PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini ganguan pada sistem-sistem organ manusia semakin
berkembang. Gangguan tersebut ada yang timbul karena factor gaya hidup yang
kurang tepat dan ada juga yang timbul sejak bayi lahir (konginetal). Kelainan
konginetal bisa disebabkan oleh kegagalan pada saat proses embriologi, tetapi ada
juga yang disebabkan oleh kelainan genetik. Salah satu contoh kelainan genetik
pada system pernapasan adalah cystic fibrosis. Cystic fibrosis merupakan
gangguan monogenik yang ditemukan sebagai penyakit multisistem. Tanda dan
gejala pertama biasanya terjadi pada masa kanak-kanak, namun sekitar 5% pasien
di Amerika Serikat didiagnosis pada waktu dewasa.
Prevalensi dari cystic fibrosis atau yang biasa disingkat dengan CF
beragam, tergantung dari etnis suatu populasi. CF dideteksi pada sekitar 1 dari
3000 kelahiran hidup pada populasi Kaukasia di Amerika bagian Utara dan Eropa
Utara, 1 dari 17.000 kelahiran hidup pada African Amerikan (Negro), dan 1 dari
90.000 kelahiran hidup pada populasi Asia di Hawaii Karena adanya
perkembangan dalam terapi, >41% pasien yang sekarang dewasa (18 tahun) dan
13% melewati umur 30 tahun. Median harapan hidup untuk pasien CF adalah >41
tahun sehingga CF tidak lagi merupakan penyakit pediatrik, dan internis harus
siap untuk menentukan diagnosis CF dan menangani banyak komplikasinya.
Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri kronis pada saluran napas
yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis dan bronchiolectasis,
insufisiensi exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal, fungsi kelenjar keringat
abnormal, dan disfungsi urogenital.
Cystic fibrosis bisa terjadi akibat adanya mutasi genetic yang membentuk
protein CF transmembrane conductance regulator (CFTR) yang terletak pada
kromosom 7. Mekanisme terjadinya malfungsi sel pada cystic fibrosis tidak
diketahui secara pasti. Sebuah teori menyebutkan bahwa kekurangan klorida yang
terjadi pada protein CFTR menyebabkan akumulasi secret di paru-paru yang
mengandung bakteri yang tidak terdeteksi oleh system.imun Teori yang lain
menyebutkan bahwa kegagalan protein CFTR menyebabkan peningkatan
perlawanan produksi sodium dan klorida yang menyebabkan pertambahan
reabsorbsi air, menyebabkan dehidrasi dan kekentalan mucus. Teori-teori tersebut
mendukung sebagian besar observasi tentang terjadinya kerusakan di cystic
fibrosis yang menghambat jalanya organ yang dibuat dengan secret yang kental.
Hambatan ini menyebabkan perubahan bentuk dan infeksi di paru-paru, kerusakan
pada pankreas karena akumulasi enzim digestive, hambatan di usus halus oleh
kerasnya feses dan lain-lain.
Begitu besaranya resiko perkembangan penyakit cystic fibrosis, sebagai
tenaga kesehatan diharapkan bias mengidentifikasi secara dini sebagai upaya
pencegahan penyebaran penyakit ke berbagai organ lain.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari Cystic Fibrosis.
2. Untuk mengetahui etiologi dari Cystic Fibrosis.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari Cystic Fibrosis.
4. Untuk mengetahui gejala dan tanda dari Cystic Fibrosis.
5. Untuk mengetahui tata laksana terapi pada penyakit Cystic Fibrosis.
6. Untuk memberikan informasi dan monitoring pada penyakit Cystic Fibrosis.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi Cystic Fibrosis
Cystic fibrosis merupakan gangguan monogenik yang ditemukan sebagai
penyakit multisistem. Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri kronis
pada saluran napas yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis dan
bronchiolectasis, insufisiensi exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal, fungsi
kelenjar keringat abnormal, dan disfungsi urogenital.
Cystic fibrosis adalah suatu gangguan kronik multisistem yang ditandai
dengan infeksi endobronkial berulang, penyakit paru obstruktif progresif dan
insufisiensi pankreas dengan gangguan absorbsi/malabsorbsi intestinal. Kelainan
ini merupakan kelainan genetik yang bersifat resesif heterogen dengan gambaran
patobiologis yang mencerminkan mutasi pada gen-gen regulator transmembran
fibrosis kistik (cystic fibrosis transmembrane conductance regulator/CFTR).
Masuk ke alveoli
kejang
PMN meningkat
Komplience paru
menurun
Sputum mengental
2.1.5 Komplikasi
Komplikais yang dapat terjadi pada cystic fibrosis adalah :
1) Sinusitis , disebabkan oleh produksi nucus yang berlebihan sehingga
menutupi dan menginfeksi sinus.
2) Bronchiectasis. Bronkus akan teregang dan membentuk kantong- kantong
ketika terkumpul mucus. Mucus ini adalah tempat berkembangnya bakteri
yang sangat berpotensi menyebabkan infeksi paru. Infeksi ini akan lebih
merusak bronkus dan jika tidak diobati bronkiektasis dapat berkembang
menjadi penyakit parah termasuk gagal pernapasan.
3) Pancreatitis.
4) Polip hidung
5) Clubbing, ini terjadi karena tidak adanya perpindahan oksigen dari paru-
paru ke aliran darah.
6) Kolaps paru
7) Prolaps rektal. Batuk persisten atau penekanan mungkin dapat
menyebabkan jaringan rektum timbul keluar.
8) Penyakit liver
9) Diabetes
10) Pneumothorax sering terjadi (>10% pasien)
11) Komplikasi paling buruk dari cystic fibrosis adalah kegagalan pernapasan
dan cor pulmonale
2) Test Prenatal :
3) Test genetika
a) Test genetik melalui test darah dapat mendeteksi kondisi karier dengan
keakuratan sampai 95%
b) Biaya yang diperlukan berkisar $US 50-150
c) Testing in direkomendasikan untuk individu-individu yang mempunyai
riwayat keluarga dengan CF dan untuk pasangan-pasangan yang
merencanakan kehamilan, namun tidak diindikasikan untuk keperluan
skrining secara umum (NIH Consensus Stetment, 1999).
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksaan cystic fibrosis meliputi dua hal yaitu medikamentosa dan
pembedahan.
1. Medikamentosa
1) Terapi antibiotic
Diberikan untuk gejala kronik dari obstruksi hidungnya berupa
discharge purulen atau batuknya terhadap kuman pseudomonas dan
staphylococcus.
2) Terapi mukolitik
Menggunakan ekspektoran yang mungkin dapat meredakan gejala
klinis.
3) Irigasi
Irigasi menggunakan saline bertujuan untuk menurunkan kolonisasi
bakteri,mencuci keluar sekresi lender yang menyebabkan obstruksi,
dan secara berkala membantu vasokontriksi pembuluh darah konka.
2. Pembedahan
Terapi pembedahan dilakukan bila terapi medikamentosa tidak efektif,
dan dilakukan pada area saluran napas yang terdapat kelainan
yang bagaimanapun juga pertimbangan pembedahan harus benar-benar
matang pada pasien CF karena bahaya-bahaya kemungkinan terbentuknya
mucus kental yang banyak selama operasi dengan anastesi umum yang
resikonya semakin meningkat sejalan dengan lamanya intubasi.
Indikasi pembedahan pada pasien CF menurut Nishioka :
1) Obstruksi nasi persistent yang disebabkan polip nasi dengan atau
tanpa penonjolan ke medial dinding lateral hidung. Pembedahan yang
dilakukan pada polip meliputi polip ekstraksi, dan BSEF ( bedah
sinus endoskopi fungsional ).
2) Medialisasi dinding lateal hidung yang dibuktikan melalui CT scan
walau tanpa disertai gejala subjektif obstruksi nasi, pembedahan perlu
dilakukan karena tingginya prevalensi mucocelelike formations.
3) Timbulnya eksaserbasi penyakit paru yang berkorelasi dengan
eksaserbasi penyakit sinonasalnya, memburuknya status penyakit
parunya atau penurunan aktifitas fisik serta kegagalan terapi
medikamentosa.
4) Nyeri wajah atau nyeri kepala yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya selain adanya FK yang dapat menggangu kualitas hidup
penderita.
5) Tidak ada perbaikan dari gejala klinis sinonasal setelah terapi
medikamentosa adekuat.
Kontraindikasi dilakukan pembedahan :
1. Penyakit paru obstruktif kronik berat yang beresiko saat dilakukan
anastesi.
2. Pasien dengan CF sangat beresiko terhadap defisiensi vitamin K
akibat insufisiensi pankreas, penyakit hepatobilier atau keduanya dan
jika tidak disuplement akan beresiko perdarahan, yang ditandai dengan
pemanjangan masa prothrombin time (PT) dan harus dikoreksi terlebih
dahulu sebelum dilakukan pembedahan.
3. Sinusitis kronik dapat menyebabkan terganggunya/terlambatnya
pneumatisasi dan perkembangan dari sinus maksila, etmoid dan frontal
pada pasien CF khususnya anak-anak sehingga ini terkadang kurang
diperhitungkan. Dalam hal diatas perlu dilakukan CT scan coronal dan
axial preoperatif untuk kenfirmasi sebelumnya.
2. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breath)
Meliputi sesak napas, paru kekurangan oksigen sehingga jaringan rusak
dan kulit berwarna kebiruan (sianosis) dan batuk yang semakin hari semakin
buruk
2) B2 (Blood)
Memungkinkan terjadinya hiperglikemi akibat pankreas tidak dapat
menghasilkan insulin dengan baik akibat mukus yang berlebihan hingga
merusak pankreas.
3) B5 (Bowel)
Pada bowel kelainanya meliputi diare, dehidrasi, nyeri dan
ketidaknyamanan pad perut karena terlalu banyak gas dalam usus sebgai
akibat disfungsi enzim digestine. Selain itu, dapat ditemui kelainan berupa
nafsu makan besr tetapi tidak menambah berat badan dan pertumbuhan
(cenderung menurun).
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi kedokteran Edisi 11. ECG.
Jakarta.