Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)

A. DEFINISI

Dengue ialah suatu infeksi arbovirus (arthrop-borne virus) akut, ditularkan oleh

nyamuk spesies Aedes (FK UI, 1985, hlm. 607). Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus

dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (betina). DHF

terutama menyerang anak, remaja, dan dewasa dan seringkali menyebabkan kematian

bagi penderita (Christantie Effendy, Skp. 1995).

Demam dengue (DF) adalah penyakit febris-virus akut, seringkali disertai dengan

sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan leukopenia sebagai gejalanya.

Demam berdarah dengue (DHF) ditandai oleh emapat manifestasi klinis utama: demam

tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan hepatomegali dan pada kasus berat, tanda-

tanda kegagalan sirkulasi. Dapat mengalami syok hipovolemik yang diakibatkan oleh

kebocoran plasma. Syok ini disebut sindrom syok dengue (DSS) dan dapat menjadi fatal

(WOC edisi 2).

DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh karena

virus dengue yang termasuk golongan abrovirus melalui gigitan nyamuk Aedes Aegygti

betina. Penyakit ini biasa disebut Demam Berdarah Dengue (Hidayat, 2006). Dengue

Hemorrhagic fever (DHF) atau Demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti

(Nursalam, 2005).

DHF adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam,

nyeri otot dan sendi yang disertai leucopenia, dengan atau tanpa ruam (rash) dan

limfadenopati, trombositopenia ringan dan bintikbintik perdarahahan (ptekie) spontan

(Noer, 2000).

Demam berdarah dengue adalah penyakit akut dengan ciri-ciri demam manifestasi

perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian

(Mansjoer, 2000).
Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) merupakan penyakit endemis di

Indonesia dan sampai saat ini masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.

Penyakit Demam Berdarah disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang akut dan

ditandai dengan panas mendadak selama 2 – 7 hari tanpa sebab yang jelas disertai dengan

manifestasi perdarahan, seperti petekie, epistaxis kadang disertai muntah darah, berak

darah, kesadaran menurun, dan syock. (Soegijanto, 2006).

B. ETIOLOGI

1. Virus dengue

Berdiameter 40 monometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai

macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia, maupun sel – sel

Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36). Diketahui ada

empat jenis virus yang mengakibatkan demam berdarah yaitu DEN-1, DEN-2,

DEN3, dan DEN-4.

2. Nyamuk aedes aegypti

Yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polyne siensis, infeksi

dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap

serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang

lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).

3. Host (pembawa)

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan

mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih

mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe

lainnya.

C. TANDA DAN GEJALA

Manifestasi klinis pada DHF yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF

dengan masa inkubasi antara 13-15 hari. Penderita biasanya mengalami demam akut

(suhu meningkat tiba-tiba), sering disertai menggigil, saat demam pasien kompos

mentis.
Fase pertama yang relatif ringan dengan demam mulai mendadak, malaise

muntah, nyeri kepala, anoreksia, dan batuk. Pada fase kedua penderita biasanya

menderita ekstremitas dingin, lembab, badan panas, maka merah, keringat banyak,

gelisah, iritabel, dan nyeri mid-epigastrik. Seringkali ada petekie tersebar pada dahi

dan tungkai, ekimosis spontan mungkin tampak, dan mudah memar serta berdarah

pada tempat fungsi vena adalah lazim. Ruam makular atau makulopopular mungkin

muncul dan mungkin ada sianosis sekeliling mulut dan perifer. Nadi lemah cepat dan

kecil dan suara jantung halus. Hati mungkin membesar sampai 4-6 cm dibawah tepi

costa dan biasanya keras agak nyeri. Kurang dari 10% penderita ekimosis atau

perdarahan saluran cerna yang nyata, biasanya pasca masa syok yang tidak terkoreksi.

Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DHF, gambaran klinis

lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF adalah:

1. Keluhan pada saluran pernapasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan

2. Keluhan pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, tidak nafsu makan

(anoreksia), diare, konstipasi

3. Keluhan sistem tubuh yang lain seperti nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot,

tulang dan sendi (break bone fever), nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-

pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan (fushing) pada muka,

pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotofobia, otot-otot sekitar mata sakit

bila disentu dan pergerakan bola mata terasa pegal.

Patokan WHO (1975) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut:

1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.

2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji turniket positif dan salah

satu bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),

hematemesis, dan atau melena.

3. Perbesaran hati

4. Renjatan yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai tekanan darah menurun

(tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan diastolik 20 mmHg atau

kurang), disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung,

jari, dan kaki, penderita gelisah, timbul sianosis disekitar mulut.

Gambaran klinis kemungkinan terjadinya renjatan hari ke-3 sampai hari ke-7:
1. Perubahan sensorik dan nyeri perut

2. Perdarahan nyata selain perdarahan kulit

3. Terdapatnya efusi pleura atau asites

4. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih

5. Trombosit kurang dari 50.000/mikroliter

6. Hiponatremia dengan Na urine <10 mmol/L

7. EKG abnormal

8. Hipotensi

Menurut WHO (1986) DHF diklasifikasi berdasarkan derajat beratnya penyakit,

secara klinis dibagi menjadi 4, sebagai berikut:

1. Derajat I

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan.

Uji tourniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.

2. Derajat II

Deajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau ditempat lain.

3. Derajat III

Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah

(hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung, dan ujung jari (tanda-tanda

dini renjatan)

4. Derajat IV

Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.

D. PATOFISIOLOGI

Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatkan

permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke

ruang ekstra selular.

Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah

viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,,

pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hiperemi

tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening,

pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa (splenomegali)


Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume

plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinema serta efusi dan

renjatan (syok).

Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit >20%) menunjukkan atau

menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma (plasma leakage) sehingga nilai

hematokrit menjadi penting untuk patokan pembesaran cairan intravena. Oleh karena itu

pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hematokrit darah berkala untuk

mengetahui berapa persen hemokonsentrasi yang terjadi. Rumus perhitungan yang

digunakan adalah sebagai berikut:

𝐴−𝐵
𝑥 100% = 𝐶
𝐵

Keterangan:

A = Ht tertinggi selama dirawat

B = Ht saat pulang

C = prosentase hematokrit

Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan

kebocoran plasma terah teratasi sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi

kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung.

Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami

kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami

renjatan.

Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan,

metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik.

Ganggaun hemostasis pada DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir

seluruh alat tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal. Hati

umumnya membesar dengan perlemakan dan koagulasi nekrosis pada daerah sentral atau

parasentral lobulus hati.


PATHWAY
Kompleks
Infeksi Dengue antigen antibodi
+ komplemen

Demam Mual, Hepato- Alkalosis Trombosit- Vaskulitis Reaksi


Muntah megali respiratorik openia Imunologik
(trauma
dengan
salisilat)

Dehidrasi
Hemoragik Permeabilitas
diastensis vaskular Derajat I
meningkat

Hemokonsentrasi
Kebocoran
Hipoproteinemia
Plasma
Efusi Serosa
Hiponatremia Derajat II
Hipovolemia Peningk Penurunan
atan ekskresi
reabsorb Na+ urine
si air &
Hipotens dan Na+ peningkata
a oleh n
ginjal osmolalitas

Syok
Derajat III

Hipoksia Derajat IV
jaringan

DIC Asidosis
metabolik
Perdarahan Masif

Kematian

Gambar 1.1 Patofisiologi DHF


E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah

a. Trombosit menurun.

b. HB meningkat lebih 20 %.

c. HT meningkat lebih 20 %.

d. Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3.

e. Protein darah rendah.

f. Ureum PH bisa meningkat.

g. NA dan CL rendah

2. Serology : HI (hemaglutination inhibition test)

a. Rontgen thorax : Efusi pleura.

b. Uji test tourniket (+)

Tes torniket dilakukan dengan menggembungkan manset tekanan darah pada

lengan atas sampai titik tengah antara tekanan sistolik dan diasolik selama 5

menit. Tes dianggap positif bila ada petekie 20 atau lebih per 2,5 cm (1 inchi).

Tes mungkin negatif atau positif ringan selama fase syok berat. Ini biasanya

menjadi positif kuat, bila tes dilakukan setelah pemulihan dari syok.

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut:

1. Tirah baring atau istirahat baring

2. Diet makan lunak

3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa: susu, teh manis, sirop dan beri

penderita oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi

penderita DHF.

4. Pemberian cairan intravena (biasanya Ringer Laktat, NaCl faali). Ringer Laktat

merupakan cairan intravena yang paling sering digunakan, mengandung Na+130

mEq/liter, K+,4 mEq/liter, korektor basa 28 mEq/liter, Cl- 109 mEq/liter dan Ca++ 3

mEq/liter.

5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernapasan) jika kondisi

pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.


6. Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit setiap hari.

7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau

dipiron (kolaborasi dengan dokter). Juga pemberian dengan kompres dingin.

8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.

9. Pemberian antibiotika bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder (kolaborasi dengan

dokter)

10. Monitor tanda-tanda dini renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda

vital, hasil-hasil pemeriksan laboratorium yang memburuk.

11. Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter)

G. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA PENDUKUNG

Pengkajian

1. Identitas pasien

Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang

dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan

orang tua, dan pekerjaan orang tua.

2. Keluhan utama

Keluhan yang biasanya pada pasien DHF datang ke rumah sakit adalah panas

tinggi dan pasien lemah.

3. Riwayat penyakit sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil dan saat

demam kesadaran kompos mentis. Panas turun terjadi antara hari ke-3 dan ke-7,

dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan,

mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan

persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya

manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemasis.

4. Riwayat penyakit yang pernah diderita

Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak biasanya mengalami

serangan ulangan DHF dengan type virus yang lain.

5. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemumgkinan akan

timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.

6. Riwayat gizi

Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status

gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila ada faktor predisposisinya. Anak

yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah,dan nafsu akan

menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai pemenuhan nutrisi yang

mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status

gizinya menjadi kurang.

7. Kondisi lingkungan

Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang kurang

bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang di kamar).

8. Pola kebiasaan

a. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang,

dan nafsu makan menurun.

b. Eliminasi BAB: kadang-kadang anak mengalami diare atau konstipasi.

Sementara DHF grade III-IV bisa terjadi melena.

c. Eliminasi BAK : perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau banyak, sakit

atau tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.

d. Tidur dan istirahat : anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami

sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur

maupun istirahatnya kurang.

e. Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan

cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes

aegypti. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk

menjaga kesehatan.

9. Pemeriksaan fisik

Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut sampai ujung

kaki. Berdasarkan tingkatan grade DHF, keadaan fisik anak adalah :

a. Kesadaran : Apatis

b. Vital sign : TD : 110/70 mmHg


c. Kepala : Bentuk mesochepal

d. Mata : simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, mata anemis

e. Telinga : simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran

f. Hidung : ada perdarahan hidung / epsitaksis

g. Mulut : mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada perdarahan pada

rongga mulut, terjadi perdarahan gusi.

h. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kekakuan leher tidak ada, nyeri

telan.

i. Dada

Inspeksi : simetris, ada penggunaan otot bantu pernafasan

Auskultasi : tidak ada bunyi tambahan

Perkusi : Sonor

Palpasi : taktil fremitus normal

j. Abdomen :

Inspeksi : bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali)

Auskultasi : bising usus 8x/menit

Perkusi : tympani

Palpasi : turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas

k. Ekstrimitas : sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot, sendi tulang

l. Genetalia : bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang kateter

10. Sistem integumen

Adanya peteki pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin dan

lembab. Kuku sianosis atau tidak.

a. Kepala dan leher

Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata

anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II,III,

IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan

gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing

dan terjadi perdarahan telingga (grade II, III, IV).


b. Dada

Bentuk simetris dan kadang-kadang sesak. Pada fhoto thorax terdapat adanya

cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan, (efusi pleura), rales, ronchi,

yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.

c. Abdomen

Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites.

d. Ekstremitas : akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) sehubungan dengan proses penyakit

(veremia).

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan intraseluler ke

ekstraseluler.

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan dirongga paru

(effusi pleura).

4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan sehubungan

dengan mual, muntah, anoreksia, dan sakit saat menelan.

5. Potensial terjadinya perdarahan lebih lanjut sehubungan dengan trombositopenia.

6. Gangguan rasa nyaman; nyeri sehubungan dengan mekanisme patologis (proses

penyakit).

I. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Diagnosa Keperawatan: Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) sehubungan dengan

proses penyakit (veremia).

Tujuan Intevensi Rasional

Mengobservasi TTV; suhu, TTV merupakan acuan untuk

nadi, tensi, pernapasan mengetahui keadaan umum pasien


Suhu tubuh
setiap 3 jam atau lebih
normal (36-37oC)
Memberikan penjelas Penjelasan tentang kondisi yang

tentang penyebab demam dialami pasien dapat membatu


atau peningkatan suhu pasien/keluarga mengurangi kecemasan

yang timbul

Menganjurkan pasien untuk Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan

banyak minum ± 2,5 penguapan tubuh meningkat sehingga

liter/24 jam dan jelaskan perlu diimbangi dengan asupan cairan

manfaat bagi pasien yang banyak

Memberikan kompres Kompres dingin akan membantu

dingin (pada daerah axilla menurunkan suhu tubuh

dan lipatan paha)

Pasien bebas dari Memberikan terapi cairan Pemberian cairan sangat penting bagi

demam intravena dan obat-obatan pasien dengan suhu tinggi. Pemberian

sesuai dengan program cairan merupakan wewnang dokter

dokter (masalah kolaborasi) sehingga perawat perlu kolaborasi

dalam hal ini.

2. Diagnosa Keperawatan: Defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya

cairan intraseluler ke ekstraseluler.

Tujuan Intevensi Rasional

Kaji keadaan umum pasien Menetapkan data dasar pasien, untuk

(lemah pucat, tachicardi) mengetahui dengan cepat

serta tanda-tanda vital. penyimpangan dari keadaan normalnya.

Observasi adanya tanda- Agar dapat segera dilakukan tindakan


Setelah dilakukan
tanda syok. untuk menangani syok yang dialami
tindakan
pasien.
keperawatan
Berikan cairan intravaskuler Pemberian cairan IV sangat penting
defisit volume
sesuai program dokter. bagi pasien yang mengalami defisit
cairan dapat
volume cairan dengan keadaan umum
terpenuhi.
yang buruk karena cairan langsung

masuk kedalam pembuluh darah.

Anjurkan pasien untuk Asupan cairan sangat diperlukan untuk

banyak minum. menambah volume cairan tubuh.


Kaji tanda dan gejala Untuk mengetahui penyebab devisit

dehidrasi atau hipovolemik volume cairan, jika haluaran urine < 25

(riwayat muntah diare, ml/jam, maka pasien mengalami syok.

kehausan turgor jelek).

Kaji perubahan haluaran Untuk mengetahui keseimbangan cairan

urine dan monitor asupan dan tingkatan dehidrasi.

haluaran.

3. Diagnosa Keperawan: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan

cairan dirongga paru (efusi pleura).

Tujuan Intevensi Rasional

Kaji frekuensi kedalaman Kecepatan biasanya meningkat, dispnea

pernafasan dan ekspansi dan terjadi peningkatan kerja nafas.

dada.

Auskultasi bunyi nafas dan Ronchi menyertai obstruksi jalan nafas

catat adanya bunyi nafas atau kegagalan pernafasan.

Setelah dilakukan ronchi.

tindakan Tinggikan kepala dan bantu Duduk tinggi memungkinkan

keperawatan pola mengubah posisi. pengembangan paru dan memudahkan

nafas menjadi pernafasan diafragma, pengubahan

efektif atau posisi meningkatkan pengisian udara

normal. segmen paru.

Bantu pasien mengatasi Perasaan takut dan ansietas berat

takut atau ansietas. berhubungan dengan ketidakmampuan

bernafas atau terjadinya hipoksemia.

Berikan oksigen tambahan. Memaksimalkan bernafas dan

menurunkan kerja nafas.

4. Diagnosa Keperawatan: Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari

kebutuhan sehubungan dengan mual, muntah, anoreksia, dan sakit saat menelan.
Tujuan Intevensi Rasional

Memberikan makanan yang Membantu mengurangi kelelahan

mudah ditelan seperti; bubur, pasien dan meningkatkan asupan

tim dan dihidangkan saat makanan karena mudah ditelan.

masih hangat.

Memberikan makanan dalam Untuk menghindari mual dan

porsi kecil dan frekuensi muntah.

sering.
Kebutuhan nutrisi
Menjelaskan manfaat Meningkatkan pengetahuan pasien
pasien terpenuhi,
makanan/nutrisi bagi pasien tentang nutrisi sehingga motivasi
pasien
terutama pada saat pasien untuk makan meningkat.
mampumenghabiskan
sakit.
makanan sesuai
Mencatat jumlah/porsi Untuk mengetahui pemenuhan
dengan porsi yang
makanan yang dihabiskan nutrisi pasien.
diberikan/dibutuhkan.
oleh pasien setiap hari.

Memberikan nutrisi parenteral Nutrisi parenteral sangat

(kolaborasi dengan dokter). bermanffat/dibutuhkan pasien

terutama jika intake per-oral

sangat kurang. Jenis dan jumlah

pemberian nutrisi parenteral

merupakan wewenang dokter.

5. Diagnosa Keperawatan: Potensial terjadinya perdarahan lebih lanjut sehubungan

dengan trombositopenia.

Tujuan Intevensi Resional

Memonitor tanda-tanda Penurunan jumlah trombosit

penuruan trombosit yang merupakan tanda-tanda adanya

disertai dengan tanda-tanda kebocoran pembuluh darah yang


Jumlah trombosit
klinis. pada tahap tertentu dapat
meningkat.
menimbulkan tanda-tanda klinis

berupa perdarahan (nyata) seperti

epistaksis, patikie, dll.


Memonitor jumlah trombosit Dengan jumlah trombrosit yang

setiap hari. dipantau setiap hari, dapat dikethui

tingkat kebocoran pembuluh darah

dan kemungkinan perdarahan yang

dapat dialami pasien.

Menganjurkan pasien untuk Aktivitas pasien yang tidak

banyak istirahat. terkontroldapat menyebabkan

terjadinya perdarahan.
Tidak terjadi tanda-
Memberikan penjelasan Keterlibatan keluarga dengan
tanda perdarahan
kepada pasien/keluarga untuk segera melaporkan terjadinya
lebih lanjut (secara
segara melapor jika ada perdarahan (nyata) akan
klinis)
tanda-tanda perdarahan lebih membantu pasien mendapatkan

lanjut seperti: hematemesis, penanganan sedini mungkin.

melena, epistaxis.

6. Diagnosa Keperawatan: Gangguan rasa nyaman; nyeri sehubungan dengan

mekanisme patologis (proses penyakit).

Tujuan Intervensi Rasional

Mengkaji tingkat nyeri yang Untuk mengetahui berapa berat

dialami pasien dengan memberi nyeri yang dialami pasien.

rentang nyeri (0-10), biarkan pasien

menentukan tingkat nyeri yang

dialaminya, tetapkan tipe nyeri


Rasa nyaman
yang dialami pasien, respon pasien
pasien
terhadap nyeri yang dialami pasien.
terpenuhi
Mengkaji faktor-faktor yang Rekasi pasien terhadap nyeri

mempengaruhi reaksi pasien dipengaruhi oleh beberapa faktor,

terhadap nyeri (budaya, pendidikan, dengan mengetahui faktor-faktor

dll) tersebut maka perawat dapat

melakukan intervensi yang sesuai


dengan masalah klien. Respons

individu terhadap nyeri sangat

berbeda atau bervariasi, sehingga

perawat perlu mengkaji lebih lanjut

untuk menghindari kesalahan

persepsi terhadap kondisi yang

dialami pasien. Mislanya: pasien

yang berteriak karena nyeri belum

tentu mengalami nyeri yang lebih

hebat dari pasien lain yang menutup

matanya, mengigit bibir atau

berpegangan erat.

Memberikan posisi yang nyaman, Untuk mengurangi rasa nyeri.

usahakan situasi ruangan yang

tenang.

Memberikan suasana gembira bagi Dengan melakukan aktivitas lain,

pasien, alihkan perhatian pasien pasien dapat sedikit melupakan

dari rasa nyeri (libatkan keluarga). perhatiannya terhadap nyeri yang

Menganjurkan pasien untuk dialaminya.

membaca buku, mendengarkan

musik, menonton TV.

Nyeri Memberikan kesempatan pasien Tetap berhubungan dengan orang-

berkurang atau untuk berkomunikasi dengan orang terdekat atau teman membuat

hilang teman-temannya atau orang pasien gembira/bahagia dan dapat

terdekat. mengalihkan perhatiannya terhadap

nyeri.

Memberikan obat-obat analgetik Obat-obatan analgentik dapat

(kolaborasi dengan dokter) menekan atau mngurangi nyeri

pasien. Perlu adanya kolaborasi

dengan dokter karena pemberian


obat merupakan wewenang dokter.
DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Christantie.1995. Perawatan Pasien DHF. EGC : Jakarta.

WHO. Demam Berdarah Dengue: Diagnosa, Pengobatan, Pencegahan, dan Pengendalian 2th

Ed. EGC : Jakarta.

Doenges, Marilynn E, dkk.2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa

Keperawatan. EGC : Jakarta.

Hastuti, Oktri.2008. Demam Berdarah Denngue: Penyakit & Cara Pencegahannya (1 vols).

Kanisius (Anggota IKAPI) : Yogyakarta

Candra, Aryu.2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko

Penularan. Aspirator Journal of Vector-Borne Diseases Studies,2 (2), 110-119.

Anda mungkin juga menyukai