Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

CARPAL TUNNEL SYNDROME

Disusun oleh :

Faradila Niaoctaviani

Pembimbing :

dr. Tri Wahyu Pamungkas, Sp.S

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SYARAF

RSUD ARJAWINANGUN – KAB. CIREBON

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 11 NOVEMBER – 13 DESEMBER 2019


BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Carpal tunnel (terowongan karpal) terletak di bagian bawah pergelangan tangan yang
terdiri dari tulang-tulang carpal di median, dorsal, dan sisi lateral dan terselubungi secara
ventral oleh flexor retinaculum. Carpal tunnel syndrome (CTS) atau disebut juga entrapment
neuropathy adalah keadaan dimana nervus medianus tertekan di daerah pergelangan tangan
sehingga menimbulkan rasa nyeri, parastesia, dan kelemahan pada pergelangan tangan. Hal
ini berkaitan dengan penggunaan tangan yang eksesif tak terbatas dan trauma repetitif akibat
paparan okupasi berkelanjutan 1. Beberapa penyebabnya telah diketahui seperti trauma,
infeksi, gangguan endokrin dan lain-lain, tetapi sebagian tetap tidak diketahui penyebabnya.
CTS lebih umum dijumpai pada wanita, dengan puncak usia 42 tahun (40-60 tahun). Resiko
untuk menderita CTS sekitar 10% pada usia dewasa. Sindrom ini biasanya timbul pada
orang-orang yang sering bekerja menggunakan tangan (memanipulasi tangan), seperti
memeras baju, orang yang sering bertepuk (guru TK), pengendara motor, mengetik, olahraga
taichi, sering bermain game. Ras kaukasia memiliki resiko tertinggi terkena CTS jika
dibandingkan dengan ras yang lain. Perempuan beresiko lebih tinggi dibandingkan laki – laki
dengan tingkat perbandingan sebesar 3:1 pada usia antara 45 – 60 tahun. Hanya sebesar 10%
kasus CTS yang dilaporkan ditemukan pada usia yang lebih muda di usia 30-an tahun. Kaum
perempuan diduga memiliki ukurang canalis carpi yang lebih kecil dibandingkan kaum laki –
laki.
BAB II
PEMBAHASAN

II. 1 Anatomi

Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar pergelangan
tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan di dalam canalis carpi yang
dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang – tulang carpal. Nervus dan tendon
memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada jari – jari tangan. Jari tangan dan otot –
otot fleksor pada pergelangan tangan beserta tendon – tendonnya berorigo pada epicondilus
medial pada regio cubiti dan berinsersi pada tulang – tulang metaphalangeal, interphalangeal
proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan jempol. Canalis carpi
berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian distal lekukan dalam
pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio cubiti sekitar 3 cm.

Tertekannya N. Medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran canalis carpi,


membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan jaringan lubrikasi pada
tendon – tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi dengan sudut 90 derajat dapat
mengecilkan ukuran canalis.

Penekanan terhadap N. Medianus yang menyebabkannya semakin masuk di dalam


ligamentum carpi transversum dapat menyebabkan atrofi eminensia thenar, kelemahan pada
otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan otot abductor pollicis brevis yang
diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik ligametum carpi transversum yang dipersarafi
oleh bagian distal N. Medianus.

Cabang sensorik superfisial dari N. Medianus yang mempercabangkan persarafan


proksimal ligamentum carpi transversum yang berlanjut mempersarafi bagian telapak tangan
dan ibu jari.
CT dibentuk oleh :
 Atas : ligamentum carpi transversum (bagian dari. flexor retinaculum yang
membentang dari Os. Scapoideum dan trapezoideum ke arah medial menuju Os.
Piriformis & hamatum)
 Lateral (radial) : Os naviculare dan tuberculum os trapezium.
 Medial (ulnar) dibatasi oleh : Os. pisiformis dan os hamatum.
CT berisi :
 4 Mm Fleksor Digitorum Superfisialis,
 4 Mm Fleksor Digitorum Profundus,
 1 M Fleksor Carpi Radialis,
 1 N Medianus.
Anatomi Nervus Medianus
Serabut - serabut saraf yg membentuk N.
medianus berasal dari saraf spinal C5-C8
dan Th 1 dari pleksus brakhialis, dibentuk
oleh cabang lateralis fasciculus medialis
dan cabang medial dari fasciculus lateralis
dimana kedua cabang tersebut bersatu pada
tepi bawah M. Pectoralis minor.
Serabut motorik N. medianus mempersyarafi otot lengan bawah:
 M. Pronator teres
 M. Palmaris longus
 M. Fleksor Carpi Radialis
 M. Fleksor digitorum superficialis
 M. Fleksor digitorum profundus
 M. Pronator kuadratus
 M. Fleksor Polisis longus
Serabut motorik N. Medianus yg mempersyarafi otot – otot tangan M. Fleksor polisis brevis,
M. Oponen polisis, M. abductor polisis brevis, Mm. Lumbricalis I dan II

Serabut sensorik N. Medianus:


 Bagian Palmar ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, dan bagian radial jari manis, serta
ujung – ujung distal dari jari yang sama.
 Bagian dorsal tangan sampai dengan Phalang kedua jari telunjuk, jari tengah dan
setengah dari jari manis.
Di dalam CT tersebut N. Medianus terletak langsung di bawah ligamentum karpi transversum
dan sebelumnya terletak di belakang dari tenson palmaris longus.

II. 2 Definisi CTS

Sindroma Carpal Tunnel merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan karena
tekanan pada nervus medianus dan nervus ulnaris di Carpal Tunnel. Adapun definisi lain
yaitu neuropati tekanan atau jeratan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal
pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah fleksor retinakulum. Dulu, sindroma ini juga
disebut dengan nama acroparesthesia, median thenar neuritis atau partial thenar atrophy.

Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan di mana tulang
dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan
nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang
keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse carpal
ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang
karpalia tersebut. Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan
tekanan pada struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus.2

II. 3 Epidemiologi

Menurut penelitian CTS lebih sering terjadi pada wanita. CTS adalah entrapment
neuropathy yang paling sering dijumpai 1.5-11. Nervus medianus mengalami tekanan pada
saat berjalan melalui terowongan karpal di pergelangan tangan menuju ke tangan. Penyakit
ini biasanya timbul pada usia pertengahan. Umumnya pada keadaan awal bersifat unila~ral
tetapi kemudian bisa juga bilateral. Biasanya lebih berat pada tangan yang dominan. Pada
beberapa keadaan tertentu, misalnya pada kehamilan, prevalensinya sedikit bertambah.2

Prevalensi CTS bervariasi. Di Mayo Clinic, pada tahun 1976-1980 insidensnya 173
per 100.000 pasien wanita/tahun dan 68 per 100.000 pasien pria/tahun. Di Maastricht,
Belanda, 16% wanita dan 8 % pria dilaporkan terbangun dari tidurnya akibat parestesi jari-
jari. 45% wanita dan 8% pria yang mengalami gejala ini terbukti menderita CTS setelah
dikonfirmasi dengan pemeriksaan elektrodiagnostik 1°. Pada populasi Rochester, Minnesota,
ditemukan rata-rata 99 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Sedangkan Hudson dkk
menemukan bahwa 62% entrapment neuropathy adalah CTS.

II. 4 Etiologi

Sebagian besar kasus CTS (>50%) bersifat idiopatik, tetapi berbagai kondisi dapat
berkontribusi sebagai penyebab, yaitu :

a. Kondisi kesehatan lain seperti artritis reumatoid, kelainan hormonal tertentu seperti
diabetes, kelainan tiroid, menopause, retensi cairan pada kehamilan.

b. Karakteristik fisik. Carpal tunnel seseorang dapat lebih sempit daripada populasi
umum

c. Proses penuaan normal dengan peningkatan massa di tenosinovium

d. Tekanan langsung atau lesi desak ruang di dalam carpal tunnel dapat meningkatkan
tekanan pada nervus medianus dan menyebabkan CTS

e. Tenosinovitis,yaitu peradangan membran musin tipis yang menyelimuti tendon

f. Sindrom double crush, kompresi atau iritasi nervus medianus di atas pergelangan
tangan

g. Aktifitas yang membutuhkan penggunaan tangan dengan kombinasi gerakan berulang


pergelangan tangan atau jari, dan pekerjaan yang menggunakan alat yang
menimbulkan getaran

h. Faktor keturunan

II.5 Gejala Klinis

Carpal tunnel syndrom menimbulkan beragam gejala khas dari gejala sakit sedang
hingga gejala sakit yang berat. Gejala – gejala ini akan semakin bertambah berat dan
penderita yang telah didiagnosis dengan carpal tunnel syndrome akan mengeluhkan sensasi
mati rasa (numbness), kesemutan, dan sensasi terbakar pada jari jempol, jari telunjuk dan jari
tengah dimana ketiga jari tersebut diinervasi oleh N. Medianus.2,3 Pada beberapa penderita
juga sering mengeluhkan rasa sakit pada tangan atau pergelangan tangan dan hilangnya
kekuatan menggenggam. Rasa nyeri juga timbul pada lengan dan pundak serta benjolan pada
tangan; rasa nyeri ini akan terasa teramat sakit terutama di malam hari saat tidur.
Mati rasa (numbness) dan kesemutan (paresthesia) pada area yang dipersarafi oleh N.
Medianus merupakan gejala neuropathy akibat sindrom jebakan canalis carpi (carpal tunnel
entrapment). Kelemahan dan atrofi otot – otot thenar akan timbul selanjutnya jika kondisi ini
semakin tak terobati.

II.6 Patogenesis

Adanya disproporsi antara volume


CT dengan isinya, yaitu bertambahnya
volume dari isi carpal Tunnel atau
berkurangnya volume dari CT tersebut.
Dengan adanya Disproporsi akan terjadi
penekanan pd vasa vasorum dari N.
Medianus serta ischemic sehingga akan
menekan syaraf pada pembedahan akan
tampak syaraf yang pipih seperti pita.

Bertambahnya volume CT, karena:


 Penebalan / fibrosis dari Fleksor
sinovialis merupakan penyebab
tersering. Hasil biopsi: RA, inflamasi non spesific kronis, Penyakit degeneratif
 Udema di dlm CT , sehingga memberi tekanan dan kompresi pada syaraf, karena
faktor:
a. Hormonal adanya retensi cairan pd jaringan yang ada di CT. misalnya:
Menstruasi, kehamilan, menopouse, diabetes mellitus, dsn miksudema pd
hipotiroidisme.
b. Proses radang, misal: RA, osteoarhtritis.
c. Tumor dan keadaan lain yang menambah isi dari CT, misalnya: Ganglion,
neuroma, lipoma, kista sinovitis, hematoma, deposit Calsium, amiloidosis,
Chondrocalsinosis.
d. Penyakit Ocupasi adalah penyakit yang disebabkan karena penggunaan tangan
secara berlebihan pada keadaan Hiperekstensi pada pergelangan tangan, sehingga
tekanan CT meningkat dari pada tangan dengan posisi netral.
e. Trauma akan merubah ”countour” normal CT atau pembentukan tulang baru yang
berlebihan pada Colles fracture
Terjadinya Neurophaty saat injuri disebabkan karena fragmen tulang patah atau
ujung ligamentum menekan n. medianus.
f. Infeksi pada tenosinovitis kronis dan tuberkulosa.
g. Kongenital, apabila ada anomali didaerah CT, misal perpanjangan
“Muscle Belly” dari M. Fleksor digitorum sublimis, atau pembesaran pembuluh
darah sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus.
h. Vascular “Shunt” pada renal dialisis yang berulang, pembuatan shunt
didaerah tangan, tetapi hal ini masih dalam perdebatan.

Atau bisa dikatakan umumnya CTS terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan
fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang
berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya
aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi
intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini
akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini
menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam/pagi
hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut (mungkin
akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut
akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan safar menjadi
atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus
terganggu secara menyeluruh
Pada CTS akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler
sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini
diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya
gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga
sawar darah-saraf terganggu. Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut
Tekanan langsung pada safar perifer dapat pula menimbulkan invaginasi Nodus
Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf terganggu.
Akhirnya setelah adanya disproporsi dan kompresi terhadap nervus medianus akan
menimbulkan suatu gejala / simptom. Yaitu nyeri, rasa terbakar dan rasa seperti di tusuk –
tusuk pada daerah carpal
Stadium pada kelainan syaraf:
 Stadium I:
Timbulnya distensi kapiler intrafasikuler yang menyebabkan meningkatkan tekanan
intrafasikuler. Sehingga keadaan tersebut dapat menimbulkan konstriksi pembuluh
darah kapiler. Keadaan ini yang menyebabkan timbulnya gangguan nutrisi serta akan
terjadi hipereksitabilitas serabut saraf.
 Stadium II
Adanya kompresi pada pembuluh kapiler akan menyebabkan anoksia dan kerusakan
endotelium kapiler. Masuknya protein ke dalam jaringan akan menyebabkan edema.
Protein tidak dapat keluar melalui perineurium oleh karena akumulasi dalam
endoneurium yang mana telah menyatu dengan metabolisme serta nutrisi aksonal.
Pada keadaan tersebbut juga diiikuti adanya proliferasi dari fibroblast serta iskemik
pada jaringan ikat yang mengalami konstriksi. Pada tahap akhir dari kompresi saraf,
akan terjadi defek pada motorik maupun sensorik.

Dasar patofisiologi dari penekanan dari saraf ini di awali dengan berkurang nya aliran
darah yang timbul dengan tekanan 20 – 30 mmHg. Pada penderita CTS tekanan pada
terowongan sedikitnya mencapai 33 mmHg dan bahkan sering mencapai 110 mmHG saat
pergelangan tangan pada dalam posisi ekstensi posisi dorsofleksi ini nampaknya merupakan
posisi yang meningkatkan tekanan intra karpal yang paling tinggi. Tekanan sebesar 50
mmHG selama 2jam akan menyebabkan oedema epineurium bila tekanan tersebut
berlangsung selama 8 jam maka akan mengakibatkan tekanan cairan endoneurium meningkat
sebesar 4 kali dan menghambat transport aksonal jika trauma ini terus terjadi pada endotel
kapiler maka akan semakin banyak protein yang bocor masuk kedalam jaringan sehingga
oedema makin menghebat dengan demikian lingkaran akan terjadi.
Dampak yang terjadi lebih nyata pada endoneurium, karena lebih banyak eksudat dan
oedema yang menumpuk disana akibat tidak dapat menembus perineurium. Perineurium
lebih tahan terhadap perubahan tekanan karena kelenturan

II.7 Diagnosa
Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga didukung oleh
beberapa pemeriksaan yaitu :
1. Pemeriksaan fisik
Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus
pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes
provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS adalah 4 :
a. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-
gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan
menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai
pada penyakit Raynaud.
b. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-
otot thenar.
c. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual
maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan
abduksi maksimal palmar lalu ujung jari dipertemukan dengan ujung jari
lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut.
Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan gerakan
yang rumit seperti menulis atau menyulam.
d. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal,
sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat
dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes
ini menyokong diagnosa CTS.
e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam
waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan
diagnosa CTS.
f. Torniquet test. Dilakukan pemasangan torniquet dengan menggunakan
tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila
dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
g. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada
daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan
karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
h. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari
telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat
menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung
diagnosa.
 Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-
point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes
dianggap positif dan menyokong diagnosa.

2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)


a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang
positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada
beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa
normal pada 31 % kasus CTS. 4
b. Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada
yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency)
memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi safar di
pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.
4

3. Pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat


membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos
leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT
scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.
4. Pemeriksaan laboratorium. Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita
usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
seperti kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.

II.8 Terapi / Penatalaksanaan

Terdapat beberapa terapi terhadap carpal tunnel syndrome yang masih dipergunakan
hingga saat ini, antara lain:

Nonoperasi

1. Splint (Bidai Immobilisasi)

Splint atau bidai pada pergelangan tangan membantu mengurangi mati rasa
dengan mengurangi fleksi pergelangan tangan. Bidai digunakan pada malam hari
untuk mereposisi tangan, mencegah fleksi atau ekstensi tangan saat tidur yang bisa
meningkatkan tekanan. Bidai biasanya digunakan pada pasien dengan gelaja yang
ringan sampai sedang yang berlangsung kurang dari 1 tahun. 4,5

2. Peregangan (Stretching)

Beragam gerakan peregangan dapat membantu pencegahan terhadap CTS,


namun banyak orang yang tidak tahu akan kegunaan peregangan otot – otot
pergelangan tangan dan tangan. Untuk mengurangi insiden terserang CTS, berikut ini
adalah gerakan peregangan yang bisa dilakukan: 2,4

Gerakan 1, Gerakan Mengepal dan Membuka

Kepalkan tangan dengan kencang selama 3 – 5 detik, lalu lepaskan dan


ratakan seluruh jari – jari tangan. Ditahan selama 3 – 5 detik juga. Ulangi gerakan ini
sebanyak 5 kali di tiap tangan.

Gerakan 2 : Peregangan

Gerakan perengan ini dapat mengurangi rasa sakit dan tekanan yang
disebabkan oleh pergerakan tangan repetitif dalam periode tertentu. Dengan
menggunakan salah satu tangan, jari – jari di tangan lain di lebarkan sebisa mungkin
tanpa menimbulkan rasa nyeri. Hasil dari peregangan dapat dirasakan pada telapak
tangan dan pergelangan tangan. Tahan posisi peregangan ini selama 3 – 5 detik lalu
lepaskan. Lakukan gerakan ini sebanyak 5x di tiap tangan yang telah dilakukan gerak
mengepal dan meregang.

3. Injeksi Kortikosteroid Lokal


Injeksi kortikosteroid cukup efektif sebagai penghilang gejala CTS secara
temporer dalam waktu yang singkat. Metilprednisolon atau hidrokortison bisa
disuntikkan langsung ke carpal tunnel untuk menghilangkan nyeri. Injeksi
kortikosteroid dapat mengurangi peradangan, sehingga mengurangi tekanan pada
nervus medianus. Pengobatan ini tidak bersifat untuk dilakukan dalam jangka waktu
yang panjang. Pada kebanyakan pasien, pembedahan merupakan satu –satunya
pengobatan yang bisa memberikan penyembuhan permanen.
Dalam penelitian yang terbaru pasien dalam yang diberikan injeksi steroid,
mengonsumsi lebih sedikit obat penghilang rasa sakit setelah perawatan dibandingkan
pasien yang hanya mendapat terapi bidai. Meskipun injeksi steroid lokal dan splinting
pergelangan tangan nokturnal sama efektifnya dalam pengobatan pasien dengan CTS,
suntikan steroid lokal juga menghasilkan kepuasan pasien yang lebih baik dan
penggunaan obat penghilang rasa sakit yang lebih sedikit tanpa menyebabkan lebih
banyak efek samping.6

4. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)

Obat-obatan jenis NSAID dapat mengurangi inflamasi dan membantu


menghilangkan nyeri. Pada umumnya digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan
sampai sedang. Obat pilihan untuk terapi awal biasanya adalah ibuprofen. Untuk
pilihan lainnya ada ketoprofen dan naproxen.3,4,5

5. Fisioterapi dan Terapi Okupasi

Prosedur fisioterapi ini harus dilakukan secaraspesifik terhadap pola nyeri/gejala dan
disfungsi yang ditemukan.

Terapi okupasi memberikan penyaranan ergonomik untuk mencegah gejala yang


semakin parah. Terapi okupasi memfasilitasi fungsi tangan melalui terapi adaptif tradisional.
Olahraga dengan gerakan merelaksasi dan meregangkan otot – otot lengan dan tangan dapat
mengurangi resiko trauma ganda pada N. Medianus. 2
Pemijatan merupakan salah satu metode terapi yang sering digunakan untuk
mengobati gejala CTS. Perengangan dan pelepasan myofascial dapat menghilangkan rasa
nyeri, mati rasa, kesemutan dan nyeri terbakar dalam beberapa menit.

6. Extracorporeal Shockwave Therapy

Akhir – akhir ini terapi Extracorporeal Shockwave (ESWT) untuk CTS mulai
diminati. Seok et al. menunjukkan peningkatan signifikan dalam menurunkan nyeri dan skor
keparahan gejala pada pasien CTS menggunakan ESWT terfokus (fESWT). Pada 3 bulan
terapi terjadi peredaan gejala walaupun belum banyak berbeda dari terapi injeksi
kortikosteroid. Pada pemenitian terbaru ada peningkatan signifikan yang lebih besar dalam
skor keparahan gejala, skor fungsional dan skor kuesioner Boston pada minggu 12 hingga 24
pada kelompok rESWT dibandingkan dengan kelompok LCsI. Ketika dibandingkan dengan
baseline, ada pengurangan yang signifikan dari VAS dan skor fungsional pada kelompok
rESWT pada minggu ke 12 dan 24. Kelompok LCsI tidak memiliki perbedaan yang
signifikan secara statistik dalam pengurangan VAS dan skor fungsional pada periode yang
sama.6

Operasi

Pada umumnya, terapi nonoperasi digunakan untuk kasus yang ringan. Jika gejala
menetap maka direkomendasikan untuk operasi. Tujuan dari operasi CTS adalah membelah
lapisan transkutaneus (Transcutaneus Layer/TCL). Pada saat TCL dipotong, maka tekanan
nervus di bawahnya akan berkurang. 2,4

Pembedahan Carpal Tunnel Syndrome

Ini adalah salah satu contoh hasil pembedahan carpal tunnel syndrome. Dapat dilihat
adanya atrofi otot thenar eminensia di tangan kiri yang merupakan tanda kronik CTS.
Salah satu gambar metode pembedahan pada carpal tunnel syndrome. Dapat dilihat
teknik pembukaan ligamentum carpi transversum yang juga dikenal dengan sebutan
pembedahan “pembebasan canalis carpi”. Pembedahan ini sangat direkomendasikan bagi
pasien yang telah mengalami secara konstan dan static mati rasa, kelemahan otot tangan, atau
atrofi, dan penggunaan splint di malam hari sudah tidak bisa lagi mengontrol gejala – gejala
intermiten CTS.

II.9 Pencegahan

Pencegahan pada CTS dapat dilakukan dengan :

 Relaksasi dan mengurangi kekuatan pegangan


 Lebih sering beristirahat
 Memperbaiki postur tubuh dan memperhatikan posisi tangan
 Menjaga agar tangan tetap hangat
 Mengurangi berat badan jika terdapat obesitas
 Terapi penyakit yang bisa menyebabkan CTS
 Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah seluruh tangan
dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan hanya menggunakan ibu jari
dan telunjuk.

II. 10 Diagnosis Banding

1. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang hila leher diistirahatkan dan


bertambah hila leher bergerak. Distribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya.
2. lnoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot
thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah.
3. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak tangan
daripada STK karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan tidak melalui
terowongan karpal.
4. de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor pollicis longus
dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan yang repetitif. Gejalanya
adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan di dekat ibu jari. KHS
normal. Finkelstein's test : palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu
jari, positif bila nyeri bertambah
II. 11 Prognosis

Pada CTS, prognosis biasanya baik. Terdapat bebrapa faktor yang dapat
menyebabkan prognosis menjadi buruk, seperti status mental dan penggunaan alkohol. Gejala
bilateral dan manuver Phalen yang positif merupakan indikator prognosis yang buruk.
Penelitian menunjukkan bahwa 34% pasien CTS idiopatik mengalami resolusi sempurna
dalam 6 bulan. Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini : 2,4

1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus medianus


terletak di tempat yang lebih proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi STK yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema,
perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.

Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas yang
persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang paling berat adalah reflek
sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia dan
gangguan trofik.
BAB III

KESIMPULAN

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) terjadi akibat penekanan nervus medianus di dalam
terowongan karpal. Sindrom ini sering terjadi pada gerakan mencuci pakaian, mengepel
lantai, kehamilan (bilateral), dll. Gejala yang ditimbulkan adalah rasa baal dan kesemutan,
nyeri yang menjalar atau meluas dari pergelangan tangan ke bahu atau turun ke telapak
tangan. Beberapa kondisi yang dapat memicu timbulnya carpal tunnel syndrome, antara lain:
obesitas, hipotiroidisme, arthritis, diabetes dan trauma.

Secara klinis CTS didiagnosis dengan kriteria yaitu rasa nyeri yang berupa
kesemutan, rasa terbakar dan baal pada jari I, II, III dan setengah bagian lateral jari IV
dengan onset terjadi di waktu malam hari atau dini hari. Pada keadaan yang berat, rasa nyeri
dapat menjalar hingga ke lengan atas dan terdapat atrofi pada otot thenar. Penegakan
diagnosis baru dilakukan jika telah dilakukan tes provokasi berupa Tes Phalen dan tes Tinel.

Untuk mencegah terjadinya carpal tunnel syndrome akibat aktivitas repetitif yang
menimbulkan rasa baal dan nyeri, perlu dilakukan gerakan meregang pergelangan tangan,
tangan dan jari tangan. Selain itu, pengobatan yang efektif bagi penderita carpal tunnel
syndrome dengan menggunakan splint (balut tangan), injeksi kortikosteroid, pembedahan dan
Extracorporeal Shockwave Therapy.
DAFTAR PUSTAKA

1. M Brust, John C. Current Diagnosis and Treatment Neurology. Edisi kedua. Lange.
2012;h.296-297

2. Rambe, Aldy S. Sindrom Terowongan Karpal (Carpal Tunnel Syndrome). Available


at : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3459/1/penysaraf-aldi2.pdf.
Accesed on : 19 April 2013

3. Misbach, Jusuf. Sitorus, Freddy. AS Ranakusuma, Teguh, et al. Panduan Pelayanan


Medis Departemen Neurologi RSCM. 2007;h.76

4. George, Dewanto. Riyanto, Budi. Turana, Yuda, et al. Panduan Praktis Diagnosis dan
Tatalaksana Penyakit Saraf. 2009;h.120-123

5. Tana, Lusianawaty. Sindrom terowongan karpal pada pekerja: pencegahan dan


pengobatannya. J Kedokter Trisakti. September-Desember 2003, Vol 22 No.3

6. So, H., Chung, V. C. H., Cheng, J. C. K., & Yip, R. M. L. (2018). Local steroid
injection versus wrist splinting for carpal tunnel syndrome: A randomized clinical
trial. International Journal of Rheumatic Diseases, 21(1), 102–107.

7. Atthakomol, P., Manosroi, W., Phanphaisarn, A., Phrompaet, S., Iammatavee, S., &
Tongprasert, S. (2018). Comparison of single-dose radial extracorporeal shock wave
and local corticosteroid injection for treatment of carpal tunnel syndrome including
mid-term efficacy: A prospective randomized controlled trial. BMC Musculoskeletal
Disorders, 19(1).

Anda mungkin juga menyukai