Anda di halaman 1dari 23

BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA

“TUGAS MAKALAH”

Oleh :
PUTRI ( NIM : 2016.01.00.02.018)

DOSEN : DR. MUSLIM SUARDI, M.SI.,Apt

PROGRAM STUDI FARMASI


UNIVERSITAS MOHAMMAD NATSIR
BUKITTINGGI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga pemakalah dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca .
Harapan pemakalah semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga pemakalah dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini pemakalah akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
pemakalah miliki sangat kurang. Oleh kerena itu pemakalah harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah
ini.

Bukittinggi, 19 September 2019

Pemakalah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Bioavailabilitas adalah Kecepatan dan jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi
sistemik. Tujuan dari biofarmasetik itu sendiri yaitu Mengatur pelepasan obat sedemikian rupa
ke sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi klinik tertentu.
Sedangkan bioekivalensi atau kesetaraan biologis dapat diartikan sebagai kesetaraan kadar atau
jumlah obat bentuk aktif dalam darah dan jaringan antara satu sediaan obat dengan sediaan obat
lain yang memiliki zat berkhasiat sama. Dua sediaan obat berekuivalensi kimia tetapi tidak
berekuivalensi biologik dikatakan bio in ekuivalensi. Perbedaan bioavailabilitas sampai dengan
10% umumnya tidak menimbulkan perbedaan yang berarti dalam efek kliniknya artinya
memperlihatkan ekuivalensi (BE) dengan obat inovatornya (obat pendahulu, dan dijadikan
referensi untuk sediaan-sediaan obat yang diproduksi berikutnya oleh perusahaan farmasi lain)
dapat diklaim sebagai obat yang memiliki kualitas setara dengan obat innovator.
Kenapa bioekivalensi obat ini sangat penting? Apabila obat orisinil dan obat generic
diberikan ke pasien dalam bentuk zat berkhasiat murni tanpa bahan tambahan lain, bioekivalensi
tidak akan menjadi masalah karena dapat dipastikan kedua obat tersebut akan memberikan efek
yang sama. Dalam prakteknya tidaklah seperti itu, karena obat tidak hanya terdiri dari zat
berkhasiat saja, melainkan dicampur dengan bahan-bahan lain. Di samping perbedaan terhadap
zat tambahan, perbedaan dalam proses pembuatan juga akan mempengaruhi suatu obat. Maka
mungkin kita pernah mendengar atau mengalami ada dokter yang hanya mau memakai obat
merek tertentu yang mungkin salah satu alasannya masalah keyakinan ini.
Sel merupakan unit terkecil dari makhluk hidup.Di dalam sel terdapat protoplasma yang
tersusun atas karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat.Berdasarkan tipe sel dibedakn
menjadi prokaroriotik, yaitu sel yang tidak memiliki membran inti dan sel eukariotik, yaitu sel
yang memiiliki membran inti.
Dari penemuan tentang sel dan segala aktivitasnya, lahirlah teori sel, bahwa sel
merupakan kesatuan struktural, kesatuan fungsional, kesatuan pertumbuhan, kestuan hereditas,
dan kesatuan reproduksi makhluk hidup.
Secara struktural sel merupakan penyusun makhluk hidup bagian dari sel meliputi
membran plasma, nukleus, dan sitoplasma.Membran plasma tersusun dari lipoprotein, yaitu
adanya ikatan antara lemak dan protein.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah biofarmasetik, bioavailabilitas dan bioekuivalensi itu?
2. Apa saja yang perlu diperhatikan dalam uji bioavailabilitas dan bioekuivalensi?
3. Apa yang kamu ketahui tentang sel ?
4. Apa yang kamu ketahui tentang komponen sel ?
5. Bagaimana saja teknik pemberian obat yang kamu ketahui?

1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui biofarmasetik, bioavailabilitas dan bioekuivalensi
2. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam uji bioavailabilitas
dan bioekuivalensi.
3. Untuk mengetahui tentang sel
4. Untuk mengetahui komponen dari sel
5. untuk memahami teknik pemberian obat secara injeksi.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
Bioavailabilitas (BA)
Biofarmasetik adalah Hubungan sifat fisikokimia formulasi obat terhadap
Bioavailabilitas obat. Sedangkan Bioavailabilitas adalah Kecepatan dan jumlah obat aktif yang
mencapai sirkulasi sistemik. Tujuan dari biofarmasetik itu sendiri yaitu Mengatur pelepasan obat
sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi
klinik tertentu. Biasanya, efek obat baru mulai nampak sesudah obat melalui sistem pembuluh
porta serta hati dan kemudian tiba di peredaran darah besar yang mendistribusikannya ke seluruh
jaringan.
BA dapat diukur in vivo (pada kedaan sesungguhnya pasien) dengan menentukan kadar
plasma obat sesudah tercapai steady state. Pada keadaan ini terjadi keseimbangan antara kadar
obat di semua jaringan tubuh dan kadar darah yang praktis konstan, karena jumlah zat yang
diserap dan yang dieliminasi adalah sama. Antara kadar plasma dan efek terapeutis pada
umumnya terdapat suatu korelasi yang baik. Pengecualian adalah pada misalnya obat hipertensi
yang masih berefek walaupun kadarnya dalam plasma sudah tidak data diukur lagi.
Bioavailabilitas : suatu istilah yang menyatakan jumlah/proporsi (extent) obat yang
diabsorbsi dan kecepatan (rate) yang diabsorbsi itu terjadi. Extent biasanya dinyatakan dalam F.
hal ini biasanya diukur dari perkembangan kadar obat (zat aktif) atau metabolit aktifnya dalam
darah dan eksresinya dalam urin terhadap waktu.

Bioavailabilitas terbagi menjadi dua, yaitu :


1. Bioavailabilitas absolut : bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik
dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bioavailabilitas zat aktif tersebut dengan
pemberian intra vena. Bioavailabilitas suatu produk obat dibandingkan dengan
bioavailabilitas secara intravena.
2. Bioavailabilitas relatif : bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari
suatu sediaan obat dibandingkan dengan bentuk sediaan lain selain intra vena.
Bioavailabilitas suatu produk obat dibandingkan dengan produk standar

Faktor-faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas :


a. Obat : sifat fisiko-kimia zat aktif, formulasi, dan teknik pembuatan.
b. Subjek : karakteristik subjek (umur, bobot badan), kondisi patologis, posisi, dan aktivitas
tubuh (pada subjek yang sama)
c. Rute pemberian
d. Interaksi obat/makanan : misalnya grisovulvin sukar larut dalam air. Apabila dberikan
bersama makanan berlemak jadi mudah larut. Di dalam tubuh, digunakan surfaktan alami
sehingga baik diabsorbsi. Pemberian vitamin B12 dengan coca cola menghasilkan
absorbs yang lebih baik.
Tujuan bioavailabilitas :
a. Pengembangan ilmu
b. Pengembangan produk/formulasi
c. Pengembangan senyawa baru
d. Jaminan mutu produk (quality control)

Kesetaraan obat :
1. Farmakokinetik: 2 obat memiliki molekul kimia yang berbeda, tetapi mempunyai
aktivitas yang sama dan melekat pada substrat molekul aktif yang sama. Misalnya bentuk
ester dan garam dari suatu zat aktif.
2. Farmasetik : 2 produk obat dinyatakan memiliki fase farmasetik yang sama apabila
mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah yang sama serta bentuk sediaan yang
sama dan memenuhi standar kompendial yang sama (misalnya waktu hancur,
keseragaman kandungan, dan kecepatan disolusi), walaupun bentuk, mekanisme
pelepasan, eksipien, kemasan, dan sebagainya berbeda.
3. Biologik : 2 produk obat disebut ekivalen apabila mempunyai ekivalensi
farmasetik yang sama dan pada pemberian molar yang sama akan menghasilkan
bioavailabilitas yang sebanding sehingga kemanjuran dan keamanannya akan sama
baiknya.
4. Klinik/terapetik : 2 obat yang diberikan pada subjek yang sama dengan posologi
yang sama akan menghasilkan efek terapetik/toksisitas yang sama.
Perbedaan dapat terjadi pada bioavailabilitas dan respon klinik apabila obat dengan
bentuk sediaan yang sama tetapi diproduksi oleh industry yang berbeda. Hal ini dapat disebabkan
oleh faktor bahan baku, formulasi, dan cara pembuatan yang berbeda. Apabila terdapat
perbedaan yang bermakna pada bioavailabilitas dari produk obat yang diuji dengan produk obat
pembanding, maka kedua produk itu dapat dikatakan inekivalen secara terapetik. Dalam hal ini
harud dilakukan reformulasi dan uji bioavailabilitas harus dilakukan lagi.

2.2 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Uji Bioavailabilitas dan Bioekivalensi

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji bioavailabilitas/bioekivalensi :


1. Adanya oemahaman terhadap farmakokinetik obat (adsorbsi, distribusi, metabolisme, dan
eliminasi)
2. Pemilihan metode analisis yang tepat : hal ini diperlukan untuk mengetahui efek
samping, efek toksik, penanganan terhadap efek-efek tersebut.
3. Stabilitas obat dalam sampel
4. Penyusunan percobaan protocol yang tepat : sebelum dilakukan uji, sebaiknya mendapat
persetujuan dari BPOM dan dilakukan kajian etik terlebih dahulu. Protokol harus lulus
kajian ilmiah.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rancangan percobaan bioavailabilitas/bioekivalensi:


a. Sediaan pembanding
b. Subjek percobaan dan kriteria
c. Jumlah subjek
d. Desain percobaan
e. Interval waktu pemberian
f. Modalitas pengambilan sampel : tunggal, berulang, jumlah dosis, dll
g. Senyawa yang akan dianalisis dan metodenya
h. Frekuensi dan waktu pengambilan sampel
i. Jenis sampel yang akan dikumpulkan : darah/urin.

Kriteria obat pembanding :


a. Produk obat innovator
b. Primary market di Negara lain atau
c. Market leader di Indonesia
d. Produk pembanding yang digunakan harus mendapatkan persetujuan dari BPOM (Badan
Pengawas Obat dan Makanan)

Obat yang harus diuji bioavailabilitas:


Obat oral dengan pelepasan segera, yaitu:
1. Nonlinear farmakokinetik
2. Obat oral yang diberikan untuk kondisi segera
3. Obat oral dengan indeks terapi sempit
4. Obat oral dengan sifat fisikokimia tidak menguntungkan

2.3 Pengertian Sel


Dalam biologi, sel adalah kumpulan materi paling sederhana yang dapat hidup dan
merupakan unit penyusun semua makhluk hidup. Sel mampu melakukan semua aktivitas
kehidupan dan sebagian besar reaksi kimia untuk mempertahankan kehidupan berlangsung di
dalam sel. Kebanyakan makhluk hidup tersusun atas sel tunggal, atau disebut organisme
uniseluler, misalnya bakteri dan amoeba. Makhluk hidup lainnya, termasuk tumbuhan, hewan,
dan manusia, merupakan organisme multiseluler yang terdiri dari banyak tipe sel terspesialisasi
dengan fungsinya masing-masing. Tubuh manusia, misalnya, tersusun atas lebih dari 1013 sel.
Namun, seluruh tubuh semua organisme berasal dari hasil pembelahan satu sel.
Contohnya, tubuh bakteri berasal dari pembelahan sel bakteri induknya, sementara tubuh tikus
berasal dari pembelahan sel telur induknya yang sudah dibuahi.
Sel-sel pada organisme multiseluler tidak akan bertahan lama jika masing-masing berdiri
sendiri. Sel yang sama dikelompokkan menjadi jaringan, yang membangun organ dan kemudian
sistem organ yang membentuk tubuh organisme tersebut. Contohnya, sel otot jantung
membentuk jaringan otot jantung pada organ jantung yang merupakan bagian dari sistem organ
peredaran darah pada tubuh manusia. Sementara itu, sel sendiri tersusun atas komponen-
komponen yang disebut organel.
Sejarah Penemuan Sel

Berikut ini catatan mengenai sejarah penemuan sel :


1. Tahun 1665, Robert Hooke menemukan sel mati dari gabus kulit batang quercus suber
yang tinggal dinding selnya saja, tersusun seperti rumah lebah. Ruang-ruang kecil tanpa
isi sel itu disebut kemudian disebut sel.
2. Tahun 1770, Anthony Van Leeuwenhoek menemukan kloroplast pada daun segar.
3. Tahun 1772, Bonaventuri Corti menemukan aliran plasma pada ganging chara sp.
4. Tahun 1850 , kollicher menemukan mitokondria.

Teori tentang sel mempunyai konsep bahwa ;


a. Sel merupakan satuan struktur organism hidup
b. Sel merupakan satuan fungsi dalam organisme hidup

2.4 Komponen Kimia Sel


Seluruh kegiatan kehidupan sel merupakan akibat dari reaksi reaksi kimia yang
berlangsung dalam sel. Senyawa kimia penyusun sel disebut protoplasma, yang merupakan
subtansi kompleks. Protoplasma terdiri dari unsur- unsur kimia. Meskipun sebagian sebagian
besar protoplasma terdiri air, tetapi bahan yg memberi strukturnya ialah protein. Unsur-unsur
kimia penyusun protoplasma terdapat dalam senyawa kimia, baik senyawa organic maupun
anorganik. Senyawa organik dalam protoplasma berupa karbohidrat, lemak, protein, dan asam
nukleat.
1. Karbohidrat
Nama karbohidrat berasal dari bahasa Latin, carbo yang berarti arang kayu, dan dari bahasa
Yunani, hydratos yang berarti air. Karbohidrat adalah suatu mulekul yang memiliki banyak
gugus hidroksil. Adapun yang tergolong karbohidrat adalah monosakarida (gula tunggal),
disakarida (dua ikatan gula), dan polisakarida (banyak ikatan gula)
2. Lemak
Keseimbangan oksigen lemak lebih kecil daripada mulekul mulekul karbohidrat. Lemak
digunakan oleh hewan dan tumbuhan sebagai energi cadangan. Simpanan energy pada lemak
biasanya lebih efisien jika dibandingkan dengan energy yang disimpan dalam pati. Artinya
jumlah energi yang disimpan per gram lemak menghasilkan energi yang lebih besar daripada
yang dihasilkan pati. Hal ini dimungkinkan karena lemak tidak memerlukan banyak oksigen
untuk respirasinya.
3. Protein
Protein tersusun dari asam asam amino yang bergabung. Asam amino yang paling sederhana
adalaha glisin (NH2CH2COOH) . Semua asam amino memiliki struktur dasar yang sama, yaitu
terdiri atas sebuah ikatan karbon atom pusat, gugus karboksil (-COOH), dan gugus amino (-NH 2).
Didalam protein mahluk hidup umumnya terdapat 20 jenis asam amino.
4. Asam Nukleat
Asam nukleat (asam inti) merupakan bentuk polimer nukleotida dengan fungsi sangat spesifik
didalam sel. Setiap nukleotida terdiri atas gula pentose, fosfat dan basa nitrogen. Secara umum,
dikenal dua tipe nukleotida, yaitu ribosanukleotida (mengandung gula ribosa ) dan deosiribosa
(mengandung gula deoksiribosa)
Bentuk rantai panjang dengan deoksiribosa nukleotida dikenal sbagai asam deoksiribonukleat
ADN . ADN ditemukan didalam kromosom mahluk hidup. Rantai dari ribose nukleotida disebut
asam ribonukleat ARN, yaitu suatu salinan ADN didalam inti sel . ARN berperan dalam
membawa kode genetika ADN kedalam sitoplasma sehingga terjadi proses pembentukan protein.

Struktur Sel Dan Fungsinya


Sel tersusun atas dua jenis substansi kimia yaitu molekul-molekul kecil dan polimer yang
keduanya dibedakan atas ukuran struktur organisasinya. Molekul kecil umumnya tersusun atas
kurang dari 50 atom dan tiap molekul kecil mempunyai struktur yang khas. Polimer tersusun atas
banyak molekul kecil yang tersusun atas ikatan kovalen dimana subunit dari tiap polimer disebut
residu atau monomer. Selain monomer, struktur sel juga disusun oleh lemak, seperti membran sel
yang berperan penting pada fungsi sel.
Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Setiap Organisme di dunia ini tersusun atas sel-
sel yang saling berintegrasi membentuk suatu fungsi tertentu dalam tubuh makhluk hidup. Baik
organisme tingkat seluler (Uniseluler) maupun organisme Multiseluler. Sel pertama kali
dikenalkan oleh Robert Hooke pada tahun 1665 yang mengamati jaringan gabus pada pada
tumbuhan dengan menggunakan lensa pembesar. Gabus merupakan bangunan yang berlubang-
lubang kecil seperti susunan sarang lebah yang dipisahkan oleh “diafragma“. Bangunan seperti
sarang lebah ini selanjutnya disebut dengan Cell (sel). Nama sel diambilnya dari bahasa Yunani
“Kytos” yang berarti ruang kosong, sedangkan bahasa latin ruang kosong adalah “cella“.
Perkembangan teori tentang sel dimulai pada tahun 1839 sampai akhir abad XIX.
1. Schleiden dan T. Schwann. Sel sebagai unit struktural terkecil makhluk hidup. Teori ini
menjelaskan bahwa setiap makhluk hidup disusun atas sel-sel. Sel adalah bagian terkecil
makhluk hidup yang menyusun makhluk hidup.
2. Max Schultze. Sel sebagai unit fungsional terkecil makhluk hidup. Teori ini menjelaskan
bahwa sel adalah bagian terkecil dari makhluk hidup yang melakukan fungsi kehidupan.
Fungsi-fungsi kehidupan di dalam sel dapat ditunjukkan dengan adanya metabolisme sel
dan pengaturan sel oleh nukleus.
3. Rudolf Virchow. Sel sebagai unit pertumbuhan terkecil makhluk hidup. Sel sebagai
penyusun terkecil makhluk hidup selain menjalankan suatu fungsi kehidupan juga
mengalami pertumbuhan. sel dapat mengalami perpanjangan ukuran maupun perbesaran
volume sel.
4. Akhir abad XIX. Sel sebagai unit hereditas terkecil makhluk hidup. sel memiliki
struktur yang dinamakan degan nukleus (inti sel). Nukleus memiliki peranan sebagai
pembawa materi genetik (tersimpan sebagai molekul DNA) yang memiliki sifat
diwariskan ke generasi sel selanjutnya.
Sel dapat digolongkan menjadi dua berdasarkan ada tidaknya membran nukleus
(membran inti), yaitu sel prokariot, jenis sel yang tidak dilengkapi dengan membran inti
contohnya bakteri dan ganggang alga biru (Cyanophita); dan sel eukariot, yaitu jenis sel yang
memiliki membran inti contohnya sel hewan, tumbuhan, fungi.

2.5 Teknik Pemberian Obat


1. Pengertian Injeksi
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan secara merobek
jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Pemberian injeksi merupakan
prosedur invasif yang harus dilakukan dengan menggunakan teknik steril.

2. Tujuan Injeksi
Pada umumnya Injeksi dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat proses penyerapan
(absorbsi) obat untuk mendapatkan efek obat yang cepat.
3. Indikasi
Injeksi biasanya dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama
karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral. Apabila klien tidak sadar atau
bingung, sehingga klien tidak mampu menelan atau mempertahankan obat dibawah lidah. Oleh
karena itu, untuk memenuhi kebutuhan obat klien dilakukan denganpemberian obat secara
injeksi.
Selain itu, indikasi pemberian obat secara injeksi juga disebabkan karena ada beberapa
obat yang merangsang atau dirusak getah lambung (hormon), atau tidak direarbsorbsi oleh usus.
Pemberian injeksi bisa juga dilakukan untuk anastesi lokal.

4. Peralatan
Alat yang digunakan untuk injeksi terdiri dari spuit dan jarum. Ada berbagai spuit dan
jarum yang tersedia dan masing-masing di desain untuk menyalurkan volume obat tertentu ke
tipe jaringan tertentu. Perawat berlatih memberi penilaian ketika menentukan spuit dab jarum
mana yang paling efektif.

a. Spuit
Spuit terdiri dari tabung (barrel) berbentuk silinder dengan bagian ujung (tip) di desain
tepat berpasangan dengan jarum hypodermis dan alat pengisap (plunger) yang tepat menempati
rongga spuit. Spuit, secara umum, diklasifikasikan sebagai Luer –lok atau nonLuer-lok.
Nomenklatur ini didasarkan pada desain ujung spuit.
Adapun tipe-tipe spuit yaitu:
1. Spuit Luer-lok yang ditandai dengan 0,1 persepuluh
2. Spuit tuberkulin yang ditandai dengan 0,01 (seperseratus) untuk dosis kurang dari 1 ml
3. Spuit insulin yang ditandai dalam unit (100)
4. Spuit insulin yang ditandai dengan unit (50)
Spuit terdiri dari berbagai ukuran, dari 0,5 sampai 60 ml. Tidak lazim menggunakan spuit
berukuran lebih besar dari 5 ml untuk injeksi SC atau IM. Volume spuit yang lebih besar akan
menimbulkan rasa ynag tidak nyaman. Spuit yang lebih besar disiapkan untuk injeksi IV.
Perawat mengisi spuit dengan melakukan aspirasi, menarik pengisap keluar sementara ujung
jarum tetap terendam dalam larutan yang disediakan. Perawat dapat memegang bagian luar
badan spuit dan pegangan pengisap. Untuk mempertahankan sterilitas, perawat menghindari
objek yang tidak steril menyentuh ujung spuit atau bagian dalam tabung, hub, badan pengisap,
atau jarum.
b. Jarum
Supaya individu fleksibel dalam memilih jarum yang tepat, jarum dibingkus secara
individual. Beberapa jarum tudak dipasang pada spuit ukuran standar. Klebanyakan jarum
terbuat sari stainless steel dan hanya digunakan satu kali
Jarum memiliki tiga bagian: hub, yang tepat terpasang pada ujung sebuah spuit; batang
jarum (shaft), yang terhubung dengan bagian pusat; dan bevel, yakni bagian ujung yang miring.
Setiap Jarum memiliki tiga karaktreisrik utama: kemiringan bevel, panjang batang jarum, dan
ukuran atau diameter jarum. Bevel yang panjang dan lebih tajam, sehingga meminimalkan rasa
ridak nyaman akibat injeksi SC dan IM. Panjang jarum bervariasi dari ¼ sampai 5 inci.
Perawat memilih panjang jarum berdasarkan ukuran dan berat klien serta tipe jaringan tubuh
yang akan diinjeksi obat.
Semakin kecil ukuran jarum, semakin besar ukuran diameternya. Seleksi ukuran jarum
bergantung pada viskositas cairan yang akan disuntikkan atau diinfuskan.
5. PROSES INJEKSI
Memberikan injeksi merupaka prosedur invasif yang harus dilakukandengan
menggunakan teknik steril. Setelah jarum menembus kulit, muncul resiko infeksi. Perawat
memberi obat secara parenteral melalui rute SC, IM, ID, dan IV. Setiap tipe injeksi
membutuhkan keterampilan yang tertentu untuk menjamin obat mencapai lokasi yang tepat. Efek
obat yang diberikan secara parenteral dapat berkembang dengan cepat, bergantung pada
kecepatan absorbsi obat. Perawat mengobservasi respons klien dengan ketat.
Setiap rute injeksi unik berdasarkan tipe jaringan yang akan diinjeksi obat. Karakteristik
jaringan mempengaruhi absorbsi obat dan awitan kerja obat. Sebelum menyuntikkan sebuah
obat, perawat harus mengetahui volume obat yang diberikan, karaktersitik dan viskositas obat,
dan lokasi struktur anatomi tubuh yang berada di bawah tempat injeksi.
Konsekuensi yang serius dapat terjadi, jika injeksi tidak diberikan secara tepat.
Kegagalan dalam memilih tempat unjeksi yang tepat, sehubungan dengan penanda anatomis
tubuh, dapat menyebabkan timbulnya kerusakan saraf atau tulang selama insersi jarum. Apabila
perawat gagal mengaspirasi spuit sebelum menginjeksi sebiah obat, obat dapat tanpa sengaja
langsung di injkesi ke dalam arteri atau vena. Menginjeksi obat dalam volume yang terlalu besar
di tempat yang dipilih dapat menimbulkan nyeri hebat dan dapat mengakibatkan jaringan
setempat rusak.
Banyak klien, khususnya anak-anak takut terhadap injeksi. Klien yang menderita penyakit serius
atau kronik seringkali diberi banyak injeksi setiap hari. Peraway dapat berupaya meminimalkan
rasa nyeri atau tidak nyaman dengan cara:
1. Gunakan jarum yang tajam dan memiliki bevel dan panjang serta ukurannya paling kecil,
tetapi sesuai.
2. Beri klien posisi yang nyaman untuk mengurangi ketegangan otot
3. Pilih tempat injkesi yang tepat dengan menggunakan penanda aanatomis tubuh
4. Kompres dengan es tempat injeksi untuk menciptakan anastesia lokal sebelum jarum
diinsersi
5. Alihkan perhatian klien dari injeksi dengan mengajak klien bercakap-cakap
6. Insersi jarum dengan perlahan dan cepat untuk meminimalkan menarik jaringan
7. Pegang spuit dengan mantap selama jarum berada dalam jaringan
8. Pijat-pijat tempat injeksi dengan lembut selama beberapa detik, kecuali
dikontraindikasikan

6. Macam-Macam Injeksi
Pemberian obat secara parenteral (harfiah berarti di luar usus) biasanya dipilih bila
diinginkan efek yang cepat, kuat, dan lengkap atau obat untuk obat yang merangsang atau
dirusak getah lambung (hormone), atau tidak direarbsorbsi usus (streptomisin), begitupula pada
pasien yang tidak sadar atau tidak mau bekerja sama. Keberatannya adalah lebih mahal dan
nyeri, sukar digunakan oleh pasien sendiri. Selain itu, adapula bahaya terkena infeksi kuman
(harus steril) dan bahaya merusak pembuluh atau saraf jika tempat suntikan tidak dipilih dengan
tepat.
a. Subkutan/sc (hypodermal).
Injeksi di bawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak merangsang dan melarut
baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat injeksi intramuscular atau intravena. Mudah
dilakukan sendiri, misalnya insulin pada penyakit gula.
Tempat yang paling tepat untuk melakukan injeksi subkutan meliputi area vaskular di sekitar
bagian luar lengan atas, abdomen dari batas bawah kosta sampai krista iliaka, dan bagian anterior
paha. Tempat yang paling sering direkomendasikan untuk injeksi heparin ialah abdomen. Tempat
yang lain meliputi daerah scapula di punggung atas dan daerah ventral atas atau gloteus dorsal.
Tempat yang dipilih ini harus bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, dan
otot atau saraf besar dibawahnya.
Obat yang diberikan melalui rute SC hanya obat dosis kecil yang larut dalam air (0,5 sampai 1
ml). Jaringan SC sensitif terhadap larutan yang mengiritasi dan obat dalam volume besar.
Kumpulan obat dalam jaringan dapat menimbulkan abses steril yang tak tampak seperti
gumpalan yang mengeras dan nyeri di bawah kulit.

b. Intrakutan/ic (=di dalam kulit)


Perawat biasanya memberi injeksi intrakutan untuk uji kulit. Karena keras, obat intradermal
disuntikkan ke dalam dermis. Karena suplai darah lebih sedikit, absorbsi lambat.
Pada uji kulit, perawat harus mampu melihat tempat injeksi dengan tepat supaya dapat melihat
perubahan warna dan integritas kulit. Daerahnya harus bersih dari luka dan relatif tidak berbulu.
Lokasi yang ideal adalah lengan bawah dalam dan punggung bagian atas.
c. Intramuskuler (i.m),
Rute IM memungkinkan absorbsi obat yang lebih cepat daripada rute SC karena pembuluh darah
lebih banyak terdapat di otot. Bahaya kerusakan jaringan berkurang ketika obat memasuki otot
yang dalam tetapi bila tidak berhati-hati ada resiko menginjeksi obat langsung ke pembuluh
darah. Dengan injeksi di dalam otot yang terlarut berlangsung dalam waktu 10-30 menit. Guna
memperlambat reabsorbsi dengan maksud memperpanjag kerja obat, seringkali digunakan
larutan atau suspensi dalam minyak, umpamanya suspensi penisilin dan hormone kelamin.
Tempat injeksi umumnya dipilih pada otot pantat yang tidak banyak memiliki pembuluh dan
saraf.
Tempat injeksi yang baik untuk IM adalah otot Vastus Lateralis, otot Ventrogluteal, otot
Dorsogluteus, otot Deltoid.
d. Intravena (i.v),
Injeksi dalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18 detik, yaitu waktu
satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja obat biasanya
hanya singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai penakaran yang tepat dan dapat dipercaya,
atau efek yang sangat cepat dan kuat. Tidak untuk obat yang tak larut dalam air atau
menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.
Bahaya injeksi intravena adalah dapat mengakibatkan terganggunya zat-zat koloid darah dengan
reaksi hebat, karena dengan cara ini “benda asing” langsung dimasukkan ke dalam
sirkulasi, misalnya tekanan darah mendadak turun dan timbulnya shock. Bahaya ini lebih besar
bila injeksi dilakukan terlalu cepat, sehingga kadar obat setempat dalam darah meningkat terlalu
pesat. Oleh karena itu, setiap injeksi i.v sebaiknya dilakukan amat perlahan, antara 50-70 detik
lamanya.
e. Intra arteri.
Injeksi ke pembuluh nadi adakalanya dilakukan untuk “membanjiri” suatu organ, misalnya
hati, dengan obat yang sangat cepat diinaktifkan atau terikat pada jaringan, misalnya obat kanker
nitrogenmustard.
f. Intralumbal
Intralumbal (antara ruas tulang belakang pinggang), intraperitoneal (ke dalam ruang
selaput perut), intrapleural, intracardial, intra-articular (ke celah-celah sendi) adalah
beberapa cara injeksi lainnya untuk memasukkan obat langsung ke tempat yang
diinginkan.

7. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Melakukan Injeksi


Pemberian obat secara injeksi dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka kita harus
memperhatikan beberapa hal berikut ini :
1. Jenis spuit dan jarum yang digunakan
2. Jenis dan dosis obat yang diinjeksikan
3. Tempat injeksi
4. Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi
5. Kondisi/penyakit klien

8. Cara Mencegah Infeksi Selama Injeksi


Salah satu efek yang bisa ditimbulkan dari pemberian obat secara injeksi adalah dapat
menimbulkan infeksi. Adapun cara-cara yang dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi
selama injeksi dilakukan yaitu :
1. Untuk mencegah kontaminasi larutan, isap obat dari ampul dengan cepat. Jangan
biarkan ampul dalam keadaan terbuka
2. Untuk mencegah kontaminasi jarum, cegah jarum menyentuh daerah yang terkontaminasi
(mis: sisi luar ampul atau vial, permukaan luar tutup jarum, tangan perawat, bagian atas
wadah obat, permukaan meja)
3. Untuk mencegah spuit terkontaminasi jangan sentuh badan pengisap (plunger) atau
bagian dalam karet (barrel). Jaga bagian ujung spuit tetap tertututp penutup atau jarum.
4. Untuk menyiapkan kulit, cuci kulit yang kotor karena kototran, drainase atau feses
dengan sabun dan air lalu keringkan. Lakukan gerakan mengusap dan melingkar ketika
membersihkan luka menggunakan swab antiseptic. Usap dari tengah dan bergerak keluar
dalam jarak dua inci.
9. Pemberian obat secara Oral
Definisi oral
Oral adalah obat yang cara pemberiannya melalui mulut. Untuk cara pemberian obat ini
Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis,
paling nyaman dan aman.
Oral merupakan suatu tindakan untuk membantu proses penyembuhan dengan cara
memberikan obat-obatan sesuai dengan program pengobatan dari dokter. Obat dapat juga
diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.. Kelemahan dari
pemberian obat secara oral adalah efek yang tibul biasanya lambat, tidak efektif jika pengguna
sering muntah-muntah, diare, tidak sabar, tidak kooperatif, kurang disukai jika rasanya pahit
(rasa jadi tidak enak).

Konsep pemberian obat oral


Pemberian obat oral dilakukan melalui mulut. Penggunaan obat melalui oral bertujuan
terutama untuk mendapatkan efek sistemik, yaitu obat beredar melalui pembuluh darah
keseluruh tubuh. Dalam pemberian obat oral, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
perawat, yaitu adanya alergi terhadap obat yang akan diberikan, kemampuan klien untuk
menelan obat, adanya muntah dan/atau diare yang dapat mengganggu obsorpsi obat, efek
samping obat, dan kebutuhan pembelajaran mengenai obat yang diberikan.
Tujuan
a. Memberi obat yang memiliki efek lokal, atau sistemik melalui saluran cerna.
b. Memberi obat tanpa harus merusak kulit dan jaringan.
c. Memberi obat tanpa menimbulkan nyeri.

Bentuk Obat Oral


Bentuk obat oral dibagi menjadi 2 yaitu: bentuk obat padat dan bentuk obat cair
a. Bentuk obat padat untuk pemakaian oral adalah: Tablet, Kapsul, Pil, dan serbuk.
1. Tablet
Tablet adalah bahan obat yang dipadatkan tanpa bahan tambahan (murni bahan obat).
Macam – macam tablet adalah
1) Tablet Kempa Jenis obat berbentuk tablet yang paling banyak digunakan oleh masyarakat.
Obat berbentuk tablet ini dibuat sesuai dengan bentuk cetakannya dan memiliki ukuran yang
sangat bervariasi. Contoh Vit C
2) Tablet kunyah Tablet besar yang tidak ditelan tetapi dikunyah. Biasanya, jenis obat tablet
seperti ini memiliki rasa yang lebih enak dibandingkan dengan obat – obat yang lainnya.
contoh obat antasid.
3) Tablet Hipodermik Jenis obat tablet hipodermik ini adalah obat tablet yang mudah larut di
dalam air. Proses pelarutannya juga terjadi secara sempurna.
4) Tablet Efervensen Penggunaan tablet dilarutkan dulu dalam segelas air akan keluar gas CO2
dan tablet akan pecah dan larut. Contoh Calcium D. Redoxon (C.D.R.)

2. Kapsul
Obat jenis kapsul terdiri dari bahan obat yang dibungkus dengan bahan padat, yang
mudah larut. Bahan pembungkus ini sangat berguna agar obat mudah ditelan, menghindari bau
dan rasa yang tidak enak dari obat, serta menghindari kontak langsung dengan sinar matahari.
Obat bentuk kapsul umumnya berbentuk bulat panjang dengan pangkal dan ujungnya yang
tumpul.
Macam – macam kapsul :
a) Kapsul gelatin keras, terdiri dasar sebagai wadah obat dan tutupnya. bentuknya keras,
hingga banyak orang yang menyangka kaca yang tidak dapat hancur. tetapi bila kapsul ini
kena air akan mudah lunak dan hancur.
b) Kapsul gelatin lunak, tertutup dari pabrik dan obatnya sudah dari dulu diisi dipabrik. agar
menarik kapsul ini diberi warna-warni.

3. Pil
Pil ini adalah bentuk obat yang berbentuk bundar (bulat) padat kecil yang mengandung
bahan atau zat obat.

4. Serbuk
Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan untuk
pemakaian oral atau dalam atau untuk pemakaian luar. Bentuk serbuk mempunyai luas
permukaan yang lebih luas, sehingga lebih mudah larut dan lebih mudah terdispersi daripada
bentuk sediaan padat lainnya (seperti kapsul, tablet, pil). Anak-anak dan orang dewasa yang suka
mengalami kesusahan menelan obat bentuk kapsul atau tablet, akan lebih mudah bila menelan
obat yang sediaannya sudah berbentuk serbuk, dan selain itu karena serbuk oral bisa dicampur
dengan air minum atau sediaan cair lainnya untuk membantu menelan obat.

Macam-macam serbuk :
a) Serbuk terbagi (pulveres/divided powder/ chartulae), bentuk serbuk ini berupa
bungkusan serbuk dalam kertas permanen atau dalam kanton-kantong plastik kecil, tiap
bungkus merupakan 1 dosis.
b) Serbuk tak terbagi (pulvis/ bulk powder), serbuk dalam jumlah yang banyak ditempatkan
dalam dos, botol mulut lebar. Sebagai contoh ialah bedak.
c) Serbuk efervesen, serbuk yang berupa granul kecil yang mengandung asam sitrat dan
natrium bikarbonat. Cara penggunaannya dilarutkan dulu dalam segelas air, terjadi reaksi
antara asam dan natrium bikarbonat dengan mengeluarkan CO2 dan akan menimbulkan
rasa seperti limun.

Macam bentuk obat cair untuk pemakaian oral ialah:


1. Larutan, merupakan suatu larutan obat, sebagai pelarut adalah air atau ditimbah zat cair
lainnya seperti sedikit gliserin, alkohol dan sebagainya.
2. Eliksir adalah suatu larutan alkoholis dan diberi pemanis yang mengandung obat dan
diberi bahan pembahu. sebagai pelarut adalah gliserin, sirup atau larutan sorbitol.
3. Sirup adalah suatu larutan obat dalam larutan gula yang jenuh biasanya diberi esen.
4. Emulsi adalah suatu campuran 2 zat cair yang tidak mau campur, biasanya minyak dan
air, dimana zat cair yang satu terdispersi dalam zat cair yang lain dengan bantuan
emulgator. Contoh emulsum Olei Iercoris Aselli. Bentuk ini selain oral, juga da yang
untuk topikal (losion) dan injeksi.
5. Suspensi oral adalah suatu campuran obat berupa zat padat terbagi halus yang terdispersi
didalam medium cairan. Biasanya cairan yang dipakai adalah air, dan harus di gojog dulu
sebelum digunakan. Bentuk suspensi oral dapat berupa: suspensi oral, mixtura, magma
dan gel. jelasnya demikian :
a) suspensi oral adalah sediaan cair yang diberi bahan pembau dan perasa,
mengandung obat padat yang terbagi halus dan tidak larut. Beri tanda gojog dulu
sebelum digunakan. Untuk menjaga stabilnya zat pada terdispersi diberi bahan
pensuspensi misalnya gom,CMC.
b) Mixtura adalah sediaan cair yang mengandung pertikel obat padat yang terbagi
halus. Beri tnda gojog dulu, sebelum digunakan. Mengandung bahan pensuspensi
atau tidak. Karena partikelnya sangat halus mudah terdispersi.
c) Magma adalah sediaan yang mengandung obat padat terbagi halus terdispersi
dalam, cairan, karena zat padatnya banyak maka sangat viskes maka tidak
mengandung bahan pensuspensi. Sebagai contoh : Milk magma.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Biofarmasetik adalah Hubungan sifat fisikokimia formulasi obat terhadap
Bioavailabilitas obat. Sedangkan Bioavailabilitas adalah Kecepatan dan jumlah obat aktif yang
mencapai sirkulasi sistemik. Tujuan dari biofarmasetik itu sendiri yaitu Mengatur pelepasan obat
sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi
klinik tertentu.
Sediaan obat yang dinyatakan lulus uji bioavailabilitas dan uji bioekivalensi terhadap
produk innovator berarti memiliki kualitas yang sama dengan produk innovator, dan produk
inilah yang dapat dijadikan alternatif selain produk innovator.
Sel adalah kumpulan materi paling sederhana yang dapat hidup dan merupakan unit
penyusun semua makhluk hidup.
Berikut ini catatan mengenai sejarah penemuan sel :
1. Tahun 1665, Robert Hooke menemukan sel mati dari gabus kulit batang quercus suber
yang tinggal dinding selnya saja, tersusun seperti rumah lebah. Ruang-ruang kecil tanpa
isi sel itu disebut kemudian disebut sel.
2. Tahun 1770, Anthony Van Leeuwenhoek menemukan kloroplast pada daun segar.
3. Tahun 1772, Bonaventuri Corti menemukan aliran plasma pada ganging chara sp.
4. Tahun 1850 , kollicher menemukan mitokondria.
Komponen Kimia Sel
1. Karbohidrat
2. Lemak
3. Protein
4. Asam Nukleat
Dalam pemberian obat injeksi dilakukan dengan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau
suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan,
yang disuntikkan dengan cara menusuk jaringan ke dalam otot atau melalui kulit. Dan setiap rute
injeksi dilakukan berdasarkan tipe jaringan yang akan diinjeksi obat. Karakteristik jaringan
memengaruhi absorpsi obat dan awitan kerja obat. Dan obat dapat diberikan dengan berbagai
cara disesuaikan dengan kondisi pasien, diantaranya : Injeksi Subkutan (SC), Injeksi
Intramuskular (IM), Injeksi Intradermal (ID), Injeksi Intravena (IV).
Pemberian Obat. Oral adalah pemberian melalui mulut. Pada umumnya cara ini lebih
disukai karena paling murah dan paling nyaman untuk diberikan. Bentuk obat oral adalah bentuk
tablet, kapsul, dan syrup. Dalam pemberian Obat Oral perlu diperhatikan Prinsip 6 Benar yaitu:
Benar pasien, Benar Obat, Benar Dosis, Benar Waktu, Benar Rute Pemberian, dan Benar
Dokumentasi agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Obat dapat digolongkan kedalam Obat
Bebas, Obat Bebas Terbatas, Obat Keras dan Obat Narkotika, obat juga memiliki Efek Samping
yaitu Efek suatu obat yang tidak termasuk terapi dan Kontraindikasi yaitu suatu kondisi atau
faktor yang berfungsi sebagai alasan untuk mencegah tindakan medis tertentu karena bahaya
yang akan didapatkan pasien. Dalam terapi pemberian obat perawat harus memperhatikan dosis
yang dibutuhkan pasien dan dalam memberikan obat oral harus berdasarkan prosedur yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Lala. 2008. Bioavalabilitas dan Bioekivalensi. Tersedia:


ladytulipe.wordpress.com/2009/12/16/ bioavalabilitas-dan-bioekivalensi /. Diakses pada :
15 Oktober 2013, pukul: 16.05

Bachtiar,Rico.2009. Bioekuivalensi. Tersedia:ricobachtiar.wordpress.com/2009/07/17/bioekuival


ensi/. Diakses pada : 15 Oktober 2013, pukul: 15.20

Hakim, Lukman. 2002. Farmakokinetika. Bursa Buku. Yogyakarta

R, Husniah. 2007. Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo. Jakarta

https://id.wikipedia.org/wiki/Sel_(biologi)

http://iraarizkyani63.blogspot.co.id/2013/01/makalah-tentang-sel.html

http://mikrobiologi-fikri.blogspot.co.id/2012/01/organisasi-sel.html

Johnson, Ruth & Taylor, Wendy. 2002. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta : EGC.

Kozier, Barbara & Erb, Glenora dkk. 2002. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5.
Penerbit Buku Kedokteran: EGC.

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Volume 4. Edisi 4. Jakarta: EGC.

http://majakoesoemasari.blogspot.com/2011/08/injeksi-intravena.html

http://www.google.com/http://altruisticobserver.wordpress.com/2011/12/24/tempat-injeksi-
subkutan-intramuskular/
Anief, Moh. 1997. Apa yang perlu diketahui tentang obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. (hlm 7, 135-139). Anief, Moh. 2004. Penggolongan obat. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. (hlm. 3).

Aziz Alimul Hidayat. 2012. Kebutuhan dasar manusia. Jakarta: Salemba Medika. (hlm. 275-276)

Hanke, Grace. 2007. Med-math: Perhitungan dosis, preparat, dan cara pemberian obat. Jakrta:
EGC. (hlm. 86-95). http:// Wiki Pedia. id/ Wiki. Kontraindikasi. ( Diakses tanggal 22 Maret
2019)

Kee, Joyce L & Hayes R. Evelyn. 1996. Farmakologi pendekatan proses keperawatan. Jakarta:
EGC. (hlm. 28).
Tambayong, Jan. 2001. Farmakologi untuk keperawatan. Jakarta: Widya Medika. (hlm. 3-6).

Anda mungkin juga menyukai