasetik, bioavailabilitas dan bioekuivalensi
2. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam uji bioavailabilitas
dan bioekuivalensi.
3. Untuk mengetahui tentang sel
4. Untuk mengetahui komponen dari sel
5. untuk memahami teknik pemberian obat secara injeksi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas (BA)
Biofarmasetik adalah Hubungan sifat fisikokimia formulasi obat terhadap
Bioavailabilitas obat. Sedangkan Bioavailabilitas adalah Kecepatan dan jumlah obat aktif yang
mencapai sirkulasi sistemik. Tujuan dari biofarmasetik itu sendiri yaitu Mengatur pelepasan obat
sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi
klinik tertentu. Biasanya, efek obat baru mulai nampak sesudah obat melalui sistem pembuluh
porta serta hati dan kemudian tiba di peredaran darah besar yang mendistribusikannya ke seluruh
jaringan.
BA dapat diukur in vivo (pada kedaan sesungguhnya pasien) dengan menentukan kadar
plasma obat sesudah tercapai steady state. Pada keadaan ini terjadi keseimbangan antara kadar
obat di semua jaringan tubuh dan kadar darah yang praktis konstan, karena jumlah zat yang
diserap dan yang dieliminasi adalah sama. Antara kadar plasma dan efek terapeutis pada
umumnya terdapat suatu korelasi yang baik. Pengecualian adalah pada misalnya obat hipertensi
yang masih berefek walaupun kadarnya dalam plasma sudah tidak data diukur lagi.
Bioavailabilitas : suatu istilah yang menyatakan jumlah/proporsi (extent) obat yang
diabsorbsi dan kecepatan (rate) yang diabsorbsi itu terjadi. Extent biasanya dinyatakan dalam F.
hal ini biasanya diukur dari perkembangan kadar obat (zat aktif) atau metabolit aktifnya dalam
darah dan eksresinya dalam urin terhadap waktu.
Kesetaraan obat :
1. Farmakokinetik: 2 obat memiliki molekul kimia yang berbeda, tetapi mempunyai
aktivitas yang sama dan melekat pada substrat molekul aktif yang sama. Misalnya bentuk
ester dan garam dari suatu zat aktif.
2. Farmasetik : 2 produk obat dinyatakan memiliki fase farmasetik yang sama apabila
mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah yang sama serta bentuk sediaan yang
sama dan memenuhi standar kompendial yang sama (misalnya waktu hancur,
keseragaman kandungan, dan kecepatan disolusi), walaupun bentuk, mekanisme
pelepasan, eksipien, kemasan, dan sebagainya berbeda.
3. Biologik : 2 produk obat disebut ekivalen apabila mempunyai ekivalensi
farmasetik yang sama dan pada pemberian molar yang sama akan menghasilkan
bioavailabilitas yang sebanding sehingga kemanjuran dan keamanannya akan sama
baiknya.
4. Klinik/terapetik : 2 obat yang diberikan pada subjek yang sama dengan posologi
yang sama akan menghasilkan efek terapetik/toksisitas yang sama.
Perbedaan dapat terjadi pada bioavailabilitas dan respon klinik apabila obat dengan
bentuk sediaan yang sama tetapi diproduksi oleh industry yang berbeda. Hal ini dapat disebabkan
oleh faktor bahan baku, formulasi, dan cara pembuatan yang berbeda. Apabila terdapat
perbedaan yang bermakna pada bioavailabilitas dari produk obat yang diuji dengan produk obat
pembanding, maka kedua produk itu dapat dikatakan inekivalen secara terapetik. Dalam hal ini
harud dilakukan reformulasi dan uji bioavailabilitas harus dilakukan lagi.
2.2 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Uji Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
2. Tujuan Injeksi
Pada umumnya Injeksi dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat proses penyerapan
(absorbsi) obat untuk mendapatkan efek obat yang cepat.
3. Indikasi
Injeksi biasanya dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama
karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral. Apabila klien tidak sadar atau
bingung, sehingga klien tidak mampu menelan atau mempertahankan obat dibawah lidah. Oleh
karena itu, untuk memenuhi kebutuhan obat klien dilakukan denganpemberian obat secara
injeksi.
Selain itu, indikasi pemberian obat secara injeksi juga disebabkan karena ada beberapa
obat yang merangsang atau dirusak getah lambung (hormon), atau tidak direarbsorbsi oleh usus.
Pemberian injeksi bisa juga dilakukan untuk anastesi lokal.
4. Peralatan
Alat yang digunakan untuk injeksi terdiri dari spuit dan jarum. Ada berbagai spuit dan
jarum yang tersedia dan masing-masing di desain untuk menyalurkan volume obat tertentu ke
tipe jaringan tertentu. Perawat berlatih memberi penilaian ketika menentukan spuit dab jarum
mana yang paling efektif.
a. Spuit
Spuit terdiri dari tabung (barrel) berbentuk silinder dengan bagian ujung (tip) di desain
tepat berpasangan dengan jarum hypodermis dan alat pengisap (plunger) yang tepat menempati
rongga spuit. Spuit, secara umum, diklasifikasikan sebagai Luer –lok atau nonLuer-lok.
Nomenklatur ini didasarkan pada desain ujung spuit.
Adapun tipe-tipe spuit yaitu:
1. Spuit Luer-lok yang ditandai dengan 0,1 persepuluh
2. Spuit tuberkulin yang ditandai dengan 0,01 (seperseratus) untuk dosis kurang dari 1 ml
3. Spuit insulin yang ditandai dalam unit (100)
4. Spuit insulin yang ditandai dengan unit (50)
Spuit terdiri dari berbagai ukuran, dari 0,5 sampai 60 ml. Tidak lazim menggunakan spuit
berukuran lebih besar dari 5 ml untuk injeksi SC atau IM. Volume spuit yang lebih besar akan
menimbulkan rasa ynag tidak nyaman. Spuit yang lebih besar disiapkan untuk injeksi IV.
Perawat mengisi spuit dengan melakukan aspirasi, menarik pengisap keluar sementara ujung
jarum tetap terendam dalam larutan yang disediakan. Perawat dapat memegang bagian luar
badan spuit dan pegangan pengisap. Untuk mempertahankan sterilitas, perawat menghindari
objek yang tidak steril menyentuh ujung spuit atau bagian dalam tabung, hub, badan pengisap,
atau jarum.
b. Jarum
Supaya individu fleksibel dalam memilih jarum yang tepat, jarum dibingkus secara
individual. Beberapa jarum tudak dipasang pada spuit ukuran standar. Klebanyakan jarum
terbuat sari stainless steel dan hanya digunakan satu kali
Jarum memiliki tiga bagian: hub, yang tepat terpasang pada ujung sebuah spuit; batang
jarum (shaft), yang terhubung dengan bagian pusat; dan bevel, yakni bagian ujung yang miring.
Setiap Jarum memiliki tiga karaktreisrik utama: kemiringan bevel, panjang batang jarum, dan
ukuran atau diameter jarum. Bevel yang panjang dan lebih tajam, sehingga meminimalkan rasa
ridak nyaman akibat injeksi SC dan IM. Panjang jarum bervariasi dari ¼ sampai 5 inci.
Perawat memilih panjang jarum berdasarkan ukuran dan berat klien serta tipe jaringan tubuh
yang akan diinjeksi obat.
Semakin kecil ukuran jarum, semakin besar ukuran diameternya. Seleksi ukuran jarum
bergantung pada viskositas cairan yang akan disuntikkan atau diinfuskan.
5. PROSES INJEKSI
Memberikan injeksi merupaka prosedur invasif yang harus dilakukandengan
menggunakan teknik steril. Setelah jarum menembus kulit, muncul resiko infeksi. Perawat
memberi obat secara parenteral melalui rute SC, IM, ID, dan IV. Setiap tipe injeksi
membutuhkan keterampilan yang tertentu untuk menjamin obat mencapai lokasi yang tepat. Efek
obat yang diberikan secara parenteral dapat berkembang dengan cepat, bergantung pada
kecepatan absorbsi obat. Perawat mengobservasi respons klien dengan ketat.
Setiap rute injeksi unik berdasarkan tipe jaringan yang akan diinjeksi obat. Karakteristik
jaringan mempengaruhi absorbsi obat dan awitan kerja obat. Sebelum menyuntikkan sebuah
obat, perawat harus mengetahui volume obat yang diberikan, karaktersitik dan viskositas obat,
dan lokasi struktur anatomi tubuh yang berada di bawah tempat injeksi.
Konsekuensi yang serius dapat terjadi, jika injeksi tidak diberikan secara tepat.
Kegagalan dalam memilih tempat unjeksi yang tepat, sehubungan dengan penanda anatomis
tubuh, dapat menyebabkan timbulnya kerusakan saraf atau tulang selama insersi jarum. Apabila
perawat gagal mengaspirasi spuit sebelum menginjeksi sebiah obat, obat dapat tanpa sengaja
langsung di injkesi ke dalam arteri atau vena. Menginjeksi obat dalam volume yang terlalu besar
di tempat yang dipilih dapat menimbulkan nyeri hebat dan dapat mengakibatkan jaringan
setempat rusak.
Banyak klien, khususnya anak-anak takut terhadap injeksi. Klien yang menderita penyakit serius
atau kronik seringkali diberi banyak injeksi setiap hari. Peraway dapat berupaya meminimalkan
rasa nyeri atau tidak nyaman dengan cara:
1. Gunakan jarum yang tajam dan memiliki bevel dan panjang serta ukurannya paling kecil,
tetapi sesuai.
2. Beri klien posisi yang nyaman untuk mengurangi ketegangan otot
3. Pilih tempat injkesi yang tepat dengan menggunakan penanda aanatomis tubuh
4. Kompres dengan es tempat injeksi untuk menciptakan anastesia lokal sebelum jarum
diinsersi
5. Alihkan perhatian klien dari injeksi dengan mengajak klien bercakap-cakap
6. Insersi jarum dengan perlahan dan cepat untuk meminimalkan menarik jaringan
7. Pegang spuit dengan mantap selama jarum berada dalam jaringan
8. Pijat-pijat tempat injeksi dengan lembut selama beberapa detik, kecuali
dikontraindikasikan
6. Macam-Macam Injeksi
Pemberian obat secara parenteral (harfiah berarti di luar usus) biasanya dipilih bila
diinginkan efek yang cepat, kuat, dan lengkap atau obat untuk obat yang merangsang atau
dirusak getah lambung (hormone), atau tidak direarbsorbsi usus (streptomisin), begitupula pada
pasien yang tidak sadar atau tidak mau bekerja sama. Keberatannya adalah lebih mahal dan
nyeri, sukar digunakan oleh pasien sendiri. Selain itu, adapula bahaya terkena infeksi kuman
(harus steril) dan bahaya merusak pembuluh atau saraf jika tempat suntikan tidak dipilih dengan
tepat.
a. Subkutan/sc (hypodermal).
Injeksi di bawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak merangsang dan melarut
baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat injeksi intramuscular atau intravena. Mudah
dilakukan sendiri, misalnya insulin pada penyakit gula.
Tempat yang paling tepat untuk melakukan injeksi subkutan meliputi area vaskular di sekitar
bagian luar lengan atas, abdomen dari batas bawah kosta sampai krista iliaka, dan bagian anterior
paha. Tempat yang paling sering direkomendasikan untuk injeksi heparin ialah abdomen. Tempat
yang lain meliputi daerah scapula di punggung atas dan daerah ventral atas atau gloteus dorsal.
Tempat yang dipilih ini harus bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, dan
otot atau saraf besar dibawahnya.
Obat yang diberikan melalui rute SC hanya obat dosis kecil yang larut dalam air (0,5 sampai 1
ml). Jaringan SC sensitif terhadap larutan yang mengiritasi dan obat dalam volume besar.
Kumpulan obat dalam jaringan dapat menimbulkan abses steril yang tak tampak seperti
gumpalan yang mengeras dan nyeri di bawah kulit.
2. Kapsul
Obat jenis kapsul terdiri dari bahan obat yang dibungkus dengan bahan padat, yang
mudah larut. Bahan pembungkus ini sangat berguna agar obat mudah ditelan, menghindari bau
dan rasa yang tidak enak dari obat, serta menghindari kontak langsung dengan sinar matahari.
Obat bentuk kapsul umumnya berbentuk bulat panjang dengan pangkal dan ujungnya yang
tumpul.
Macam – macam kapsul :
a) Kapsul gelatin keras, terdiri dasar sebagai wadah obat dan tutupnya. bentuknya keras,
hingga banyak orang yang menyangka kaca yang tidak dapat hancur. tetapi bila kapsul ini
kena air akan mudah lunak dan hancur.
b) Kapsul gelatin lunak, tertutup dari pabrik dan obatnya sudah dari dulu diisi dipabrik. agar
menarik kapsul ini diberi warna-warni.
3. Pil
Pil ini adalah bentuk obat yang berbentuk bundar (bulat) padat kecil yang mengandung
bahan atau zat obat.
4. Serbuk
Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan untuk
pemakaian oral atau dalam atau untuk pemakaian luar. Bentuk serbuk mempunyai luas
permukaan yang lebih luas, sehingga lebih mudah larut dan lebih mudah terdispersi daripada
bentuk sediaan padat lainnya (seperti kapsul, tablet, pil). Anak-anak dan orang dewasa yang suka
mengalami kesusahan menelan obat bentuk kapsul atau tablet, akan lebih mudah bila menelan
obat yang sediaannya sudah berbentuk serbuk, dan selain itu karena serbuk oral bisa dicampur
dengan air minum atau sediaan cair lainnya untuk membantu menelan obat.
Macam-macam serbuk :
a) Serbuk terbagi (pulveres/divided powder/ chartulae), bentuk serbuk ini berupa
bungkusan serbuk dalam kertas permanen atau dalam kanton-kantong plastik kecil, tiap
bungkus merupakan 1 dosis.
b) Serbuk tak terbagi (pulvis/ bulk powder), serbuk dalam jumlah yang banyak ditempatkan
dalam dos, botol mulut lebar. Sebagai contoh ialah bedak.
c) Serbuk efervesen, serbuk yang berupa granul kecil yang mengandung asam sitrat dan
natrium bikarbonat. Cara penggunaannya dilarutkan dulu dalam segelas air, terjadi reaksi
antara asam dan natrium bikarbonat dengan mengeluarkan CO2 dan akan menimbulkan
rasa seperti limun.
https://id.wikipedia.org/wiki/Sel_(biologi)
http://iraarizkyani63.blogspot.co.id/2013/01/makalah-tentang-sel.html
http://mikrobiologi-fikri.blogspot.co.id/2012/01/organisasi-sel.html
Johnson, Ruth & Taylor, Wendy. 2002. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta : EGC.
Kozier, Barbara & Erb, Glenora dkk. 2002. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5.
Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Volume 4. Edisi 4. Jakarta: EGC.
http://majakoesoemasari.blogspot.com/2011/08/injeksi-intravena.html
http://www.google.com/http://altruisticobserver.wordpress.com/2011/12/24/tempat-injeksi-
subkutan-intramuskular/
Anief, Moh. 1997. Apa yang perlu diketahui tentang obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. (hlm 7, 135-139). Anief, Moh. 2004. Penggolongan obat. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. (hlm. 3).
Aziz Alimul Hidayat. 2012. Kebutuhan dasar manusia. Jakarta: Salemba Medika. (hlm. 275-276)
Hanke, Grace. 2007. Med-math: Perhitungan dosis, preparat, dan cara pemberian obat. Jakrta:
EGC. (hlm. 86-95). http:// Wiki Pedia. id/ Wiki. Kontraindikasi. ( Diakses tanggal 22 Maret
2019)
Kee, Joyce L & Hayes R. Evelyn. 1996. Farmakologi pendekatan proses keperawatan. Jakarta:
EGC. (hlm. 28).
Tambayong, Jan. 2001. Farmakologi untuk keperawatan. Jakarta: Widya Medika. (hlm. 3-6).