Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENILAIAN STATUS GIZI PADA ANAK MALNUTRISI


DISERTAI KVA (KEKURANGAN VITAMIN A)

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Penilaian Status Gizi Berbasis Genetik dan Gender
Dosen Pengampu : Dr. Yulia Lanti Retno Dewi, dr., M.Si

Disusun oleh :

Utami Harjantini
NIM. S531808048

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
BAB I
1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asupan gizi yang adekuat sangat penting pada anak, terutama di awal pertumbuhan
untuk mendukung perkembangan dan pertumbuhan anak, fungsi organ, system kekebalan
tubuh, serta perkembangan neurologis dan kognitif. Malnutrisi akan mempengaruhi fungsi
kognitif anak dan berkontribusi terhadap kemiskinan, dimana kognitif menurun menghambat
kemampuan individu untuk hidup produktif (Black et al, 2008). Selain itu, diperkirakan lebih
dari 1/3 kematian balita disebabkan kurang gizi. (Liu et al,2012).
Kurang Vitamin A (KVA) masih terjadi di negara berkembang, ditemukan terutama
pada masa pertumbuhan. KVA dalam tubuh merupakan “Nutrition Related Diseases” yang
dapat menyerang berbagai macam anatomi dan fungsi dari organ tubuh seperti menurunkan
sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel kulit. KVA pada anak biasanya
terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi Protein (KEP) atau Gizi buruk sebagai
akibat asupan zat gizi sangat kurang, termasuk zat gizi mikro dalam hal ini vitamin A.
Kurangnya konsumsi makanan (< 80 % AKG) yang berkepanjangan akan menyebabkan anak
menderita KVA (Depkes RI, 2003).
Studi yang dilakukan Ikkepeazu (2010) di Nigeria, mengobservasi serum vitamin A,
albumin, dan IMT pada anak KEP. Subyek penelitian sejumlah 197 anak dengan usia 1-5
tahun, terbagi menjadi 2 kelompok yaitu 99 anak malnutrisi (KEP) dan 98 anak sehat. Hasil
studi menunjukkan kadar vitamin A dalam darah secara signifikan menurun pada anak KEP
dan suplementasi vitamin A sangat dianjurkan. (Ikkepeazu Ebele J et al, 2010)
Hasil Pemantauan Status Gizi tahun 2017 menunjukkan 3,8% balita Indonesia
mempunyai status gizi buruk dan 14,0% balita mempunyai status gizi kurang. Lima provinsi
di Indonesia, prevalensi balita dengan status gizi buruk >5% , yaitu provinsi NTT, Sumatera
Utara, Maluku, Papua, dan Sulawesi Tenggara (Kemenkes RI, 2017). Dilain pihak, masalah
KVA di Indonesia masih membutuhkan perhatian serius. Meskipun survei menunjukkan
secara klinis KVA sudah tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat (<0,5%). Namun pada
survei yang sama menunjukkan bahwa 50% balita masih menderita KVA Sub Klinis (serum
retinol < 20 ug/dl), artinya separuh dari jumlah balita di Indonesia masih terancam kebutaan
karena KVA (Depkes RI, 2003).
2
Program penanggulangan KVA yaitu suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi 2
kali per tahun kepada balita ternyata belum cukup, karena masih ditemukan kasus
xeroftalmia di beberapa daerah (Depkes RI, 2003). Penelitian yang dilakukan di Kabupaten
Grobogan dan Kudus (2010), menganalisis hubungan suplementasi vitamin A dan asupan gizi
dengan serum retinol dan morbiditas anak usia 1-3 tahun. Studi menemukan 68 subyek tidak
mengambil suplementasi vitamin A (48,6%) ; prevalensi anak dengan asupan gizi kurang
sebesar 68,6% ; prevalensi asupan vitamin A inadekuat sebesar 60 % ; dan sejumlah 24,2%
subyek memiliki serum retinol yang rendah. Kesimpulannya, anak yang tidak mengambil
kapsul vitamin A dengan asupan vitamin A inadekuat dan retinol serum yang rendah
memiliki morbiditas yang lebih tinggi (Elvandari M et al, 2017).
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik pada tema Penilaian Status Gizi
pada Anak Malnutrisi (KEP) dengan Kekurangan Vitamin A (KVA).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penilaian status gizi pada anak malnutrisi (KEP) dengan KVA?
2. Metode penilaian status gizi apa saja yang dilakukan pada anak malnutrisi (KEP) dengan
kekurangan vitamin A (KVA)?
3. Alat apa saja yang digunakan pada pengukuran status gizi pada anak malnutrisi (KEP)
dengan kekurangan vitamin A (KVA)?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui penilaian status gizi pada anak malnutrisi dengan KVA
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui metode penilaian status gizi yang dapat digunakan pada anak malnutrisi
dengan KVA
b. Mengetahui alat yang digunakan dalam penilaian status gizi pada anak malnutrisi
dengan KVA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
A. Malnutrisi pada Anak
Malnutrisi adalah terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan
ketidakseimbangan asupan zat gizi, yaitu kelebihan asupan zat gizi maupun kekurangan
asupan zat gizi. Kekurangan asupan gizi dalam tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi
makanan atau kegagalan metabolik (Unicef-WHO, 2012).
Malnutrisi terutama Kekurangan Energi Protein (KEP), prevalensinya tinggi pada
anak. KEP dibagi berdasarkan penyebabnya yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder.
Malnutrisi primer disebabkan oleh asupan protein dan energi yang tidak adekuat. Malnutrisi
sekunder terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorpsi dan/atau
peningkatan kehilangan protein maupun energi dari tubuh (Kliegman et al, 2007).
Secara klinis, KEP dapat dibagikan kepada tiga tipe yaitu, kwashiorkor, marasmus,
dan marasmik-kwashiorkor. Marasmus terjadi karena pengambilan energi yang tidak cukup
sementara kwashiorkor terjadi terutamanya karena pengambilan protein yang tidak cukup.
Sementara tipe marasmik kwashiorkor yaitu gabungan diantara gejala marasmus dan
kwashiorkor (Kliegman et al, 2007).

Gambar 1. Marasmus dan Kwashiorkor

4
B. Kekurangan Vitamin A (KVA) pada Anak (Depkes RI, 2003)
Kurang vitamin A (KVA) adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan
epitel dari organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain, akan
tetapi gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada mata.
Bila ditinjau dari konsumsi makanan sehari-hari kekurangan vitamin A disebabkan
oleh asupan vitamin A atau provitamin inadekuat untuk jangka waktu yang lama, bayi
tidak diberikan ASI Eksklusif, menu sehari-hari tidak seimbang (kurang mengandung
lemak, protein, seng atau zat gizi lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A,
terdapat gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada penyakit
pancreas, diare kronik, dan KEP sehingga kebutuhan vitamin A meningkat. Adanya
kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik, menyebabkan gangguan
pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-albumin yang penting untuk
penyerapan vitamin A.
Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA yang telah
berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih cepat timbul bila anak menderita penyakit
campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.
Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO / USAID /
UNICEF/ HKI / IVACG, 1996 sebagai berikut :
XN : buta senja (hemeralopia, nyctalopia)
XIA : xerosis konjungtiva
XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot
X2 : xerosis kornea
X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea, < 1/3 permukaan kornea.
X3B : keratomalasia atau ulserasi kornea, ≥ 1/3 permukaan kornea
XS : jaringan parut kornea (sikatriks/scar)
XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti “cendol”
XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan
yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera diobati
karena dalam beberapa hari bisa berubah menjadi X3. X3A dan X3B bila diobati dapat
sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total,

5
yaitu bila lesi (kelainan) pada kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic
zone cornea).

C. Penilaian Status Gizi pada Anak Malnutrisi (KEP) dengan KVA


1. Antropometri
Parameter keparahan dan klasifikasi KEP dapat diukur dengan menggunakan
indikator antropometri. Kemenkes RI pada tahun 2011 mengeluarkan standar
antropometri penilaian status gizi anak yang mengacu pada WHO (2005). Gizi kurang
dan gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur
(BB/U), persamaan underweight. Pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang
didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut
umur (TB/U), persamaan istilah stunted. Kurus dan sangat kurus adalah status gizi yang
didasarkan pada indeks berat badan menurut panjang badan (BB/PB) atau berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB), padanan istilah wasted (Kemenkes RI, 2011).
Pada anak malnutrisi (KEP), status gizi cenderung underweight (pengukuran
antropometri BB/U < -2SD) , cenderung mengalami wasting (BB/PB atau BB/TB <
-2SD), tinggi cenderung stunting (PB/U atau TB/U < -2SD). (WHO, 2006)

Gambar 2. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak


2. Survei Konsumsi Makanan (Kusharto CM & Supariasa, 2011)
6
Makanan yang dikonsumsi merupakan sumber energy, karbohidrat, lemak dan
protein serta zat gizi mikro (vitamin dan mineral). Survei konsumsi makanan bertujuan
untuk mengetahui jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Tujuan lainnya survei
konsumsi makanan adalah untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi individu
maupun tingkat kecukupan pangan nasional. Metode survei konsumsi makanan yang
sering digunakan, yaitu Food Frequency Questionnaire (FFQ) dan Food Recall 24 jam.
Metode FFQ digunakan untuk mencatat frekuensi konsumsi individu terhadap
beberapa jenis makanan dalam kurun waktu tertentu. Melalui FFQ dapat diketahui
gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif. Metode Food Recall 24 jam
dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada
periode 24 jam. Data yang diperoleh bersifat kualitatif, sehingga untuk mendapatkan
data kuantitatif maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan porsinya dengan
URT (sendok, gelas, piring, dll). Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1x24 jam),
data yang diperoleh kurang representatif. Oleh karena itu, food recall 24 jam minimal
dilakukan selama 3 hari.

Gambar 3. Konversi URT pada bahan makanan sumber protein

7
3. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji
secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, antara lain
darah, urine, tinja,dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini
digunakan sebagai indikator dan peringatan kemungkinan akan terjadi keadaan
malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka
penentuan kimia faali dapat menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Supariasa et all,
2014).
Pada pasien anak malnutrisi, protein serum seperti albumin dan pre-albumin
(transthyretin) telah banyak digunakan untuk menentukan status gizi pasien. Selain itu,
retinol binding protein (RBP), transferrin, kolesterol total dan indikator inflamasi seperti
C-Reactive protein (CRP) dan jumlah limfosit total (TLC). (Bharadwaj et al, 2016)

Tabel 1. Pro dan Kontra Serum Nutritional Marker


Nutritional Marker Pro Kontra
Albumin  Pengukuran mudah  Waktu paruh panjang
 Biaya rendah  Kadar menurun saat
 Reproduktif infeksi, luka bakar,
 Prediktor terhadap keadaan kelebihan cairan, gagal
pasca bedah hati, kanker, sindrom
 Respon konsisten terhadap nefrotik
intervensi
Transferin  Waktu paruh pendek (8-10  Dipengaruhi oleh penyakit
hari) hati, status cairan, stress,
 Respon cepat terhadap kondisi sakit.
perubahan status protein  Tidak dapat menilai
malnutrisi ringan
Pre-albumin  Waktu paruh = setengah waktu  Diharapkan perubahan
paruh albumin kadar lebih cepat seiring
 Mudah tersedia perubahan asupan gizi
 Tidak terpengaruh oleh
status hidrasi

8
Penentuan status vitamin A pada anak malnutrisi dengan KVA dapat dilakukan
dengan tiga metode : (1) analisis darah,yaitu serum retinol, serum retinol binding protein
(RBP), serum retinyl ester, serum karotenoid. Metode lainnya yaitu (2) metode stable
isotope dan cadangan total vitamin A, prosedur isotop dilution mengukur secara
kuantitatif cadangan vitamin A di dalam hati. (3) Metode Relative dose response (RDR)
dan Modified relative dose response (MRDR) digunakan untuk menduga cadangan
vitamin A dalam hati (Parmaesih D, 2008)
Studi di Negara Nepal, menunjukkan pengaruh asupan makanan tinggi vitamin A
terhadap pemulihan gangguan adaptasi gelap dan retinol serum. Subyek penelitian yaitu
348 ibu hamil terbagi dalam 6 kelompok perlakuan, yaitu kelompok control, kelompok
suplementasi vitamin A, kelompok perlakuan beras fortifikasi vitamin A, kelompok
perlakuan hati kambing, kelompok perlakuan daun bayam, dan kelompok perlakuan
wortel. Perlakuan diberikan dalam 6hari/minggu selama 1,5 bulan. Adaptasi gelap
meningkat pada semua kelompok ibu hamil. dapat disimpulkan asupan makanan tinggi
vitamin A dapat menjadi alternative pengobatan rabun senja pada ibu hamil, perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut dengan subyek anak (Haskell et al, 2005).

Gambar 4. Hasil penelitian Haskell et al, 2005.

BAB III
9
KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Kasus
1. Kasus 1
Seorang anak laki-laki bernama SH berusia 20 bulan datang ke Posyandu Anggrek.
Setelah dilakukan penimbangan, BB 7,5 kg dan pengukuran PB 77 cm. Ahli gizi
melakukan FFQ dan recall sehingga didapatkan asupan energy sebesar 875 kkal,
protein sebesar 32 gram, lemak sebesar 34 gram, karbohidrat sebesar 109 gram dan
asupan vitamin A sebesar 150 μg. Bagaimanakah status gizi SH saat ini?
2. Kasus 2
Pasien Anak di Bangsal RS Mawar bernama JJ (perempuan) berusia 4 tahun 2 bulan .
Setelah dilakukan pengukuran, BB sebesar 10,8 kg dan TB 88 cm. Pada pemeriksaan
biokimia terdapat nilai albumin sebesar 2,9 g/dl dan serum retinol . Bagaimanakah
status gizi anak tersebut?

B. Pembahasan
Kasus 1
Diketahui Penilaian Status Gizi
Anak laki-laki, usia 20 bulan Antropometri
BB = 7,5 kg IMT = BB
PB = 77 cm (PB dalam meter)2
= 7,5 kg / (0,77 m)2
= 12,65 kg/m2
BB/U = < -3SD  Status gizi buruk
PB/U = -2 SD > -3 SD  Pendek
IMT/U = < -3SD  Sangat kurus

FFQ dan Recall Asupan dan Kebutuhan


Asupan energy = 875 kkal ; BB Ideal Anak = 11,3 kg
P = 32 gram ; L = 34 gram ;
KH = 109 gram ; Vit. A = 150 μg Menghitung Kebutuhan Gizi (Holiday Zegar)
BB I: 10 kg x 100 kkal = 1000 kkal
BBII: 1,3 kg x 50 kkal = 75 kkal
Kebutuhan kalori = 1075 kkal/hari
Keb. KH = 50% x 1075 kkal / 4 = 134,4 gram

10
Keb. P = 15% x 1075 kkal / 4 = 40,3 gram
Keb. L = 35% x 1075 kkal / 9 = 41,8 gram
AKG Vit.A Anak usia 4-6 tahun : 450 μg

Asupan energi dan protein dikategorikan menjadi


deficit (<90% AKG) dan normal (>90% AKG).
Kecukupan Energi = 81,4%
Kecukupan KH = 81,4%
Kecukupan P = 79,4%
Kecukupan L = 81,3%
Kecukupan Vit.A = 33,3% AKG

Kasus 2
Diketahui Penilaian Status Gizi
Anak Perempuan, Usia 4 tahun 2 bulan Antropometri
BB = 10,8 kg IMT = BB
TB = 88 cm (PB dalam meter)2
= 10,8 kg / (0,88 m)2
= 13,9 kg/m2
BB/U = < -3SD  Status gizi buruk
TB/U = < -3 SD  Pendek
IMT/U = -1 SD > -2 SD  Normal
BB/TB = -1 SD > -2 SD  Normal

Albumin = 2,9 g/dl Nilai normal albumin : 3,4 – 5,4 g/dl


Retinol Serum = 17 μg/dl Nilai normal retinol serum : 20-30 μg/dl
Kadar albumin & retinol serum rendah.

11
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Penilaian status gizi pada anak malnutrisi (KEP) dengan KVA terdiri dari
pemeriksaan antropometri, asupan, dan biokimia. Pemeriksaan fisik juga dapat
dilakukan terkait tanda dan gejala klinis yang terlihat pada anak malnutrisi (KEP)
dengan KVA.
2. Pemeriksaan antropometri yang dapat dilakukan pada anak KEP-KVA, antara lain
malakukan pengukuran berat badan dan panjang badan (usia ≤ 24 bulan)/ tinggi
badan (usia > 24 bulan). BB dan PB/TB diinterpretasikan berdasarkan indeks
antropometri sehingga didapatkan kategori status gizi.
3. FFQ dan Food recall 24 jam merupakan metode untuk mengetahui asupan zat gizi
makro maupun mikro, yang nantinya akan dibandingkan dengan kebutuhan individu,
sehingga dapat terlihat kecukupan gizi individu tersebut.
4. Pemeriksaan biokimia pada anak KEP-KVA dapat menjadi indikator dan peringatan
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.

B. Saran
Penilaian status gizi pada anak malnutrisi (KEP) dengan KVA harus dilakukan
secara menyeluruh dan teliti untuk mencegah terjadinya keadaan malnutrisi yang lebih
parah lagi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Bharadwaj S, Ginoya S, Tandon P, Gohel TD, Guirguis J, VAllabh H, Jevenn A, Hanouneh I.


2016. Malnutrition : laboratory markers vs nutritional assessment (Review).
Gastroenterology Report; 4 : 1-9.
Black RE, Allen LH, Bhutta ZA, Caulfield LE, de Onis M, Ezzati M, Mathers C, Rivera J. 2008.
Maternal and child undernutrition: global and regional exposures and health
consequences. Lancet; 371:243–60.
Departemen Kesehatan RI, Dirjen Bina Gizi Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat. 2003.
Deteksi dan Tatalaksana Kasus Xeroftalmia : Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta :
Departemen Kesehatan.
Elvandari M, Briawan D, Tanziha I. 2017. Suplementasi vitamin A dan asupan zat gizi dengan
serum retinol dan morbiditas anak 1-3 tahun. Jurnal Gizi Klinik Indonesia; 13(4): 179-
187.
Haskell MJ, Pandey P, Graham JM, Peerson JM, Ram K, Brown SH. 2005. Recovery from
impaired dark adaptation in nightblind pregnant Nepali women who receive small daily
doses of vitamin A as amaranth leaves, carrots, goat liver, vitamin A-fortified rice, or
retinyl palmitate. Am J Clin Nutr; 81(2): 461-71.
Ikkepeazu Ebele J, Emeka E, Ignatius C, Azubike N, Tola O. 2010. Serum vitamin A in children
with protein energy malnutrition. Curr Pediatr Res; 14(1): 9-13.
Kementerian Kesehatan RI, Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Direktorat Bina Gizi.
2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
Jakarta : Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI, Dirjen Bina Gizi Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat. 2017.
Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2017. Jakarta : Kementerian Kesehatan.
Kliegmen R, Behrman R, Jenson H, Stanton B. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18th Edition.
Saunders.
Kusharto CM, Supariasa IDM. 2011. Survai Konsumsi Gizi. Jakarta : Graha Ilmu.
Liu L, Johnson HL, Cousens S, Perin J, Scott S, Lawn JE, Rudan I, Campbell H, Cibulskis R, Li
M, Mathers C, Black RE. 2012. Global, regional, and national causes of child mortality:
13
an updated systematic analysis for 2010 with time trends since 2000. Lancet; 379:2151–
61.
Parmaesih D. 2008. Penilaian Status Vitamin A secara Biokimia. Gizi Indon; 31(2): 92-97.
Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2014. Penilaian Status Gizi Edisi 2. Jakarta : EGC
UNICEF-WHO-The World Bank joint child malnutrition estimates. 2012. Levels and trends in
child malnutrition. Newyork, Geneva, Washongton DC.
WHO Multicentre Growth Reference Study Group. 2006. WHO Child Growth Standards:
Length/height-for-age, weight-for-age, weight-for-length, weight-for-height and body
mass index-for-age: methods and development. Geneva : WHO.

14

Anda mungkin juga menyukai